close

Malaysia : Dedikasi Amplop Untuk Jurnalis ?

Jurnalis Indonesia, yang berisikan koran Tempo, Detik, Media Indonesia, Kompas, Tribun, TVRI (Negara Indonesia), Lokal ( Ruai TV) koran memang terperinci dengan aneka macam persaingan diterapkan setiap konflik yang pernah terjadi pada tahun 2000an mungkinkah berlanjut 2021, dimana pertentangan yang belum terekspos oleh Orang melayu RT 003, Itu pada faktor budaya masyarakat setempat, pada padi terang terjadi.

Tetapi, apakah mereka mengekspos kebiadaban mereka itu, ditengah publik dan penduduk dengan hasil konflik yang mereka ciptakan di Pontianak, Kalimantan Barat, Untuk mendapatkan doktrin publik di mata penduduk , jelas mereka tiba pada tahun 2016, desain fisik dan spritualitas mengarah pada pembangunan insan, kebiadaban mereka di Kalimantan Barat.

Berbagai masalah ditujukan pada aturan pastinya, yang menjadi penting pada sistem politik di Indonesia, Kalimantan Barat ketika itu. Ada tidak jurnalis yang jujur terhadap hal ini, sebut saja Perdana menteri Malaysia Mahathir, (tidak ada keuntungannya) 2020 di Malaysia, enggan ingin bertemu dengan para jurnalistik itu.

Berbagai pihak berwajib mirip polisi, gres menyadari problem itu di tengah masyarakat, dan dunia Internasional atas pelaku yang membuat konflik sosial, dan juga orang tua mereka di hadapan ruang privasi dan publik.

Jelasnya mereka, adalah orang PDI Perjuangan, dengan demikian mereka berada pada keadaan bantuan terhadap tembok gereja, yang dihasilkan dari pembangunan pajak ekonomi masyarakat di kota. Untuk menutupi kebiadaban orang itu, sebut saja pak RT 003, media mana yang meliput perlakukan mereka, termasuk orang Batak Siregar, Sihombing (Batak – Melayu) itu di Pontianak.  

Dengan mencari nama baik mungkin setiap media, menciptakan sebuah pertentangan yang bisa mempercayakan misalnya “aku” untuk mencatat berbagai kebiadaban jurnalis pada konflik kepentingan politik, tergolong para suku dengan atas agama, di Kalimantan Barat.

  Puisi Sebilah Cerita, Oleh Riur Areish

Catatan politik setempat, menjadi identitas bagi mereka kepada dinamika budaya politik (kader partai PDI Perjuangan, terutama untuk petugas dapil kota), kepada suku-suku disini, yang mereka sampaikan dan berlindung dibalik aturan akan kebenaran. Padahal yang mampu dikenali bagaimana tata cara politik mereka melakukan pekerjaan , dengan perkampungan mereka buat itu.