Hendra Sugandhi Sekretaris Jenderal Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) menyebutkan, dari Januari sampai Juni 2016, sudah ada sekitar 46 kontainer tuna dari Indonesia yang dikembalikan. Alasannya, menurut uji laboratorium otoritas Amerika Serikat, ikan tuna itu dinyatakan mengandung salmonela dan filthy.
“Kerugiannya cukup besar. Sebab, rata-rata satu kontainer setara dengan Rp 2 miliar,” katanya. Bila dihitung, total kerugian para eksportir ikan sekitar Rp 92 miliar.
Selama ini tuna Indonesia disukai pembeli dari luar negeri. Selain ke Jepang, Taiwan, dan Singapura, tahun kemudian, ekspor tuna Indonesia ke AS juga meningkat.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat, ekspor tuna ke AS pada kurun Januari-Agustus 2015 meningkat 7,73% dibandingkan masa yang sama tahun sebelumnya.
Untuk menangani hal tersebut, Astuin sudah berkomunikasi dengan KKP serta Kementerian Perdagangan (Kemdag). Hendra menyatakan, hingga ketika ini, belum ada respon dari pemerintah.
Hendra berharap pemerintah dapat berkomunikasi dengan Pemerintah AS terkait uji laboratorium produk perikanan, supaya ada kesamaan persyaratan dan tidak terjadi penolakan lagi.
Tahun ini, pemerintah AS memang cukup konsentrasi menangani info kesehatan. Saat ini, mereka sedang membahas bagan SIMP yang mengontrol terkait pengetatan pengawasan produk impor perikanan.
Rencananya, otoritas AS akan mengharuskan seluruh eksportir ikan yang mau menyuplai ikan ke AS mengantongi sertifikasi dan transparansi rantai pasok produk dari hulu sampai hilir, baik jenis ikan tangkap maupun budidaya.
SUMBER : kontan.co.id