close

Manusia Berhak Mencari Pasangan Hidupnya Namun Takdirlah Yang Memilih Jodohnya

عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ      أَوْ سَعِيْدٌ.    فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ  الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا                              
[رواه البخاري ومسلم]
Mungkin acap kali diucapkan oleh kita atau sobat-sahabat kita bahwa “JODOH ada ditangan Tuhan”. kemudian bener nggak sih begindang…eh begitu???
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, jodoh diartikan sebagai: orang yang cocok menjadi suami atau istri; pasangan hidup; dan imbangan. Jika menyaksikan fakta di masyarakat, kata jodoh untuk insan cenderung memberikan suami atau isteri, bukan pasangan yang belum menikah meski keduanya memiliki kecocokan. Misalnya si B diperisteri oleh si A, bermakna si B yaitu jodoh si A, sedangkan si C tidak jadi diperisteri oleh si A, bermakna si C bukan jodoh si A. Ini terlepas dari apakah suatu pernikahan akan berjalan langgeng atau retak di tengah jalan dengan perceraian, alasannya adalah ungkapan jodoh dan bukan jodoh tidak biasa digunakan untuk pasangan yang bercerai setelah pernikahannya. Terlepas juga apakah perceraian terjadi dalam waktu yang singkat atau sesudah berpuluh-puluh tahun setelah ijab kabul.
Apabila kita hubungkan dengan pertanyaan di atas, maka arti yang tepat yang dimaksud oleh saudari penanya ialah pasangan hidup yang sah alias suami atau isteri. Sehingga pertanyaannya menjadi: apakah suami atau isteri kita nantinya telah ditetapkan oleh Allah swt?
Selama ini tersebar pemahaman di tengah masyarakat bahwa pasangan hidup –baik suami mupun isteri– setiap insan telah ditetapkan oleh Allah swt. Anggapan ini antara lain disandarkan kepada dalil-dalil berikut.
وَمِنْ آَيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ [الروم/21]
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya yakni Dia membuat untuk kalian isteri-isteri dari diri kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu sungguh-sungguh terdapat gejala bagi kaum yang berfikir.” (QS Ar-Rum [30]: 21)
 
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ أَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَةِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ [النحل/72]
“Allah menyebabkan bagi kalian isteri-isteri dari diri kalian dan menyebabkan bagi kalian dari isteri-isteri kalian itu anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang bagus-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari lezat Allah ?.” (QS. An-Nahl [16]: 72)
Benar, Allah swt sudah menciptakan ibunda Hawa’ dari bagian tubuh nabi Adam as yakni tulang rusuk sebelah kiri, dan sekaligus Allah swt menetapkannya selaku jodoh Beliau. Namun tidak memiliki arti setiap wanita yang datang berikutnya juga diciptakan dari hal serupa, sehingga menganggap pasangan atau jodoh mereka yaitu laki-laki pemilik tulang rusuk yang darinya mereka diciptakan. Penciptaan dari tulang rusuk tersebut hanya terjadi pada Hawa’, berdasarkan ayat:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء/1]
“Hai sekalian manusia, bertakwalah terhadap Tuhan-mu yang sudah membuat kau dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan pria dan wanita yang banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (memanfaatkan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) korelasi silaturrahim. Sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan memantau kau.” (QS. An-Nisaa- [4]: 1)
Sedangkan insan berikutnya -baik laki-laki maupun perempuan-, diciptakan lewat percampuran antara Adam dan Hawa’. Dengan kata lain mereka tidak lagi diciptakan dari tanah liat dan tulang rusuk, melainkan dari air mani. Berdasarkan:
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ وَبَدَأَ خَلْقَ الْإِنْسَانِ مِنْ طِينٍ * ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلَالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ [السجدة/7، 8]
“yang menciptakan segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan insan dari tanah, lalu Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani).” (QS. As-Sajdah [32]: 7-8)
أَلَمْ نَخْلُقْكُمْ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ [المرسلات/20]
“Bukankah Kami menciptakan kamu dari air yang hina [air mani]?” (QS. Al-Mursalat [77]: 20)
Adapun redaksi ayat yang artinya “Dia membuat untuk kalian isteri-isteri dari diri kalian sendiri” maksudnya ialah: Dia menciptakan untuk kalian isteri-isteri dari jenis kalian sendiri. Berikut klarifikasi Imam Ibn Katsir, terkait ayat di atas.
يذكر تعالى نعمه على عبيده، بأن جعل لهم من أنفسهم أزواجًا من جنسهم وشكلهم ، ولو جعل الأزواج من نوع آخر لما حصل ائتلاف ومودة ورحمة، ولكن من رحمته خلق من بني آدم ذكورًا وإناثا، وجعل الإناث أزواجا للذكور .
Allah swt menyebutkan nikmat-nikmatNya atas hambaNya, bahwa Dia sudah membuat bagi mereka dari diri-diri mereka isteri-isteri dari jenis dan bentuk mereka. Jika saja Dia ciptakan isteri-isteri mereka tersebut dari jenis lain, pasti tidak akan tercapai ketenangan, cinta, dan kasih sayang. Akan tetapi merupakan rahmat Allah swt menciptakan keturunan Adam (dalam bentuk) laki-laki dan perempuan, dan mengakibatkan yang wanita selaku pasangan bagi yang laki-laki. (Tafsir Ibn Katsir, vol IV, hlm 586)
Sampai di sini dikenali bahwa ayat-ayat Al-Qur’an yang disebut di atas bukan merupakan dalil untuk bisa menyampaikan bahwa permasalahan jodoh telah ditetapkan oleh Allah swt.
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ [النور/26]
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan pria yang keji ialah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-perempuan yang baik ialah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang bagus ialah untuk wanita-perempuan yang bagus (pula). mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-Nur [24]: 26)
Adapun ayat yang berbunyi Khobitsat yakni untuk Khobitsun, dan Khobitsun ialah buat Khobitsat (pula), dan Thoyyibat adalah untuk Thoyyibun dan Thoyyibun yaitu untuk Thoyyibat (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (nirwana) (An-Nur; 26)
Maka ayat ini juga bukan ayat jodoh. Sebab As-babun Nuzul dari ayat ini yaitu terkait dengan (حَدِيْثُ اْلإِفْكِ ) ialah insiden tuduhan atas Aisyah yang diisukan berbuat serong dengan seorang sobat yang bernama Shofwan bin Mu’ath-thol. Karena itulah para mufassirin saat menafsirkan ayat ini, mereka menukil penafsiran Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa yang dimaksud ( الْخَبِيْثَات ) dalam ayat ini ialah ucapan-ucapan yang buruk. Artinya ucapan-ucapan yang jelek (diantaranya ialah memfitnah perempuan baik-baik berbuat zina) hanya akan timbul dari orang-orang yang jelek, ialah orang-orang munafik atau orang-orang yang hatinya ada penyakit. Bukannya orang shalih pasti akan menikah dengan perempuan shalih dan laki-laki shalih akan menikah dengan wanita shalihah. Karena itu wajar jika diceritakan dalam al-Qur’an bahwa Nabi Luth a.s beristri wanita yang tidak shalihah sebagaimana istri Fir’aun yang shalihah bersuami Fir’aun yang kafir. Hal ini dikarenakan urusan pernikahan yakni mu’amalah biasa bukan sesuatu yang sudah ditetapkan sebagai mana rizki dan maut. Makara ayat ini tidak sah dipakai sebagai dalil bahwa persoalan jodoh yaitu sesuatu yang ditakdirkan, atau Allah sudah memilih “kaidah biasa ” dalam pengaturan jodoh seseorang.
Dari sini bisa difahami, bahwa jodoh bukanlah kasus yang sudah ditetapkan di Lauhul Mahfudz tetapi takdir yang di rahasiakan Alloh, tetapi beliau yakni mu’amalah umumsebagaimana mu’amalah yang lain, yang berada di area yang dikuasai insan dan manusia dihisab atasnya.
Namun pemahaman bahwa jodoh yaitu sesuatu yang berada dalam area yang dikuasai manusia bukan mempunyai arti pengingkaran bahwa Allah ialah ( اْلمُدَبِّرُ ) yang bersifat Maha Mengatur dan ( الْحَاكِمُ ) yang Maha Memutuskan. Setiap Mukmin dikala melakukan sebuah acara dalam area yang dikuasainya kemudian ternyata apa yang terjadi di luar peluangnya dan di luar dugaannya, maka beliau harus ridlo terhadap hal itu dan mengimani bahwa Allah yakni Dzat yang Maha Mengatur. Dan manusia Wajib Ikhtiar untuk mencari yang terbaik.
Adapun dari hadits, tidak didapatkan yang secara sharih memberikan hal tersebut. Yang ada adalah hadits-hadits yang menyebutkan ditetapkannya empat perkara bagi janin setelah usia kandungan melewati empat puluh hari ke-tiga, yakni: maut, rizqi, amal tindakan, dan senang atau sengsara di dunia. Tidak disebutkan di situ ketetapan jodoh atau pasangannya.
Syara’ Menghendaki Manusia untuk mencari dan Memilih Sendiri Jodohnya
Berikut ini nash-nash yang menunjukkan bahwa jodoh ialah kasus ikhtiyari, bukan ialah qadha’ Allah swt, kecuali pasangan Adam as dan Hawa di atas, dan pasangan-pasangan tertentu yang tidak diketahui.
    Nikah ialah amal shalih, syara’ menyuruh kepadanya dan melarang dari ber-tabattul (sengaja membujang selamanya)
عن عبيد بن سعد قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : من أحب فطرتي فليستن بسنتي ومن سنتي النكاح . رواه أبو يعلى قال حسين سليم أسد : رجاله ثقات
Dari Ubaid bin Sa’ad, Rasulullah saw bersabda: “Siapa yang menggemari fitrahku hedaknya ia bersunnah dengan sunnahku, dan termasuk sunnahku ialah menikah.” (HR. Abu Ya’la – Husain Salim Asad: rijalnya terpercaya)
عن عبد الله بن مسعود قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : يا معشر الشباب من استطاع منكم الباءة فليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء . متفق عليه واللفظ لمسلم
Dari Abdullah bin Mas’ud ra, Rasulullah saw bersabda: “Wahai para pemuda, siapa-siapa di antara kalian yang bisa ba’ah (memberi kawasan tinggal) hendaknya beliau menikah, sungguh nikah itu lebih menundukkan persepsi dan lebih mempertahankan kemaluan. Dan siapa-siapa yang belum bisa ba’ah maka hendaknya beliau berpuasa, sangat puasa itu akan menjadi perisai baginya.” (Muttafaq ‘Alayh – lafazh milik Muslim)
عن الحسن عن سمرة : ان نبي الله صلى الله عليه و سلم نهى عن التبتل  . رواه أحمد . تعليق شعيب الأرنؤوط : رجاله ثقات
Dari Samurah ra, bahwa Rasulullah saw melarang dari tabattul (sengaja membujang untuk selamanya). (HR. Ahmad bin Hambal – Syu’malu Al-Arnauth: rijalnya terpercaya)
Karena termasuk amal shalih, maka insan diberi pilihan antara melakukannya atau meninggalkannya dengan konsekwensinya masing-masing. Dengan menikah bermakna melakukan sunnah Rasulullah saw, dan dengan ber-tabattul  bermakna seseorang akan mendapatkan dosa.
Perintah untuk menikahi/menikahkan orang yang baik agamanya, penyayang, dan subur, dan larangan dari menikahi/menikahkan orang yang buruk agamanya. 
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آَيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ [البقرة/221]
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-perempuan musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, meskipun dia menawan hatimu. dan janganlah kau menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-perempuan mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun Dia menawan hatimu. mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. dan Allah membuktikan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al-Baqarah [2]: 221)
الزَّانِي لَا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لَا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ [النور/3]
“Laki-laki yang berzina tidak menikahi melainkan perempuan yang berzina atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dinikahi melainkan oleh pria yang berzina atau pria musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin.” (QS. An-Nur [24]: 3)
عن أبى هريرة قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : تنكح المرأة لأربع لمالها ولحسبها ولجمالها ولدينها فاظفر بذات الدين تربت يداك . رواه البخارى ومسلم
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Seorang wanita itu dinikahi alasannya adalah empat kasus: sebab hartanya, sebab garis keturunannya, alasannya kecantikannya, dan alasannya agamanya. Pilihlah yang baik agamanya maka engkau akan mujur.” (HR. Bukhari dan Muslim)‎
عن أبي هريرة قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إذا أتاكم من ترضون خلقه و دينه فانكحوه إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد عريض . رواه الحاكم وقال هذا حديث صحيح الإسناد و لم يخرجاه
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Apabila tiba kepada kalian siapa yang kalian ridhai adab dan agama nya, maka nikahkanlah beliau. Jika tidak kalian lakukan, pasti akan menjadi fitnah dan paras bumi dan kerusakan yang luas.” (HR. Al-Hakim – sanadnya shahih)
عن أنس بن مالك قال : كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يأمر بالباءة وينهى عن التبتل نهيا شديدا ويقول تزوجوا الودود الولود اني مكاثر الأنبياء يوم القيامة . رواه أحمد بن حنبل . تعليق شعيب الأرنؤوط : صحيح لغيره , وهذا إسناد قوي
Dari Anas bin Malik ra; yakni Rasulullah saw memerintahkan untuk ba’ah (kesanggupan memberi daerah tinggal) dan melarang perbujangan dengan larangan yang keras, Beliau bersabda: “Nikahilah perempuan yang penyayang dan subur (karena) saya akan melampaui para nabi (jumlah umatnya) di hari akhir zaman kelak.” (HR. Ahmad bin Hambal – Syu’aib Al-Arna’uth:  sanadnya berpengaruh) 
Karena syara’ hanya memilih kriteria-persyaratan sebagaimana di atas, maka wanita non-mahram manapun dan siapapun yang bagus agamanya patut untuk dinikahi, dan sebaliknya wanita musyrikah (non-muslimah selain jago kitab) dan pezina yang belum bertaubat manapun dan siapapun haram untuk dinikahi. Keduanya tidak akan luput dari hisab Allah swt di hari akhir zaman kelak. Ini membuktikan Allah swt tidak menetapkan orang-orang tertentu menjadi jodoh orang-orang tertentu pula.
Sikap Seorang Muslim
Dengan demikian, maka sikap seorang muslim adalah memilih jodoh atau kandidat pasangannya dengan sebaik mungkin, adalah dengan mengacu terhadap persyaratan-standar yang telah ditentukkan syara’, serta tidak lupa pula mengiringinya dengan doa:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا [الفرقان/74]
“Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah terhadap Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami selaku penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqon [25]: 74)
Dan mempertahankan kesucian diri sendiri dari segala bentuk kemaksiatan, baik zhahir maupun bathin. Karena sebagaimana kita mampu menentukan menurut kriteria-tolok ukur yang bagus tersebut, dipilihnya kita atau tidak juga akan ditentukan berdasarkan standar-tolok ukur yang serupa.
الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ لِلطَّيِّبَاتِ أُولَئِكَ مُبَرَّءُونَ مِمَّا يَقُولُونَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ [النور/26]
“Wanita-perempuan yang keji ialah untuk pria yang keji, dan pria yang keji adalah buat perempuan-perempuan yang keji (pula), dan perempuan-wanita yang baik adalah untuk pria yang bagus dan laki- laki yang baik yakni untuk perempuan-wanita yang bagus (pula). mereka (yang dituduh) itu higienis dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). bagi mereka ampunan dan rezki yang mulia (surga).” (QS. An-Nur [24]: 26)
Oleh akhirnya, dalam sebuah hadits ada ketentuan:
عن أبي هريرة قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إذا أتاكم من ترضون خلقه و دينه فانكحوه إلا تفعلوا تكن فتنة في الأرض وفساد عريض . رواه الحاكم وقال هذا حديث صحيح الإسناد و لم يخرجاه
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda: “Apabila datang terhadap kalian siapa yang kalian ridhai adab dan agama nya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak kalian lakukan, pasti akan menjadi fitnah di wajah bumi dan kerusakan yang luas.” (HR. Al-Hakim – sanadnya shahih)
Hadist di atas mengisyaratkan wacana cara memilih jodoh yang baik. Rasulullah menjelaskan bahwa ada empat standar perempuan yang dinikahi. Keempat persyaratan tersebut yaitu harta, nasab, keayuan dan agama. Eksplorasi lebih jauh atas hadis-hadis perihal mencari jodoh ternyata tidak demikian adanya. Ada hadis yang hanya mencukupkan tiga syarat ialah harta benda, kecantikan dan agama. Namun, kesemuanya sabda Nabi Muhammad saw. tersebut lebih mengutamakan kebaikan dari sisi agama.
Ulama banyak yang menawarkan syarat-syarat tertentu dalam memilih jodoh dalam ijab kabul. Tentu satu dengan yang yang lain berlawanan dalam menginterpretasikah hadis di atas. Bahkan ada yang mencukupkan diri syarat perempuan yang dinikahi yakni memiliki adat yang bagus. Pembahasna tersebut khususnya mampu dijumpai dalam masalah perwalian dan kafaah (kesepadanan).
Pada suatu ketika Nabi Muhammad saw. melarang perkawinan terhadap perempuan yang dilandasi dengan keelokan, dan harta benda. Lebih lanjut Rasulullah saw. memberikan penyelesaian yang terbaik dengan patokan agama dengan mengibaratkan terhadap budak wanita yang hitam legam yang beriman lebih utama untuk dinikahi. Sifat perempuan yang baik juga pernah dituturkan oleh Nabi Muhammad saw. Nabi menggambarkan seorang perempuan yang dapat menggembirakan suaminya dikala dipandang dan melakukan apa yang diperintah-kan suaminya adalah sosok perempuan yang baik. Di samping itu perempuan yang tidak pernah menyalahi terhadap suaminya dalam hal harta benda dan hal-hal yang dibenci suaminya.
Permasalahan tersebut menjadi penting sebab calon mempelai ialah sesuatu yang penting alasannya adalah dari sinilah rumah tangga nanti dibangun. Sekilas nampak bahwa perempuan sebagai obyek dari hadis tersebut. Namun, jika ditelusuri secara mendalam, terdapat hadis lain yang memfokuskan problem dengan memilih jodoh yang berspektif gender di mana wanita juga mampu beperan dalam memilih jodohnya. Hadis yang terakhir tidak banyak diekspos dan dalam kajian fiqh condong dimasukkan dalam permasalah perwalian yang di mana hak tersebut disandang kaum laki-laki.
Untuk mendudukkan bagaimana tuntunan Islam ihwal penelusuran jodoh sebagaimana tersebut dalam hadis di atas, maka observasi ini penting dilakukan. Karena sering seseorang melakukan pemilihan jodoh dengan melandasi pikirannya dengan landasan normatif seperti al-Qur’an dan hadis. Oleh sebab itu, agar pembahasan mempesona, maka penelitian ini juga mengakitkan banyak sekali dilema dan perdebatan yang hangat di kelompok ulama fiqh dan dalam tradisi Jawa. Upaya tersebut untuk menerima pengertian hadis dalam konteks kontemporer yang lebih bersperspektif dan berkeadilan gender. Kriteria Memilih Pasangan Hidup Menurut Islam
Setelah kita mengetahui wacana tujuan menikah maka Islam juga mengajarkan kepada umatnya untuk berhati-hati dalam memilih pasangan hidup alasannya hidup berumah tangga tidak cuma untuk satu atau dua tahun saja, akan tetapi diniatkan untuk selama-lamanya hingga maut kita.
Muslim atau Muslimah dalam memilih kandidat istri atau suami tidaklah gampang tetapi memerlukan waktu. Karena tolok ukur menentukan mesti sesuai dengan syariat Islam. Orang yang mau menikah, hendaklah menentukan pendamping hidupnya dengan cermat, hal ini dikarenakan jika seorang Muslim atau Muslimah sudah menjatuhkan opsi terhadap pasangannya yang mempunyai arti akan menjadi bab dalam hidupnya. Wanita yang akan menjadi istri atau ratu dalam rumah tangga dan menjadi ibu atau pendidik bagi anak-anaknya demikian pula pria menjadi suami atau pemimpin rumah tangganya dan bertanggung jawab dalam menghidupi (memberi nafkah) bagi anak istrinya. Maka dari itu, janganlah sampai menyesal kepada pasangan hidup opsi kita sehabis berumah tangga kelak.‎
Kesimpulan;
Semoga Allah subhanahu wata’ala selalu meridhai semua usaha dan tindakan kita. Amin !
1. Meyakini takdir Allah subhanahu wata’ala ialah wajib dan ialah salah satu rukun iktikad yang enam.
حديث جبريل لما سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن الإيمان ، قال : ” أن تؤمن بالله ، وملائكته ، وكتبه ، ورسله ، واليوم الآخر ، وتؤمن بالقدر خيره وشره ” . [صحيح مسلم]
Dalam hadits dongeng malaikat Jibril mengajukan pertanyaan wacana keimanan, Rasulullah menjawab: “Iman yaitu meyakini adanya Allah, para Malaikat, kitab suci, para Rasul, hari alam baka, dan meyakini takdir yang baik dan yang jelek.” [Sahih Muslim]
عن جابر بن عبد الله قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” لا يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خيره وشره ، حتى يعلم أن ما أصابه لم يكن لخيطئه ، وأن ما أخطأه لم يكن ليصيبه . قال الشيخ الألباني : صحيح [سنن الترمذي]
Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah bersabda: “Tidak dibilang beriman seorang hamba hingga dia meyakini takdir yang bagus dan yang jelek, hingga dia yakini bahwa apa yang sudah ditakdirkan akan menimpanya tidak akan meleset darinya, dan apa yang sudah ditakdirkan meleset darinya maka tidak akan menimpanya.” [Sunan At-Tirmidzi: Sahih]
2. Jauhi pertanyaan yang di luar jangkauan manusia dalam dilema taqdir.
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ [الأنبياء: 23]
“Dia (Allah) tidak ditanya perihal apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” [Al-Anbiyaa’:23]
3. Jangan suka berdebat dalam persoalan takdir:
عن أبي هريرة قال : خرج علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم ونحن نتنازع في القدر فغضب حتى احمر وجهه حتى كأنما فقئ في وجنتيه الرمان فقال : ” أبهذا أمرتم أم بهذا أرسلت إليكم ؟ إنما هلك من كان قبلكم حين تنازعوا في هذا الأمر ، عزمت عليكم عزمت عليكم ألا تتنازعوا فيه ” . قال الشيخ الألباني : حسن [سنن الترمذي]
Abu Hurairah berkata: Suatu hari Rasulullah mendatangi kami yang sedang berselisih dalam duduk perkara takdir, lalu Rasulullah marah hingga mukanya merah seperti dikeluarkan dari pipinya biji delima seraya bersabda: “Apakah yang mirip ini kalian ditugaskan, atau yang mirip ini aku diutus kepada kalian? Sesungguhnya orang-orang sebelum kalian hancul saat mereka bertikai dalam dilema ini (takdir). Aku tegaskan pada kalain, aku tegaskan pada kalian untuk tidak berselisih dalam persoalan takdir.” [Sunan At-Tirmidzi: Hasan]
حديث : ” إذا ذكر أصحابي فأمسكوا ، وإذا ذكرت النجوم فأمسكوا ، وإذا ذكر القدر فأمسكوا .” قال الشيخ الألباني : صحيح [صحيح الجامع رقم 545]
Dalam suatu hadits, Rasulullah bersabda: “Jika para sababatku disebutkan maka diamlah (jangan kalian menghinanya), dan jikalau perbintangan disebutkan maka diamlah, dan jika takdir disebutkan maka diamlah (jangan berdebat).” [Sahih Al-Jami’ Ash-Shagiir]
4. Semua yang terjadi di alam semesta (termasuk jodoh) sudah ditakdirkan oleh Allah.
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ [القمر: 49]
“Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu berdasarkan ukuran.” [Al-Qamar:49]
وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا [الفرقان: 2]‎
“Dan ia sudah membuat segala sesuatu, dan dia memutuskan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” [Al-Furqaan:2]
وَكُلُّ شَيْءٍ عِنْدَهُ بِمِقْدَارٍ [الرعد: 8]
“Dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.” [Ar-Ra’d:8]
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا [التوبة: 51]
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang Telah ditetapkan Allah untuk kami.” [At-Taubah:51]
وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَلَا أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْبَرَ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ [يونس: 61]
“Kamu tidak berada dalam sebuah kondisi dan tidak membaca sebuah ayat dari Al Alquran dan kamu tidak mengerjakan sebuah pekerjaan, melainkan kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. tidak luput dari wawasan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam Kitab yang faktual (Lauh mahfuzh).” [Yunus:61]
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ [الصافات: 96]
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kau perbuat “. [Ash-Shaffaat:96]
حديث : إن الله تعالى صانع كل صانع و صنعته . قال الشيخ الألباني : ( صحيح ) [صحيح الجامع رقم 1777]
Dalam suatu hadits, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah menciptakan semua yang menciptakan beserta ciptaannya.” [Sahih Al-Jami’ Ash-Shagiir]
عن عبد الله بن عمر : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” كل شيء بقدر ، حتى العجز والكيس أو الكيس والعجز ” . [صحيح مسلم]
Dari Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda: “Segala sesuatu sudah ditakdirkan, sampai rasa lemah dan semangat, atau semangat dan lemah.” [Sahih Muslim]
عن عبد الله بن عمرو بن العاص قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ” كتب الله مقادير الخلائق قبل أن يخلق السموات والأرض بخمسين ألف سنة ” . [صحيح مسلم]
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, Rasulullah bersabda: “Allah telah memutuskan takdir semua makhluk sebelum membuat langit dan bumi selama 50.000 tahun.” [Sahih Muslim]
عن عبادة بن الصامت : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ” إن أول ما خلق الله القلم ، فقال له : اكتب ! قال : رب وماذا أكتب ؟ قال : اكتب مقادير كل شيء حتى تقوم الساعة ” . إنى سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ” من مات على غير هذا فليس مني ” . قال الألباني : صحيح [سنن أبي داود]
Dari Ubadah bin Ash-Shamit, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya yang pertama diciptakan oleh Allah ialah pena, kemudian berkata kepadanya: Tulislah ! Sang Pena mengajukan pertanyaan: Apa yang harus kutulis? Allah berkata: Tulislah takdir segala sesuatu sampa tiba hari akhir zaman.”
Ubadah berkata: Aku mendengar Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang meninggal degan tidak meyakini hal ini maka beliau bukan golonganku.” [Sunan Abu Daud: Sahih]
5. Bukan memiliki arti Allah sudah menakdirkan segala sesuatunya lalu manusia tak punya pilihan.
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا [الكهف: 29]
Dan Katakanlah: “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah beliau beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”. Sesungguhnya kami Telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. [Al-Kahf:29]
قُلْ مَا أَسْأَلُكُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِلَّا مَنْ شَاءَ أَنْ يَتَّخِذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلًا [الفرقان: 57]
Katakanlah: “Aku tidak meminta upah sedikitpun terhadap kau dalam menyampaikan risalah itu, melainkan (menghendaki kepatuhan) orang-orang yang hendak mengambil jalan kepada Tuhan nya.” [Al-Furqaan:57]
إِنَّ هَذِهِ تَذْكِرَةٌ فَمَنْ شَاءَ اتَّخَذَ إِلَى رَبِّهِ سَبِيلًا [المزمل: 19] [الإنسان: 29]
“Sesungguhnya Ini ialah suatu peringatan. Maka barangsiapa yang menginginkan pasti ia menempuh jalan (yang menyampaikannya) terhadap Tuhannya.” [Al-Muzzammil:19]
نَذِيرًا لِلْبَشَرِ . لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَتَقَدَّمَ أَوْ يَتَأَخَّرَ [المدثر: 36-37]
“Sebagai bahaya bagi insan. (yakni) bagi siapa di antaramu yang berkehendak akan maju atau mundur.” [Al-Muddatstsir: 36-37]
Dan bukan bermakna jodoh adalah takdir Allah terus kita tdk bisa memilih pasangan, karena takdir dan jodoh yaitu “diam-diam Allah”.
6. Akan tetapi opsi dan kehendak insan bisa terjadi kalau sesuai dgn kehendak Allah.
إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ . لِمَنْ شَاءَ مِنْكُمْ أَنْ يَسْتَقِيمَ . وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ [التكوير: 27 – 29]  
“Al-Qur’aan itu tiada lain hanyalah perayaan bagi semesta Alam, (yakni) bagi siapa di antara kau yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat mengharapkan (menempuh jalan itu) kecuali bila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” [At-Takwiir: 27-29]
كَلَّا إِنَّهُ تَذْكِرَةٌ . فَمَنْ شَاءَ ذَكَرَهُ . وَمَا يَذْكُرُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ هُوَ أَهْلُ التَّقْوَى وَأَهْلُ الْمَغْفِرَةِ [المدثر: 54 – 56]
“Sekali-kali tidak demikian halnya. Sesungguhnya Al-Alquran itu yakni perayaan. Maka barangsiapa menghendaki, pasti ia mengambil pelajaran daripadanya (Al-Alquran). Dan mereka tidak akan mengambil pelajaran daripadanya kecuali (jikalau) Allah menghendakinya. Dia (Allah) yakni Tuhan yang patut (kita) bertakwa kepada-Nya dan berhak memberi ampun.” [Al-Muddatstsir: 54-56]
عن عبد الله بن عمرو بن العاص أنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ” إن قلوب بنى آدم كلها بين إصبعين من أصابع الرحمن كقلب واحد يصرفه حيث يشاء ” . [صحيح مسلم]
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya hati anak cucu Adam seluruhnya berada di antara dua jari dari jari-jari Ar-Rahman (Allah), menyerupai satu hati yang Allah palingkan sesuai kehendak-Nya” . [Sahih Muslim]
7. Sepertinya penulis “jodoh yakni opsi” termotifasi dengan tulisannya sebab kesalah-pahaman kebanyakan orang ihwal salat istikharah.
Banyak orang menganggap bahwa salat istikharah hanya untuk cari jodoh (dikerjakan sebelum nikah), meminta petunjuk Allah akan beberapa kandidat yang tidak mampu beliau pilih, kemudian menanti balasan lewat mimpi atau yang lainnya.
Padalah asumsi ini ialah salah, salat istikharah bukan khusus dalam problem jodoh.
Salat istikharah dikerjakan setelah kita menentukan pilihan sesuai kadar ilmu dan kemampuan kita kemudian kita minta berdo’a dalam salat istikharah semoga opsi kita sesuai dengan keinginanAllah, baik untuk dunia darul baka kita dan mendapat bantuan dari Allah sampai tercapai atau menerima yang lebih baik.
Dan tidak perlu menunggu aba-aba mimpi dan sebagainya, akan tetapi lakukan sesuai planning, jika terealisasi dengan gampang memiliki arti itulah takdir Allah, jika tidak maka itu juga telah takdir Allah.
عن أبى هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ” وإن أصابك شىء فلا تقل لو أنى فعلت كان كذا وكذا. ولكن قل قدر الله وما شاء فعل فإن لو تفتح عمل الشيطان ” . [صحيح مسلم]
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: Dan bila sesuatu menimpamu maka jangan kamu menyampaikan “seandainya saya melaksanakan ini dan itu”, akan tetapi katakanlah “Allah telah menakdirkannya dan apa yang diharapkan Allah pasti terjadi”. Karena bekerjsama kata “seandainya” membuka pintu amalan syaitan.” [Sahih Muslim]
8. Bukti kongkrit kalau jodoh yakni ketentuan Allah.
Banyak kita temui seorang laki-laki ingin menikahi seorang wanita namun tidak bisa, seorang perempuan ingin dinikahi seorang lelaki tapi tidak terjadi, kedua mempelai telah setuju namun keluarganya tidak merestui, atau semua setuju tapi petaka menghalangi mereka bersatu karena bukan jodoh.
Berapa banyak cita-cita kita yang tidak tercapai?
Dan berapa banyak yang tidak kita harapkan tetapi terjadi?
Manusia punya planning, namun Allah juga lah yang memilih !!!
9. Lalu untuk apa kita berusaha?
عن علي رضي الله عنه قال كان النبي صلى الله عليه وسلم في جنازة فأخذ شيئا فجعل ينكت به الأرض فقال : ” ما منكم من أحد إلا وقد كتب مقعده من النار ومقعده من الجنة ” قالوا : يا رسول الله أفلا نتكل على كتابنا وندع العمل ؟ قال : ” اعملوا فكل ميسر لما خلق له ، أما من كان من أهل السعادة فييسر لعمل أهل السعادة ، وأما من كان من أهل الشقاء فييسر لعمل أهل الشقاوة ” ثم قرأ فأما من أعطى واتقى وصدق بالحسنى الآية . [صحيح البخاري]
Ali radiyallahu ‘anhu berkata: Suatu hari Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam menghadiri mayat, dan ia mengambil sesuatu dan mengkorek-korek tanah kemudian bersabda: “Tidaklah seseorang dari kalian kecuali sudah diputuskan tempatnya di neraka atau di nirwana”. Sahabat bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana jikalau kita pasrah saja dengan takdir kita dan meninggalkan usaha? Rasulullah bersabda: Berusahalah, alasannya segala sesuatunya akan berlangsung gampang sesuai dengan takdirnya. Adapun orang yang bahagia akan dimudahkan baginya jalan kebahagiaan, dan adapun orang yang susah akan dimudahkan baginya jalan kesusahan”. Kemudian Rasulullah membaca firman Allah: “Adapun orang yang menawarkan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga), maka kami akan memudahkan baginya jalan fasilitas (kebaikan). Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kami akan membuat lebih mudah baginya jalan kesulitan (keburukan).” [Al-Lail: 5-10] [Sahih Al-Bukhari]
10. Semua Telah Ditentukan oleh Alloh
عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ      أَوْ سَعِيْدٌ.    فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ  الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا                             
[رواه البخاري ومسلم]
‎‎
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan terhadap kami dan ia yakni orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selaku setetes mani selama empat puluh hari, kemudian menjelma setetes darah selama empat puluh hari, lalu menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan beliau diperintahkan untuk memutuskan empat masalah : memutuskan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, bekerjsama di antara kalian ada yang melaksanakan perbuatan jago surga sampai jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi sudah ditetapkan baginya ketentuan, dia melaksanakan tindakan hebat neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. bantu-membantu di antara kalian ada yang melaksanakan perbuatan jago neraka sampai jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi sudah ditetapkan baginya ketentuan, beliau melaksanakan perbuatan jago nirwana  maka masuklah dia ke dalam nirwana. (Riwayat Bukhori dan Muslim).
Pelajaran yang terdapat dalam hadits / الفوائد من الحديث :
1.     Allah ta’ala mengetahui tentang keadaan makhluknya sebelum mereka diciptakan dan apa yang akan mereka alami, tergolong dilema kebahagiaan dan kecelakaan.
2.     Tidak mungkin bagi insan di dunia ini untuk memutuskan bahwa dirinya masuk surga atau neraka, akan tetapi amal perbutan merupakan alasannya untuk memasuki keduanya.
3.     Amal perbuatan dinilai di akhirnya. Maka hendaklah insan tidak terpedaya dengan kondisinya ketika ini, justru mesti senantiasa mohon kepada Allah semoga diberi kesabaran dan selesai yang baik (husnul khotimah).
4.     Disunnahkan bersumpah untuk mendatangkan kemantapan sebuah masalah dalam jiwa.
5.     Tenang dalam dilema rizki dan qanaah (menerima) dengan mengambil sebab-sebab serta tidak terlalu mengejar-ngejarnya dan mencurahkan hatinya risikonya.
6.     Kehidupan ada di tangan Allah. Seseorang tidak akan mati kecuali beliau telah menyempurnakan umurnya.
7.     Sebagian ulama dan orang bijak berkata  bahwa dijadikannya pertumbuhan janin manusia dalam kandungan secara berangsur-angsur ialah selaku rasa belas kasih terhadap ibu. Karena sebenarnya Allah bisa menciptakannya sekaligus.
Manusia hanya menyiapkan tapi segala ketentuan berada  di tangan Allah, itu kalimat yang sering kita dengar bahkan kita ucapkan yang menggambarkan kelemahan insan dan keperkasaan Allah. Memang manusia sangat tidak berdaya terhadap ketentuan hidupnya alasannya seluruhnya berada dalam genggaman yang Maha Kuasa, apakah ada kekuasaan insan kepada kelahiran, rezeki, jodoh dan  kematiannya, kita cuma selaku wayang [pemain] yang menjalankan scenario kehidupan ini yang telah diputuskan Allah.
Banyak mungkin diantara kita yang masih beropini bahwa Rezeki, Ajal, serta jodoh sudah ditetapkan oleh Allah semenjak kita masih di dalam kandungan. Pemikiran seperti ini mungkin sudah mendarah daging di dalam diri kita.
Apalagi kiranya semenjak kecil mungkin orang renta, guru, dan lingkungan penduduk dimana tempat kita hidup pun kalimat ini sampai sekarang masih sangat familiar diulang-ulang.‎
Wallohu A’lam Bishshowab‎