Makalah Lgbt Dalam Pandangan Islam Dan Pengaruhnya Kepada Kehidupan Sosial

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Penulis ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah perihal “LGBT (Lesby, Gay, Bixesual, Transgender)”.
Makalah ini telah penulis susun dengan maksimal dan disusun untuk memenuhi memenuhi salah peran mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Terlepas dari semua itu, Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kelemahan baik dari sisi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh alasannya itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala rekomendasi dan kritik dari pembaca supaya penulis mampu memperbaiki makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah perihal “ Pandangan Islam Tentang LGBT Dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial “ ini dapat menawarkan faedah maupun inpirasi terhadap pembaca.
Tasikmalaya ,07 Mei 2018                           Penulis;  Aang Zaenal Alfian
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………   i
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..   ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH ……………………………….    1
B. RUMUSAN MASALAH ….………..….………..….………..……    3
C. TUJUAN PENULISAN ….……….….………..….…….…..….…    4    
BAB II PEMBAHASAN
A. BAGAIMANA PENGERTIAN LGBT.……….………..….………    5
B.  SEJARAH TERJADINYA LGBT ….………..……..….………….    6
C.  SEBAB-SEBAB TERJADINYA LGBT..………..….………..……   13
D. LGBT MENURUT PANDANGAN ISLAM DAN PENGARUH
DALAM KEHIDUPAN SOSIAL…………..………………………..   17
E.  SOLUSI UNTUK MENCEGAH DAN MENGATASI LGBT …….  26
F.  HUKUMAN BAGI PARA PELAKU LGBT MENURUT
PANDANGAN ISLAM……………………………………………….   29
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN ………..….………..….………..….………..….…..   31
B.  SARAN ………………………………………………………………..    32
DAFTAR PUSTAKA
Makalah LGBT dalam Pandangan Islam dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Makalah LGBT dalam Pandangan Islam dan Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Quran diturunkan terhadap manusia selaku anutan. Diantaranya akad nikah antar musuh jenis, pria dengan wanita, tidak semata untuk menyanggupi kehendak biologis tetapi sebagai ikatan suci untuk membuat ketenangan hidup dengan membentuk keluarga sakinah dan membuatkan keturunan umat manusia yang berakhlak mulia. Perkawinan yang dijalankan kaum homoseksual dan lesbian tidak akan menghasilkan anak, disamping itu akan mengancam kepunahan generasi insan. Melakukan seks sesama jenis semata-mata untuk menyalurkan kepuasan nafsu syahwat yang menyimpang.
Adapun pengertian LGBT sendiri yaitu Lesbian, Gay, Bisexual dan Transgender. Lesbian adalah ungkapan bagi wanita yang mengarahkan orientasi seksualnya terhadap sesama wanita, Gay yaitu sebuah istilah bagi laki-laki yang biasanya dipakai untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual, biseksual (bisexual) yaitu individu yang dapat menikmati hubungan emosional dan seksual dengan orang dari kedua jenis kelamin baik laki-laki ataupun perempuan. Transgender merupakan ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelamin yang ditunjuk kepada dirinya. Seseorang yang transgender mampu mengidentifikasi dirinya sebagai seorang heteroseksual, homoseksual, biseksual maupun seksual. Lesbian dan Gay telah mengukir sejarah tersendiri dalam perjalanan umat manusia. Sejarah menyampaikan, bahwa seks sesama jenis pada zaman dulu memang ada dan menjadi salah satu bab dari acuan seks insan. Berbagai kitab suci mirip Al-Alquran, Injil, dan Taurat sudah menerangkan wacana kaum Nabi Luth AS.
Satu hal yang menjadi pertanyaan ialah “Bagaimana perspektif aturan, terutama Islam, selaku agama secara umum dikuasai di negara Indonesia dalam menanggapi kaum dengan ciri khas bendera pelangi tersebut? Muncul berbagai pro dan kontra perihal golongan LGBT. Tak jarang, mereka yang menghendaki agar LGBT dilegalkan di Indonesia menyebabkan hak asasi manusia (HAM) sebagai tameng utama. Kemerdekaan berekspresi ialah salah satu hak fundamental yang diakui dalam sebuah negara hukum yang demokratis dan menjunjung tinggi HAM.
Memang benar bahwa setiap manusia memiliki kebebasannya masing-masing, namun bila ditelaah lebih dalam telah terperinci dikatakan bahwa keleluasaan yang dimiliki berbanding lurus dengan batas-batas-batasan yang harus dipenuhi pula mirip; apakah melanggar agama, kesusilaan, kepentingan biasa , hingga keutuhan bangsa? Pada kenyataannya, dengan banyaknya desas-desus yang memperbincangkan mengenai status kaum bendera pelangi ini mengarahkan pada satu kesimpulan bergotong-royong masyarakat Indonesia merasa keselamatan dan ketertiban mereka terancam. Bahkan, dengan hanya satu kata: “LGBT” dapat menyebabkan benih–benih keretakan keutuhan bangsa ini.
Para pihak yang kontra merasa bahwa dengan adanya kaum LGBT yang tak umum berkembang di tengah penduduk Indonesia dengan akhlak dan agamanya yang kental sehingga kenyamanan mereka untuk bersosialisasi dengan bebas pun terenggut. Masyarakat satu sama lain bersikap lebih waspada dan meragukan terhadap kedatangan kaum LGBT. Seolah-olah penduduk suatu negara terbagi menjadi dua kelompok, kaum LGBT dan non-LGBT.
Di Indonesia banyak organisasi yang berkecimpung dalam isu LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) mirip Gaya Nusantara di Surabaya, Ardhanary Institute di Jakarta yang berfokus pada gosip-gosip LBT wanita, Institut Pelangi Perempuan di Jakarta yang berfokus pada info-informasi lesbian muda, Us Comunity di Surabaya yang berkonsentrasi pada pemberdayaan Lesbian dan Gay di Surabaya, Arus Pelangi Banyumas di Purwokerto, Komunitas Sehati Di Makasar (Triawan, 2008 :26). Di Yogyakarta ada PLU-Satu Hati (People Like Us artinya orang orang seperti kita Satu Hati) disingkat PLUSH, organisasi yang bergerak pada ranah advokas pada berita-gosip LGBT. PLUSH merupakan organisasi LGBT yang memfasilitasi kalangan LGBT untuk mendapatkan hak yang sama dengan masyarakat yang lain dan anti perlakukan diskriminatif. Munculnya banyak organisasi LGBT ini disebabkan kalangan LGBT sering tidak menerima dukungan oleh negara dan tindakan diskriminatif sering terjadi pada golongan LGBT seperti tidak menerima pelayanan publik, layanan kesehatan, dikucilkan, dan lainlain. Adanya organisasi ini bertujuan memperjuangkan hak-hak LGBT sebagai manusia dan warga negara di Indonesia sehingga memperoleh hak dan kewajiban yang serupa dalam berbagai faktor kehidupan. Isu tentang orientasi seksual dan identitas seksual diperjuangkan agar suara minoritas menerima daerah pada aneka macam bidang mirip kesehatan, pendidikan,
B. Rumusan Masalah
  1. Bagaimana pengertian LGBT?
  2. Bagaimana sejarah LGBT?
  3. Mengapa terjadi LGBT?
  4. Bagaiaman persepsi islam terhadap LGBT dan pengaruhnya dalam kehidupan sosial
  5. Apa penyelesaian untuk mencegah dan menangani LGBT?
  6. Apa eksekusi bagi para pelaku LGBT
C. Tujuan Penulisan
  1. Mengetahui apa pemahaman LGBT
  2. Mengetahui bagaimana sejarah LGBT
  3. Mengetahui penyebab terjadinya LGBT
  4. Mengetahui LGBT berdasarkan pandangan Islam dan pengaruhnya terhadap kehidupan sosial
  5. Mengetahui solusi untuk mencegah dan menangani LGBT
  6. Mengetahui eksekusi bagi para pelaku LGBT berdasarkan pandangan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Bagaimana Pengertian LGBT
LGBT atau GLBT adalah singkatan dari “lesbian, gay, biseksual, dan transgender”. Istilah ini dipakai sejak tahun 1990-an dan mengambil alih frasa “komunitas gay”alasannya perumpamaan ini lebih mewakili kelompok-golongan yang telah disebutkan. Akronim ini dibentuk dengan tujuan untuk menekankan keragaman “budaya yang menurut identitas seksualitas dan gender”.
Istilah LGBT sungguh banyak dipakai untuk penugasan diri. Istilah ini juga dipraktekkan oleh mayoritas komunitas dan media yang berbasis identitas seksualitas dan gender di Amerika Serikat dan beberapa negara berbahasa Inggris yang lain. Berikut yakni klarifikasi pemahaman mengenai LGBT:
  1. Lesbian: Seorang homo seksual wanita; wanita yang mengalami pencintaan atau tertarik seksual kepada wanita lain.
  2. Gay: Istilah yang merujuk terhadap seorang (pria) homosexual, ialah pria yang berafiliasi dengan sesama sejenis atau pria yang berafiliasi  dengan sesama sejenis atau laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki. Bila ditelusuri secara gramatikal, tidak ada perbedaan penggunaan kata antara homoseksual dan lesbian. Dalam bahasa arab kedua-duanya dinamakan al-liwath. Pelakunya dinamakan al-luthiy. Namun Imam Al-Mawardi dalam kitabnya al-Hawi al-Kabir menyebut homoseksual dengan liwath, dan lesbian dengan sihaq atau musaahaqah.
  3. Biseksual: Pada dasarnya istilah bisexual lazimnya digunakan untuk menggambarkan ketertarikan rimantisme atau ketertarikan sexual dalam konteks manusia kepada orang lain tanpa membedakan pria dan perempuan.
  4. Transgender: istilah ini dipakai untuk seseorang yang dirinya merasa naluri, jiwa, kepribadiannya, tidak sama dengan jenis kelamin yang dia miliki sejak lahir, missal terlahir pria tetapi beliau merasa dirinya perempuan, dan sebaliknya.
B. Sejarah Terjadinya LGBT
Al-quran sesungguhnya sudah membicarakan perbuatan ini dan menamakannya dengan tindakan yang keji. Sebagai Muslim kita niscaya tahu ihwal tindakan kaum Nabi Luth, yakni kaum sodom yang mendatani pasangan sejenisnya untuk mengeluarkan kehendak seksualnya, maka Allah ﷻ azab mereka balasan dari perbuatan hina dan keji yang mereka lakukan. Sebagaimana yang dituangkan dalam surat Asy –syu’aro ayat 160-166 :   “Mengapa kau tidak bertakwa?”– Sesungguhnya aku yaitu seorang Rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu,–Maka bertakwalah kepada Allah dan taatlah kepadaku.–Dan aku sekali-kali tidak minta upah kepadamu atas permintaan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semeta alam.–Mengapa kau mengunjungi jenis laki-laki di antara insan,– Dan kau tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu yaitu orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Asy Syu’ara: 160-166) Umat insan berbondong-bondong menyerukan dukungannya kepada kaum ini, yang mana menciptakan kerancuan masal dan kegalauan yang mendalam akan rusaknya generasi penerus bangsa dan negara. Para politikus, agamawan, pencetus dipaksa untuk menurut di bawah tekanan masyarakat yang membabi-buta dalam berekspresi, para orang bau tanah dipaksa untuk terus memantau kemajuan anak-anaknya supaya terhindar dari virus bahaya ini. Efek dari doktrinisasi memang sungguh membahayakan, sesuatu yang salah mampu dianggap selaku kebenaran dan juga sebaliknya.Dan mirisnya lagi, umat Muslim pun tanpa sadar ikut-ikutan dalam mendukung dan mensupport atas nama keleluasaan dan kesetaraan HAM. Generasi muda umat muslim sengaja dihancurkan oleh propaganda dan doktrinisasi yang terus menerus di gencarkan oleh Orientalis, di Indonesia sendiri banyak  derma dalam bentuk verbal dan tulisan yang dibentuk oleh orang muslim sendiri. Ketika seseorang sudah jauh dari agamanya, jauh dari kitab sucinya dan tidak menuruti lagi pesan tersirat dan petuah ulamanya, itulah dasar dari perusakan masal yang ditimbulkan dari keleluasaan berekspresi. Ketika seseorang lebih mengedepankan aliran dan kata hati, serta imajinasi yang liar dibandingkan dengan berpegang dengan aturan-aturan baku yang sudah di tetapkan oleh agamanya, dapat dikatan beliau telah menjadi Sekuler tanpa disadari dan seorang liberalis sejati kalau telah melepaskan identitas agamanya demi meluruskan pemikirannya. Takutlah dengan azab Allah ﷻ, cukuplah satu kaum yang dibinasakan oleh Allah ﷻ. Allah Ta’ala berfirman: “Maka saat datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan watu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,–Yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang-orang yang zalim.” (QS. Huud: 82-83).
Sebelum revolusi seksual pada tahun 1960-an, tidak ada kosakata non-peyoratif untuk menyebut kaum yang bukan heteroseksual. Istilah terdekat, “gender ketiga”, sudah ada semenjak tahun 1860-an, tetapi tidak banyak disetujui.
Istilah pertama yang banyak dipakai, “homoseksual”, dibilang mengandung konotasi negatif dan cenderung digantikan oleh “homofil” pada kurun 1950-an dan 1960-an, dan lalu gay pada tahun 1970-an. Frase “gay dan lesbian” menjadi lebih umum sesudah identitas kaum lesbian kian terbentuk. Pada tahun 1970, Daughters of Bilitis menyebabkan informasi feminisme atau hak kaum gay selaku prioritas. Maka, alasannya kesetaraan didahulukan, perbedaan tugas antar laki-laki dan wanita dipandang bersifat patriarkal oleh feminis lesbian. Banyak feminis lesbian yang menolak bekerja sama dengan kaum gay. Lesbian yang lebih berpandangan esensialis merasa bahwa pendapat feminis lesbian yang separatis dan beramarah itu merugikan hak-hak kaum gay. Selanjutnya, kaum biseksual dan transgender juga meminta akreditasi dalam komunitas yang lebih besar. Setelah euforia kerusuhan Stonewall mereda, dimulai dari selesai 1970-an dan awal 1980-an, terjadi pergantian persepsi; beberapa gay dan lesbian menjadi kurang mendapatkan kaum biseksual dan transgender. Kaum transgender dituduh terlalu banyak membuat stereotip dan biseksual hanyalah gay atau lesbian yang takut untuk mengakui identitas seksual mereka. Setiap komunitas yang disebut dalam akronim LGBT telah berjuang untuk mengembangkan identitasnya masing-masing, seperti apakah, dan bagaimana bersekutu dengan komunitas lain; pertentangan tersebut terus berlanjut sampai sekarang.
Akronim LGBT kadang kala digunakan di Amerika Serikat dimulai dari sekitar tahun 1988. Baru pada tahun 1990-an ungkapan ini banyak dipakai. Meskipun komunitas LGBT menuai kontroversi mengenai penerimaan universal atau kelompok anggota yang berbeda (biseksual dan transgender kadang-kadang dipinggirkan oleh komunitas LGBT), perumpamaan ini dipandang kasatmata. Walaupun kependekan LGBT tidak mencakup komunitas yang lebih kecil (lihat bagian Ragam di bawah), akronim ini secara biasa dianggap mewakili kaum yang tidak disebutkan. Secara keseluruhan, penggunaan ungkapan LGBT sudah menolong mengantarkan orang-orang yang terpinggirkan ke komunitas lazim.
Aktris transgender Candis Cayne pada tahun 2009 menyebut komunitas LGBT sebagai “minoritas besar terakhir”, dan menambahkan bahwa “Kita masih mampu diusik secara terbuka” dan “disebut di televisi.”
Tidak siapa pun yang disebutkan baiklah dengan perumpamaan LGBT atau GLBT. Contohnya, ada yang berpendapat bahwa pergerakan transgender dan transeksual tidak sama dengan lesbian, gay, dan biseksual (LGB). Argumen ini bertumpu pada pemikiran bahwa transgender dan transeksualitas berkaitan dengan identitas gender yang terlepas dari orientasi seksual. Isu LGB dipandang sebagai masalah orientasi atau rangsangan seksual. Pemisahan ini dilakukan dalam langkah-langkah politik: tujuan LGB dianggap berbeda dari transgender dan transeksual, mirip legalisasi pernikahan sesama jenis dan usaha hak asasi yang tidak menyangkut kaum transgender dan interseks. Beberapa interseks ingin dimasukkan ke dalam golongan LGBT dan lebih menyukai perumpamaan “LGBTI”, sementara yang yang lain meyakini bahwa mereka bukan bab dari komunitas LGBT dan lebih menentukan tidak diliputi dalam istilah tersebut.
Ada pula iktikad “separatisme lesbian dan gay” (tidak sama dengan “separatisme lesbian”), yang meyakini bahwa lesbian dan gay sebaiknya membentuk komunitas yang terpisah dari kalangan-golongan lain dalam lingkup LGBTQ. Meskipun jumlahnya tidak cukup besar untuk disebut pergerakan, kaum separatis berperan penting, vokal, dan aktif dalam komunitas LGBT. Dalam beberapa perkara separatis menolak eksistensi atau hak kesetaraan orientasi non-monoseksual dan transeksualitas. Hal ini mampu meluas menjadi bifobia dan transfobia. Separatis punya musuh yang besar lengan berkuasa – Peter Tatchell dari kelompok hak LGBT beropini bahwa memisahkan transgender dari LGB merupakan “kegilaan politik”. Banyak orang menjajal mengganti singkatan LGBT dengan istilah biasa . Kata seperti “queer” dan “pelangi” telah dicoba namun tidak banyak dipakai. “Queer” mengandung konotasi negatif bagi orang bau tanah yang mengenang pengunaannya sebagai hinaan dan ajukan dan penggunaan (negatif) semacam itu masih terus berlanjut.  Banyak pula orang muda yang mengetahui queer sebagai istilah yang lebih politis dibanding “LGBT”. “Pelangi” punya konotasi yang berkaitan dengan hippies, pergerakan Zaman Baru, dan organisasi seperti Rainbow/PUSH Coalition di Amerika Serikat.
1.  Bagaimana perkembangan LGBT di Indonesia?
Lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) kini makin marak diperbincangkan, baik itu di Indonesia pada utamanya maupun dunia pada umumnya.
Satu hal yang menjadi pertanyaan adalah “Bagaimana perspektif aturan, terutama Islam, sebagai agama lebih banyak didominasi di negara Indonesia dalam menyikapi kaum dengan ciri khas bendera pelangi tersebut? Dibenarkankah jikalau LGBT dilegalkan di Indonesia? Muncul banyak sekali pro dan kontra mengenai kalangan LGBT. Tak jarang, mereka yang menginginkan supaya LGBT dilegalkan di Indonesia menyebabkan hak asasi insan (HAM) sebagai tameng utama. Kemerdekaan berekspresi merupakan salah satu hak fundamental yang diakui dalam suatu negara aturan yang demokratis dan menjunjung tinggi HAM.
Di Jakarta, lesbian, gay, biseksual dan transgender secara hukum diberi label sebagai “Cacat” atau cacat mental dan risikonya tidak dilindungi oleh aturan. Sementara Indonesia sudah memungkinkan korelasi seksual eksklusif dan konsensus antara orang-orang dari jenis kelamin yang sama sejak tahun 1993, mempunyai usia yang lebih tinggi dari persetujuan untuk korelasi sesama jenis dari kekerabatan heteroseksual (17 untuk heteroseksual dan 18 untuk homoseksual). Konstitusi tidak secara eksplisit membahas orientasi seksual atau identitas gender. Itu menjamin semua warga dalam berbagai hak aturan, termasuk persamaan di depan aturan, potensi yang serupa, perlakuan yang manusiawi di tempat kerja, kebebasan beragama, keleluasaan beropini, berkumpul secara damai, dan berserikat. Hak tersebut semua jelas dibatasi oleh undang-undang yang dirancang untuk melindungi ketertiban umum dan moralitas agama.
Indonesia sebagai salah satu negara hukum, jaminan tentang kebebasan berekspresi dikelola dalam Undang-Undang Dasar 1945 Amendemen II, ialah dalam Pasal 28 E Ayat (2) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini dogma, menyatakan anggapan dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya”. Selanjutnya dalam ayat (3) dinyatakan “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan usulan”.
Selain itu, UU RI No 39 Tahun 1999 perihal Hak Asasi Manusia secara lebih dalam mengatur perihal keleluasaan berekpresi tersebut, dalam Pasal 22 Ayat (3) UU tersebut menyebutkan bahwa “Setiap orang bebas mempunyai, mengeluarkan, dan menyebarluaskan usulan sesuai hati nuraninya, secara mulut atau tulisan lewat media cetak maupun media cetak elektronik dengan mengamati nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa”.
Memang benar bahwa setiap manusia memiliki kebebasannya masing-masing, tetapi jikalau ditelaah lebih dalam sudah terperinci dikatakan bahwa kebebasan yang dimiliki berbanding lurus dengan batas-batas-batasan yang harus dipenuhi pula mirip; apakah melanggar agama, kesusilaan, kepentingan lazim, sampai keutuhan bangsa? Pada kenyataannya, dengan banyaknya desas-desus yang memperbincangkan mengenai status kaum bendera pelangi ini mengarahkan pada satu kesimpulan bantu-membantu masyarakat Indonesia merasa keamanan dan ketertiban mereka terancam. Bahkan, dengan cuma satu kata: “LGBT” dapat menimbulkan benih–benih keretakan keutuhan bangsa ini.
Sebagaimana menurut UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada amendemen yang II sudah secara tegas memasukkan hak atas rasa kondusif ini di dalam pasal 28A-28I. Juga, diatur dalam Pasal 30 UURI No 39 Tahun 2009 tentang HAM yang berbunyi: “Setiap orang berhak atas rasa aman dan nyaman serta pinjaman terhadap bahaya ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu”.
Pasal  35 bahwa “Setiap orang berhak hidup di dalam tatanan penduduk dan kenegaraan yang tenang, kondusif, dan tenteram yang menghormati, melindungi, dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi insan dan keharusan dasar insan sebagaimana dikelola dalam undang-undang ini”.
Para pihak yang kontra merasa bahwa dengan adanya kaum LGBT yang tak lazim tumbuh di tengah masyarakat Indonesia dengan akhlak dan agamanya yang kental sehingga kenyamanan mereka untuk bersosialisasi dengan bebas pun terenggut. Masyarakat satu sama lain bersikap lebih waspada dan meragukan terhadap kehadiran kaum LGBT. Seolah-olah penduduk sebuah negara terbagi menjadi dua golongan, kaum LGBT dan non-LGBT.
Kaum lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Indonesia akan menghadapi tantangan aturan dan praduga yang tidak dialami oleh masyarakatnon-LGBT. Adat istiadat tradisional kurang menyetujui homoseksualitas dan berlintas-busana, yang memiliki pengaruh terhadap kebijakan publik. Misalnya, pasangan sesama jenis di Indonesia, atau rumah tangga yang dikepalai oleh pasangan sesama jenis, dianggap tidak memenuhi syarat untuk menerima pemberian hukum yang lazim diberikan terhadap pasangan musuh jenis yang menikah. Pentingnya di Indonesia untuk menjaga keselarasan dan tatanan sosial, mengarah terhadap pemfokusan lebih penting atas keharusan ketimbang hak eksklusif, hal ini memiliki arti bahwa hak asasi insan beserta hak homoseksual sungguh rapuh. Namun, komunitas LGBT di Indonesia sudah terus menjadi lebih tampakdan aktif secara politik.
Status bencong, transeksual atau transgender lainnya di Indonesia sangat kompleks. Diskriminasi, pelecehan, bahkan kekerasan yang ditujukan pada orang-orang transgender tidak jarang terjadi. Orang transgender yang tidak menyembunyikan identitas gender mereka sering merasa sulit untuk menjaga pekerjaan yang sah dan dengan demikian sering dipaksa menjadi pelacur dan melakukan acara ilegal lainnya untuk bertahan hidup.
Majelis Ulama Indonesia memutuskan bahwa kaum transgender mesti tetap pada jenis kelamin pada ketika mereka dilahirkan. “Jika mereka tak inginmenyembuhkan diri secara medis dan agama,” kata anggota Majelis, mereka mesti rela “untuk menerima nasib mereka untuk ditertawakan dan dilecehkan.”
Amerika Serikat dan Eropa menginginkan Indonesia menganut pelegalan LGBT sebagaimana yang sudah dilegalkan di berbagai negara Barat. Jika kalangan LGBT tetap ingin menjaga pilihannya tanpa ada keinginan untuk memperbaiki keadaannya menjadi manusia normal seutuhnya, mengapa mesti berusaha menginginkan LGBT menjadi kebutuhan sosial? Sedangkan, penduduk Indonesia sungguh tegas dan keras melarang segala bentuk praktik LGBT berdasar ketentuan aturan, perundang-usul, nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan biasa , dan keutuhan bangsa.
C. Sebab-alasannya Terjadinya LGBT
Ada banyak faktor yang menimbulkan seorang pria menjadi gay atau penyuka sesama jenis. Menurut psikolog Elly Risman Musa, faktor pemicu itu di antaranya yaitu ia berada di lingkungan di mana homoseksual dianggap sesuatu yang umum atau lazim. Karena tidak ada nilai-nilai akhlak atau agama yang membekali pengetahuannya sehingga dia mempunyai pengetahuan yang tidak lurus tentang relasi antara laki-laki dan wanita.
Seseorang dapat berkembang menjadi seorang gay alasannya pengalaman buruk dengan pengasuhan keluarga mirip mempunyai ibu yang secara umum dikuasai sehingga anak tidak mendapatkan gambaran seorang tokoh pria, atau sebaliknya. Faktor lain yang mungkin menciptakan seseorang keluar dari fitrahnya yaitu pengalaman seks dini, yang disebabkan alasannya adalah melihat gambar-gambar porno dari televisi, DVD, Internet, komik ataupun media lain di sekitarnya. Kemudian salah satu rujukan menyampaikan bahwa terjadinya LGBT disebabkan sebab beberapa hal sebagai berikut:
1. Tidak bepegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Di dalam Al-Qur’an dalam banyak ayat menyuruh kita untuk menjaga diri, menundukkan persepsi dan mempertahankan kehormatan, di dalam As-Sunnah pun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas memerintahkan kita ketika akan tidur di antara sesama jenis agar membuat pembatas yang mau menghalangi kita saat diluar kesadaran dalam tidur.
2.  Bodoh terhadap Islam dan aturan-aturan yang ada di dalamnya, ndeso kepada syari’at yakni pemicu utama seseorang untuk berani berbuat dosa, dan ialah kasus yang disepakati bagi orang yang memiliki akal sehat.
3.  Mempelajari agama bukan pada ahlinya, dan pemicu utama kerusakan terbesar dan kebinasaan alasannya bermuara pada bergampangan menuntut ilmu dari orang yang tidak terang jati dirinya, hingga hingga ada yang menghalalkan LGBT dan aneka macam kemaksiatan yang lain, jika bila dipelajari ilmu dari orang semacam ini maka kemungkinan terjatuh pada perbuatan tersebut akan mudah alasannya sudah diyakini boleh-boleh saja.
4. Mengikuti hawa nafsu. Hawa nafsu yaitu kecenderungan jiwa terhadap masalah yang haram. Dinamakan hawa sebab menyeret pelakunya di dunia terhadap kehancuran dan di akhirat kepada neraka Hawiyah”
5. Tasyabbuh (menyerupai) sesama jenis, utamanya ini terjadi pada “banci” yang mulanya mereka yakni pria namun kemudian mereka melelang harga diri mereka dan berdandan seperti perempuan yang alhasil berani melaksanakan liwath.
6. Membujang. Hidup membujang memiliki nilai tersendiri dikalangan sufyisme, yang tak inginkalah tanding dengan para biarawan dan biarawati, tidak heran jikalau di dapati ada dari mereka “tidak cuma terjangkiti” bahkan pemain utama homoseks.
7. Merasa bahwa dirinya kondusif dari fitnah. Orang yang merasa dirinya aman dari fitnah alias “PD” bahwa ia tidak mungkin akan terjatuh pada perbuatan semisal homoseks maka ini bertanda kalau justru beliau yang mau condong ke arah sana, alasannya adalah ini bentuk perilaku besar hati diri, angkuh dan sombong, kalau sifat mirip ini telah merasuki dirinya maka dia akan jauh dari muhasabah (intropeksi) diri, dan ia merasa seolah-oleh tidak butuh lagi dengan hidayah dari Allah SWT.
8. Berkurangnya keimanan. Sudah menjadi iman bagi setiap muslim, sesungguhnya dogma bertambah dan menyusut, bertambah dengan keta’atan dan berkurang dengan maksiat. Dan lenyapnya keimanan kaum Luth terhadap Allah dan Nabi-Nya (Luth ‘Alaihis salam) disebabkan alasannya adalah berbuat fahisy (homoseks).
9. Hilangnya rasa takut terhadap Alloh SWT, bila rasa takut sudah lenyap dari seseorang maka dia akan semakin gagah berani berbuat dosa meskipun terperinci-terangan melakukannya, baik dosa kecil maupun dosa besar ia terjang tanpa peduli apapun akibatnya.
10. Tidak menundukkan pandangan. Pandangan yaitu faktor yang paling mendominasi adanya cita-cita untuk berbuat yang diingini oleh hati, LGB berawal dari pandangan dan kemudian selsai dengan pembenaran dengan seks.
11. Tasyabbuh dengan orang-orang kafir. Pelaku utama LGBT yakni dari orang-orang yang kafir terhadap Allah, banyak dari kaum muslimin terbawa arus perkembangan teknologi, mereka menyaksikan para pelaku LGBT di sinetron, di internet dan di aneka macam macam media yang kemudian menuntut mereka untuk memperaktekkannya.
12. Adanya kepercayaan bahwa ia sudah terbebas dari beban syari’at, dia boleh melaksanakan apa saja yang beliau harapkan. Apabila dogma seperti ini telah menjalar pada diri seseorang maka dosa sebesar apapun teranggap suatu mainan biasa yang tidak ada apa-apanya.
13. Merasa dirinya pasti akan diampuni walaupun terus menerus di atas maksiat dengan dalil hadits Mu’adz bin Jabal: …….dan hak hamba atas Alloh yakni Allah tidak akan mengazab orang yang tidak menyekutukan dengan-Nya seseuatu apapun.”Akhirnya dengan pemahamannya yang dangkal kepada dalil tersebut beliau semakin ulet bermaksiat yang pada alhasil iapun binasa.
14. Kebiasaan menjima’i isteri pada dubur (anal), yang kemudian disaat-ketika tidak ada istrinya iapun mencari pengganti dengan prinsip “yang penting berdubur atau berlubang” yang jadinya laki-laki lain, belum dewasa, orang renta jompo, binatang bahkan sesuatu yang berlubang menjadi obyek prakteknya.
15.  Putus asa, merupakan pemicu utama seseorang kian giat berbuat LGB, sebagaimana hal ini terjadi pada pelaku transgender, alasannya mereka telah diperdaya oleh kondisi yang pada akibatnya mereka frustasi dan lalu mereka meneruskan pekerjaan keji mereka dengan terus menerus.
LGBT mampu juga merupakan sebuat penyakit akhir faktor kelainan otak dan genetik maupun sebab faktor psikologi.
Dalam Islam LGBT dikenal dengan dua ungkapan, yakni Liwath (gay) dan Sihaaq (lesbian). Liwath (gay) adalah perbuatan yang dilakukan oleh pria dengan cara memasukan dzakar (penis)nya kedalam dubur laki-laki lain. Liwath ialah sebuah kata (penamaan) yang dinisbatkan kepada kaumnya Luth ‘Alaihis salam, alasannya adalah kaum Nabi Luth ‘Alaihis salam yakni kaum yang pertama kali melakukan tindakan ini (Hukmu al-liwath wa al-Sihaaq, hal. 1). Allah SWT menamakan perbuatan ini dengan perbuatan yang keji (fahisy) danmelampui batas (musrifun). Sebagaimana Allah terangkan dalam al Alquran yang artinya:
“Dan (Kami juga telah menyuruh) Luth (terhadap kaumnya). (Ingatlah) tatkala ia berkata kepada mereka: “Mengapa kau mengerjakan tindakan faahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu. Sesungguhnya kau mengunjungi lelaki untuk melampiaskan nafsumu (kepada mereka), bukan terhadap wanita, bahkan kau ini adalah kaum yang melebihi batas.” (TQS. Al ‘Araf: 80 – 81)
Sedangkan Sihaaq (lesbian) yakni kekerabatan cinta birahi antara sesama wanita dengan image dua orang wanita saling menggesek-gesekkan anggota tubuh (farji’)nya antara satu dengan yang yang lain, hingga keduanya mencicipi kelezatan dalam berafiliasi tersebut.
Hukum Sihaaq (lesbian) adalah haram. Berdasarkan dalil hadits  Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no. 338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no. 4018) bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ
“Janganlah seorang pria melihat aurat laki-laki lain, dan jangan pula seorang wanita menyaksikan aurat perempuan lain. Dan janganlah seorang laki-laki menggunakan satu selimut dengan pria lain, dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut dengan wanita lain”
Terhadap pelaku homoseks, Allah swt dan Rasulullah saw benar-benar melaknat tindakan tersebut. Al-Imam Abu Abdillah Adz-Dzahabiy -Rahimahullah- dalam Kitabnya “Al-Kabair” telah memasukan homoseks sebagai dosa yang besar dan dia berkata: “Sungguh Allah sudah menyebutkan terhadap kita cerita kaum Luth dalam beberapa daerah dalam Al-Qur’an Al-Aziz, Allah telah membinasakan mereka akibat tindakan keji mereka. Kaum muslimin dan selain mereka dari golongan pemeluk agama yang ada, bersepakat bahwa homoseks termasuk dosa besar”.
Hal ini ditunjukkan bagaimana Allah swt menghukum kaum Nabi Luth yang melakukan penyimpangan dengan azab yang sungguh besar dan dahsyat, membalikan tanah kawasan tinggal mereka, dan diakhiri hujanan watu yang membumihanguskan mereka, sebagaimana dijelaskan dalam surat Al-Hijr ayat 74:
فَجَعَلْنَا عَالِيَهَا سَافِلَهَا وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ حِجَارَةً مِنْ سِجِّيل
“Maka kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan kami hujani mereka dengan watu dari tanah yang keras”
Sebenarnya secara fitrah, manusia diciptakan oleh Allah swt berikut dengan dorongan jasmani dan nalurinya. Salah satu dorongan naluri ialah naluri melestarikan keturunan (gharizatu al na’u) yang diantara manifestasinya adalah rasa cinta dan dorongan seksual antara lawan jenis (pria dan wanita).
Pandangan laki-laki kepada perempuan begitupun perempuan terhadap laki-laki yakni persepsi untuk melestarikan keturunan bukan pandangan seksual semata. Tujuan diciptakan naluri ini adalah untuk melestarikan keturunan dan hanya bisa dikerjakan diantara pasangan suami istri. Bagaimana hasilnya bila naluri melestarikan keturunan ini akan terwujud dengan kekerabatan sesama jenis? Dari sini terperinci sekali bahwa homoseks berlawanan dengan fitrah insan.
Oleh karena itu, sudah ditentukan akar duduk perkara munculnya penyimpangan kaum LGBT saat ini ialah alasannya adalah ideologi sekularisme yang dianut kebanyakan penduduk Indonesia. Sekularisme yaitu ideologi yang memisahkan agama dari kehidupan (fash al ddin ‘an al hayah).
Masyarakat sekular menatap pria ataupun wanita cuma sebatas hubungan seksual semata. Oleh alasannya adalah itu, mereka dengan sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindera dan fikiran-asumsi yang memanggil hasrat seksual di hadapan laki-laki dan wanita dalam rangka membangkitkan naluri seksual, semata-mata mencari pemuasan. Mereka menganggap tiadanya pemuasan naluri ini akan menimbulkan bahaya pada manusia, baik secara fisik, psikis, maupun akalnya. Tindakan tersebut merupakan suatu kewajiban sebab telah menjadi bagian dari metode dan gaya hidup mereka.
Tidak puas dengan musuh jenis, akhirnya asumsi liarnya berusaha mencari pemuasan lewat sesama jenis bahkan dengan hewan sekalipun, dan hal ini merupakan kebebasan bagi mereka. Benarlah Allah swt berfirman:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لا يَسْمَعُونَ بِهَا أُولَئِكَ  كَا لأنْعَامِ بَلْ  هُمْ أَضَلُّ أُولَئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam pada umumnya dari jin dan manusia, mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (gejala kekuasaan Allah), dan mereka memiliki pendengaran (namun) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu selaku hewan ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang teledor.” (TQS Al ‘Araf : 179)
Pada kala Nabi Luth kaum homoseks/gay langsung menerima siksa dibalik buminya dan dihujani kerikil panas dari langit. Selain zina dan pemerkosaan, pelanggaran seksual menurut Islam tergolong LGBT, incest (persetubuhan sesama muhrim) dan menjimak hewan. Sanksi bagi pelaku semua pelanggaran seksual tersebut adalah hukuman mati, Rasulullah SAW bersabda: “dari Ibnu Abbas, sebetulnya Rasulullah SAW bersabda:” Barang siapa menjumpai kalian orang yang melaksanakan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah orang yang mengerjakan dan orang yang dikerjai”.[Hadist Ibnu Majah No. 2561 Kitabul Hudud]. Dalam hadits lain Rasulallah SAW bersabda: “Ibnu Abbas meriwayatkan: “Barang siapa menjimak muhrimnya maka bunuhlah, dan barang siapa menjimak binatang maka bunuhlah pelaku dan binatang yang dijimak”. [Hadist Ibnu Majah No. 2564 Kitabul Hudud].
Didalam Al Alquran, Allah SWT mengabadikan bagaimana dahsyatnya laknat dan azab pribadi dari Allah SWT terhadap pelaku homoseksual/gay ini di jaman Nabi Luth AS. Pelanggaran seksual berbentukhomoseks umat Nabi Luth bisa dilihat dalam Al-Alquran: Surat An-Naml ayat 54-55, Ash-Syu’araa’ ayat 165 – 166 dan Huud ayat 77-82.
Hal ini ialah aneka macam acuan yang mampu dijadikan pelajaran mengenai apa yang terjadi dan kesemuanya itu dipandang jauh dari syariat Islam. Berikut ini ialah LGBT berdasarkan persepsi agama Islam:
1. Lesbian: LGBT berdasarkan pandangan agama Islam, sebagian besar ulama menerangkan ihwal hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap para wanita kaum Luth berbarengan dengan para laki-laki mereka, yakni dikala para lelaki merasa cukup dengan kaum laki-laki maka hukumannya pun telah diketahui, tidaklah samar bagi seorang pun. Sesuai dengan firman Allah Ta’ala: “Maka tatkala tiba azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan watu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi, yang diberi tanda oleh Tuhanmu, dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang-orang yang zalim,” (QS. Hud: 82-83).
Bila ditelusuri secara gramatikal, tidak ada perbedaan penggunaan kata antara homoseksual dan lesbian. Dalam bahasa arab kedua-duanya dinamakan al-liwath. Pelakunya dinamakan al-luthiy. Namun Imam Al-Mawardi dalam kitabnya al-Hawi al-Kabir menyebut homoseksual dengan liwath, dan lesbian dengan sihaq atau musaahaqah. Imam Al-Mawardi berkata, “Penetapan hukum haramnya praktik homoseksual menjadi ijma’, dan itu diperkuat oleh nash-nash Al-Quran dan Al-Hadits”.
2. Gay: LGBT berdasarkan persepsi agama Islam, diantaranya gay ialah salah satu penyelewengan seksual, alasannya adalah menyalahi sunnah Allah, dan menyalahi fitrah makhluk ciptaanNya. Lebih kurang empat belas periode yang kemudian, al-Qur’an sudah memperingatkan umat manusia ini, semoga tidak mengulangi tindakan kaum Nabi Luth. Allah Swt berfirman: “Mengapa kamu mengunjungi jenis lelaki di antara insan, dan kau lewati istri-istri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kau yakni orang-orang yang melampaui batas,” (QS. Asy Syu’ara: 165-166).
Setelah Rasulullah menerima wahyu ihwal gosip kaum Luth yang mendapat kutukan dari Allah dan merasakan azab yang diturunkanNya, maka beliau merasa cemas sekiranya insiden itu terulang kembali kepada umat di periode dia dan sesudahnya. Sebuah kemaksiatan yang menjijikkan ketimbang zina atau seks bebas.
Rasulullah bersabda, “Sesuatu yang paling aku takuti terjadi atas kau yakni perbuatan kaum Luth dan dilaknat orang yang memperbuat mirip tindakan mereka itu, Nabi mengulangnya hingga tiga kali, “Allah melaknat orang yang berbuat mirip perbuatan kaum Luth; Allah melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth; Allah melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth,” (HR. Ibnu Majah, Tirmidzi dan Al Hakim).
3. Biseksual: Biseksualitas ialah ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual terhadap pria maupun perempuan. Istilah ini biasanya dipakai dalam konteks ketertarikan insan untuk menunjukkan perasaan romantis atau seksual terhadap laki-laki maupun wanita sekaligus. Istilah ini juga didefinisikan sebagai mencakup ketertarikan romantis atau seksual pada semua jenis identitas gender atau pada seseorang tanpa mempedulikan jenis kelamin atau gender biologis orang tersebut, yang acap kali disebut panseksualitas.
Semua perbuatan LGBT ialah maksiat dan haram, tak ada satu pun yang dihalalkan dalam agama Islam. Biseksual yakni tindakan zina jika dilakukan dengan musuh jenis dan sesama jenis. Jika dilaksanakan dengan sesama jenis, tergolong homoseksual jikalau dilaksanakan di antara sesama laki-laki, dan tergolong lesbianisme bila dilaksanakan di antara sesama wanita.
LGBT dalam Islam, hukumannya diadaptasi dengan perbuatannya. Jika termasuk zina, hukumnya rajam (dilempar batu hingga mati) jikalau pelakunya muhshan (sudah menikah) dan dicambuk seratus kali kalau pelakunya bukan muhshan. Jika termasuk homoseksual, hukumannya hukuman mati. Jika termasuk lesbian, hukumannya ta’zir.
4. Transgender: Pada dasarnya Allah membuat insan ini dalam dua jenis saja, ialah laki-laki dan wanita, sebagaimana firman Allah SWT: ”Dan Dia (Allah) membuat dua pasang dari dua jenis pria dan wanita,” (QS. An Najm: 45). “Wahai manusia Kami membuat kamu yang terdiri dari pria dan perempuan,” (QS. Al Hujurat: 13). Kedua ayat ini atas, dan ayat-ayat Al Quran lainnya memperlihatkan bahwa insan di dunia ini cuma terdiri dari dua jenis saja, laki-laki dan perempuan, dan tidak ada jenis yang lain. Namun kenyataannya, seseorang tidak mempunyai status yang terang, bukan laki-laki dan bukan perempuan. Jika penggantian kelamin dilakukan oleh seseorang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah-ubah ciptaan Allah), maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak berganti dari sisi aturan. Dari sisi waris seorang perempuan yang melaksanakan operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan mendapatkan bagian warisan pria (dua kali bab perempuan) demikian juga sebaliknya. LGBT menurut persepsi agama Islam kebanyakan menyamakan perbuatan homoseksual dengan tindakan zina. Karena itu, segala implikasi hukum yang berlaku pada zina juga berlaku pada masalah homoseksual. Bahkan pembuktian aturan pun mengacu pada masalah-masalah yang terjadi pada zina. Sementara operasi kelamin yang dijalankan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya berkelamin ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan sesuai dengan hukum akan membuat identitas kelamin tersebut menjadi terperinci.
Dalam memahami sikap individu, sosiologi memusatkan perhatian pada relasi antara imbas perilaku seorang individu terhadap lingkungan dan efek lingkungan kepada individu itu sendiri. Lingkungan merupakan daerah perilaku seorang individu dikembangkan, namun perilaku individu itu sendiri juga mempengaruhi lingkungan daerah si individu itu berada.
Sosiologi melihat sosialisasi yang timbul pada periode lalu seorang  gay ataupun lesbian mampu menjadi faktor pembentuk perilaku menyimpang  individu tersebut, hal inilah yang mempengaruhi pergantian orientasi seksualnya menjadi homoseksual.
Kecenderungan menggemari sesama jenis mampu terjadi pada siapa pun dengan kecenderungan dan waktu yang berlainan beda. Secara lazim, hal pertama yang dicicipi ialah kegundahan. Homoseksual atau ‘binaan’ ini akan merasa tidak yakin dengan kecenderungannya ini.  Kemudian kebanyakan dari mereka berupaya mencari jati dirinya dengan mencari teman yang sudah lebih dahulu menjadi seorang ‘binaan’. Untuk mendapatkan sahabat banyak dilaksanakan di dunia maya atau sekedar jalan ke tempat daerah lazim mirip mall. Saling bertukar kisah dan pengalaman, sehingga relasi antar homoseks atau gay akan lebih erat.
Seseorang menjadi homoseksual sebab imbas orang-orang sekitarnya, seperti aspek keluarga dan lingkungan yang kurang mendukung. Sikap-tindaknya yang kemudian menjadi pola seksualnya dianggap selaku sesuatu yang secara umum dikuasai sehingga menentukan sisi-sisi kehidupan yang lain. Selain itu, homoseksual juga dapat disebabkan sering mengalami kegagalan dalam menjalin relasi dengan musuh jenis sehingga mereka melampiaskan ketidakpuasan itu dengan menjalin relasi dengan sesama jenisnya.
Lingkungan mampu memengaruhi perkembangan seseorang untuk menjadi homoseksual. Menurut Kartono (1989:248), penjara dan asrama-asrama putra, kawasan para pemuda dan kaum pria berdiam terpisah dengan kaum perempuan, banyak menciptakan insiden homoseksual.
Dalam rancangan fungsionalisme struktural yang dijelaskan oleh Tallcot Parsons, penduduk dilihat selaku sebuah hal yang berisikan tata cara maupun bagian dalam tata cara (sub-sistem) yang mau memilih bagaimana kehidupan sosial dalam sebuah masyarakat dapat berlangsung dengan baik. Menurut teori fungsionalisme struktural, maka saat salah satu metode maupun sub-metode dalam penduduk tidak berfungsi sebagaimana mestinya dapat mengakibatkan terciptanya penyimpangan dalam diri seorang individu yang terkait dengan tata cara maupun sub-sistem tersebut. Perilaku menyimpang seksual yang muncul dalam diri seorang  gay/lesbian diakibatkan oleh sosialisasi dari sistem maupun sub-tata cara dalam masyarakat yang berjalan tidak sebaiknya. Beberapa unsur penduduk yang dapat dibilang sebagai sistem yang membentuk masyarakat antara lain adalah lingkungan keluarga dan pergaulan.
Dalam sudut pandang sosiologi, penyimpangan dimungkinkan terjadi sebab seseorang menerapkan peranan sosial yang mengambarkan sikap menyimpang. Bagaimana seseorang mampu memainkan peran sosial yang menyimpang sungguh terkait dengan sosialisasi yang ia dapat dalam sistem penduduk kawasan beliau berada. Seperti sudah diterangkan diatas, keluarga dan lingkungan pergaulan akan sungguh menghipnotis pembentukan peranan sosial seorang individu, hal ini dikarenakan keluarga dan lingkungan pergaulan merupakan salah satu metode penopang penduduk dimana seorang individu mempunyai intensitas interaksi yang tinggi terhadapnya. Dalam konteksnya selaku salah satu bentuk penyimpangan sosial seorang homoseksual pada awalnya mendapatkan sosialisasi untuk menjadi homoseksual dari lingkungan dan keluarganya.
Pada proses pertumbuhan anak cukup umur yang normal, biseksualitas dewasa akan berkembang menjadi heteroseksual. Sebaliknya, jika proses tersebut menjadi asing yang mampu disebabkan oleh aspek-aspek eksogen atau endogen tertentu, maka biseksualitas tersebut akan menjelma homoseksualitas. Oleh sebab itu, yang menjadi objek erotiknya adalah benar-benar seorang dengan jenis kelamin yang serupa (Kartono, 1989:249).
Sosialisasi yang timbul dalam lingkungan masyarakatnya akan menerangkan mengapa seseorang menjadi homoseksual, hal ini karena mereka terbiasa dengan lingkungan atau pergaulannya yang mendukung dirinya untuk menjadi seorang homoseksual. Contohnya yakni orang normal yang telalu sering bergaul dengan komunitas homoseksual, sehingga dirinya terbawa dengan kebiasaan dan pola hidup mereka.

E. Solusi untuk Mencegah dan Mengatasi LGBT
Beberapa penyelesaian mampu dilaksanakan berdasarkan faktor penyebab munculnya LGBT. Penanganan kepada mereka dibedakan dari faktor penyebabnya antara lain aspek genetik, psikologis maupun kultural.
Dengan mengerti faktor-faktor tersebut, maka diperlukan dapat dirumuskan penyelesaian yang sempurna untuk seseorang yang mengidap penyakit LGBT tersebut. Secara biasa , penyelesaian untuk penyembuhan penyakit LGBT ini terbagi menjadi 2 (dua) ialah penyelesaian internal dan penyelesaian eksternal. Solusi internal misalnya perlu adanya kesadaran dan kemauan untuk sembuh, serta kesungguhan melaksanakan perubahan. Sedangkan solusi eksternal dapat berupa sumbangan keluarga dan orang-orang dekat, serta membebaskan diri dari lingkungan LGBT. Diantara upaya penanggulangan LGBT adalah:
1. Kembali kepada anutan Islam dan mewujudkan konsekuensinya, sehingga tertanamlah pada diri aqidah shohihah, akhlakul karimah dan sifat-sifat yang terpuji lainnya. ketika seseorang telah melaksanakan hal ini, beliau akan menemukan obat penyembuh yang paling ampuh, yang mampu menyembuhkan segala jenis penyakit [tergolong didalamnya penyakit homoseks], Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam– berkata:“Tidaklah Allah menurunkan penyakit melainkan Allah menurunkan obatnya”. (Lihat “Shohihul Jami’”: 5558-5559).
2. Membuat penyuluhan dan pengobatan bagi mereka yang sudah terlanjur terserang penyakit LGBT agar dapat kembali normal menjadi insan dengan fitrah yang sebenarnya.
3. Menumbuhkan kesadaran Individual Pelaku LGBT dengan mengenal Musuh dan Strategi Melawan Musuh Abadi. Tak disangkal bahwa setan menjadi lawan baka insan yang akan terus menyesatkan dan menjerumuskan insan ke dalam lembah kebinasaan. Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kau sekali-kali dipalingkan oleh setan; sesungguhnya setan itu adalah musuh yang positif bagimu.” (Q.S. Az-Zukhruf: 62)
Cara setan dalam menyesatkan manusia adalah dengan memoles tindakan maksiat dan jahat sehingga tampak indah dalam pandangan insan. “Iblis berkata: Ya Rabbi, alasannya adalah Engkau sudah menetapkan bahwa saya sesat, maka pasti saya akan mengakibatkan mereka memandang baik (tindakan maksiat) di wajah bumi, dan niscaya aku akan menyesatkan mereka semuanya.” (Q.S. Al-Hijr: 39)
4. Para Pemimpin dan tokoh-tokoh umat Islam perlu banyak melakukan pendekatan kepada para pemimpin di media massa, khususnya media televisi, supaya menangkal dijadikannya media massa sebagai ajang kampanye penyebaran paham dan praktik LGBT.
5. Giat menghadiri majlis ilmu, memperbanyak membaca Al-Quran, menghayati dan merenungi makna-makna yang terkandung didalamnya dan memperbanyak mebaca siroh (perjalanan hidup umat terdahulu).
6. Apabila tidur dibentuk pembatas dengan teman-temannya, hal ini untuk mengantisipasi adanya penyelewengan dan ini dalam rangka melaksanakan perkataan contoh kita Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam– dari  Abu Said Al-Khudriy yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim (no. 338), At-Tirmidzi (no. 2793) dan Abu Dawud (no. 4018) bahwa Rasulullah –Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata:
 لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ
“Janganlah seorang laki-laki menyaksikan aurat pria lain, dan jangan pula seorang perempuan menyaksikan aurat perempuan lain. Dan janganlah seorang pria memakai satu selimut dengan pria lain, dan jangan pula seorang wanita memakai satu selimut dengan wanita lain.”
7.  Menghindari ikhtilath, menundukkan persepsi dan menikah.
8.  Pemberantasan kemungkaran-kemungkaran yang diindikasikan akan mengakibatkan adanya LGBT, dan ini yaitu wewenang penguasa, alasannya adalah kalau setiap individu melaksakan hal ini maka akan mengakibatkan madhorat yang lebih besar, diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudry, beliau berkata: Rasulullah SAW bersabda:
 مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ أَنْ يُغَيَّرَهُ بِيَدِهِ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَان 
“Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaklah dia merubahnya dengan tangannya; jikalau ia tidak bisa, maka dengan lisannya; dan kalau juga tidak mampu maka dengan hatinya. Dan yang demikian itu yakni selemah-lemahnya akidah”.
F. Hukuman bagi para pelaku LGBT menurut persepsi islam
Pertama, Hukumannya yaitu dengan dibunuh, baik pelaku (fa’il) maupun obyek  (maf’ul bih) jika keduanya telah baligh. Berkata Al-Imam Asy-Syaukani Rahimahullah dalam “Ad-Darariy Al-Mudhiyah” (hal. 371-372): Adapun keberadaannya orang yang melaksanakan perbuatan liwath dengan dzakar (penis)nya hukumannya ialah dibunuh, meskipun yang melakukannya belum menikah, sama saja baik itu fa’il (pelaku) maupun maf’ul bih. Telah mengkabarkan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad, dari ‘Amr ibnu Abi ‘Amr,dari Ikrimah, dari Ibu Abbas, berkata Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang kalian mendapati melaksanakan tindakan kaum Luth (liwath), maka bunuhlah fa’il (pelaku) dan maf’ul bih (partner)nya.
Kedua, Hukumannya dirajam, hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Baihaqy dari Ali bahwa ia pernah merajam orang yang berbuatliwath. Imam Syafi’y mengatakan: “Berdasarkan dalil ini, maka kita memakai rajam untuk menghukum orang yang berbuat liwath, baik itu muhshon (sudah menikah) atau selain muhshon. Hal ini senada dengan Al-Baghawi, kemudian Abu Dawud [dalam “Al-Hudud” Bab 28] dari Sa’id bin Jubair dan Mujahid dari Ibnu Abbas: Yang belum menikah bila didapati melaksanakan liwathmaka dirajam (Lihat “Ad-Darariy Al-Mudhiyah”, hal. 371).
Ketiga, hukumannya sama dengan hukuman berzina. Pendapat ini mirip ini disampaikan oleh Sa’id bin Musayyab, Atha’ bin Abi Rabbah, Hasan, Qatadah, Nakha’i, Tsauri, Auza’i, Imam Yahya dan Imam Syafi’i (dalam usulan lainnya), menyampaikan bahwa eksekusi bagi yang melaksanakan liwath sebagaimana eksekusi zina. Jika pelaku liwath muhshon maka dirajam, dan kalau bukan muhson dijilid (dicambuk) dan diasingkan. [“Ad-Darariy Al-Mudhiyah”, (hal. 371)].
Keempat, hukumannya dengan ta’zir, sebagaimana sudah berkata Abu Hanifah: Hukuman bagi yang melaksanakan liwath adalah di-ta’zir, bukan dijilid (cambuk) dan bukan pula dirajam [“Ad-Darariy Al-Mudhiyah”, (hal. 372)]. Abu Hanifah menatap perilaku homoseksual cukup dengan ta‘zir. Hukuman jenis ini tidak harus dilaksanakan secara fisik, tetapi bisa melalui penyuluhan atau terapi psikologis biar mampu pulih kembali. Bahkan, Abu Hanifah menilai perilaku homoseksual bukan masuk pada definisi zina, alasannya zina hanya dijalankan pada vagina (qubul), tidak pada dubur (sodomi) sebagaimana dikerjakan oleh kaum homoseksual. (Ahkam As-Syar’iyyah, Darul Ifaq Al-Jadidah).
Sedangkan bagi para pelaku lesbian, hukumannya yaitu ta’zir. Al-Imam Malik Rahimahullah berpendapat bahwa wanita yang melakukan sihaq, hukumannya dicambuk seratus kali. Jumhur ulama berpendapat bahwa perempuan yang melakukan sihaq tidak ada hadd baginya, hanya saja dia di-ta‘zir, alasannya adalah cuma melaksanakan korelasi yang memang tidak mampu dengan dukhul (menjima’i pada farji), dia tidak akan di-hadd sebagaimana laki-laki yang melaksanakan kekerabatan dengan perempuan tanpa adanya dukhul pada farji, maka tidak ada had baginya. Dan ini ialah pertimbangan yang rojih (yang benar) [Lihat “Shohih Fiqhus Sunnah” Juz 4/Hal. 51)].
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.  LGBT kependekan dari lesbian, gay, bisexual dan transgender.
2. Lesbian yaitu ungkapan bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan. Gay ialah sebuah istilah bagi laki-laki yang lazimnya dipakai untuk merujuk orang homoseksual atau sifat-sifat homoseksual. Biseksualitas ialah ketertarikan romantis, ketertarikan seksual, atau kebiasaan seksual kepada pria maupun wanita. Transgender ialah ketidaksamaan identitas gender seseorang terhadap jenis kelaminnya yang ditentukan.
3. Faktor pemicu LGBT antara lain ia berada di lingkungan di mana homoseksual dianggap sesuatu yang biasa atau biasa , tidak ada nilai-nilai adab atau agama yang dimiliki, pengalaman jelek dengan pengasuhan keluarga seperti memiliki ibu yang dominan sehingga anak tidak memperoleh citra seorang tokoh pria, atau sebaliknya, melihat gambar-gambar porno dari televisi, DVD, Internet, komik ataupun media lain di sekitarnya.
4. LGBT dalam pandangan Islam, sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasulullah dalam Al-Quran dan Sunah, homoseks/gay ialah tindakan hina dan pelanggaran berat yang menghancurkan harkat insan sebagai makhluk ciptaan Allah paling mulia. Maka dari itu Haram hukumnya seseorang masuk ke dalam golongan LGBT.
5. Pengaruh LGBT dalam kehidupan sosial, Seperti telah diterangkan, keluarga dan lingkungan pergaulan akan sangat menghipnotis pembentukan peranan sosial seorang individu, hal ini dikarenakan keluarga dan lingkungan pergaulan merupakan salah satu metode penopang masyarakat dimana seorang individu mempunyai intensitas interaksi yang tinggi terhadapnya. Dalam konteksnya sebagai salah satu bentuk penyimpangan sosial seorang homoseksual pada mulanya mendapatkan sosialisasi untuk menjadi homoseksual dari lingkungan dan keluarganya.
6. Masyarakat Indonesia sangat tegas dan keras melarang segala bentuk praktik LGBT berdasar ketentuan aturan, perundang-seruan, nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan lazim, dan keutuhan bangsa.
7. Solusi menghalangi LGBT. Para Pemimpin dan tokoh-tokoh umat Islam perlu banyak melaksanakan pendekatan kepada para pemimpin di media massa, terutama media televisi, semoga menghalangi dijadikannya media massa selaku ajang kampanye penyebaran paham dan praktik LGBT.
8. Solusi menghalangi LGBT. Cara mencegahnya yakni memberi pengarahan semenjak dini biar pengetahuan anak tentang seks tidak menyimpang, Giat menghadiri majlis ilmu, memperbanyak membaca Al-Qur’an, Apabila tidur dibentuk pembatas dengan sobat-temannya, Menghindari ikhtilath.
9. Solusi menangani LGBT. mengatasi LGBT dengan perlu adanya kesadaran dan kemauan untuk sembuh, serta keseriusan melakukan pergeseran, tunjangan keluarga dan orang-orang akrab, serta membebaskan diri dari lingkungan LGBT
B. Saran
1. Menolak adanya pengakuan yang mendukung perilaku menyimpang seksual yang mampu menghancurkan susila generasi muda Indonesia.
2. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT serta kesadaran akan bahaya Penyakit Menular Seksual (PMS) yang diakibatkan alasannya adalah pergaulan bebas.
3. Sebaiknya orang bau tanah lebih memperhatikan pergaulan anaknya alasannya adalah LGBT ini biasa menyerang/menghipnotis siapa saja melalui banyak sekali media.
4. Sebaiknya orangtua melaksanakan pembatasan antara anak laki-laki dan anak wanita sejak dini untuk menghindari terkena virus LGBT.
5. Sebaiknya kita sebagaiummat Islam bisa menentukan sesuatu yang benar bukan yang salah
6. Sebaiknya pemerintah lebih bertindak tegas dan berani mengatakkan bahwa hal tersebut salah dan dilarang di Indonesia alasannya adalah hal tersebut lebih banyak mengandung keburukan jika dibandungkan dengan kebaikannya.
7. Sebaiknya kita mengajak orang yang kadung berada di kalangan LGBT untuk kembali ke jalan yang benar.
DAFTAR PUSTAKA
1.  Dictionary, reference .com
2.  http://www.kemenpppa.go.id/
3.  Kompasiana.com
4. http://www.republika.co.id/info/jurnalisme-warga/perihal/16/02/03/o1yie3394-lgbt-dalam-perspektif-hukum-islam-part3
5.  http://www.mohlimo.com/lgbt-berdasarkan-pandangan-agama-islam/
6.  https://id.wikipedia.org/wiki/LGBT
7.  https://catatanmanhaj.wordpress.com/2011/01/30/hukum-homoseks-gay-liwath-lesbian-sihaq/
8.http://www.kompasiana.com/abulfatih/lgbt-sejarah-perkembangan-dan-pengaruhnya-terhadap-gaya-hidup-bermasyarakat
9.  http://hizbut-tahrir.or.id/2016/02/13/pandangan-islam-terhadap-lgbt