Masjid Muara Ogan Kertapati

Nyaris Tergusur Stasiun Kereta Api

masjid muara ogan

Bagi penduduk muslim kota Palembang, Masjid Muara Ogan tentu tak asing lagi. Karena, selain memiliki sejarah sebagai masjid tertua, Masjid Muara Ogan pula menjadi pusat acara kaum muslimin di kota empek-empek tersebut. Lokasinya di Kampung Kertapati, Kodya Palembang, Sumatra Selatan, kira-kira 3 km sebelah barat sentra kota Palembang.

Menurut sejarah, masjid ini diresmikan oleh seorang ulama bangsa- wan, namanya Masagung H. Abdul Hamid bin Masagung Mahmud alias Kanang bin Tarudin bin Komarudin bin Raden Wirakesuma bin Raden Perak. Masyarakat setempat biasa memanggil Msg. H. Abdul Hamid dgn sebutan Kiai Muara Ogan.

Ia berdakwah tak hanya di kota Palembang saja, tetapi hingga ke dusun-dusun di pelosok desa dlm Provinsi Sumatra Selatan. Tatkala ia berangkat mengajar sering menggunakan bahtera yg didayung oleh santri-santrinya.

Mendirikan Masjid

Sebelum mendirikan masjid, Kiai Muara Ogan apalagi dahulu membuka dua buah bengkel penggergajian kayu untuk menopang ekonomi keluarganya & pula untuk biaya para santri-santrinya. Yang pertama terletak di Kampung Karang Birai (Muara Ogan kini).

Dari tahun ke tahun santrinya bertambah banyak sehingga rumahnya tak lagi dapat memuat para santri. Oleh karena itu, ia berinisiatif mendirikan masjid. Akhirnya, masjid itu sukses didirikan di bersahabat rumahnya pada tahun 1889. Seluruh santri dibantu penduduk bergotong royong membangun masjid, sehingga dlm tempo singkat sudah berakhir. Tatkala itu, Masjid Muara Ogan betul-betul menjadi sentra aktivitas umat Islam Palembang.

Setelah ia meninggal pada 31 Oktober 1901, kepengurusan & pemeliharaan masjid diatur oleh para andal warisnya. Pada masa kepengurusan dipegang oleh salah seorang cucunya, Masagung H. Abdul Hamid yg diundang Cek Dung, masjid ini direhabilitasi pada bagiar. depannya, yakni dgn merombak & memperbaiki atap dengar. dibikin dak. Adapun biayanya berasal dr infak umat Islam & para gemar memberi kota Palembang & sekitamya. Juga ada pemberian dar Walikota Palembang tatkala itu, H. Abdullah Kadir, berupa semen.

  Masjid Al Jami’atul Khairiyah Bantaeng

Hampir Tergusur

Sejak berdirinya hingga sekarang, Masjid Kiai Muara Ogar. Kertapati Palembang sudah mengalami beberapa kali percobaan peng- gusuran. Misalnya, pada tahun 1911 perusahaan kereta api ZSS (Zuit Spoor Sumatra) milik Pemerintah Hindia Belanda melaksanakan ekspansi stasiun kereta api. Akibatnya, tanah yg berada di sekitar Masjid Muara Ogan diambil (dikeruk), sehingga bengkel penggergajian kayu yg terletak ditanah itu dipindahkan ke Kampung Karang Anyar Palembang.

Sedangkan, bengkel yg di Ulak Gedong dipindahkan ke Kampung Ulu Tuan Kentang. Karena pengerukan itu, tanah yg berada cL samping Masjid Muara Ogan cuma tinggal beberapa meter. Selebihnya dikuasai PJKA selaku pelanjut ZSS.

Pada masa pendudukan Jepang, dilakukan pendalaman Sunga; Musi di depan Masjid Muara Ogan untuk kebutuhan pengambilan materi kerikil bara (stengkol) dr pusat pembagiannya di kompleks TAB A Kertapati dgn memakai kapal-kapal besar.

Akibatnya, tanah yg berada di pinggiran sungai yg berbatasar. dgn masjid, sejak tahun 1943 hingga 1980 terus-menerus mengalami longsor, baik oleh hempasan Sungai Musi maupun balasan curah hujan, sehingga tanah di depan masjid tersebut hanya tinggal 2 meter dr mihrab (pengimaman).

Untuk menanggulangi bahaya longsor tersebut oleh pengelola masjid sudah diusahakan dgn jalan memintakan tunjangan, baik dr masya- rakat maupun dr pihak-pihak tertentu. Juga dr pihak perusahaan swasta & perusahaan negara, di antaranya Pertamina. Namun, hingga kini belum menemukan hasil.

Membentuk Yayasan

Mengingat keadaan masjid yg kian memprihatinkan, pada tahun 1969 dibentuk sebuah yayasan yg diberi nama Yayasan Masjid Kiai Muara Ogan Kertapi Palembang. Pengurusnya antara lain, Masagung H. Abdul Karim Dung sebagai ketua, Masagung H. Umar H.M. Usman selaku bendahara, & Masagung Ibrahim Rahman selaku sekretaris.

  Masjid Azizi

Pengurus yayasan ini lalu mengajukan permohonan pada pemerintah untuk membantu mengatasi longsor yg sudah sangat mendesak untuk diatasi. Alhamdulillah, pada tahun 1980 Presiden Soeharto memperlihatkan sumbangan sebesar RplO juta yg diberikan dengan-cara bertahap. Secara perlahan tetapi niscaya ancaman longsor dapat diatasi.

Kini, keadaan masjid cukup terawat. Meskipun tergolong bangunan renta, tetapi masjid berskala 20 x 20 m ini masih tampak kokoh & megah. Apalagi di dalamnya terdapat 12 tiang penyangga. Dindingnya dihiasi omamen kaligrafi ay at Al-Qur’an.

Penataan ruangannya pun cukup baik, antara lain halaman serambi masjid yg cukup luas, tempat wudhu yg terpisah untuk laki-laki- wanita, perpustakaan masjid, & areal parkir yg luas. Suasana lingkungannya pun terbilang apik & sejuk alasannya adalah ditanami pohor- pohon perindang.

Selain untuk aktivitas shalat lima waktu, Masjid Muara Ogan ini pula disemarakkan dgn acara-aktivitas lain, seperti pengajian kaum bapak/ibu, TKA/TPA, pula untuk daerah bermusyawarah kaum muslimin. Selain itu, pula banyak hadirin yg datang berziarah makam Kiai Muara Ogan, pendiri masjid yg dimakamkan di sebelah selatan masjid.