Umar bin Khattab jikalau mengangkat gubernur beliau cuma bertanya satu hal saja, bagaimana shalat berjamaahnya, suka ke masjid atau tidak? Kalau laporannya yakni ke masjid setiap waktu shalat, maka beliau patut menjadi gubernur. Alasan Umar sederhana saja, shalat itu amanah Allah, jikalau amanah Allah telah diabaikan terlebih amanah manusia. Tapi kalau amanah Allah ia jaga, Insya allah beliau akan mempertahankan amanah insan. Demikian juga dengan etika, kalau ia berakhlak baik terhadap Allah, insyaallah beliau juga akan berakhlak baik terhadap sesama.
Raja Najasyi waktu mengajukan pertanyaan terhadap Ja’far bin Abi Thalib, apakah orang yang mengaku Nabi itu pernah berdusta? Kata Abu Sufyan, setahu kami beliau tidak pernah berdusta. Ini ciri kenabian. Kenapa begitu? Kalau kepada manusia saja beliau tidak berdusta mana mungkin ia berani berdusta atas nama Tuhan.
Kaprikornus sederhana saja mengukur kehidupan itu. Makanya patut Nabi mengatakan: “Atsqolus sholaati ‘alal munaafiqi sholaatul ‘isyaa’i wa sholaatil fajri” Artinya:“Salat yang paling berat untuk orang munafik yakni salat isya dan solat fajri”).
Akhlak terhadap Allah banyak ragamnya diantaranya, yang pertama dan yang paling utama ialah beribadah. Kemudian taubat, sabar, syukur, ridho, istiqomah dan do’a. Hanya saja pada kesempatan ini aku hanya membahas ihwal taubat.
Apa itu taubat? Taubat berasal dari kata taaba yatuubu taubatan, yang artinya, pertama ar ruju’ kembali. Asalnya tidak mau kemasjid kembali mau kemasjid, asalnya tidak mau menutup aurat kembali menutup aurat. Arti kedua, nadama, menyesal. Menyesal sering mengabaikan perintah Allah. Menyesal sering melawan suami. Dan yang ketiga, nawa, bertekad, berazam untuk memperbaikinya di kurun yang mau tiba.
Taubat secara ungkapan yakni kembalinya seorang hamba yang asalnya jauh terhadap Allah menjadi erat kepada Allah, dari maksiat menjadi taat, dari jahililah terhadap Islam dan dari musyrik kepada tauhid.
Alasan Mengapa Kita Harus Bertaubat Kepada Allah SWT:
- 1). Taubat yaitu merupakan kebutuhan insan
Taubat ialah merupakan kebutuhan manusia, karena manusia ini tidak lepas dari kesalahan. Sebagaimana Nabi Muhammad Saw bersabda: “Kullu banij aadama khaththaaun wa khairul khaththtaaiina at- tawwaabuun”. Artinya:“Setiap Anak Adam niscaya ada saja berbuat salah (khilaf), tetapi sebaik-baik yang berbuat kesalahan ialah mereka yang bertaubat”.
Hanya saja hadits ini jangan dijadikan alasan untuk menjustisifikasi kesalahan yang sengaja dikerjakan, tetapi ini suatu perayaan semoga manusia berhati-hati atas segala ucapan, tingkahlaku dan perbuatannya. Manusia memang tidak luput dari kesalahan, bahkan jangankan manusia kebanyakan, hingga orang bertakwa sekaliapun ada saja yang berbuat kesalahan. Di surat Ali Imran ketika Allah bercerita tentang orang-orang yang berbuat kebajikan dalam surat Ali Imron, 3:135 , yang artinya: “Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau mendzalimi diri mereka sendiri, mereka ingat terhadap Allah, lalu memohon ampun kepada dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain ketimbang Allah?. Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu, sedang mereka mengetahui.”
Ayat tersebut menjadi dalil bahwa jangankan insan kebanyakan hingga orang bertaqwa pun ada saja melakukan kesalahan dan kekhilafan. Tapi dia tidak membiarkan dirinya terus melaksanakan kesalahan itu, terus asyik dalam tindakan dosa namun segera bertaubat terhadap Allah. Jadi dengan demikian taubat merupakan kebutuhan kita sebagai manusia, sebab kita tidak pernah lepas dari segala kekhilafan dan kesalahan.
- 2). Taubat merupakan perintah Allah kepada seluruh orang yang beriman
Allah Swt menyuruh kepada orang-orang yang beriman untuk senantiasa bertobat kepadaNya, sebagaimana firmanNya dalam surat At-Tahriim, 66:8, yang artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, bertobatlah terhadap Allah dengan taubat yang semurni-murninya, gampang-mudahan dewa kau akan meniadakan kesalahan-kesalahanmu dan memasukan kau ke dalam syurga yang mengalir di bawahanya sungai-sungai”.
Dalam ayat tersebut yang ditugaskan bertaubat itu, bukan ahlul ma’siat (orang yang selalu berbuat maksiat), namun yang ditugaskan untuk bertobat yakni orang yang beriman.
Ibnul Qoyyim al-jauzy dalam kitabnya Tahdib Madaarijis Shaalihiin, saat mengomentari ayat ini, beliu mengatakan, ayat ini tergolong ayat madaniyah yang menjadi khitobnya ialah orang beriman yang telah teruji keimanannya. Meraka telah hijrah dan berjihad. Hijrah itu bukan kasus yang ringan tetapi teramat sungguh berat yang memperlihatkan kedalaman keimanan mereka kepada Allah Swt. Mereka mesti meninggalkan rumah daerah tinggal, keluarga dan sanak saudara. Diantara mereka ada yang meninggalkan perniagaan, ladang, perkebunan peternakan dan harta benda mereka menuju Madianah yang belum terperinci akan tidur dimana, tinggal dimana dan tidak memiliki uang sepeserpun. Tapi ini perintah Allah, tidak ada opsi kecuali sami’na wa atho’na, (kami dengar dan kami taati). Sudah berkorban habis-habisan, keimanannya telah teruji masih ditugaskan bertaubat. Berarti taubat itu bukan cuma bagi mereka yang sering melakukan maksiat namun juga bagi seluruh orang yang beriman. jadi jelas, taubat itu bukan saja keperluan kita selaku manusai yang suka khilaf dan salah, tapi perintah Allah terhadap orang-orang beriman.
- 3). Rasulullah Saw sebagai pola orang-orang beriman ialah Imaam at Tawwabiin (pemimpin orang-orang yang bertaubat).
Rasul yang wajib kita ikuti, beliau tidak pernah kurang dari 70-100 kali beristigfar dan bertaubat. Dalam hadits riwayat Bukhary belaiau berkata; “Wallahi inni laastaghfiru wa atuubu ilallahi fi yaumin aktsaro min sab’iina marroh”. Artinya: Demi Allah saya bertobat dan beristighfar dalam sehari lebih dari 70 kali. Nabi yang ma’shum, dosanya sudah diampuni, yang selalu melakukan perintah Allah, dalam sehari tidak kurang dari 70 kali beristigfar dan memohon ampun terhadap Allah.
Dalam riwayat yang lainnya , yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Saw bersabda :”Ayyuhan naasu tuubuu ilallaahi, fainnii atuubu ilaihi fii yaumin miatu marroh” Artinya: Wahai manusia bertobatlah kalian kepada Allah dan bekerjsama saya bertobat terhadap Allah dalam sehari 100 kali).
Lalu bagaimana dengan kita?, padahal maksiat yang kita kerjakan tidak terhitung jumlahnya, dari hari kehari dosa makin menumpuk, maka terapilah diri kita dengan istigfar. Banyak-banyaklah beistigfar dan bertaubat. Seorang sahabat Ibnu Umar menjumlah taubat Rasulullah dalam satu majlis saja Rasul membaca 100 kali : “Rabbigfirlii wa tub ‘alayya innaka antat tawwaabul ghafuur” Artinya: Ya allah ampunilah saya terimalah taubatku sebetulnya engkau maha pengampun dan maha akseptor taubat. Atau dalam redaksi yang lain: ”Rabbigfirlii wa tub ‘alayya innaka antat tawwaabur rohiim”
Dan dalam riwayat lainnya Rasul menyampaikan sekurang-kurangnyadalam sehari kita membaca pada waktu pagi dan sore sayyidul istighfar:
“Allahumma anta robbi laa ilaaha illa anta kholaqtanii wa ana ‘abduka wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastaho’tu a’uudzubika min syarri ma shona’tu abu’u laka bini’matika ‘alayya wa abu’u bidzanbii fagfirlii fainnahu laa yaghfirudz dzunuuba illa anta”.
Kalau terlalu panjang ada yang lebih pendek lagi: “Astagfirullahal ladzi laa ilaaha illa hual hayyul qoyyuum wa atuubu ilaihi” Itu juga terlalu panjang: “Rabbigfirlii wa tub ‘alayya innaka antat tawwwabul ghofuur” Itu juga belum hafal maka bacalah “Astaghfirullahal ‘azhiim”
- 4). Allah mengasihi orang-orang yang bertaubat.
Dan ini Allah sendiri yang mengatakannya, sebagimana firmanNya surat Al-Baqoroh, 2:222 “Sesungguhnya Allah maha menyukai orang-orang yang bertaubat dan dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”
Kalau mau dicintai Allah maka bertaubatlah. Bahkan dalam sebuah hadits disebutkan sangat Allah merasa bangga dikala menerima taubat hambanya. Kegembiraanya ini melebihi seorang musafir yang kehilangan untanya yang telah beliau cari kemana-mana tetapi tidak ketemu, dikala sudah merasa letih beliau duduk dan ajaibnya ontanya tiba dengan sendirinya. Maka bergembiralah si musafir tadi dan kegembiraan Allah melebihi musafir tadi.
Allah sangat senang dan bergembira jikalau ada hamba-Nya yang bertaubat. Allah sungguh cinta ketika seorang hamba menangis di malam hari, mengadukan masalahnya kepadaNya, dan memohon ampun atas segala dosa-dosanya. Bahkan dalam hadits, disebutkan Allah membentangkan ampunannya di malam hari untuk mengampuni taubat seorang hamba yang salah di siang hari. Dan Allah membentangkan taubatnya di siang hari untuk mengampuni dan mendapatkan taubat hamba yang salah di malam hari, sampai matahari terbit dari daerah terbenamnya (kiamat).
Makara, tidak alasan untuk tidak memperbanyak taubat. Sebagai manusia kita sering khilaf dan salah maka taubat yaitu kebutuhan. Sebagai orang beriman kita ditugaskan oleh Allah untuk bertaubat. Sebagai seorang muslim kita wajib mengikuti Rasul yang dalam sehari tidak kurang dari 100 kali bertaubat. Dan sebagai hamba, Allah mencintai hamba-hamba-Nya yang bertaubat. Maka tidak ada argumentasi untuk tidak bertaubat dan menangguhkan -nunda taubat. Wallahu A’lam.