close

Mengapa Tahlil Di Makam?

Mengapa Tahlil di Makam?

Kita amati secara seksama bahwa sesudah memakamkan janazah tidaklah direkomendasikan untuk secepatnya pulang, namun tetap berada di makam dan mendoakan, sebagaimana wasiat teman Amr bin Ash:

وَعَنْ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ قَالَ : إِذَا دَفَنْتُمُوْنِي فَأقِيمُوا حَوْلَ قَبْرِي قَدْرَ مَا تُنْحَرُ جَزُوْرٌ وَيُقَسَّمُ لَحمُهَا حَتَّى أَسْتَأنِسَ بِكُمْ وَأعْلَمَ مَاذَا أُرَاجِعُ بِهِ رُسُلَ رَبِّي (رواه مسلم)

Amr bin Ash berkata: “Jika kalian telah menguburku, maka berdirilah di sekitar kuburku, kira-kira menyerupai unta disembelih dan dibagikan dagingnya, hingga saya terhibur dengan kalian dan aku yakin dengan jawabanku terhadap malaikat” (HR Muslim)

Mana dalil mendoakan sehabis pemakaman? Berikut adalah hadisnya:

كَانَ النبيُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا فُرِغَ مِن دَفْنِ المَيِّتِ وَقَفَ عَلَيْهِ وقال : اسْتَغْفِرُوْا لأخِيكُمْ وَسَلُوْا لَهُ التَّثْبِيْتَ ، فَإنَّهُ الآنَ يُسألُ (رواه أَبُو داود والحاكم والبيهقي)

“Jika Nabi akhir dari memakamkan jenazah, maka Nabi bangun diatas kuburnya dan bersabda: “Mintakan ampunan untuk saudaramu dan mintakan keteguhan (iktikad), karena kini ia ditanya” (HR Abu Dawud, al-Hakim dan al-Baihaqi. Imam Nawawi menilai sanadnya jayid [cantik])

Dari hadis inilah Syaikh Abu Bakar Syatho, murid Syaikh Ahmad Zaini Dahlan dan guru dari ulama-ulama Indonesia ibarat Syaikh Nawawi al-Bantani, Syaikh Mahfudz Tremas dan sebagainya, dengan tegas menyatakan:

(يَسْأَلُوْنَ لَهُ التَّثْبِيْتَ) كَأَنْ يَقُوْلُوْا اللَّهُمَّ ثَبِّتْهُ. فَلَوْ أَتَوْا بِغَيْرِ ذَلِكَ – كَالذِّكْرِ عَلَى الْقَبْرِ – لَمْ يَكُوْنُوْا آتِيْنَ بِالسُّنَّةِ وَإِنْ حَصَلَ لَهُمْ ثَوَابٌ عَلَى ذِكْرِهِمْ. (إعانة الطالبين – ج 2 / ص 158)

“Doa: Ya Allah, teguhkanlah ia”. Jika mereka tidak melaksanakan hal itu –seperti membaca dzikir di makam-, maka mereka tidak melakukan hal yang sunah, meski mampu pahala atas dzikirnya” (I’anat al-Thalibin 2/158)

  Acuan Makalah Aturan Kepailitan

Dengan demikian, jika kita membaca doa ‘Tatsbit’ tersebut maka telah sesuai sunah, dan membaca dzikir yang lain di makam [tahlil] juga akan menghadirkan pahala. Pahala inilah yang kita minta kepada Yang Mahakuasa biar dianugerahkan kepada andal kubur.

Pernyataan dia ini diperkuat dengan penegasan al-Hafidz Ibnu Hajar, ketika beliau mengulas hadis Rasulullah meletakkan dua pelepah kurma di atas makam yang sedang disiksa:

إِنَّ الْمَعْنَى فِيهِ أَنَّهُ يُسَبِّحُ مَا دَامَ رَطْبًا فَيَحْصُلُ التَّخْفِيْفُ بِبَرَكَةِ التَّسْبِيْحِ … وَكَذَلِكَ فِيْمَا فِيْهِ بَرَكَةُ الذِّكْر وَتِلَاوَةِ الْقُرْآنِ مِنْ بَابِ الْأَوْلَى (فتح الباري لابن حجر – ج 1 / ص 341)

“Makna dalam hadis itu bahwa pelepah kurma akan bertasbih selama lembap. Siksa diringankan lantaran berkah tasbihnya pohon… Terlebih lagi berkah dzikir dan bacaan al-Alquran” (Fath al-Bari 1/341)

Dari sini al-Hafidz Ibnu Hajar dari kalangan andal hadis memperkuat dalil secara ‘Aulawi’, bahwa dzikir dan bacaan al-Alquran mampu hingga dan berfaedah bagi mahir kubur.

Oleh : Ust. Ma’ruf Khozin