Mitos Dewi Padi Dalam Penduduk Sunda





Mitos Dewi Padi Dalam Masyarakat Sunda
Dewi Sri atau Dewi Shri (Bahasa Jawa), Nyai Pohaci Sanghyang Asri (Bahasa Sunda), yaitu dewi pertanian, dewi padi dan sawah, serta dewi kesuburan di pulau Jawa dan Bali. Pemuliaan dan pemujaan terhadapnya berjalan sejak kurun pra-Hindu dan sebelum Islam di pulau Jawa.

Ritual dan budbahasa.
Masyarakat Sunda mempunyai rangkaian perayaan dan upacara khusus yang dipersembahkan untuk Dewi Sri. Misalnya upacara Seren Taun yang digelar tiap tahun oleh penduduk Baduy, Ciptagelar Kasepuhan Banten Kidul, KampungNaga, Cigugur, Kuningan dan aneka macam komunitas tradisional Sunda lainnya. Tradisi ini ditelusuri telah dilaksanakan semenjak zaman Kerajaan Sunda purba.

Upacara digelar untuk memberkati bibit padi yang mau ditanam serta padi yang mau dipanen. Pada peringatan ini masyarakat Sunda menyanyikan beberapa pantun atau kidung mirip Pangemat dan Angin-angin. Kidung nyanyian ini dimaksudkan untuk mengundang Dewi Sri agar sudi turun ke bumi dan memberkati bibit padi, biar para petani sehat, dan sebagai upacara ngaruwat atau tolak bala; untuk mencegah kesialanatau nasib jelek yang mungkin dapat menimpa para petani. 

Pada saat memanen padi pun penduduk tradisional Sunda dilarang menggunakan arit atau golok untuk memanen padi, mereka mesti menggunakan ani-ani atau ketam, pisau kecil yang mampu disembunyikan di telapak tangan. Masyarakat Sunda yakin bahwa Dewi Sri Pohaci yang berjiwa halus dan lemah lembut akan ketakutan menyaksikan senjata tajam besar mirip arit atau golok.

Selain itu ada iman bahwa padi yang mau dipanen, yang juga perwujudan sang dewi, harus diperlakukan dengan hormat dan lembut satu persatu, tidak boleh dibabat secara agresif begitu saja.

Dewi Sri tetap dihormati dan dimuliakan oleh masyarakat Jawa, Sunda, dan Bali. Meskipun demikian banyak model mitos serupa perihal dewi kesuburan juga dikenal oleh suku bangsa yang lain di Indonesia. Meskipun sekarang orang Indonesia kebanyakan yakni muslim atau beragama hindu,sifat dasarnya tetap bertemaanimisme dan dinamisme.

Kepercayaan lokal mirip kejawen dan sunda wiwitan tetap berakar berpengaruh dan pemuliaan kepada Dewi Sri terus berjalan berbarengan dengan imbas Hindu, Buddha, Islam, dan Nasrani. Beberapa kraton di Indonesia, mirip kraton di Cirebon, Ubud (Bali) Surakarta dan Yogyakarta tetap membudayakan tradisi ini. Dari banyak sekali sumber