close

Materi Kuliah Surat-Surat Berguna Tentang Bilyet Giro

Bilyet Giro

1. Dasar Hukum Bilyet Giro

Bilyet giro ialah salah satu surat berharga yang tidak dikelola dalam KUHD, melainkan berkembang dan dipergunakan dalam praktik perbankan. Maka dari itu Bank Indonesia sebagai bank sentral mengontrol penggunaan bilyet giro. Ketentuan tentang bilyet giro diatur Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 28/32/Kep/Dir Tahun 1995 wacana Bilyet Giro selanjutnya disingkat SKBI No. 28/32/Kep/Dir Tahun 1995 perihal Bilyet Giro dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 28/32/UPG Tahun 1995 ihwal Bilyet Giro, berikutnya disingkat SEBI No. 28/32/UPG Tahun 1995 ihwal Bilyet Giro. Surat keputusan tersebut merupakan penyempurnaan dari peraturan wacana bilyet giro yang sudah ada sebelumnya dan dikelola dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 4/670/UPBB/PbB tanggal 24 Januari 1972 tentang Bilyet Giro.

Istilah bilyet giro berasal dari bahasa Belanda, bilyet artinya surat dan giro artinya tabungan nasabah pada bank yang pengambilannya dapat dilaksanakan setiap saat dengan memakai cekatau pemindahbukuan. Pengambilan dengan pemindahbukuan itu menggunakan bilyet giro.
 

Menurut pasal 1 butir (d) SKBI No.28/32/Kep/Dir Tahun 1995 perihal Bilyet Giro, menjelaskan perihal pengertian bilyet giro, bilyet giro yakni tidak lain dari pada surat perintah nasabah yang sudah distandarkan bentuknya terhadap bank penyimpan dana untuk memindahbukukan sejumlah dana dari rekening yang bersangkutan terhadap pihak penerima yang disebutka namanya pada bank yang sama atau pada bank yang lain.

Bilyet giro yaitu sebuah surat perintah pemindahbukuan tanpa syarat yang dikeluarkan oleh penerbit (nasabah yang mempunyai rekening giro) yang ditujukan kepada tersangkut (bank di mana penerbit memiliki rekening giro) dengan ajakan biar sejumlah disediakan untuk kepentingan pemegang yang namanya tercantum dalam bilyet giro itu (Imam Prayogo,1995: 278)

Dengan mengerti pengertian tersebut, kita akan dapat mengenali adanya beberapa unsur yang
penting, yaitu:

a. bilyet giro ialah surat perintah pemindahbukuan tanpa syarat dari penerbit bilyet giro;

b. penerbit bilyet giro haruslah nasabah bank yang memiliki rekening giro;

c. terpesona dalam bilyet giro yakni bank yang memelihara rekening giro penerbit;

d. akseptor bilyet giro mesti nasabah bank, baik bank yang serupa maupun bank lainnya;

e. bilyet giro tidak mampu dilaksanakan dengan pembayaran tunai.

2. Syarat-syarat Formal Bilyet Giro

Sama halnya dengan surat-surat berguna yang lain, maka bilyet giro juga memiliki syarat-syarat formal. Adapun syarat-syarat formal dari bilyet giro berdasarkan SKBI No.28/32/Kep/Dir Tahun 1995 tentang Bilyet Giro Pasal 2 yaitu sebagai berikut.

a. Nama ”Bilyet Giro” dan nomor bilyet giro yang bersangkutan, haruslah tercantum pada formulir bilyet giro

Klausa bilyet giro cukup dicantumkan pada formulir Bilyet Giro, tidak perlu dicantumkan dalam teksnya. Berbeda dengan surat wesel atau cek, klausula wesel dan cek mesti dicantumkan dalam teks tidak cukup cuma dituliskan formulirnya saja. Dalam teks bilyet giro terdapat klausula pemindahan dana, yang menerangkan bahwa pembayaran bilyet giro itu hanya boleh dilaksanakan dengan pemindahbukuan. Demikian juga mengenai nomor seri, sama mirip cek bahwa setia lembar mesti diberi nomor seri guna memudahkan kendali bagi bank apakah blanko formulir bilyet giro yang diserahkan terhadap pemilik dana (rekening giro) telah diterbitkan sebagaimana mestinya dan sudah diterima. Jika blanko formulir itu telah habis, pemilik dana (rekening giro) mampu mengajukan permintaan blanko formulir yang gres.

b. Nama Tertarik

Nama bank kepincut mesti dimuat dalam bilyet giro, hal ini memungkinkan bahwa penerbit adalah nasabah dari bank tersebut, pada bank mana dana sudah tersedia paling lambat pada saat amanat itu berlaku. Demikian juga kawasan bank tersangkut mesti disebutkan juga, sebab mungkin bank tersangkut itu mempunyai beberapa kantor cabang mana penerbit mempunyai rekening giro.

c. Perintah tanpa syarat pemindahbukuan

Perintah yang terperinci dan tanpa syarat untuk memindahbukukan dana atas beban rekening penerbit. Dana harus sudah tersedia pada saat berlakunya amanat yang terkandung dalam bilyet giro tersebut. Perintah pemindahbukuan pada bilyet giro harus tanpa syarat, artinya pemindahbukuan itu tidak boleh diembel-embeli dengan syarat, jika dicantumkan sebuah syarat, maka syarat itu dianggap tidak tertulis atau tidak ada.

Pada rekening giro penerbit yang menyuruh pemindahbukuan itu mesti telah tersedia saldo dana yang cukup, artinya jumlah saldo dana itu sedikitnya haruslah sama dengan yang tertulis pada bilyet giro. Saldo dana yang cukup harus telah ada selambat-lambatnya pada dikala berlakunya amanat yang terkandung didalam bilyet giro tersebut. Jika saldo dana yang tersedia itu tidak cukup, atau tidak tersedia pada saat berlakunya amanat, bilyet giro itu disebut bilyet giro kosong

  Masker Teh Untuk Menetralisir Noda Hitam Di Paras

d. Nama dan nomor rekening penerima

Penerima yaitu nasabah yang memperoleh pemindahbukuan dana sebagaimana diperintahkan oleh penerbit terhadap terpesona. Agar dana itu dapat dipindahbukukan, maka nama, nomor rekening penerima bilyet giro mesti tertulis pada bilyet giro tersebut. Dengan demikian, mampu diketahui apakah akseptor bilyet giro itu yaitu nasabah bank kesengsem atau nasabah bank lain. Penerima bilyet giro yang berhak atas pemindahbukuan tidak mampu memindahkan bilyet gironya terhadap pihak lain.

e. Nama bank peserta

Yakni bank di mana orang atau pihak yang mesti mendapatkan dana pemindahbukuan tersebut memelihara rekening sepanjang nama bank akseptor dikenali oleh penerbit. Penerima bilyet giro itu mungkin menjadi nasabah bank di mana penerbit juga mempunyai rekening giro atau nasabah bank tersebut. Dalam hal ini pemindahbukuan cuma terjadi dalam lingkungan bank yang sama, namun mungkin juga terjadi penerima bilyet giro itu nasabah dari bank yang lain. Apabila penerbit mengetahui bank pemelihara rekening giro si akseptor bilyet giro, penerbit mencantumkan nama bank tersebut, maka bank tersangkut mampu memindahbukukan dana ke dalam rekening penerima pada banknya. Dengan demikian terjadi pemindahbukuan antar bank.

f. Jumlah dana yang dipindahbukukan

Jumlah dana yang dipindahbukukan ditulis baik dalam angka maupun dalam huruf selengkaplengkapnya. Dalam aturan wesel dan cek ada ketentuan, bila terdapat selisih antara yang ditulis dalam angka dan yang ditulis dalam huruf, yang digunakan adalah yang tertulis dalam abjad. Demikian juga pada bilyet giro ketentuan pasal 8 ayat (1) SKBI menentukan dalam hal perbedaan jumlah uang yang tertulis dalam angka dan aksara, maka yang berlaku yakni yang tertulis dalam abjad. Alasannya yaitu kemungkinan pergeseran goresan pena dalam huruf lebih sukar dibandingkan dengan pergeseran angka.

g. Tempat dan tanggal penerbitan

Tempat ini penting untuk mengenali dimana tindakan itu dijalankan. Tempat penerbitan lazimnya juga tempat dijalankan pembayaran, yakni penyerahan bilyet giro terhadap pemegang. Jika pada wesel dan cek kawasan penerbitan tidak disebutkan, maka daerah yang disebutkan disamping nama penarik dianggap tempat penandatanganan wesel atau cek. Ketentuan seperti ini dapat juga disertai oleh bilyet giro.

Penyebutan tanggal penerbitan juga penting sehubungan dengan tanggal efektif. Jika tanggal efektif tidak disebutkan, maka tanggal efektif adalah tanggal penerbitan. Selain itu, tanggal penerbitan perlu menentukan apakah penerbit ketika menandatangani bilyet giro berwenang melaksanakan tindakan hukum atau tidak

3. Hubungan Hukum dalam Bilyet Giro

Pada surat bilyet giro dalam bentuk yang sederhana, kita akan mengenal beberapa pihak dalam bilyet giro yakni pihak-pihak yang terlibat dalam kemudian lintas pembayaran bilyet giro. Menurut SKBI No.28/32/Kep/Dir Tahun 1995 tentang bilyet Giro Pasal 1, pihak dalam bilyet giro yaitu sebagai berikut:

1) penerbit, ialah nasabah yang memerintahkan pemindahbukuan sejumlah dana atas beban rekeningnya atau penerbit adalah pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan bilyet giro;

2) akseptor, adalah nasabah yang menemukan pemindahbukuan dana sebagaimana diperintahkan oleh penarik terhadap kesengsem;

3) tertarik, adalah bank yang mendapatkan perintah pemindahbukuan;

4) bank akseptor, adalah bank yang menatausahakan rekening peserta.

Dalam penerbitan dan peredaran bilyet giro sebagai alat pembayaran muncul beberapa hubungan hukum para pihak dalam bilyet giro.

Pada dasarnya kekerabatan aturan terjadi alasannya adalah adanya suatu perikatan. Perikatan ialah hal yang mengikat antara orang yang satu dengan orang lainnya. Hal yang mengikat itu yakni kejadian aturan yang dapat berupa perbuatan, misalnya jual-beli dan hutang-piutang, mampu berupa kejadian, contohnya kelahiran, dan ajal, mampu berupa kondisi, contohnya pekarangan berdampingan, rumah bersusun. Peristiwa hukum itu membuat hubungan hukum.

Hubungan hukum adalah kekerabatan yang dikontrol oleh aturan dan serta balasan hukum dan pada setiap hubungan itu terdapat hak dan keharusan (Abdulkadir Muhammad, 2000:199). Dalam korelasi aturan itu tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak lainnya itu wajib menyanggupi permintaan itu, dan sebaliknya. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi permintaan disebut debitur. Hak yaitu kewenangan yang ada pada seseorang untuk berbuat atas sesuatu yang menjadi obyek dari haknya itu kepada orang lain. Kewajiban yakni keharusan untuk melakukan sesuatu berdasarkan aturan. Dalam relasi hutang-piutang, pihak yang berhutang disebut debitur, sedangkan pihak yang memberi hutang disebut kreditur, dalam korelasi perdagangan, pihak pembeli berposisi sebagai debitur, sedangkan penjual berposisi sebagai kreditur, dalam kesepakatankerja, pihak yang melakukan pekerjaan disebut kreditur, sedangkan pihak yang berkewajiban membayar upah disebut debitur.

Dari uraian di atas mampu dinyatakan bahwa korelasi hukum itu yakni perikatan. Hubungan hukum itu timbul karena adanya perisiwa hukum yang dapat berupa tindakan, kejadian, keadaan. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, dan pihak yang wajib memenuhi permintaan itu disebut debitur. Dalam penggunaan bilyet giro relasi hukum terjadi antara penerbit dengan peserta, bank tertarik dengan penerbit, bank peserta dengan akseptor, bank dengan bank sebagaimana uraian berikut.

a. Hubungan hukum antara penerbit dengan akseptor

Hubungan hukum antara penerbit dan peserta terjadi dikarenakan adanya sebuah perikatan dasar yang mana perikatan itu muncul dikarenakan adanya perjanjian. Perjanjian yang terjadi disini biasanya berupa kontrakjual beli yang mana pihak penerbit berkewajiban untuk membayar sejumlah uang terhadap pihak penerima. Latar belakang diterbitkannya surat berharga selaku pemenuhan isi kesepakatanyang dilaksanakan oleh penerbit yang lalu pihak penerbit menyerahkan surat berguna terhadap pihak penerima untuk dilakukannya proses pembayaran dalam hal ini dengan cara pemindahbukuan atau dengan kata lain dengan memakai bilyet giro.

b. Hubungan aturan antara bank tertarik dengan penerbit bilyet giro

Menurut Mollengraff, kekerabatan aturan antara penerbit dan bank dipandang selaku pemberi kuasa (last geving) dan perjanjian melaksanakan beberapa pekerjaan (Imam Prayogo, 1995:131). Menurut Pasal 1702 KUHPdt, perihal derma kuasa berbunyi sebagai berikut: ”sebuah persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan kuasa kepada pihak yang lain (penerima kuasa/last hebber), yang menerimanya untuk atas namanya sendiri atau tidak, menyelenggarakan sebuah tindakan aturan atau lebih untuk pemberi kuasa itu”.

Berdasarkan konsep di atas, dapat kita lihat korelasi hukum antara bank terpesona dan penerbit bilyet giro terjadi alasannya adanya kontrakpembukaan rekening giro selaku kesepakatanpenyimpanan dana dan karena diterbitkannya bilyet giro sebagai perintah pemindahbukuan dari penerbit kepada bank penyimpan giro, atas dasar itu maka bank kesengsem selaku penyimpan dan dan pihak yang diperintahkan untuk melakukan pemindahbukuan, berkewajiban untuk melakukan pemindahbukuan atas perintah yang terdapat dalam bilyet giro. Sedangkan penerbit bilyet giro memiliki keharusan untuk selalu menawarkan dana yang akan dipindahbukukan. Bank mendapatkan kuasa dari penerbit untuk melakukan pemindahbukuan dana.


c. Hubungan hukum antara bank akseptor dengan akseptor bilyet giro

Hubungan hukum antara bank dengan peserta yaitu kekerabatan aturan bank dengan nasabahnya karena pemegang mempunyai dana yang disimpan pada rekening giro pada bank yang disebutkan namanya dalam bilyet giro. Penerima bilyet giro mempunyai hak untuk memperoleh pemindahbukuan sejumlah dana yang tercantum dalam bilyet giro yang ditawarkan kepada bank. Dengan diterbitkannya bilyet giro tersebut, maka bank mempunyai dua kewajiban selain selaku penyimpan dana, bank juga mempunyai keharusan untuk mentransfer pemindahbukuan dana kedalam rekening milik akseptor apabila terjadi transaksi.

d. Hubungan hukum antara bank dengan bank

Hubungan aturan ini terjadi jika antara penerbit dengan akseptor ialah nasabah bank yang berbeda yang dalam penerbitan bilyet giro dapat dilakukan dengan kliring. Caranya adalah penerbit menyerahkan bilyet giro kepada penerima. Rekening penerbit ada pada sebuah bank, sedangkan rekening giro penerima ada pada bank yang sama atau berlawanan oleh peserta bilyet giro tersebut diserahkan pada banknya semoga bank tersebut memperhitungkan bilyet giro tersebut kedalam rekeningnya. Sehingga pada saat memperhitungkan bilyet giro lewat lembaga kliring terjadilah kekerabatan aturan antar bank.

4. Proses Penggunaan Bilyet Giro

a. Latar Belakang Penggunaan Bilyet Giro

Latar belakang diterbitkannya bilyet giro selaku pemenuhan isi persetujuanyang dilakukan oleh penerbit yang disebut dengan perikatan dasar. Penggunaan bilyet giro itu sebetulnya yakni pembayaran cara lain dari biasanya sebagai pemenuhan isi perjanjian, kesepakatanantara pihakpihak itu yakni dasar penggunaan bilyet giro yang disebut perikatan dasar (Abdulkadir muhammad, 2003:287)

Perikatan dasar ialah perikatan yang mesti ditunaikan oleh penunjuktangan akta, sebaliknya akseptor sertifikat itu mempunyai hak menuntut kepada orang yang menandatangan akta tersebut. Perikatan disini dengan sendirinya harus dikerjakan dengan baik dan sempurna waktunya, sehingga tujuan dibuatnya perjanjian dapat dicapai. Perikatan dasar tersebut mesti sesuai dengan dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata.

Perikatan-perikatan dalam suatu perjanjian ialah isi daripada kesepakatantersebut, maka tak mungkin dibilang bahwa orang tersebut mengikatkan diri pada sebuah perikatan, sehingga lebih sempurna yang dimaksud dengan perikatan ialah mengikatkan diri pada sebuah persetujuanyang melahirkan sekelompok perikatan-perikatan, yang membentuk kesepakatanyang bersangkutan (J. Satrio, 1994:2).

Mengenai syarat-syarat sahnya suatu perjanjian yaitu:

1) adanya persetujuan hasratantara pihak-pihak yang membuat perjanjian;

  Simple Past Tense

2) adanya kecakapan pihak-pihak untuk menciptakan perjanjian ;

3) adanya sebuah hal tertentu ;

4) ada alasannya adalah yang halal.

Setiap perjanjian yang menyanggupi syarat Pasal 1320 KUH Perdata yakni mengikat pihak-pihak, konsekuensinya berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, kontrakyang di buat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang menjadikannya, tidak mampu ditarik kembali tanpa persetujuan kedua belah pihak atau alasannya adalah argumentasi-alasan yang cukup berpengaruh menurut undangundang, dan mesti dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian ini bermacam wujudnya, contohnya persetujuanjual-beli, pinjam meminjam uang, penyimpanan duit di bank dan lain sebagainya. Perjanjian disepakati pula bagi yang berkepentingan melaksanakan pembayaran, dapat membayar dengan cara lain yang tak seperti dengan cara pembayaran biasa yakni dengan pembayaran sejumlah uang kontan. Cara lainnya daripada yang umumnya dalam sebuah kesepakatanitu adalah dengan cara penerbitan surat berharga khususnya bilyet giro (Imam Prayogo, 1995:285).

Akibat dari penerbitan bilyet giro tersebut maka pemegangnya memiliki hak tagih dan penerbit memiliki kewajiban untuk menawarkan dana guna pembayaran bilyet giro tersebut. Bagi penerimanya mempunyai bukti bahwa ia berhak atas tagihan duit yang tersebut di dalam bilyet giro. Apabila penerima datang pada pihak yang ditugaskan untuk mengeluarkan uang, maka penerima cuma memberikan dan menyerahkan surat itu tanpa formalitas lain beliau akan mendapatkan pembayaran. Bagi pihak yang ditunjuk untuk mengeluarkan uang oleh penerbit, dia berkewajiban untuk membayar tanpa syarat dan juga tidak perlu mengusut apakah akseptor tersebut orang yang berhak atau tidak.

b. Proses Penerbitan Bilyet Giro

Penerbitan bilyet giro berdasarkan inisiatif penerbit dan untuk kepentingan akseptor. Atas penerbitan menyuruh pada bank agar melakukan pemindahbukuan rekening penerbit kedalam rekening peserta. Penerbitan bilyet giro ini berfungsi selaku pelaksanaan pemenuhan suatu kewajiban yang dilakukan pihak penerbit (Imam Prayogo, 1995:286). Hal ini memiliki arti bahwa penerbit dan penerima masing-masing mempunyai rekening pada bank dimana mereka menjadi nasabah. Berdasarkan rekening giro inilah bank melaksanakan perintah yang dicantumkan dalam bilyet giro. Dengan demikian maka rekening giro milik penerbit dalam bilyet giro menyusut, sedangkan pada peserta rekening gironya akan bertambah sejumlah yang tertera dalam bilyet giro. Tetapi jika rekening giro dari masing-masing pihak berada pada bank yang berlawanan dan mungkin juga dapat yang berbeda, maka pelaksanaan pemindahbukuan dana harus dilaksanakan lewat kliring, artinya bank kepincut akan berafiliasi dengan bank nasabah melalui lembaga kliring dalam program kliring untuk memperhitungkan bilyet giro tersebut.

c. Pembayaran Bilyet Giro

Sebagai surat perintah pemindahbukuan, bilyet giro tidak mampu dijalankan pembayarannya dengan duit tunai melainkan dengan cara pemindabukuan. Di dalam bilyet diketahui perumpamaan tenggang waktu penawaran, yaitu jangka waktu yang ditawarkan oleh penerbit kepada pemegang untuk meminta pelaksanaan pemindahbukuan dalam bilyet giro kepada tersangkut. Menurut ketentuan Pasal 6 Ayat (1) SKBI No.28/32/Kep/Dir Tahun 1995 ihwal Bilyet Giro, batas waktu tenggang penawaran bilyet giro yaitu 70 hari terhitung sejak tanggal penerbitan. Artinya pemindahbukuan yang ada dalam bilyet giro tersebut tidak berlaku secara terus menerus. Dengan demikian, setiap saat bilyet giro ditawarkan terhadap bank tertarik dalam tenggang waktu tersebut, bank kepincut dalam tenggang waktu tersebut akan memindahbukukan dana kerekening pemegang dan dengan pembayaran dijalankan sesuai dengan perikatan yang terjadi sebelumnya, kecuali dana itu tidak cukup atau tidak ada (kosong). Menurut pasal 6 Ayat (3) SKBI No.28/32/Kep/Dir Tahun 1995 wacana Bilyet Giro, bilyet giro yang diterima oleh bank sesudah tanggal berakhirnya batas waktu tenggang penawaran dapat dilaksanakan perintahnya sepanjang dananya tersedia dan tidak dibatalkan oleh penarik (Kingkin Wahyuningdiah, 2007:177).

Pada bilyet giro mempunyai dua tanggal dalam teksnya, ialah:

1. Tenggang waktu dari tanggal waktu penerbitan hingga tanggal efektif, dan;

2. Tenggang waktu dari tanggal efekif hingga berakhirnya batas waktu tenggang 70 hari.

Dalam tenggang waktu yang pertama, penerbit diberi kesempatan untuk mempersiapkan dana guna mengeluarkan uang bilyet giro dengan pemindahbukuan. Dalam tenggang waktu ini bilyet giro gres beredar tetapi belum dapat disediakan terhadap bank terpesona. Dalam tenggang waktu kedua setiap saat peserta bilyet giro dapat menunjukkan kepada bank untuk pemindahbukuan, kecuali bila untuk bilyet giro itu tidak tersedia dana yang cukup atau kosong. (Abdulkadir Muhammad, 2003:233).

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa pembayaran pada bilyet giro dapat dijalankan pada dikala penerbit telah menawarkan dana yang cukup dalam rekeningnya pada tersangkut semenjak tanggal efektif hingga dengan tanggal mulainya daluwarsa.