Mengeker Cahaya Hidup Nyai Ahmad Dahlan

“Mengapa Nyai tak memakai jimat untuk melindungi jabang bayi dr botoro kolo?” kata seorang pria desa di tepian sawah. Di sampingnya istrinya sedang mengelus perut yg membesar.

Yang dipanggil Nyai (Tika Bravani) tersenyum. Perutnya pula sama membesar. Ia pun meminta kalung yg ada di leher istri pria itu.

Sembari “nyuwun sewu”, Sang Nyai menjelaskan sesuatu. “Benda yg ringkih seperti ini tak bisa melindungi kita. Apalagi yg mampu dikonsumsi,” tangannya mengambil butiran bawang putih yg menjadi kalung. “Kita hanya bisa minta bantuan pada Allah SWT,” katanya bijak. Di sampingnya, Kiai Ahmad Dahlan (David Chalik) tersenyum. Di belakangnya berdiri dokar lengkap dgn kuda & kusirnya.

Kehadiran Nyai memang 11-12 dgn suaminya Kiai Ahmad Dahlan, memperlihatkan pencerahan pada sekitarnya dgn cara yg santun. Kiai Ahmad Dahlan adalah sosok lelaki yg sangat berpikiran maju & mendukung istrinya untuk bersama membangun bangsa.

Mendampingi Kiai Ahmad Dahlan, Nyai dgn segala kecerdasannya ikut membesarkan organisasi Islam besar berjulukan Muhammadiyah. Nyai mempunyai persepsi yg visioner. Hal tersebut didapat alasannya kerap serawungan (bergaul) dgn para tokoh, baik tokoh-tokoh Muhammadiyah maupun tokoh pemimpin nasionalis lainnya, yg pada umumnya ialah sobat seperjuangan Kiai.

Nyai tak henti berbagi ‘cahaya’. Ia pun merintis kalangan pengajian demi pengajian untuk memberi cahaya agama pada para wanita hingga berdirilah organisasi wanita bernama “Aisyiyah”.

Nyai memandang perempuan pun tetap bisa berjuang untuk bangsa, agama & negara tanpa mesti melalaikan fitrahnya sebagai wanita. Kala Jepang masuk ke Indonesia, Nyai pun menentang penjajah Jepang dgn melarang warga menyembah ilahi Matahari & mendirikan medan perjuangan berjulukan dapur lazim bagi para pejuang.

Film berjudul “Nyai Ahmad Dahlan” ini memang membuat penasaran para penonton. Lumrah sebab ini film biopik yg penonton dibentuk harap-harap khawatir mirip apa kehidupan Nyai dlm keker layar lebar. Ada yg menilai ini yaitu sekuel dr film sebelumnya yaitu Sang Pencerah. Di Sang Pencerah sendiri lebih dititikberatkan pada sosok Kiai Ahmad Dahlan. Kiai di Sang Pencerah diperankan oleh Lukman Sardi & istrinya diperankan oleh Zaskia Adya Mecca. Tapi nyatanya memang bukan sekuel alasannya memang berlainan dr tim produksi hingga sutradaranya.

Film yg di-direct oleh Olla Ata Adonara alurnya terkesan sungguh lamban sehingga cukup melelahkan untuk menyimak. Jika tak suka dgn drama sejarah mampu-mampu Anda akan mengantuk. Tapi bagi penikmat film seperti ini, Anda akan betah hingga tahu-tahu popcorn gurih Anda habis.

Sinematografi yg disajikan film yg pula dibintangi Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjutak ini memang lumayan apik. Berlatar tempo doeloe dgn barang-barang konvensional yg khas. Sayangnya latar musik pasca meninggalnya Kiai agak mengganggu.

Akting Tika Bravani memang mumpuni, namun tak diimbangi baik oleh David Chalik yg kurang njawani. Lalu kehadiran tokoh Jenderal Sudirman jelang-jelang kemerdekaan cukup informatif cuma saja penampakan fisiknya terlalu berisi.

“Bajumu jangan membuatmu lupa untuk berjuang,” kata Nyai menunjuk ke Jenderal Sudirman. Sudirman menatap bajunya sesaat.

Pesan-pesan yg disampaikan dlm film biopik ini sangat berkaitan dgn info kontemporer, dimana umat Islam kerap diadu domba oleh para pengkhianat bangsa. Film yg layak untuk disimak di tengah gempuran film seks berbalut horor & komedi garing. [ @paramuda /Wargamasyarakat]