Makalah Perang Salib

RUMUSAN MASALAH
1.       Apa pengertian perang salib?
2.      Bagaimana Periodisasi Perang Salib?
3.      Apa alasannya-Sebab terjadinya perang salib?
4.      Bagaimana Penaklukan Yerussalem oleh pasukan Salib?
5.      Bagaimana Reaksi Umat Islam kepada perang salib?
6.      Bagaimana Penaklukan Yerussalem oleh Salahuddin Al Ayyubi?
7.      Apa akibat perang salib bagi dunia barat (kristen) dan timur (Islam)?

PEMBAHASAN
A.    Pengertian perang salib
Perang Salib adalah serangkaian ekspedisi militer yang diorganisasikan oleh Eropa Katolik kepada kekuatan kaum muslimin di Timur Dekat untuk menggantikan control atas Kota Suci Jerusalem. Perang ini berjalan sekitar 2 periode lebih, adalah semenjak tahun 1096 M ketika perang pertama diserukan oleh pihak Eropa Katolik sampai tahun 1291 M dikala tentara Salib di Timur dipaksa keluar dari Acre-Suriah yang ialah pertahanan terakhir mereka.[1]
Sebelum terjadi perang besar di antara dua umat tersebut, pertamakali bangsa Eropa yang dominan beragama Katolik dan Islam di Timur bertemu. Pertemuan itu terjadi akhir kebijakan-kebijakan perluasan negara muslim gres yang terbentuk setelah wafatnya Nabi Muhammad (w.632 M).
Satu periode lalu, orang-orang Islam sudah menyeberangi barisan pegunungan di antara Prancis dan Spanyol dan menaklukan daerah-daerah yang membentang dari India utara sampai Prancis selatan. Dua ratus tahun berikutnya, kekuasaan Islam secara meluas sampai bisa membentuk kemakmuran dari tahun 750 dan seterusnya yang dibawah pemerintahan Dinasti Abbasiyah.
Namun pada periode kesepuluh dan kesebelas, perpecahan mulai terjadi di badan Dinasti Abbasiyah di Baghdad terus berlangsung. Kondisi tersebut memicu timbulnya renaissance Nasrani di Spanyol dan bangsa Eropa di Mediterania timur.[2]Jalur-jalur jual beli dibarengi dengan keberhasilan di bidang kelautan berhadapan dengan kaum muslim. Bangsa Norman merebut Sisilia dari tangan kaum muslim dan kaum Nasrani di utara Spanyol merebut kembali Toledo dan tidak tertahankan lagi bergerak ke selatan. Tetangga bersahabat dunia Islam, Byzantium berhasil melaksanakan penyerbuan ke utara Suriah pada final era kesepuluh dan dalam waktu yang tidak lama menguasai kota-kota di negeri itu.[3]
Selama kala-kurun pertama kekuasaan kaum muslim, para peziarah Nasrani dari Eropa mendatangi tempat suci agama mereka di Yerusalem dan Tanah Suci. Di sisi lain terdengar kabar tentang gaya hidup yang hebat dan tingginya kemajuan peradaban dunia Islam sampai ke Eropa. Dan era kesebelas, Paus dan kerajaan-kerajaan Eropa juga mendapat kabar kemunduran dan desentralisasi kekuasaan militer dan politik umat Islam.[4]Pada periode ini juga aneka macam didapatkan gejala kemunduran dan kehancuran dari Islam. Seperti dalam kekuasaan Dinasti Fatimiyah yang menganut Syiah Ismailiyah yang ditentang oleh kaum Sunni dan Khalifah Abbasiyah dan masih banyak pertengkaran intemal dalam Islam sendiri.[5]
B.     Tokoh-Tokoh Perang Salib
1.      Dari Islam
a.       Imaduddin Zanky (Penakluk Negara Salib)
Imaduddin Zanky (yang di Barat populer dengan nama Zengi) ialah panglima perang muslim yang menakjubkan, yang upayanya diarahkan untuk memerangi kaum Frank, Ekspansionis permulaan yang menamakan diri sebagai serdadu salib. Imaduddin Zanky sukses menaklukkan Negara pertama dari Negara-negara tentara salib bagi Islam, saat ia merebut Edessa (Raha) pada tahun 1144 M, yang ialah Negara pertama kaum salib.
Pada prasasti di Aleppo yang bertuliskan Muharram 537 H/Agustus 1142 M, Imaduddin Zanky dijuluki selaku penakluk orang-orang kafir dan orang-orang musyrik, pemimpin pra pejuang jihad, penolong para pasukan, dan pelindung daerah-eilayah muslim. Imaduddin Zanky yakni putra Kasim Ad-Daulah Aqsankar, ketika Kasim meninggal secara mengenaskan di tangan Tutuch, kerabat Malik Syah, karena iri atas kesuksesannya meredam kesemrawutan politik di Halab pada tahun 1092 M, hasilnya posisinya digantikan oleh Imaduddin Zanky. Kemudian ia populer sehabis menaklukkan Al-Mustarsyid (Khalifah Abbasiyah) pada tahun 1126 M.
Imaduddin Zanky menduduki beberapa posisi strategis. Pertama, menjadi syahnakiyyah (wakil sultan) di Damaskus, yang bertugas mengawasi gerak-gerik kekhalifahan Abbasiyah yang telah bertekuk lutut. Kedua, menjadi attabek (kesultanan daerah) pada tahun 1127 M di Mousul. Ketiga, mewakili Sultan Mahmud meredam pemberontakan di Halab Bani Artaq dan Bani Saljuk sehabis Izzuddin Mas’ud al-Bursuqi wafat. Keempat, mematahkan serbuan adonan serdadu salib dari Raha, Suruj, dan Piraios yang ingin menguasai kawasan Carrhae.
b.      Nuruddin Mahmud (Propagandis Semangat Perang Umat Muslim)
Nuruddin Mahmud yakni putra kedua imaduddin Zanky. Ia selaku panglima Islam ketika pecah Perang Salib II pada tahun 1148 M, serta pengambil alih Raha (Edessa) dan Aleppo dari pihak tentara salib. Tahun 1149 M, sukses menghantam mundur kaum Frank. Atas pencapaiannya tersebut, Nuruddin Mahmud disebut selaku tokoh pemimpin kaum muslimin paling besar kedua setelah Shalahuddin al-Ayyubi dalam sejarah Perang Salib.
Selama kepemimpinannya, Nuruddin Mahmud menuai banyak keberhasilan dalam menaklukkan serdadu salib, yang dianggap sebagai fase kebangkitan kaum muslimin kedua setelah kala kepemimpinan Imaduddin Zanky. Nuruddin Mahmud secara perlahan mampu menyatukan Mesir dan Syria, serta menaklukkan kaum salib Frank yang dikomandoi oleh Kaisar Jerman (Conrad III), Raja Prancis (Lois VII) dari Anthiokia, dan Roha (Edessa).
Seusai dinasti Fatimiyah di Mesir dikuasainya, Nuruddin Mahmud meletakkan fondasi penyatuan kaum muslimin dan memastikan kembali Legitimasi satu-satunya Khalifah Abbasiyah yang bemadzhab Sunni. Perang Salib II di nilai sebagai titik balik bangkitnya kaum muslimin dari kekalahan. Semangat jihad pertama kali didengungkan pada kurun-kurun ini. Itu semua berkat tugas besar Nuruddin Mahmud. Dalam ambisinya menyatukan kaum muslimin, Nuruddin Mahmud terpaksa melakukannya dengan cara memerangi dan menguasai kekuatan-kekuatan penting kaum Islam Sunni di Syria dan Syi’ah Ismailiyah sekaligus fraksi-fraksi lain di Mesir untuk menyadarkan mereka bahwa musuh utama kaum muslimin yakni kaum salib Frank.
c.       Asaduddin Shirkuh (Panglima Perang Muslim Terbesar)
Asaduddin Shirkuh yakni seorang jenderal yang gagah berani. Ia ialah Komandan Angkatan Perang Syria yang sudah menghantam mundur serdadu salib, baik di Syria maupun Mesir. Sekitar tahun 1130 M saat Shaddadid digulingkan, Sa’di memindahkan keluarganya ke Baghdad, lalu Tikrit, yang disana ia diangkat sebagai Gubernur Tikrit. Ayyub menggantikan ayahnya selaku Gubernur Tikrit dikala Sa’di meninggal dunia. Asaduddin Shirkuh menjabat sebagai panglima perang. Pada sebuah kali, beliau bersitegang dengan seorang Nasrani secara sungguh a lot sehingga dia membunuhnya. Lalu, alasannya dianggap selaku pengacau perdamaian dengan kaum salib, dia dan kerabat-sudaranya (tergolong Ayyub) diasingkan. Itu terjadi pada tahun 1138 M.
Konon, keponakan Asaduddin Shirkuh yang berjulukan Yusuf (lalu diketahui sebagai Shalahuddin) lahir pada waktu malam dikala mereka sedang dalam perjalanan. Asaduddin Shirkuh, keluarga, dan saudara-saudaranya meminta suaka ke Dinasti Zengi (Zanky) di Mosul. Zanky menerima mereka dengan baik dan sarat suka cita. Setelah beberapa usang dikenali bahwa Asaduddin Shirkuh mempunyai kecakapan militer yang manis, kemudian Nuruddin Mahmud, putra Zanky, menariknya sebagai prajurit anggota. Asaduddin Shirkuh dipercayai memerintah kota Homs sebagai Negara materi Mosul. Sementara itu, Ayyub diserahi tanggung jawab selaku Gubernur Baalbek dan Damaskus atas Rekomendasi Nuruddin Mahmud pada tahun 1154 M. Asaduddin Shirkuh dan pasukannya berhasil membekuk pasukan Shawar-Amalric I, serta menyerang kawasan-kawasan kekuasaan serdadu salib di Timur Dekat. Bahkan, dia hampir memenangkan dan menguasai Kerajaan Antiokhia (salah satu Kerajaan Salib terbesar).
d.      Shalahuddin al-Ayyubi (Tokoh Terbesar Kesatria Muslim Sepanjang Sejarah Perang Salib)
Diantara tokoh perang salib di pihak Islam yang paling terkenal yakni Shalahuddin al-Ayyubi. Ia sebagai pendiri Dinasti Ayyubiyah di Mesir yang memiliki wilayah kekuasaan mencakup Syria, Yaman, Irak, Hijaz, dan Diyar Bakr. Shalahuddin al-Ayyubi tidak cuma populer dan dihormati di dunia Timur, tetapi juga di Barat. Itu dikarenakan kepemimpinan, kekuatan militer, sifatnya yang kesatria, bijaksana, dan pengampun saat dia berperang melawan tentara salib. Selain sebagai Sultan dan Panglima Perang, Shalahuddina al-Ayyubi juga sebagai seorang ulama dan Sufi. Ia banyak men-syarah-i kitab hadits Abu Dawud dan melakukan ritual kesufian.
Pada abad remaja, Shalahuddin al-Ayyubi berguru Agama Islam 10 tahun di Damaskus, sejak usia belasan tahun, beliau selalu bersama ayahnya diberbagai medan pertempuran melawan tentara salib dan menumpas para pemberontak kepada sultan Nuruddin Mahmud. Shalahuddin al-Ayyubi merevitalisasi perekonomian dan politik Mesir, mengelola ulang kekuatan militer, serta menggalakan pendidikan dengan meresmikan dan menjadikan Universitas Al-Azhar selaku pusat pendidikan Ahlussunnah wal Jamaah. Shalahuddin al-Ayyubi menyatukan Syria dengan Mesir, lalu membangun Dinasti Al-Ayyubiyah dengan dirinya sendiri selaku sultannya yang pertama.
Tidak lam lalu , ia mampu memadukan negeri An-Nubah, Sudan, Yaman, Maroko, Mousul, dan Hijaz kedalam kekuasaannya yang besar. Shalahuddin al-Ayyubi menghukum mati Count Rainald de Chatillon yang keji dan kejam kepada orang-orang islam. Namun, ia membiarkan Guy de Lusignan pergi Karena beliau tidak melakukan kekejaman yang serupa. Sekali lagi, terlihatlah arti keadilan yang sebenarmya.
2.      Dari kristen
a.       Bohemond I; The New Buamundus Gigas
Bohemond I lahir pada tahun 1058 M di san Marco rgentano, Calabria, normandia. Ia yakni putra dari keluarga aristokrat normandia.  Ayahnya bernama norman robet Guiscard, raja Apulia dan Calabria, sedangkan ibunya yakni alberada dari buonalbergo. Bohemond I (1058-1111 M) yakni pangeran Taranto dan raja antiokhia. Ia merupakan pemimpin perang salib I. pada perang salib itu, kaum Frank (istilah bagi serdadu salib Nasrani) belum mempunyai pemimpin militer secara pribadi, dan hanya prajurit nonprofessional yang diisi oleh berbagai unsur masyarakat eropa yang menjadi relawan perang atas provokasi dari pihak gereja, terutama oleh pemimpinnya, Urbanus II. Bohenmond I mendampingi ayahnya dalam serangan besar ke kekaisaran Byzantium pada  rentang waktu  1085 M, serta menyuruh tentara normandia selama absennya Guiscard dalam perang alasannya adalah adanya sebuah urusan kerajaan selama 2 tahun. Ketika bohemond I memerintah antiokhia, serdadu salib yang lain pindah  ke selatan sampai direbutnya  jarusalem oleh pihak salib dari dinasti Seljuk. Ini prestasi paling besar kedua bagi bohemand I dalam perang salib.
b.      Guy de Lusignan; si Bijak yang paling dihujat      
Setelah datang ditanah suci tahun 1170 M, Guy de Lusignan berupaya mencegah insiden politik di kerajaan salib Jerusalem yang kurun itu dipimpin oleh Baldwin IV. Dalam bertahun-tahun, Baldwin sakit parah dan terus memburuk. Gut de Lusignan pun diangkat menjadi gubernur Jerusalem dan dianugerahi mahkota oleh putri Jerusalem tahun 1186 M. Pertempurannya dengan Shalahudin al-Ayyubi, karenanya beliau ditangkap dan Jerusalem jatuh di tangan Sshalahudin al –Ayyubi. Setelah satu tahun di penjara Damaskus, ia dibebaskan oleh shalahudin al-Ayyubi, namun dia menolak masuk ke Tirus, salah satu benteng terakhir prajurit salib oleh Condrad of Montferrat. 
Guy de Lusigan berada dibarisan Conrad selaku raja Jerusalem sedangkan Richard lebih mendukung Guy dibanding Conrad. Conrad dibunuh oleh Hashshashin disangka karena keterlibatan Richard dan Guy. Guy diberikan kompesansi atas pencabutan mahkotanya oleh Conrad dahulu, denagn diberi kekuasaan di Siprus pada tahun 1192 M. Pada tahun 1174 M, kesuksesan Guy di Jerusalem tidak dapat dipisahkan denagn pinjaman sosial dan politik raja Jerusalem, Baldwin IV. Ketika Baldwin IV menyerah pada penyakitnya tahun 1185 M, Baldwin V diangkat menjadi raja sayangnya, ia sakit-sakitan dan risikonya meninggal dunia 1 tahun lalu pada 1186 M. Akhirnya Guy de Lusignan dinobatkan sebagai raja Jerusalem walaupun ada konflik dari oposisi.      
c.       Richard the Lion Heart; Panglima paling besar Pasukan salib
Richard lahir pada 8 September 1157 M di Beaumont Palace, selaku anak dari raja Henry II of England dan Matilda.pada tahun 1169 M, raja Henry II membagi wilayah kerajaan untuk ketga putranya. Henry III akan menjadi raja Inggris dan mempunyai kendali atas Anjou, Maine, dan Normandia. Godfrey atas  Brittany dan Richard ats Aquitaine dan Poitiers. Srjak tahun 1180 M sampai 1183 M, terjadi ketegangan antara Henry II dan Richard. Pasalnya, Richard disur jormat pada Henry III selaku raja muda jadinya pada tahun 1183 M, ayahnya menginvasi  aquitane kepada Henry III dan Godfrey tetapi, Richard dan pasukannnya bisa menahan serangan mereka, pertentangan berhenti ketika pada juni 1183 M, Henry III meninggal. Pada 6 Juli 1189 M, Henry II meningga dunia dan Richard pun ditahbiskan sbagai raja Inggris pada 20 Juli 1189 M.                                                                  
Usaha Richard yang pertama yakni membasmi pemeluk yahudi Inggris atau memaksa mereka dibabtis selaku pemeluk kristen. Setelah berhasil mengusir orang yahudi dari daratan Inggris, Richard berfokus pada perang salib. Richard mulai membuat prajurit salib gres yang beliau himpun di tanah Eropa, beliau rela menghabiskan warisan ayahnya, memasarkan tanah jajahan dan membebaskan [ara tawanan untuk ikut pernag bersamanya. Akhirnya, Richar sukses membenuk prajurit salib yang tediri atas 4000 tentara bersnjata, 4000 tentara pejalan kaki dan sekitar 100 armada kapal. Tahun 1190 M, Richard dan philip II bersama angkatan perangnya berangkat menuju Jerusalem.                                                                    
C.    Penyebab secara lazim terjadinya perang salib
Perang Salib adalah gerakan umat Nasrani di Eropa yang memerangi umat Muslim di Palestina secara berulang-ulang mulai masa ke-11 sampai kala ke-13, dengan tujuan untuk merebut Tanah Suci dari kekuasaan kaum Muslim dan mendirikan Gereja dan kerajaan Latin di Timur. Dinamakan Perang Salib, alasannya setiap orang Eropa yang ikut bertempur dalam pertempuran memakai tanda salib pada bahu, lencana dan panji-panji mereka.[6]
Istilah ini juga dipakai untuk ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama kala ke-16 di kawasan di luar Benua Eropa, lazimnya terhadap kaum pagan dan kaum non-Kristiani untuk argumentasi campuran; antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama Abad ke-11 hingga dengan Abad ke-13. “Perang Salib” yang lain yang tidak bemomor berlanjut hingga Abad ke-16 dan selsai saat iklim politik dan agama di Eropa berubah secara signifikan selama kala Renaissance.
Perang Salib pada hakikatnya bukan perang agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa Tentara Salib dan Tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.[7]
Selain faktor perebutan kekuasaan, dalam buku yang ditulis Carole Hillenbrand dijelaskan, bahwa Kepausan memiliki alasan yang mendorong untuk menyerang umat Islam. Maklumat penting telah dikelurkan Paus Urbanus II pada tanggal 17 November 1097 di Clermont menyeru umat Nasrani semoga membebaskan kota Yerusalem dari penindasan umat Islam.[8]Namun model Barat mencatat pada tahun 1905 Paus Urbanus II menyerukan maklumat perang sucinya.[9]Kemudian, mulailah rangkaian operasi militer oleh kaum Eropa barat melawan Islam Timur Dekat yang kemudian disebut selaku Perang Salib.[10]Salah satu teladan dari aspek tersebut yang mendorong umat Kristen untuk melancarkan serangan ke wilayah Islam seperti ketika Paus mendengar kabar bahwa reputasi jelek dari Dinasti Fatimiyah yang pada ketika itu dibawah kepemimpinan al-Hakim sudah merusak Gereja Makam Suci Yerusalem pada 1009-1010.[11]
Secara singkat pada final dekade masa kesebelas Islam mulai pertanda kekurangan, ketidakstabilan dan perpecahan poltik yang sebelumnya tidak terjadi. Pertikaianpun dalam kudeta Islam Timur dan Mesir juga terjadi. Dengan semangat yang lebih berkobar kaum Eropa barat melawan Islam Timur Dekat yang lalu dikenal selaku Perang Salib.[12]
Perang Salib besar lengan berkuasa sungguh luas terhadap aspek-faktor politik, ekonomi dan sosial, yang mana beberapa bahkan masih kuat sampai abad kini. Karena konfilk intemal antara kerajaan-kerajaan Nasrani dan kekuatan-kekuatan politik, beberapa ekspedisi Perang Salib (mirip Perang Salib Keempat) bergeser dari tujuan semulanya dan rampung dengan dijarahnya kota-kota Nasrani, termasuk ibukota Byzantium, Konstantinopel-kota yang paling maju dan kaya di benua Eropa dikala itu. Perang Salib Keenam ialah perang salib pertama yang bertolak tanpa restu resmi dari Gereja Katolik, dan menjadi teladan preseden yang memperbolehkan penguasa lain untuk secara individu menyerukan perang salib dalam ekspedisi berikutnya ke Tanah Suci. Konflik intemal antara kerajaan-kerajaan Muslim dan kekuatan-kekuatan politik pun mengakibatkan komplotan antara satu faksi melawan faksi yang lain seperti komplotan antara kekuatan Tentara Salib dengan Kesultanan Rum yang Muslim dalam Perang Salib Kelima.
D.    Faktor Penyebab Terjadinya Perang Salib
1.      Faktor Agama
Salah satu faktor agama yang menimbulkan terjadinya Perang Salib ialah perebutan Bait al-Maqdis oleh Dinasti Saljuk (w. 471 M) dari Dinasti Fatimiyah. Karena, Bait al-Maqdis yakni kawasan orang-orang Kristen dapat berziarah suci. Mereka merasa tidak nyaman dikala kekuasaan Bait al-Maqdis jatuh ke tangan Dinasti Saljuk dengan peraturan yang sudah di buat. Dari situlah yang mendorong Paus Urbanus II (w. 1095 M) untuk mengajak seluruh Umat Kristiani Eropa melancarkan serangan Perang Salib Pertama.[13]
2.      Faktor Politik
Faktor  dari politik ini muncul dikala Dinasti Saljuk yang telah menguasai Byzantium yang mengancam kota Konstantinopel. Sehingga Kaisar Alexius I minta santunan terhadap Paus II untuk melaksanakan Perang menentang aggressor muslim.[14]
3.      Faktor Ekonomi
Pada ketika itu jual beli dikuasai oleh pedagang besar muslim yang ingin menguasai kota dagang sepanjang pantai timur dan selatan laut tengah terutama di kota Venerica, Genoa dan Pisa. Berawal dari ketidak terimaan dari bangsa Katolik Eropa inilah sehingga terbentuknya misi dari mereka untuk memerangi Islam.[15]
E.     Periodisasi Perang Salib
1.      Perang Salib Periode Pertama
a.       Kondisi Umum Dunia Islam Menjelang Perang Salib Pertama.
Secara umum Perang Salib pertama di menangkan oleh pihak barat (umat Nasrani), alasannya waktu itu kaum Muslim tengah mengalami perpecahan dan kemunduran akhir kehilangan para pemimpin yang sungguh-sungguh besar lengan berkuasa dan alasannya terjadinya pertikaian agama. Kalau saja Tentara Salib tiba sepuluh tahun lebih permulaan, niscaya mereka menerima perlawanan keras sebab bersatunya banyak sekali kelompok di negara yang diperintah oleh Maliksyah, Sultan besar dari tiga Sultan Besar Turki Saljuk. Wilayah kekuasaan Barat meliputi Irak, Suriah, dan Palestina.[16]
b.      Penyebab Langsung Perang Salib Pertama.
Penyebab eksklusif dari Perang Salib Pertama yaitu permohonan Kaisar Alexius I terhadap Paus Urbanus II untuk membantu Kekaisaran Byzantium dan menahan laju invasi Tentara Muslim ke dalam wilayah kekaisaran tersebut. Hal ini dilakukan sebab sebelumnya pada tahun 1071, Kekaisaran Byzantium sudah dikalahkan oleh pasukan Seljuk yang dipimpin oleh Sulthan Alp Arselan di Pertempuran Manzikert, yang hanya berkekuatan 15.000 serdadu, dalam peristiwa ini sukses mengalahkan Tentara Romawi yang berjumlah 40.000 orang, terdiri dari Tentara Romawi, Ghuz, al-Akraj, al-Hajr, Perancis dan Armenia. Dan kekalahan ini berujung terhadap dikuasainya nyaris seluruh wilayah Asia Kecil (Turki modem). Meskipun Pertentangan Timur-Barat sedang berlangsung antara Gereja Katolik Barat dengan Gereja Ortodoks Timur, Alexius I menghendaki respon yang aktual atas permohonannya. Bagaimanapun, respon yang didapat amat besar dan cuma sedikit berfaedah bagi Alexius I.[17]Paus menyeru bagi kekuatan invasi yang besar bukan saja untuk mempertahankan Kekaisaran Byzantium, akan namun untuk merebut kembali Yerusalem, sehabis Dinasti Seljuk mampu merebut Baitul Maqdis pada tahun 1078 dari kekuasaan dinasti Fatimiyah yang berkedudukan di Mesir. Umat Kristen merasa tidak lagi bebas beribadah sejak Dinasti Seljuk menguasai Baitul Maqdis.
c.       Jalannya Perang Salib Pertama.
Ketika Perang Salib Pertama didengungkan pada 27 November 1095, para pangeran Katolik dari Iberia sedang bertempur untuk keluar dari pegunungan Galicia dan Asturia, daerah Basque dan Navarre, dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, selama seratus tahun. Kejatuhan bangsa Moor Toledo kepada Kerajaan León pada tahun 1085 yaitu kemenangan yang besar. Ketidakbersatuan penguasa-penguasa Muslim merupakan aspek yang penting dan kaum Katolik yang meninggalkan para wanitanya di garis belakang amat susah untuk dikalahkan. Mereka tidak mengenal hal lain selain bertempur.
Mereka tidak mempunyai taman-taman atau perpustakaan untuk dipertahankan. Para ksatria Katolik ini merasa bahwa mereka bertempur di lingkungan aneh yang dipenuhi oleh orang kafir sehingga mereka mampu berbuat dan merusak sekehendak hatinya. Seluruh aspek ini kemudian akan dimainkan kembali di lapangan pertempuran di Timur. Ahli sejarah Spanyol menyaksikan bahwa Reconquista yaitu kekuatan besar dari karakter Castilia, dengan perasaan bahwa kebaikan yang tertinggi ialah mati dalam peperangan mempertahankan ke-Katolik-an sebuah Negara.[18]
Islam juga sungguh menyadari saat pertempuran itu berlangsung, Tentara Salib berjumlah besar sudah lama menduduki Konstantinopel dan mereka juga menuju Suriah melalui Anatolia. Di Anatolia, pasukan Salib di ganggu oleh bangsa Turki yang dikerjakan oleh Qilij Arslan I ia menuju terowongan, jalur dan jalan yang harus dilalui kaum Frank, dan sama sekali tidak menunjukan rasa belas kasihan kepada mereka yang tertangkap di tangannya. Pasukan Turki juga membakar armada-armada Tentara Salib dan menghadang jalur-jalur perairan. Armada-armada kaum Frank muncul di pelabuhan konstantinopel dengan menjinjing 300.000 pasukan. Pemimpin mereka ada enam. Mereka berjanji kepada Byzantium bahwa mereka akan menyerahkan benteng pertama yang mereka taklukan kepadanya namun mereka tidak menepati komitmen tersebut.[19]
Meskipun Perang Salib pertama dilancarkan dengan sejumlah pemimpin di lapangan, tergolong Raymond dari Toulouse, Bohemond dari Sisilia, dan Godfrey dari Bouillon, meraih kesuksesan militer yang bemilai penting pada saat manusia berada dalam perjalanan melalui Anatolia. Dan akhimya banyak Wilayah-daerah besar dikuasai Tentara Salib mirip Antiokhia, kota Saljuk di Iznik dan juga daerah Tripoli kawasan dimana diresmikan Negara Salib terakhir oleh kaum Frank tahun 1109. Mereka juga mendirikan empat kerajaan Temtara Salib di Timur Dekat yaitu Yerusalem, Edessa, Antiokhia, dan Tripoli. Namun, meski Tentara Salib mengalami kemenangan, Tentara Salib tak bisa menaklukan dua kota utama yaitu Aleppo dan Damaskus.[20]
2.      Perang Salib Periode Kedua
Periode ini bisa dibilang selaku periode reaksi umat Islam atas Pasukan Salib. Karena, pada era pertama kemenangan di pihak orang Katolik. Di bawah komando Imaduddin Zanki Islam berhasil merebut kembali Aleppo dan Edessa pada tahun 1144 M. Kemudian sesudah Imaddudin meninggal pada tahun 1146 digantikan oleh anaknya Nuruddin Zanki.[21]Nuruddin memadukan politik senjata yang kuat dengan propaganda agama yang sungguh lihai. Dalam konteks ambisi eksklusif dan keluarga, ia sukses menguasai daerah Anthiokia (w. 1149), Damaskus (w. 1154) dan Mesir (w. 1169), dia juga mengangkat dirinya sendiri selaku pemimpin kaum muslim di Suriah.[22]
Kemudian Nuruddin dan Tentara Salib memusatkan perhatiannya ke mesir dan dinasti Fatimiyah. Ascalon di taklukan kaum Frank pada 1153 dan beberapa di istana Fatimiyah menawarkan sumbangan fasilitas untuk mereka. Sementara yang lain meminta pertolongan dari Nuruddin.[23]
Selain Nuruddin, jagoan islam lain yang terkenal sukses melawan Tentara Salib yaitu Shalahudin al-Ayyubi. Debut Shalahudin dikala di mintai sumbangan Nuruddin bersama Syirkuh untuk melawan pasukan Syawar (Wazir Dinasti Fatimiyah). Kemudian, Shalahudin sukses membebaskan Bait al-Maqdis tanggal 2 Oktober 1187, dan menguasai Dinasti Fatimiyah[24](versi Carole Hillenbrand pada tahun 1171.
Keberhasilan Shalahudin mengalahkan Pasukan Salib menciptakan umat Kristen geram, dan menggalang pasukan kembali untuk menyerang Islam. Di bawah kepemimpinan raja Eropa yang besar yakni Frederick I, Richard I, Philip II telah terbagi dalam Ekspedisi yang memiliki beberapa divisi. Frederick I memimpin divisi darat dan lainnya memimpin divisi maritim. Frederick I tewas dalam perjalanannya di akrab kota al-Ruha’. Sedangkan Richad dan Philip berjumpa di Sicilia, mereka menempuh jalur darat. Karena terjadi kesalahpahaman antara keduanya, mereka akhimya berpisah. Richad menuju Cyprus, sedangkan Philip menuju Akka. Di Akka, pasukan Philip berjumpa dengan pasukan Shalahudin dan tak lama pasukan Richad datang yang akhimya terjadi pertempuran sengit. Karena tidak seimbang, akhimya pasukan Shalahudin mundur untuk mempertahankan Mesir. Mereka berhasil menduduki Jaffa, tetapi tak bisa merebut Bait al-Maqdis.[25]
3.      Perang Salib Periode Ketiga
Jatuhnya Yerusalem dalam kekuasaan Salahuddin menimbulkan keprihatinan besar kalangan tokoh-tokoh Nasrani. Seluruh penguasa negeri Nasrani di Eropa berusaha menggerakkan pasukan salib lagi. Ribuan pasukan Katolik berbondong-bondong menuju Tyre untuk berjuang mengembalikan prestis kekuatan mereka yang telah hilang. Menyambut usul golongan gereja, maka kaisar Jerman yang bemama Frederick Barbarosa, Philip August, kaisar Perancis yang bemama Richard, beberapa pembesar Kristen membentuk gabungan pasukan salib. Dalam hal ini seorang ahli sejarah menyatakan bahwa Perancis mengerahkan seluruh pasukannya baik pasukan darat maupun pasukan lautnya. Bahkan wanita-perempuan Kristen turut ambil bagian dalam pertempuran ini. Setelah seluruh kekuatan salib berkumpul di Tyre, mereka secepatnya bergerak mengepung Acre.
Salahuddin secepatnya menyusun taktik untuk menghadapi pasukan salib. Ia menetapkan strategi bertahan di dalam negeri dengan mengabaikan anjuran para Amir untuk melaksanakan pertahanan di luar wilayah Acre. ”Demikianlah Salahuddin mengambil sikap yang kurang tepat dengan menetapkan pandangannya sendiri’” ungkap salah seorang ahli sejarah. Jadi Salahuddin mestilah berperang untuk menyelamatkan wilayahnya sehabis pasukan Perancis tiba di Acre.
Pada tanggal 14 September 1189 M. Salahuddin terdesak oleh pasukan salib, tetapi kemenakannya yang bemama Taqiyuddin berhasil mengusir pasukan salib dari posisinya dan mengembalikan kekerabatan dengan Acre. Dalam hal ini Ibn al-Athir menyatakan, “pasukan muslim harus melanjutkan pertempuran hingga malam hari sehingga mereka sukses mencapai sasaran penyerangan. Namun setelah mendesak separuh kekuatan Perancis, pasukan muslim kembali dilemahkan pada hari berikutnya.[26]
Kota Acre kembali terkepung selama nyaris dua tahun. Sekalipun pasukan muslim menghadapi suasana yang serba sukar selama pengepungan ini, tetapi mereka tidak patah semangat. Segala upaya pertahanan pasukan muslim kian tidak menjinjing hasil, bahkan mereka merasa putus asa saat Richard dan Philip August datang dengan kekuatan pasukan salib yang maha besar.
Sultan Salahuddin merasa kepayahan menghadapi pertempuran ini, sementara itu pasukan muslim dilanda wabah penyakit dan kelaparan. Masytub, seorang komandan Salauhuddin akhimya mengajukan anjuran tenang dengan kesediaan atas beberapa tolok ukur sebagaimana yang pemah diberikan terhadap pasukan Katolik ketika penaklukan Yerusalem dahulu. Namun sang raja yang tidak memedulikan balas budi ini sedikit pun tidak memberi belas kasih kepada ummat muslim. la membantai pasukan muslim secara kejam.
Setelah sukses menundukkan Acre, pasukan salib bergerak menuju Ascalon dipimpin oleh Jenderal Richard. Bersamaan dengan itu Salahuddin sedang mengarahkan operasi pasukannya dan datang di fucalon. Ketika datang di Ascalon, Richard mendapatkan kota ini sudah dikuasai oleh pasukan Salahuddin. Merasa tidak berdaya mengepung kota ini, Richard mengirimkan delegasi perdamaian menghadap Salahuddin.
Setelah berjalan perdebatan yang kritis, akhimya sang sultan bersedia mendapatkan anjuran damai tersebut. ”Antar pihak Muslim dan pihak pasukan salib menyatakan bahwa kawasan kedua belah pihak saling tidak menyerang dan menjamin keamanan masing-masing, dan bahwa warga negara kedua belah pihak dapat saling keluar masuk ke kawasan yang lain tanpa, gangguan apa pun”. Makara perjanjian tenang yang menciptakan kesepakatan di atas menyelesaikan perang salib ke tiga.
Setelah keberangkatan Jenderal Richard, Salahuddin masih tetap tinggal di Yerusalem dalam beberapa lama. Ia lalu kembali ke Damaskus untuk menghabiskan sisa hidupnya. Perjalanan panjang yang meletihkan ini mengganggu kesehatan sultan dan akhimya dia meninggal enam bulan sesudah tercapai perdamaian, yakni pada tahun 1193 M. Seorang penulis berkata, “Hari maut Salahuddin ialah petaka bagi islam dan ummat lslam, sangat tidak ada sedih yang melanda mereka sesudah maut empat khalifah pertama yang melebihi duka atas kematian Sultan Salahuddin”.
Salahuddin bukan hanya seorang Prajurit, ia juga seorang yang andal dalam bidang pendidikan dan pengetahuan. Berbagai penulis berkarya di istananya” Penulis yang temama di antara mereka yaitu Imaduddin, sedang hakim yang termasyhur adalah al-Hakkari. Sultan Salahuddin mendirikan berbagai forum pendidikan mirip madrasah, sekolah tinggi, dan juga mendirikan sejumlah rumah sakit di daerah kekuasaannya.
4.      Perang Salib Periode ke empat
Dua tahun sesudah akhir hayat Salahuddin berkobar perang salib keempat atas inisiatif Paus Celestine III. Namun bahu-membahu peperangan antara pasukan muslim dengan pasukan Kristen sudah berakhir dengan usianya perang salib ketiga. Sehingga peperangan berikutnya tidak banyak diketahui . Pada tahun 1195 M. pasukan salib menundukkan Sicilia, kemudian terjadi dua kali penyerangan kepada Syria. Pasukan Katolik ini mendarat di pantai Phoenecia dan menduduki Beirut. Anak Salahuddin yang bemama al-Adil segera mengusir pasukan salib. la selanjutnya menyerang kota santunan pasukan salib. Mereka kemudian mencari daerah pertolongan ke Tibinim, lantaran kian kuatnya tekanan dari pasukan muslim, pihak salib akhimya menempuh inisiatif damai. Sebuah perundingan menciptakan kesepakatan pada tahun 1198M, bahwa pertempuran ini mesti dihentikan selama tiga tahun.
5.      Perang Salib Periode ke Lima
Belum genap mencapai tiga tahun, Kaisar Innocent III menyatakan secara tegas berkobamya perang salib ke lima sesudah berhasil menyusun kekuatan miliier. Jenderal Richard di lnggris menolak keras untuk bergabung dalam pasukan salib ini, sedang mayoritas penguasa Eropa yang lain menyambut bangga usul perang tersebut. Pada potensi ini pasukan salib yang bergerak menuju Syria datang-tiba mereka membelokkan geiakannya menuju Konstantinopel. Begitu datang di kota ini, mereka membantai ribuan bangsa romawi baik pria maupun wanita secara bengis dan kejam. pembantai ini berlangsung dalam beberapa hari. Makara pasukan muslim sama sekali tidak mengalami kerugian alasannya adalah tidak terlibat dalam peristiwa ini.
6.      Perang Salib Periode ke Enam
Pada tahun 613 H/1216M, Innocent III mengobarkan propaganda perang salib ke enam. 250.000 pasukan salib, dominan Jerman, mendarat di Syria. Mereka terserang wabah penyakit di wilayah pantai Syria sampai kekuatan pasukan tinggal tersisa sebagian. Mereka lalu bergerak menuju Mesir dan kemudian mengepung kota Dimyat. Dari 70.000 personil, pasukan salib menyusut lagi sampai tinggal 3.000 pasukan yang tahan dari serangkaian wabah penyakit. Bersamaan dengin ini, datang tambahan pasukan yang berasal dari perancis yang bergerak menuju Kairo. Namun akibat serangan pasukan muslim yang terus-menerus, mereka men jadi terdesak dan terpaksa menempuh jalan damai. Antara keduanya tercapai komitmen damai dengan syarat bahwa pasukan salib harus segera meninggalkan kota Dimyat.
7.      Perang Salib Periode ke Tujuh
Untuk menanggulangi pertentangan politik intemal, Sultan Kamil menyelenggarakan perundingan kolaborasi dengan seorang jenderal Jerman yang bemama Frederick. Frederick bersedia membantunya menghadapi musuh-musuhnya dari golongan Bani Ayyub sendiri, sehingga Frederick nyaris menduduki dan sekaligus berkuasa di yerusalem. Yerusalem berada di bawah kekuasaan prajurit salib hingga dengsan tahun 1244 M., sehabis itu kekuasaan salib direbut oleh Malik al-shalih Najamuddi al-Ayyubi atas derma pasukan Turki Khawarizmi yang berhasil meiarikan diri dari kekuasaan Jenghis Khan.
8.      Perang Salib Periode ke Delapan
Dengan direbutnya kota Yerusalem oleh Malik al- Shalih, pasukan salib kembali menyusun penyerangan terhadap daerah lslam. Kali ini Louis IX, kaisar perancis, yang memimpin pasukan salib kedelapan. Mereka mendarat di Dimyat dengan mudah tanpa perlawanan yang beranti. Karena pada ketika itu Sultan Malikal-shalih sedang menderita sakit keras sehingga disiplin prajurit muslim merosot.[27] Ketika pasukan Louis IX bergerak menuju ke Kairo melalui jalur sungai Nil, mereka mengalami kesulitan karena arus sungai mencapai ketinggiannya, dan mereka juga terjangkit oleh wabah penyakit, sehingga kekuatan salib dengan gampang dapat dihancurkan oleh pasukan Turan Syah, putra Ayyub. Setelah selsai perang salib ke delapan ini, Pasukan Salib-Kristen berkali-kali berupaya membalas kekalahannya, tetapi senantiasa mengalami kegagalan.
F.     Akibat Terjadinya Perang Salib
Perang salib yang berlangsung lebih kurang dua periode menjinjing beberapa balasan yang sangat mempunyai arti bagi perjalanan sejarah dunia. Perang salib ini menjadi penghubung bagi bangsa Eropa mengenali dunia lslam secara lebih dekat yang memiliki arti kontak kekerabatan antara barat dan timur kian akrab. Kontak relasi barat-timur ini memulai terjadinya pertukaran wangsit antara kedua kawasan tersebut. Kemajuan ilmu pengetahuan dan tata kehidupan masyarakat timur yang maju menjadi daya dorong perkembangan intelektual bangsa barat, yaitu Eropa. Hal ini sungguh-besar andil dan peranannya dalam melahirkan masa renaissance di Eropa.[28]
Pasukan salib merupakan penyebar kehendak bangsa Eropa dalam bidang perdagangan dan perniagaan terhadap bangsa-bangsa timur. Selama ini bangsa barat tidak memedulikan kemajuan pemikiran bangsa timur. Maka perang salib ini juga membawa akibat timbulnya aktivitas penyelidikan bangsa Eropa perihal berbagai seni dan pengetahuan penting dan berbagai penemuan yang teiah dimengerti ditimur. Misalnya, kompas kelautan, kincir angin, dan lain-lain, Mereka juga memeriksa metode pertanian, dan yang lebih penting yakni mereka mengetahui tata cara industri timur yang sudah maju. Ketika kembali ke negerinya, Eropa, mereka lantas mendirikan tata cara pemasaran barang-barang produk timur. Masyarakat barat makin menyadari betapa pentingnya produk-produk tersebut. Hal ini menjadikan sernakin pesatnya pertumbuhan aktivitas perdagangan antara timur dan barat. Kegiatan perdagangan ini kian meningkat pesat seiring dengan perkembangan pelayaran di bahari tengah. Namun, pihak muslim yang semula menguasai jalur pelayaran di maritim tengah kehilangan supremasinya dikala bangsa-bangsa Eropa menempuh rute pelayaran laut tengah secara bebas.
G.    Penaklukan Yerussalem oleh pasukan Salin
Gustav Le Bon telah mensifatkan penyembelihan kaum Salib Nasrani sebagaimana kata-katanya: “Kaum Salib kita yang ‘bertakwa’ itu tidak mencukupi dengan melakukan banyak sekali bentuk kezaliman, kerusakan dan penganiayaan, mereka lalu mengadakan suatu konferensi yang memutuskan agar dibunuh saja semua masyarakatBaitul Maqdis yang berisikan kaum Muslimin dan bangsa Yahudi yang jumlahnya mencapai 60.000 orang. Orang-orang itu telah dibunuh semua dalam periode 8 hari saja termasuk perempuan, anak-anak dan orang tua, tidak seorang pun yang terkecuali.”
“Kekejaman yang dijalankan oleh prajurit salib tidak perduli sahabat maupun lawan, tentara dan warga sipil, perempuan atau bawah umur, para orang tua dan muda, membuat mereka menempati posisi teratas dalam sejarah kekerasan”.
Seorang anggota pasukan salib menulis dalam Gesta Francorum :
Para pembela Yerusalem lari di sepanjang dinding dan lewat kota, dan orang-orang kami (Kristen) memburu mereka lalu membunuh dan memenggal kepala mereka sepanjang Bait Salomo, di mana terjadi pembantaian sampai orang-orang kami (Nasrani) mirip sedang mengarungi lautan darah setinggi pergelangan kaki …
Kemudian prajurit salib bergegas mengelilingi seluruh kota, merebut emas dan perak, kuda dan keledai, dan menjarah rumah-rumah yang terdapat barang-barang yang mahal. Kemudian, mereka bangga dan menangis terharu karena sangat senang, mereka semua datang untuk menyembah dan bersyukur pada kubur Yesus Juruselamat kita. Keesokan harinya, mereka pergi dengan hati-hati menaiki atap candi dan menyerang Saracen, baik pria dan perempuan [yang sedang mengungsi], memangkas kepala mereka dengan pedang terhunus …
Pemimpin kami lalu menyuruh semoga semua jenazah Saracen harus dibuang di luar kota karena bau bau, sebab nyaris seluruh kota itu penuh dengan jenazah . belum pernah seorang menyaksikan atau mendengar pembantaian terhadap ‘kaum pagan’ yang dibakar dalam tumpukan insan seperti piramid dan cuma Tuhan yang tahu berapa jumlah mereka yang dibantai. (Knight, Honest to Man: p82-83 & Holy Warriors By Jonathan Phillips p 27)
Seorang ahli sejarah Perancis, Michaud berkata: “Pada dikala penaklukan Yerusalem oleh orang Katolik tahun 1099, orang-orang Islam dibantai di jalan-jalan dan di rumah-rumah. Yerussalem tidak punya kawasan lagi bagi orang-orang yang kalah itu. Beberapa orang coba menghindardari kematian dengan cara mengendap-endap dari benteng, lainnya berkerumun di istana dan aneka macam menara untuk mencari santunan utamanya di masjid-masjid. Namun mereka tetap tidak dapat menyembunyikan diri dari pengejaran orang-orang Nasrani itu.[29]
Tentara Salib yang menjadi tuan di Masjid Umar, di mana orang-orang Islam coba mempertahankan diri selama beberapa lama menyertakan lagi adegan-adegan yang mengerikan yang menodai penaklukan Titus. Tentera infanteri dan kavaleri lari tunggang langgang di antara para buruan. Di tengah huru-hara yang mengerikan itu yang terdengar hanya rintihan dan jeritan kematian. Orang-orang yang menang itu menginjak-injak tumpukan jenazah ketika mereka lari memburu orang yang cuba menyelamatkan diri dengan sia-sia”
Seterusnya Michaud berkata: “Semua yang tertangkap yang disisakan dari pembantaian pertama, semua yang sudah diselamatkan untuk mendapatkan upeti, dibantai dengan kejam. Orang-orang Islam itu dipaksa terjun dari puncak menara dan bumbung-bumbung rumah, mereka dibakar hidup-hidup , diseret dari daerah persembunyian bawah tanah, diseret ke hadapan lazim dan dikurbankan di tiang gantungan.
Ahli sejarah Kristen yang lain, Mill, menyampaikan: “Ketika itu ditentukan bahwa rasa kasihan tidak boleh diperlihatkan kepada kaum Muslimin. Orang-orang yang kalah itu diseret ke daerah-daerah lazim dan dibunuh. Semua kaum wanita yang sedang menyusu, anak-anak gadis dan belum dewasa lelaki dibantai dengan kejam. Tanah padang, jalan-jalan, bahkan kawasan-tempat yang tidak berpenghuni di Yerusalem ditaburi oleh jenazah-mayat wanita dan lelaki, dan tubuh bawah umur yang koyak-koyak. Tidak ada hati yang lebur dalam keharuan atau yang tergerak untuk berbuat kebajikan melihat insiden mengerikan itu.
Setelah kesuksesan pengepungan Antiokhia pada bulan Juni 1098, Tentara Salib tetap berada di daerah tersebut hingga selesai tahun. Legatus kepausan Adhemar dari Le Puy telah meninggal dunia, dan Bohemond dari Taranto mengklaim Antiokhia untuk dirinya sendiri. Baudouin dari Boulogne tetap berada di Edessa, yang telah ditaklukan sebelumnya pada tahun 1098. Timbul perbedaan pendapat di antara para pangeran tentang apa yang harus dilaksanakan berikutnya; Raymond dari Toulouse dengan kecewa kemudian meninggalkan Antiokhia untuk menaklukan benteng di Maarrat al-Nu’man dalam Pengepungan Maarat. Sampai selesai tahun, sejumlah kecil ksatria dan infantri mengancam untuk maju ke Yerusalem tanpa mereka. Akhirnya, pada 13 Januari 1099, Raymond mulai bergerak menuju selatan, menyusuri pesisir Laut Tengah, dengan diikuti oleh Robert dari Normandia dan Tancred—keponakan Bohemond—yang setuju untuk menjadi vasalnya.
Dalam perjalanannya, Tentara Salib mengepung Arqa, tetapi mereka tak mampu merebutnya, dan menghentikan pengepungan pada 13 Mei. Kaum Fatimiyyah telah berupaya untuk berdamai agar para serdadu salib tidak melanjutkan perjalanan menuju Yerusalem, tetapi anjuran ini diabaikan. Iftikhar al-Dawla, gubernur Yerusalem dari Fatimiyyah, menyadari impian Tentara Salib sehingga dia mengusir semua penduduk Katolik di Yerusalem.Sementara itu, pergerakan Tentara Salib ke Yerusalem sudah tak terhalang lagi.
Pada tanggal 7 Juni para serdadu salib datang di Yerusalem, yang mana baru saja direbut kembali dari Seljuk oleh Fatimiyah setahun sebelumnya. Banyak dari prajurit salib yang menangis ketika melihat kota yang telah sekian lama ditunggu dalam perjalanan.[30]Sebagaimana dengan Antiokhia, para tentara salib melakukan pengepungan atas kota ini, di mana para serdadu salib sendiri mungkin lebih banyak menderita dibandingkan dengan masyarakatkota alasannya kurangnya kuliner dan air di sekeliling Yerusalem. Kota ini sudah disiapkan dengan baik untuk menghadapi pengepungan, dan gubernur Fatimiyah Iftikhar al-Dawla telah mengusir sebagian besar kaum Katolik. Dari sekitar 5.000 ksatria yang ambil bagian dalam Perang Salib sang Pangeran, hanya sekitar 1.500 ksatria yang masih tersisa bersama dengan 12.000 pasukan berlangsung kaki yang masih sehat (mungkin mulanya ada 30.000). Godefroy, Robert dari Flandria, dan Robert dari Normandia (yang kemudian juga meninggalkan Raymond untuk bergabung dengan Godefroy) mengepung dinding-dinding utara hingga ke selatan di Menara Daud, sementara Raymond mendirikan kampnya di segi barat dari Menara Daud sampai Gunung Sion. Suatu serangan eksklusif atas dinding-dinding tersebut pada tanggal 13 Juni menemui kegagalan. Tanpa air atau kuliner, baik manusia maupun binatang dengan segera mati kehausan dan kelaparan; para tentara salib menyadari bahwa waktu tidak berpihak terhadap mereka. Secara kebetulan, segera sesudah serangan pertama, dua kapal perang layar Genoa[31]berlabuh di pelabuhan Yafo, dan para serdadu salib bisa mensuplai diri mereka kembali untuk waktu yang singkat. Para serdadu salib juga mulai mengumpulkan kayu dari Samaria dalam rangka membangun mesin-mesin kepung. Mereka tetap masih kelemahan masakan dan air; hingga akhir Juni ada kabar bahwa sepasukan Fatimiyah bergerak ke utara dari Mesir.
H.     Reaksi Umat Islam
Gubernur baru Mosul, Imaduddin Zanki, menguasai Aleppo pada tahun 1128. Ia menjinjing Mosul dan Aleppo bahu-membahu menertibkan suatu gerbang utama ke daerah internal Syam dan menuju Mesopotamia,” kata Ahmad Hetait, mantan dekan di Fakultas Seni Universitas Islam.
Akibatnya, jalur jual beli dan komunikasi antara Antiokhia dan Edessa terpotong, berbarengan dengan wilayah Tripoli dan Kerajaan Yerusalem. Hal itu menjadikan kendala besar bagi pasukan salib saat mereka menghadapi umat Islam.
“Pasukan salib sudah mengandalkan pembagian daerah Muslim untuk menghadapinya secara terpisah, berkat penguasa mereka yang picik. Kini lahirlah suatu front bersatu,” kata Muhammad Moenes Awad, profesor sejarah di Universitas Sharjah.
Dengan Damaskus yang dilindungi oleh suatu gencatan senjata dengan Kerajaan Yerusalem, Imaduddin Zanki mulai mempersiapkan apa yang menjadi pencapaian militer terbesarnya. Pada tanggal 25 Desember 1144, tentaranya menyerang dan merebut kawasan Edessa dalam hitungan jam. Edessa adalah daerah pertama pasukan salib di kawasan ini, dan dikala itu menjadi kota pertama yang diambil oleh umat Islam.
“Ini dilihat selaku sebuah terobosan, permulaan yang bergotong-royong, kebangkitan ‘jihad’ di Timur Dekat Muslim. Ini yaitu kekalahan besar pertama bagi pasukan salib dan ini memperlihatkan bahwa mereka betul-betul dapat dikalahkan dan bahwa kebangkitan umat Islam dapat dimulai dengan cepat,” kata Jonathan Phillips, profesor sejarah di Royal Holloway, Universitas London.
Kemenangan Imaduddin Zanki di Edessa yaitu suatu titik balik. Hal itu mengangkat semangat dan antusiasme umat Islam untuk bertarung. Dua tahun kemudian, Imaduddin Zanki dibunuh oleh budaknya sendiri. Dia digantikan oleh anaknya, Nuruddin Zanki.
Perang Salib II
Hilangnya Edessa tidak disepelekan di Eropa. Pada tahun 1147, Paus Eugene menyelenggarakan suatu dewan agama yang menyerukan Perang Salib II, yang dipimpin oleh dua raja Eropa, Louis VII dari Perancis dan Conrad III dari Jerman.
Pada demam isu panas tahun 1147, pasukan berangkat menuju Tanah Suci dan sehabis nyaris setahun, pasukan Jerman dan Perancis jadinya tiba di Yerusalem.
Segera setelah itu, mereka memutuskan untuk melancarkan serangan ke Damaskus, yang selsai dengan bencana. “Mereka mundur, tidak ada peperangan besar, mereka tidak dikalahkan dalam sebuah usaha epik, mereka hanya tergelincir pergi dan itu merupakan pukulan konkret bagi budpekerti pasukan salib di barat,” kata Phillips.
Kegagalan tragis Perang Salib II sama sekali bukan peristiwa terakhir yang menimpa orang-orang Katolik. Enam tahun kemudian, Nuruddin Zanki risikonya sukses mencaplok Damaskus, kota yang gagal mereka kuasai.
Qassem Abu Qassem menggambarkan Nuruddin Zanki sebagai pemimpin yang sudah mencurahkan seluruh hidupnya pada prinsip jihad. Dengan menyatukan umat Islam di bawah satu spanduk, dia menimbulkan mereka dapat memulihkan tanah yang diduduki dan Yerusalem. “Di sinilah kebangkitan kembali Islam lahir, telah dimulai sebelumnya.” tutup Afaf Sabra


I.       Penaklukan Yeruussalem oleh Salahuddin al Ayyubi
Salahuddin al-Ayyubi, yang diketahui oleh Orang Eropa dengan nama Saladin, beliau juga bergelar Sultan al-Malik al-Nashir ( Raja Sang Penakluk).Ia yakni pendiri dinasti Ayyubiyyah di Mesir yang bertahan selama 80 tahun. Salahuddin berasal dari keluarga  Kurdi di Azerbaijan, yang berimigrasi ke Irak. Salahuddin al-Ayyubi ialah pahlawan paling menakjubkan, yang pernah dipersembahkan oleh peradaban Islam di sepanjang kala VI dan VII Hijriah. Berkat Salahuddin, umat dan peradaban Islam terselamatkan dari kehancuran, akibat serangan dari kaum Salib. [32]
Pada kala Kedua (1144-1187 M.) dari Perang Salib, Bait al-Maqdis kembali direbut oleh pasukan Salib. Peristiwanya berawal dari jatuhnya beberapa kawasan kekuasaan Islam ke tangan kaum Salib, membangkitkan kesadaran umat Islam untuk mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi mereka. Di bawah komando Imaduddin Zanqi, Gubernur Mosul (Halab), kaum muslimin bergerak maju membendung serangan pasukan Salib.
Pasukan Imaduddin berhasil merebut kembali Aleppo dan Edessa pada tahun 1144 M. Sebelum pasukannya merebut kembali tempat-daerah Islam yang lain, Imaduddin gugur dalam peperangan pada tahun 1146, posisinya digantikan oleh putranya, Nuruddin Zanqi. Di bawah kepemimpinannya, ia meneruskan keinginan ayahnya untuk membebaskan daerah Islam di Timur dari cengkraman kaum Salib. Kota-kota yang berhasil dibebaskannya, antara lain: Damaskus (1147), Antiokia (1149),  Edessa (1151), dan Mesir pada tahun 1169 M.[33]
Kejatuhan Edessa, menjadikan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib II. Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut nyata oleh Raja Perancis, Louis VII dan Raja Jerman, Condrad II. Keduanya memimpin pasukan Salib untuk merebut kawasan Katolik di Syiria. Namun gerak maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanqi. Mereka tidak berhasil memasuki Damaskus, bahkan Louis VII dan Condrad II sendiri melarikan diri ke negerinya. Nuruddin wafat tahun 1174 M, pimpinan perang kemudian dipegang oleh Salahuddin al-Ayyubi yang sukses mendirikan dinasti Ayyubiyyah di Mesir tahun 1175 M.[34]
Salahudddin al-Ayyubi yang terkenal gagah perkasa, meneruskan perjuangannya melawan prajurit Salib pada tahun 1180 M. Akhirnya, pasukan Salib tidak mampu menghadapi pasukan Islam, maka mereka terpaksa mengajukan seruan damai. Dengan adanya undangan hening itu, Salahuddin menghentikan pertempuran. Namun sebab tahun 1186 M. serdadu Salib mengkhianatinya dengan menyerang umat Islam yang hendak menunaikan haji, maka pertempuran kembali berkobar dan serdadu Salib menderita kekalahan serta kebanyakan di antara mereka menjadi tawanan. Akhirnya Salahuddin al-Ayyubi berhasil merebut kembali Bait al-Maqdis, Yerussalem pada tanggal 2 Oktober 1187 M.[35]
Pada era ketiga (1189-1192 M.), Salahuddin sukses mempertahankan Bait al-Maqdis dan kekalahan kaum Salib. Kejadiannya berawal dari jatuhnya Bait al-Maqdis ke tangan orang Islam, menggerakkan semangat  yang meluap-luap di kalangan Nasrani Eropa untuk merebut kembali kota suci itu. Dengan kekalahan itu, maka  dibangunlah angkatan Perang Salib III  pada tahun 1189 M. dengan pimpinan perangnya antara lain Kaisar Frederick Barbarosa dari Jerman, Philip Augustus dari Perancis dan Richard Leeuwen Hart dari Inggris. Angkatan Perang Salib III ini sukses merebut Accon (Aka), namun sehabis itu pasukan Salib pecah, alasannya adalah Philip bertikai dengan Richard, yang berakhir dengan pulangnya Philip ke Perancis, serta sebelum terjadi penaklukan Aka itu, Kaisar Barbarosa telah meninggal di tengah perjalanan.[36]
Setelah itu, Salahuddin berperangan melawan Richard yang diketahui sebagai panglima yang tindakannya sungguh berani sehingga diberi gelar “Berhati Singa”. Ternyata dalam peperangan di Arsuf, Salahuddin sukses dikalahkan Richard pada tahun 1191 M, tetapi Bait al-Maqdis  belum berhasil dikuasainya. Maka dibuatlah persetujuanperdamaian di Ramlah antara Salahuddin dengan Richard pada tanggal 2 November   1192 M., yang isinya sebagai berikut :
  1. Yerussalem tetap berada di tangan umat Islam, dan umat Nasrani diijinkan untuk menjalankan ibadah di tanah suci.
  2. Orang-orang Salib akan menjaga pantai Syiria dan Tyre sampai ke Jaffa.
  3. Umat Islam akan mengembalikan relics (tanda-tanda agama) Katolik kepada umat Katolik.[37]
Setahun selanjutnya, Sultan al-Malik al-Nashir Salah al-Din al-Ayyubi meninggal dunia pada tanggal 19 Februari 1193 M.,[38] setelah sementara waktu usang dengan gigih memimpin pasukan Islam menghadapi serdadu Salib, menyelesaikan tugas besar dengan mengembalikan dan menjaga Bait al-Maqdis.
J.      Dampak Perang Salib
1.      Terhadap Dunia Kristen
Walaupun pihak Katolik menderita kekalahan dalam Perang Salib, namun mereka mendapatkan pelajaran yang berharga dari dunia Islam. Hal ini disebabkan perkenalan mereka dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang telah maju, bahkan hal tersebut menjadi salah satu aspek penunjang lahirnya renaissance di Barat. Mereka mendapatkan kebudayaan dalam bidang jual beli, perindustrian, pertanian, pertahanan, pendidikan dan lain-lain.[39]
Kontak jual beli antara Timur dan barat semakin pesat di mana kota-kota dagang mirip Venezia, Genoa dan Pisa di Italia meningkat pesat dan memperoleh banyak keuntungan dalam perdagangannya dengan Timur. Hal ini pula yang  menjadikan mereka memakai mata duit selaku alat barter, sebelumnya mereka memakai sistem barter.[40]
Dalam bidang perindustrian, mereka banyak mendapatkan kain tenun sekaligus peralatannya di dunia Timur. Untuk itu mereka mengimpor berbagai jenis kain ke Barat. Mereka juga memperoleh aneka macam jenis wewangian, kemenyan dan getah Arab yang mampu mengharumkan ruangan.[41]
Dalam bidang pertanian, mereka mendapatkan metode irigasi yang mudah. Orang-orang Barat mulai menggunakan cengkeh, lada serta rempah-rempah untuk digunakan selaku bumbu kuliner. Mereka mulai membiasakan makan jahe dan menggunakan madu sebagai pelengkap kuliner.[42]
Dalam bidang pertahanan (militer), mereka mendapatkan  tehnik berperang yang belum pernah mereka jumpai sebelumnya di negerinya, seperti penggunaan rebana dan gendang untuk memberi semangat kepada pasukan militer di medan perang, pertandingan senjata dengan menggunakan kuda dan penggunaan burung merpati untuk kepentingan gosip militer.
Bangsa Barat  (Eropa) mulai sadar kepada pertumbuhan yang diraih dunia Timur, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan, sehingga mereka berdatangan ke Timur untuk mencar ilmu dan menggali ilmu, lalu diajarkan di negara mereka. Orang Eropa banyak mempergunakan ilmu pengetahuan dari bangsa Arab. Mereka menyalin ke dalam bahasanya (Yunani). Upaya tersebut dilanjutkan dengan mendirikan Universitas di Paris untuk mempelajari bahasa Timur pada era XII M. Begitu pula, mendorong mereka dalam memajukan Ilmu Bumi.[43]
Di segi lain, hasil dari Perang Salib bagi orang Barat  ialah  menemuan kompas. Orang-orang Islamlah yang telah sejak usang memakai kompas untuk keperluan pelayaran di Teluk Persia dalam rangka kegitan jual beli. Demikian pula, ilmu Astronomi yang telah dikembangkan Islam sejak kala kesembilan M., sudah pula mensugesti lahirnya aneka macam Observatorium di Barat.[44]
2.      Pengaruhnya Terhadap Dunia Islam
Pengaruh Perang Salib kepada Islam, yaitu lebih memantapkan dan mengokohkan nilai-nilai persatuan dan kesatuan umat  dalam membela dan menjaga eksistensi agama Islam. Pengaruhnya yang lain yakni memperkenalkan dunia Islam yang memiliki kebudayaaan tinggi kepada dunia Barat.
Dari informasi di atas, mampu diutarakan bahwa dampak langsung atas terjadinya Perang Salib atas dunia Islam ialah mengingatkan terhadap umatnya untuk tetap bersatu padu, menyatukan langkah dan gerak yang dijiwai oleh ruh Islam, untuk tetap konsisten terhadap anutan Islam yang universal.
Dengan adanya kejadian tersebut, mengingatkan terhadap umat Islam untuk tetap mewaspadai segala gerak, tindakan dalam banyak sekali bentuk yang mau mengadu domba dan menghancurkan ukhuwah islamiyah, dengan melihat ke belakang, membuka lembaran sejarah serta mengambil pelajaran dari Perang Salib. Dunia, utamanya Barat harus berterima kasih dan mengakui  bahwa pinjaman Islam  tidak ternilai harganya, utamanya kontribusinya dalam bidang intelektual dan kultural.
KESIMPULAN
Perang Salib ialah perang suci yang di kerjakan oleh orang Eropa Katolik kepada orang muslim Timur. Dalam hal ini ada tiga aspek utama penyebab terjadinya Perang Salib ialah Faktor Agama, Faktor Politik, dan Faktor Ekonomi. Perang Salib terjadi selama delapan era dari tahun 1095-1291 M yang secara lazim di menangkan oleh umat Islam. Dari Perang Salib juga banyak menjadikan pengaruh, utamanya bagi umat Nasrani yang banyak mendapat pelajaran berharga dari Islam.
Salahuddin al-Ayyubi mendirikan dinasti Ayyubiyyah di Mesir tahun 1175 M. Ia terkenal gagah perkasa, meneruskan perjuangannya melawan prajurit Salib pada tahun 1180 M. Ia berhasil merebut kembali Bait al-Maqdis, Yerussalem pada tanggal 2 Oktober 1187 M. Namun dalam peperangannya melawan Richard di Arsuf, Salahuddin mampu dikalahkan oleh Richard pada tahun 1191 M, tetapi Bait al-Maqdis  belum sukses dikuasainya. Maka dibuatlah perjanjian perdamaian di Ramlah antara Salahuddin dengan Richard pada tanggal 2 November   1192 M.
Adapun efek Perang Salib yakni adanya kerugian dan keuntungan bagi kedua belah pihak. Meskipun pihak Nasrani Eropa menderita kekalahan dalam Perang Salib, tetapi mereka menerima pesan yang tersirat yang tak ternilai harganya karena mereka mampu berkenalan dengan kebudayaan dan peradaban Islam yang telah sedemikian majunya. Dan meskipun umat Islam sukses menjaga wilayah-wilayahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang dipikul terlalu banyak untuk dihitung. Karena peperangan berjalan dari dalam daerah sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,Ameer. The Spirit of  Islam. Diterjemahkan oleh H.B. Yassin dengan judul Api Islam. Jakarta : Bulan Bintang, 1978),
Ali,K. A Study of Islamic History. Diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi dengan judul Sejarah Islam, Tarikh Pra Modern. Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000.
Dasuki, Hafizh. 1994. Ensiklopedia Islam. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.
Departemen Agama RI. Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jilid I. Ujung Pandang: Kerja sama Dirjen Binbaga dengan IAIN Alauddin, 1982.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jilid IV. Cet. III; Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Nasiaonal. Ensiklopedi Nasional Indonesia. Cet. I; Jakarta; Cipta Adi Pustaka, 1990.
Enan, M.A.  Decisive Moment in the History of Islam. Dialih bahasakan oleh Mahyuddin Syaf dengan judul Detik-Detik Menentukan dalam Sejarah Islam.Surabaya, Bina Ilmu, 1983.
Fattah Asyur, Said Abdul. 1993. Kronologi Perang Salib. Jakarta: Fikahati Aneska.
Fuadi, Imam. Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), Yogyakarta: Teras, 2012.
Hamka.  Sejarah Umat Islam. Jilid II. Cet. IV; Jakarta, Bulan Bintang, 1975.
Harun, M. Yahya. Perang Salib dan Pengaruh Islam di Eropa. Cet. I; Yogyakarta: Bina Usaha, 1987.
Hassan, Hassan Ibrahim. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Yogyakarta: Kota Kembang, 1989.
Hillenbrand, Carolle. Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj. Heryadi, Edinburgh: Edinburgh University Pers, 1999.
https://catatanhatisite.wordpress.com/2016/02/16/perang-salib-penaklukan-yerusalem/
https://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/27/perang-salib-aspek-dan-tugas-salahuddin-al-ayyubi-dalam-menghadapi-pasukan-salib-serta-dampaknya/
Nasution, Harun. 1985. Islam ditinjau dari berbagai aspeknya, Jilid 1. Jakarta: UI Press. Sejarah Islam (Tarikh Pramodern)) Pro
Syalabiy,Ahmad.  Mawsu’at al-Tarikh al-Islamiy wa al-Hadharat al-Islamiyyah. Jilid II. Cet. III; Al-Qahirah: Al-Nahdat al-Misriyyah, 1977.
Tajuddin, Abd al-Rahman. Dirasat fi al-Tarikh al-Islamiy. Al-Qahirah: Al-Sunnat al-Muhammadiyyah, 1957
Uwais, Abdul Halim. Dirasat lisuquti Tsalatsiyna Dawlat Islamiyyah,diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi dengan judul Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islamiyyah. Cet. II; Solo: Pustaka Mantiq, 1992.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Cet. X; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000


 


[1] Said Abdul Fattah Asyur, Kronologi Perang Salib (Jakarta: Fikahati Aneska, 1993), hlm. 21.

[2] Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj. Heryadi, (Edinburgh: Edinburgh University Pers, 1999), hlm. 20-21

[3] Harun Nasution, Islam ditinjau dari banyak sekali aspeknya, Jilid 1, (Jakarta: UI Press, 1985, cetakan kelima), hlm. 77.

[4] Ibid,. hlm. 21

[5] Ibid,. hlm. 23

[6] Hafizh Dasuki, Ensiklopedia Islam (Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1994), hlm. 240.

[7] Prof, K, Ali Sejarah Islam (Tarikh Pramodern) 2003, hlm. 315.

[8] Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj. Heryadi,…hlm. 26

[9] Ibid,. hlm.1

[10] Ibid,. hlm.26

[11] Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj. Heryadi,…hlm. 21

[12] Ibid,. hlm. 25-27

[13] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II), (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 113-114

[14] Ibid,. hlm.115

[15] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II)… hlm. 116

[16] Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj. Heryadi,…hlm. 43

[17] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II)…

[18] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II)…

[19] Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj. Heryadi,…hlm. 70

[20] Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj. Heryadi,…hlm. 27

[21] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II)… hlm. 119

[22] Carole Hillenbrand, Perang Salib (Sudut Pandang Islam) penerj. Heryadi,…hlm. 30

[23] Ibid,. hlm. 31

[24] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II)… hlm. 120

[25] Ibid,. hlm.122

[26] Ibid

[27] Ibid

[28] Imam Fuadi, Sejarah Peradaban Islam (Dirasah Islamiyah II)… hlm. 123-124

[29] Thomas F. Madden, The New Concise History of the Crusades at 33 (Rowman & Littlefield Pub., Inc., 2005). Hal 73

[30] Jean Rchards “The Crusades 1071–1291” hal 65

[31] Tyerman 2006, hlm. 153–157

[32] Abdul Halim Uwais, Dirasat lisuquti Tsalatsiyna Dawlat Islamiyyah, diterjemahkan oleh Yudian Wahyudi dengan judul Analisa Runtuhnya Daulah-daulah Islamiyyah (Cet. II; Solo: Pustaka Mantiq, 1992), h. 98.

[33] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., h. 242

[34] Abd al-Rahman Tajuddin, Dirasat fi al-Tarikh al-Islamiy (Al-Qahirah: Al-Sunnat al-Muhammadiyyah, 1957), h. 148.

[35] Badri Yatim, op. cit., h. 38.

[36] Hamka,  Sejarah Umat Islam, Jilid II, (Cet. IV; Jakarta, Bulan Bintang, 1975),      h. 216.

[37] Hassan Ibrahim Hassan, Sejarah dan Kebudayaan Islam (Yogyakarta: Kota Kembang, 1989), h. 287.

[38] Departemen Agama RI., Text Book Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jilid I (Ujung Pandang: Kerja sama Dirjen Binbaga dengan IAIN Alauddin, 1982), h. 216

[39] Dewan Redaksi Ensiklopedi Nasiaonal, Ensiklopedi Nasional Indonesia (Cet. I; Jakarta; Cipta Adi Pustaka, 1990), h. 349.

[40] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., h. 243

[41] Yahya Harun, op. cit. h. 34.

[42] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, op. cit., h. 242.

[43] K. Ali, A Study of Islamic History. Diterjemahkan oleh Gufron A. Mas’adi dengan judul “Sejarah Islam, Tarikh Pra Modern”, (Cet. IV; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 288.

[44] Ameer Ali, The Spirit of  Islam. Diterjemahkan oleh H.B. Yassin dengan judul “Api Islam”, (Jakarta : Bulan Bintang, 1978), h. 370.