Untuk mengerti pengertian mutu pelayanan menurut perspektif Islam, yang dijadikan standar untuk menilai kualitas pelayanan adalah standarisasi syariah. Islam mensyari’atkan terhadap insan agar senantiasa terikat dengan hukum syara’ dalam melakukan setiap acara ataupun memecahkan setiap persoalan.
Di dalam islam tidak memedulikan keleluasaan beraqidah ataupun keleluasaan beribadah, kalau seseorang sudah memeluk Islam sebagai doktrin aqidahnya, maka baginya wajib untuk terikat dengan seluruh syariah Islam dan diwajibkan untuk menyembah Allah SWT sesuai cara yang sudah ditetapkan.
Di dalam islam tidak memedulikan keleluasaan beraqidah ataupun keleluasaan beribadah, kalau seseorang sudah memeluk Islam sebagai doktrin aqidahnya, maka baginya wajib untuk terikat dengan seluruh syariah Islam dan diwajibkan untuk menyembah Allah SWT sesuai cara yang sudah ditetapkan.
Oleh sebab itu, variabel-variabel yang diuji dalam suatu penelitian tidaklah murni memakai teori konvensional saja. Namun menimbulkan syariah selaku persyaratan penilaian atas teori tersebut.
- Reliability (keandalan) menurut Parasuraman et. al., (1984) yakni Kemampuan untuk melaksanakan jasa yang dijanjikan secara akurat dan dapat mengemban amanah. Artinya pelayanan yang diberikan tangguh dan bertanggung jawab, karyawan sopan dan ramah. Bila ini dikerjakan dengan baik maka pelanggan merasa sungguh dihargai. Sebagai seorang muslim, sudah ada acuan acuan yang tentunya bisa dijadikan pedoman dalam melakukan aktifitas perniagaan/muamalah. Allah SWT telah berfirman yang artinya “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri pola yang bagus bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kehadiran) hari akhir zaman dan ia banyak menyebut Allah.” (QS. Al- Ahzab: 21). Di dalam hadist-hadist mulia, Rasulullah SAW telah mempraktikkan dan memerintahkan biar setiap muslim selalu mempertahankan amanah yang diberikan kepadanya. Karena profesionalitas dia pada waktu berniaga maupun aktifitas kehidupan yang lainnya, maka ia dipercaya oleh siapa saja dan mendapatkan gelar Al-Amin.
- Tangibles (kemampuan fisik) menurut Parasuraman et. al., (1984) ialah Tampilan fasilitas fisik, peralatan, karyawan, dan bahan komunikasi. Salah satu catatan penting bagi pelaku lembaga keuangan syariah, bahwa dalam mengerjakan operasional perusahaannya mesti memperhatikan segi penampilan fisik para pengelola maupun karyawannya dalam hal berbusana yang santun, beretika, dan syar’i. Hal ini sebagaimana yang telah Allah SWT Firmankan dalam Q.S AI-A’raf : 26, yang artinya “Hai anak Adam, bahwasanya Kami sudah menurunkan kepadamu busana untuk menutup auratmu dan busana indah untuk aksesori. Dan busana takwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu ialah sebahagian dari gejala kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka senantiasa ingat. (QS. Al-A’raf : 26).
- Responsivness (daya tanggap) menurut Parasuraman et. al., (1984) ialah Keinginan untuk membantu konsumen dan menawarkan jasa sempurna waktu. Dalam Islam kita harus selalu menepati akad seiring dengan penawaran spesial yang dilakukan oleh perusahaan. Apabila perusahaan tidak bisa menepati akad dalam memperlihatkan pelayanan yang bagus, maka resiko yang akan terjadi akan ditinggalkan oleh konsumen. Lebih dari itu, Allah Swt telah berfirman: Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Dihalalkan bagimu hewan ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu dikala kau sedang menjalankan haji. Sesungguhnya Allah memutuskan aturan-aturan menurut yang diharapkan-Nya” (QS.AI-Maidah: 1), Demikian juga Allah SWT sudah mengingatkan kita perihal profesionalisme dalam menunaikan pekerjaan. Allah SWT berfirman yang artinya : “Maka jika kamu sudah selesai (dari sesuatu masalah), kerjakanlah dengan sungguhsangat (masalah) yang lain”, (QS. Al-Insyirah: 7).
- Assurance (jaminan) berdasarkan Parasuraman et. al., (1984) yakni kemampuan karyawan ganjal wawasan kepada produk secara tepat, mutu, keramah-tamahan, perkataan atau kesopanan dalam membedkan pelayanan, keterampilan dalam menawarkan informasi dan kesanggupan dalam menanamkan doktrin konsumen kepada perusahaan. Dalam menawarkan pelayanan terhadap konsumen hendaklah senantiasa mengamati akhlak berkomunikasi, biar tidak melaksanakan manipulasi pada waktu memberikan produk maupun mengatakan dengan kebohongan. Sehingga perusahaan tetap menerima dogma dari pelanggan, dan yang paling penting yakni tidak melanggar syariat dalam bermuamalah. Allah SWT sudah mengingatkan perihal etika berjualan sebagaimana yang termaktub dalam Q.S Asy-Syu’araa’:181-182, yang artinya “Sempurnakanlah takaran dan janganlah kau merugikan orang lain; dan timbanglah dengan timbangan yang benar. ” (QS. Asy-Syu’araa’ : 181-182).
- Emphaty (perhatian) berdasarkan Parasuraman et. al., (1984) yaitu Peduli, perhatian individu yang diberikan kepada pelanggan. Perhatian yang diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan haruslah dilandasi dengan aspek keimanan dalam rangka mengikuti undangan Allah SWT untuk selalu berbuat baik kepada orang lain. Allah sudah berfirman, yang artinya “Sesungguhnya Allah memerintahkan (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi terhadap kaum saudara, dan Allah melarang dari tindakan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu semoga kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl : 90).
Demikian pemahaman kualitas pelayanan berdasarkan perspektif islam dan variabel-variabelnya. Tentunya penulis menyadari bahwa lumayan banyak dalil yang dapat diangkat untuk mendukung penjelasan di atas. Sehingga pemahaman kualitas layanan dalam perspektif islam akan lebih komprehensif. Mohon saran dari para pembaca!