BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian, Kedudukan, Status, dan Anggota Dewan Syariah Nasional
- Dewan Syariah Nasional yakni Dewan yang dibentuk oleh MUI untuk mengatasi duduk perkara-dilema yang berafiliasi dengan acara forum keuangan syariah.
- DSN ialah bab dari Majelis Ulama Indonesia
- DSN menolong pihak terkait, seperti Departemen keuangan, Bank Indonesia, dan lain-lain dalam menyusun peraturan/ ketentuan untuk forum keuangan syariah
- Anggota DSN berisikan para ulama, praktisi, dan para pakar dalam bidang yang terkait dengan muamalah syariah
- Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI dengan abad bakti sama dengan abad era bakti pengurus MUI Pusat 5 (lima) tahun.
B. Tugas dan Wewenang Dewan Syariah Nasional
Tugas Dewan Syariah Nasional
- Menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonomian pada umumnya dan keuangan pada khususnya
- Mengeluarkan pedoman atas jenis-jenis acara keuangan
- Mengeluarkan aliran atas produk dan jasa keuangan syariah
Wewenang Dewan Syariah Nasional
- Mengeluarkan pemikiran yang mengikut DPS di masing-masing forum keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan aturan pihak terkait
- Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/ peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti depkeu dan BI
- Memberikan nasehat dan/ atau mencabut rekomendasi naa-nama yang hendak duduk selaku DPS pada suatu lembaga keuangan syariah
- Mengundang para ahli menjelaskan sautu dilema yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah, tergolong otoritas moneter/ forum keuangan dalam maupun mancanegara
- Memberikan perayaan terhadap lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari ajaran yang sudah dikeluarkan oleh DSN
- Mengusulkan terhadap instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan jika perayaan tidak diindahkan.
C. Pengertian, Fungsi dan Struktur Dewan Pengawas Syariah
- Dewan Pengawas Syariah adalah badan yang ada dilembaga keuangan syariah tersebut.
- Dewan Pengawas Syariah diangkat dan diberhentikan di Lembaga Keuangan Syariah melalui RUPS setelah mendapat saran dari DSN.
Fungsi Dewan Pengawas Syariah yakni selaku berikut:
- DPS melaksanakan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.
- DPS berkewajiban mengajukan undangan-permintaan pengembangan lembaga keuangan syariah terhadap pimpinan forum yang bersangkutan dan kepada DSN.
- DPS melaporkan pertumbuhan produk dan operasional forum keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.
- DPS merumuskan persoalan-urusan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN.
Struktur DPS
- DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas Direksi.
- Jika fungsi komisaris yakni pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen, dalam kaitan dengan implementasi metode dan produk-produk supaya tetap sesuai dengan syariah Islam.
- Bertanggung jawab atas pembinaan etika seluruh karyawan berdasarkan tata cara training keislaman yang telah diprogramkan setiap tahunnya.
- Ikut memantau pelanggaran nilai-nilai Islam di lingkungan perusahaan tersebut.
- Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan gres yang dilakukan oleh Biro Syariah.
D. Dewan Pengawas Syariah menurut AAOIFI
Organisasi akuntansi dan audit atas institusi finansial Islami (Accounting and Auditing Organization of Islamic Financial Institutions = AAOIFI) sudah mempersiapkan persyaratan untuk dewan pengawas Syariah, komposisinya, dan aspek terkaitnya seperti peraturan, laporan dan sebagainya. Menurut tolok ukur ini, dewan syariah mesti merupakan dewan independen yang terdiri atas banyak fuqaha terkait ilmu hukum komersial Islami. Ia dapat pula terdiri atas jago-andal lain dalam bidang institusi finansial Islami dengan wawasan perihal ilmu aturan Islami yang berkaitan dengan transaksi komersial.
Dewan syariah dipercayai dengan tugas untuk mengarahkan, meninjau, dan memantau acara institusi finansial Islami guna memastikan dia sudah sesuai dengan peraturan dan prinsip syariah Islami. Fatwa dan peraturan dewan pengawas syariah bersifat mengikat bagi institusi finansial Islami.
Menurut kriteria AAOIFI, dewan syariah setidaknya mesti terdiri atas tiga anggota cendekiawan syariah. Ia dapat mencari jasa dari konsultan yang mempunyai keterampilan dalam bisnis, ekonomi, hukum, akuntansi, dan/atau bidang lain. Ia sebaiknya tidak memasukkan administrator atau pemegang saham signifikan dari institusi finansial Islami.
Berikut rumusan kata ilustratif dari laporan dewan syariah perihal aktivitas institusi finansial Islami:
“kita telah meninjau prinsip dan kesepakatan (komitmen) yang berhubungan dengan transaksi dan aplikasi yang diperkenalkan oleh institusi finansial Islami (IFI) selama kala yang berakhir….. kita juga sudah melaksanakan peninjauan guna membentuk opini tentang apakah institusi sudah mengikuti peraturan dan prinsip syariah serta juga sesuai dengan pedoman, peraturan, dan ajaran spesifik yang diterbitkan oleh kami. (AAOIFI, 2004-5b, Standar Pemerintah No. 1 Dewan Pengawas Syariah, paragraf 13)
Kami telah melaksanakan peninjauan, yang melibatkan investigasi, dengan memakai tes untuk setiap jenis transaksi, dokumentasi dan prosedur yang berkaitan yang diadopsi oleh IFI. Kami mempersiapkan dan melakukan peninjauan guna mendapatkan semua gosip dan klarifikasi yang kami anggap perlu dalam memberi kami bukti yang mencukupi untuk menawarkan kepastian yang sewajarnya bahwa institusi terkait tidak melanggar peraturan dan prinsip syariah” (AAOIFI, 2004-5b, Standar Pemerintah No. 1 Dewan Pengawas Syariah, paragraf 16)
Dewan syariah sebaiknya cuma memusatkan perhatian pada kesesuaian syariah dari struktur finansial, termasuk produk, dokumentasi, dan proses transaksi. Bila diharapkan, laporan dari dewan harus mencantumkan pernyataan yang terperinci bahwa pembukuan keuangan sudah diperiksa untuk kesesuaianya dengan basis syariah dalam pengalokasian keuntungan di antara pemegang ekuitas dan deposan.
Laporan dewan syariah sebaiknya juga mencantumkan pernyataan yang jelas bahwa semua pendapatan didapatkan dari sumber-sumber atau lewat cara-cara yang dihentikan oleh peraturan dan prinsip syariah Islami telah diberikan untuk amal. Dalam masalah pelanggaran terhadap salah satu peraturan dan pengaturan syariah dari dewan syariah, dewan mesti meindikasikan pelanggarannnya dalam laporan. Dewan syariah sentra juga mampu menyetujui patokan fit and proper untuk penunjukkan penasihat syariah dalam intitusi perbankan Islami.
AAOIFI juga telah mempublikasikan standar tentang peninjauan syariah oleh dewan syariah (standard governance No. 2) dan peninjauan syariah internal (standard governance N. 3) oleh departemen audit internal dari bank masing-masing. Peninjaun syariah biasanya dijalankan dalam tahap-tahapan berikut:
- Perencanaan prosedur peninjauan
- Pelaksanaan mekanisme peninjauan dan antisipasi dokumen kerja
- Pendokumentasian kesimpulan dan laporan.
Peninjauan syariah internal sebaiknya dijalankan untuk menilik dan menganalisa jngkauan kesesuaian atas peraturan syariah dari sudut pandang aliran yang sudah disediakan oleh pengawas syariah.
E. Dasar Hukum
- Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 ihwal Perkreditan Rakyat menurut Prinsip Syariah.
- Peraturan Bank Indonesia No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober wacana Bank Umum yang melaksanakan aktivitas usaha yang menurut Prinsip Syariah yang kemudian di ubah dengan Peraturan Bank Indonesia No.7/35/PBI/2005 tanggal 29 September 2005 wacana Bank Umum yang melakukan aktivitas usaha yang berdasarkan Prinsip Syariah.
- Peraturan Bank Indonesia No.8/3/PBI/2006 tanggal 30 Januari wacana pergeseran aktivitas perjuangan Bank Umum Konvensional menjadi Bank Umum yang melakukan acara perjuangan menurut Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank yang melaksanakan acara perjuangan berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional.
- Semua Peraturan Bank Indonesia (PBI) tersebut mengharuskan setiap Bank Syariah harus memiliki Dewan Pengawasan Syariah (DPS).
F. Tugas, Wewenang Dan Tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah
Tugas, Wewenang dan Tanggungjawab Dewan Pengawas Syariah (DPS) antara lain;
- Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional Bank terhadap aliran yang sudah ditetapkan oleh DSN-MUI.
- Menilai faktor syariah kepada pedoman operasional. Dan produk yang dikeluarkan Bank.
- Memberikan opini dari faktor syariah kepada pelaksanaan operasional Bank secara keseluruhan dan laporan publikasi Bank.
- Mengkaji produk dan jasa baru yang belum ada fatwa untuk dimintakan fatwa terhadap DSN-MUI.
- Menyampaikan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6 bulan kepada Direksi, Komisaris, DSN-MUI dan Bank Indonesia.
Adapun Tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah dalam Bank Syariah Mandiri ialah:
- Memberikan pesan tersirat dan saran terhadap Direksi serta memantau acara Bank supaya sesuai dengan Prinsip Syariah
- Menilai dan memutuskan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan Bank
- Mengawasi proses pengembangan produk gres Bank
- Meminta anutan kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk gres Bank yang belum ada fatwanya
- Melakukan review secara terpola atas pemenuhan prinsip syariah kepada prosedur penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank
- Meminta data dan isu terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka pelaksanaan tugasnya.
G. Prosedur Penerapan Anggota Dewan Pengawas Syariah
Sebelum menerima penetapan dari DSN-MUI dan kesepakatan dari Bank Indonesia pihak Bank wajib mengajukan calon untuk anggota DPS. Permohonan Pengajuan ini ditunjukan terhadap Bank Indonesia sesudah mendapat rekomendasi dasi DSN-MUI.
Ada 2 hal yang dilakukan Bank Indonesia dalam hal memberikan kesepakatan atas permintaan anggota DPS, yakni;
- Penelitian atas kelengkapan dan kebenaran dokumen.
- Melakukan wawancara terhadap kandidat anggota DPS.
Dua hal tersebut dilakukan untuk memenuhi ketentuan Bank Indonesia utamanya untuk kompetensi perihal pengertian operasional Bank Syariah. Sedangkan penetapan dari DSN-MUI dilaksanakan untuk kompetensi pemahaman mengenai Prinsip Syariah.
Sedangkan prosedur surat permohonannya yaitu sebagai berikut;
- Lima Belas (15) hari sejak diterbitkannya surat kesepakatan Bank Indonesia, permohonan untuk mendapatkan penetapan DSN-MUI telah wajib disampaikan.
- Tiga Puluh (30) hari sejak diterbitkanya surat kesepakatan Bank Indonesia, DSN-MUI wajib menetapkan calon untuk anggota DPS.
- Sepuluh (10) hari sesudah pengangkatan anggota DPS, anggota DPS lewat Bank wajib melaporkan diri terhadap Bank Indonesia.
H. Kewajiban Bank Syariah Terhadap Dewan Pengawas Syariah
Bank Syariah wajib menunjukkan akomodasi terhadap DPS guna mendukung kinerja pengawasan syariah untuk melaksanakan tugas serta wewenang dan tanggungjawab sebagaiDPS, antara lain:
- Mengakses data dan informasi yang diperlukan terkait dengan pelaksanaan tugasnya serta mengklarifikasikannya terhadap manajemen Bank.
- Memanggil dan meminta pertanggungjawaban dari sisi syariah terhadap manajemen Bank.
- Memperoleh kemudahan yang mencukupi untuk melaksanakan tugas secara efektif.
- Memperoleh imbalan sesuai dengan aturan perseroan.
I. Jumlah Anggota dan Perangkapan Keanggotaan Dewan Pengawas Syariah
DPS mampu melaksanakan perangkapan jabatan dalam rangka penerapan prinsip Good Corporate Governance dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka DPS mampu melaksanakan perangkapan jabatan dengan ketentuan selaku berikut:
- Jumlah anggota DPS sedikitnya 2-5 orang untuk Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah, sedangkan untuk BPRS anggota DPS sekurang-kurangnya mesti berjumlah 2-3 orang.
- Anggota DPS mampu merangkap jabatan selaku anggota DPS lain sebanyak 4 Bank lain atau forum keuangan Syariah bukan Bank.
Sedangkan dalam rujukan lain Jumlah anggota DPS tersebut telah memenuhi ketentuan bila sesuai Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/3/PBI/2009 tanggal 29 Januari 2009 yang menetapkan bahwa anggota DPS sekurang-sekurangnya sebanyak 2 (dua) orang dan maksimal sebanyak 50% dari jumlah Direksi, atau bagi Bank Muamalat sebanyak-banyaknya 3 (tiga) orang
Anggota DPS dapat merangkap jabatannya sebagai anggota DSN-MUI sebanyak 2 orang dari lembaga keuangan Syariah.
Dasar hukum perangkapan jabatan anggota DPS yaitu;
- Untuk Bank Umum Syariah dan Usaha Unit Syariah sebelum dikeluarkannya PBI No.6/24/PBI/2004 yang telah diubah dengan PBI No.7/35/PBI/2005 serta PBI No.8/3/PBI/2006 mesti disesuaikan selambat-lambatnya tanggal 14 Oktober 2007.
- Untuk BPRS sebelum dikeluarkannya PBI No.6/17/PBI/2004 harus disesuaikan selambat-lambatnya 1 Juli 2007.
J. Pengawasan Penerapan Prinsip Syariah
Di Indonesia, pemikiran ulama tentang produk dan jasa keuangan syariah diberikan oleh Majelis Ulama Indonesia lewat Dewan Syariah Nasional. Kemudian untuk memantau pelaksanaan sumbangan produk dan jasa keuangan oleh lembaga keuangan Dewan Syariah Nasional akan menunjuk Dewan Pengawas Syariah untuk tiap forum keuangan yang bersangkutan.
Peran DSN dan DPS memang tidak terbatas pada pertolongan anutan atas produk, jasa dan transaksi keuangan yang hendak dikerjakan oleh forum keuangan, tetapi juga harus menentukan proses purifikasi dan memonitor pengelolaan forum keuangan. Secara biasa peran DSN dan DPS mencakup:
- Penentuan transaksi keuangan yang diperbolehan. Transaksi dalam keuangan haruslah sesuai dengan syariah. Apabila penerapan prinsip syariah tidak dijalankan dengan konsisten(istiqomah) walaupun inovatif (fathonah) dalam menjalankannya pasti akan menurunkan nilai hakiki dari prinsip syariah itu sendiri.
- Purifikasi. Purifikasi yakni memisahkan yang haram (yang terpaksa ada dan jumlahnya relatif kecil) dari yang halal, bukan memisahkan yang halal dari yang haram.
- Advokasi untuk nasabah funding dan lending. Transaksi keuangan syariah harus memperlihatkan perlindungan terhadap yang haram terutama untuk mempertahankan keimanan, kehidupan, dan nalar mereka. Dan menawarkan kepentingan nasabah secara proporsional.
- Monitor kepatuhan. Pengawasan kepatuhan mampu dilakukan dengan memonitor pelaksanaan semenjak awal sampai simpulan, tergolong kajian atas dokumentasi transaksi, dan membuat laporan yang akurat dan tepat waktu atas penyimpangan yang ada.
- Kepedulian terhadap masyarakat sekitar. Ide dasar dari ekonomi Syariah juga untuk memanfaatkan sumber daya yang sudah diciptakan Allah Swt dan diciptakan untuk kemashlahatan insan.
- Tanggung jawab sosial, Mengingat tingkat pemahaman dan kedahsyatan ekonomi syariah masih relatif rendah maka tanggung jawab sosial ini juga dapat mencakup tanggung jawab kenaikan pendidikan ekonomi syariah.
K. Peran Dewan Pengawas Syariah
Dalam pasal 10 ayat (1 s.d 3) peraturan ketua tubuh Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor: Per-03/BI/2007 perihal kegiatan perusahaan pembiayaan menurut prinsip syariah telah dikemukakan perihal peran dewan pengawas syariah. Dala ayat (1) dikemukakan bahwa perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan perjuangan berdasarkan prinsip syariah wajib memiliki dewan pengawas syariah yang berisikan paling kurang 2 (dua) orang anggota dan satu orang ketua. Pada ayat (2) menegaskan bahwa anggota dewan pengawas syariah diangkat dalam rapat umum pemegang saham atas anjuran mejelis ulama Indonesia dan ayat (3) memastikan bahwa dewan pengawas syariah bertugas memberikan pesan tersirat dan anjuran kepada direksi, mengawasi aspek syariah acara operasional perusahaan pembiayaan dan selaku perantara antara perusahaan pembiayaan dengan DSN-MUI.
Demikian juga dalam pasal 109 UU No. 40 Tahun 2007 perihal perusahaan terbatas mengemukakan bahwa:
- Perseroan yang melaksanakan aktivitas perjuangan berdasarkan prinsip syariah selain memiliki dewan komisaris wajib mempunyai dewan pengawas syariah.
- Dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas spesialis syariah atau lebih yang diangkat oleh Rapat Umum Pemilik Saham atas usulan Majelis Ulama Indonesia.
- Dewan Pengawas Syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas menunjukkan pesan yang tersirat dan nasehat kepada Direksi, serta memantau acara Perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah.
Ketentuan gres dalam Undang-undang Perseroan Terbatas tersebut ialah keharusan perusahaan membentuk dewan pengawas syariah. Bagi perusahaan yang melakukan usahanya dengan prinsip syariah selain memiliki dewan komisaris juga mempunyai dewan pengawas syariah. Dalam ketentuan tersebut, dewan pengawas syariah tugasnya memberi hikmah dan nasehat terhadap direksi, serta mengawasi jalannya perseroan.
Fungsi dewan pengawas syariah sebagai pengawas memiliki kesamaan dengan fungsi komisaris. Bedanya, kepentingan komisaris dalam melaksanakan fungsinya yakni memutuskan perusahaan selalu menciptakan laba irit. Akan tetapi kepentingan dewan pengawas syariah semata-mata cuma untuk menjaga kemurnian agama Islam dalam praktik acara perusahaan.
L. Kedudukan Dewan Pengawas Syariah
Bagi Bank Syariah yang berbentuk perseroan terbatas (lihat Pasal 7 UUPS) organisasinya mengacu pada ketentuan UU No. 40 Tahun 2007. Hal tersebut memiliki arti bahwa dalam sebuah bank syariah kekuasaan tertinggi ada pada RUPS, pengurusan dilakukan oleh Direksi, dan pengawasan kepada direksi dijalankan oleh komisaris.
Dalam keputusan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 03 Tahun 2000 juga ditetapkan beberapa hal, diantranya yakni:
1. Keanggotaan Dewan Pengawas Syariah yaitu sebagai berikut:
- Setiap Lomba Kompetensi Siswa mesti mempunyai sekurang-kurangnya tiga orang anggota Dewan Pengawas Syariah;
- Salah satu dari jumlah tersebut ditetapkan sebagai ketua;
- Masa peran anggota dewan pengawas syariah ialah 4 (empat) tahun dan akan mengalami pergeseran antar waktu bila meninggal dunia, minta berhenti, direkomendasikan oleh Lomba Kompetensi Siswa yang bersangkutan, atau telah menghancurkan gambaran DSN.
Menurut Muhammad: Setiap Bank Umum Syariah atau Bank Konvensional yang mempunyai Unit Usaha Syariah mesti mempunyai setidaknya 2-5 orang sebagai anggota Dewan Pengawasan Syariah. Sedangkan untuk Bank Pengkreditan Rakyat Syariah setidaknya memiliki 1-3 orang anggota DPS. Jika anggota DPS di setiap lembaga keuangan syariah mempunyai lebih dari satu anggota maka salah satu dari anggota tersebut harus menjadi ketua DPS dilembaga Keuanngan Syariah tersebut.[16]
2. Syarat Anggota Deawn Pengawas Syariah
- Memiliki akhlaq karimah;
- Memiliki kompetensi kepakaran di bidang syariah muamalah dan wawasan di bidang perbankan dan/atau keuangan secara biasa ;
- Memiliki kesepakatan untuk berbagi keuangan berdasarkan syariah;
- Memiliki kelayakan selaku pengawas syariah, yang dibuktikan dengan surat/akta dari DSN.
Sedangkan berdasarkan Muhammad tolok ukur anggota DPS dalah selaku berikut:[17]
Persyaratan utama bagi anggota Dewan Pengawas Syariah yaitu mereka mesti mempunyai kesanggupan di bidang Hukum Muamalah, Hukum Ekonomi dan Perbankan. Selain itu, anggota DPS juga wajib memenuhi tolok ukur berikut;
- Integritas
- Kompetensi, dan
- Reputasi keuangan
Anggota DPS yang menyanggupi standar integritas tersebut, antara lain yakni pihak-pihak yang:
- Memiliki budpekerti dan sopan santun baik
- Memiliki kesepakatan untuk mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Memiliki akad yang tinggi dalam membuatkan perbankan syariah yang sehat.
- Tidak tergolong daftar TIDAK LULUS sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Anggota DPS yang menyanggupi tolok ukur kompetensi merupakan pihak-pihak yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang syariah muamalah dan wawasan di bidang perbankan serta pengetahuan di bidang keuangan secara umum.
Sedangkan anggota DPS yang menyanggupi standar reputasi keuangan yakni pihak-pihak yang:
- Tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet.
- Tidak pernah dinyatakan failed atau menjadi direksi atau komisaris yang dinyatakan bersalah mengakibatkan suatu perseroan dinyatakan failed dalam waktu 5 tahun sebelum dicalonkan.
3. Hal-hal yang mesti diperhatikan untuk menjamin kebebasan mengeluarkan usulan dewan pengawas syariah, yaitu:
- Mereka bukan staf bank, dalam arti mereka tidak tunduk di bawah kekuasaan administratif;
- Mereka dipilih oleh RUPS;
- Honorarium mereka diputuskan oleh RUPS;
- DPS mempunyai tata cara kerja dan peran-tugas tertentu seperti halnya tubuh pengawas yang lain.
M. Kegiatan DPS dalam Pengawasan Internal Syariah
Aktivitas dewan pengawas syariah dalam melaksanakan pengawasan syariah, menurut Briston dan Ashker yang dikutip oleh Yaya (2004), ada tiga adalah : ex ante auditing, ex post auditing, dan perkiraan dan pembayaran zakat. Pertama, Ex ante auditing ialah kegiatan pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan kepada berbagai kebijakan yang diambil dengan cara melakukan review kepada keputusan-keputusan manajemen, dan melaksanakan review kepada seluruh jenis kontrak yang dibuat oleh manajemen bank syariah dengan semua pihak.
Tujuan investigasi tersebut untuk menangkal bank syariah melakukan kesepakatan yang melanggar prinsip-prinsip syariah. Kedua, Ex post auditing ialah aktivitas pengawasan syariah dengan melakukan pemeriksaan terhadap laporan kegiatan (kegiatan) dan pembukuan keuangan bank syariah. Tujuan investigasi ini ialah untuk menelusuri acara dan sumber-sumber keuangan bank syariah yang tidak cocok dengan prinsip-prinsip syariah. Ketiga, Perhitungan dan pembayaran zakat ialah aktivitas pengawasan syariah dengan memeriksa kebenaran bank syariah dalam menghitung zakat yang mesti dikeluarkan dan memerikasa kebenaran dalam pembayaran zakat sesuai dengan ketentuan syariah. Tujuan investigasi tersebut ialah untuk memastikan agar zakat atas segala perjuangan yang berhubungan dengan hasil perjuangan bank syariah sudah dihitung dan dibayar secara benar oleh manajemen bank syariah.
Shari’a review merupakan aktivitas utama dewan pengawas syariah untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengawas kepatuhan syariah dalam operasional bank syariah. Tujuan utama shari’a reviewadalah untuk memastikan kesesuaian seluruh operasional bank dengan prinsip dan hukum syariah adalah dengan mengeluarkan ajaran – ajaran, hukum – hukum, dan instruksi – kode dalam duduk perkara fiqih yang digunakan fatwa bagi administrasi dalam mengoperasikan bank syariah (GSIFI No. 2 paragraf 1). Dengan menganalogkan pada pengertian perihal Pengertian tentang shari’a review berdasarkan GSIFI No. 2 paragraf 3 yaitu :
“Shari’a review is an examination of the extent of IFI’s compliance, in all its activities, with sharia. This examination includes contracts, agreements, policies, products, transactions, memorandum and articles of association, financial statements, reports (espicially internal audit and central bank inspection) circulars etc.
Shari’a review merupakan pengujian kepatuhan syariah secara menyeluruh terhadap kegiatan bank syariah, sehingga dewan pengawas syariah harus memiliki terusan yang lengkap dan bebas atas semua dokumen transaksi dan semua gosip yang berasal dari berbagai sumber baik itu saran dari para hebat maupun dari karyawan bank sendiri. Tujuan dari shari’a review adalah untuk memastikan bahwa acara yang dijalankan oleh bank syariah tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dan hukum syariah yang telah difatwakan dan diatur oleh dewan syariah (GSIFI No. 2 paragraf 4). Sehingga dengan dikerjakan shari’a review diperlukan semua aktivitas dan produk bank syariah dapat dipastikan sesuai dengan aturan dan prinsip syariah yang telah ditetapkan dan dikontrol oleh dewan pengawas syariah.
Tanggung jawab dewan pengawas syariah dalam duduk perkara kepatuhan syariah yakni menawarkan opini atas kepatuhan syariah dari bank syariah serta memperlihatkan kode, petunjuk, dan training yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap prinsip syariah kepada administrasi bank syariah. Sedangkan tanggung jawab atas pelaksanaan kepatuhan syariah berada di pihak manajemen bank syariah. Shari’a review bukan ialah tanggung jawab administrasi, tetapi juga tidak membebaskan manajemen dari keharusan untuk melaksanakan semua transaksi menurut syariah. Manajemen bank syariah bertanggung jawab untuk memperlihatkan semua info yang berkaitan dengan kepatuhan syariah kepada dewan pengawas syariah (GSIFI No. 2 paragraf 5). Governance Standard for Islamic Financial Institutions No. 2dalam paragraf 7 menyebutkan tiga mekanisme dalam pelaksanaan shari’a review yaitu planning review procedures, executing review procedure and review of working papers, dan documenting conclusions and report. Planning review procedures bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh atas operasi bank syariah yang meliputi produk, skala operasi, lokasi, kantor cabang, anak perusahaan dan divisi, serta bermaksud untuk memperoleh daftar semua ajaran, hukum, dan petunjuk yang dikeluarkan oleh dewan pengawas syariah. Sedangkan executing review procedure and review of working papers bermaksud untuk menemukan temuan audit dengan melakukan serangkaian pengujian atas transaksi dan dokumen serta mendokumentasikan semua mekanisme audit yang sudah dijalankan selama investigasi. Hasil shari’a review adalah berbentukkesimpulan dari dewan pengawas syariah atas kepatuhan bank syariah terhadap aturan dan prinsip-prinsip syariah. Kesimpulan tersebut dibuat dalam laporan dewan pengawas syariah yang mau disampaikan dalam rapat lazim pemegang saham bank syariah. Laporan hasil shari’a review tersebut juga harus diterbitkan serentak dengan penerbitan pembukuan keuangan pihak manajemen bank syariah kepada penduduk (GSIFI No.2 paragraf 13).
Aktivitas shari’a review dalam praktek pengawasan internal syariah oleh DPS terbagi menjadi dua bab yaitu acara ex ante auditing danex post auditing. Untuk aktivitas shari’a review ex ante auditing antara lain :
1. Menetapkan tolok ukur kepatuhan syariah;
2. Menetapkan sistem dan prosedur operasional;
3. Mereview kebijakan dan keputusan administrasi;
4. Menetapkan produk bank.
Sedangkan kegiatan shari’a review ex post auditing yang dilaksanakn DPS dalam melakukan fungsi pengawasan syariah antara lain :
1. Menentukan indikator kepatuhan syariah;
2. Menentukan lingkup pengawasan syariah;
3. Merencanakan prosedur penilaian kepatuhan syariah;
4. Menilai kepatuhan syariah atas kinerja manajemen;
5. Tindak lanjut atas temuan syariah;
6. Melaporkan hasil penilaian kepatuhan syariah.
N. Optimalisasi Peran Dewan Pengawas Syariah
Peran vital dewan pengawas syariah di Indonesia, dalam praktik di lapangan dikala ini, belum optimal. Ada beberapa faktor utama penyebab peran dan fungsi dewan pengawas syariah belum maksimal di Indonesia antara lain:[20]
- Lemahnya status hukum hasil penilaian kepatuhan syariah oleh DPS balasan ketidakefektifan dan ketidakefesienan prosedur pengawasan syariah dalam perbankan syariah di Indonesia dikala ini;
- Terbatasnya ketrampilan sumberdaya DPS dalam dilema audit, akuntansi, ekonomi, dan hukum bisnis;
- Belum adanya prosedur dan struktur kerja yang efektif dari DPS dalam melaksanakan fungsi pengawasan internal syariah dalam bank syariah
Akibat dari ketiga faktor tersebut menjadikan tugas supervisi dari DPS dalam pengawasan syariah di bank syariah termaginalkan. Sehingga tugas DPS di Indonesia pada dikala ini lebih banyak berperan selaku penasehat syariah bagi administrasi, alat komunikasi dan marketing bagi bank syariah, dan sebagai legislator produk bank syariah. Fungsi pengawasan terhadap proses operasional yang ialah kegiatan shari’a review ex post auditing jarang atau bahkan tidak pernah dijalankan oleh DPS, alasannya adalah kegiatan shari’a review terfokus pada kegiatan ex ante auditing.
Salah satu alternatif untuk mengoptimalkan tugas dewan pengawas syariah dalam bank syariah di Indonesia adalah dengan berbagi fungsi pendukung dewan pengawas syariah berupa staf yang memadai untuk menolong DPS melakukan tugas-peran pengawasan (Yaya, 2004). Accounting and Audting Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) dalam Governance Standard for Islamic Financial Institutions (GSIFI) No. 1 wacana Shari’a Supervisory Board : Appoitment, Composition and Report, paragraf 7, menyatakan bahwa dewan pengawas syariah dapat mencari jasa konsultan yang hebat dalam bisnis, ekonomi, hukum, akuntansi dan lainnya. Dewan pengawas syariah dalam melaksanakan tugas pengawasan dan sharia review kepada bank syariah menurut GSIFI No. 1 tersebut dapat menggunakan jasa internal auditor yang ada dalam tata cara pengawasan bank syariah, yakni dengan memperluas ruang lingkup dan peran departemen internal audit dengan memasukkan faktor syariah. Internal auditor akan melakukan internal shari’a review berdasarkan bimbingan dewan pengawas syariah dan melaporkan temuan-temuan selama internal shari’a review terhadap dewan pengawas syariah.
Makara, supaya DPS dan DSN mempunyai peran yang maksimal dan signifikan, setidaknya ada lima hal penting yang mesti menjadi perhatian bersama.
1. MUI memilih klasifikasi kemampuan pihak-pihak yang mampu diangkat menjadi anggota DSN atau DPS;
2. Anggota DSN dilarang menjadi konsultan pada forum keuangan syariah atau divisi unit syariah pada lembaga keuangan konvensional;
3. Lembaga keuangan syariah harus memiliki DPS di tempat;
4. DPS didukung full time oleh seluruh pihak yang terkait;
5. Posisi DPS setidaknya mesti sejajar dengan komisaris.
O. Laporan DPS
Laporan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada dasarnya meliputi isu yang diberikan oleh anggota-anggota dewan mengenai praktik perbankan yang tidak bertolak belakang dengan pemikiran agama islam. Biasanya laporan DPS ini disampaikan berbarengan dengan laporan tahunan bank. Bentuk dari laporan DPS ini tidak sama antara satu bank dengan bank yang lain meskipun masih dalam cakupan negara yang sama karena mempunyai prosedur operasinal yang berbeda-beda.
Abdallah (1994), menyatakan bahwa DPS mesti melakukan empat investigasi pembukuan keuangan bank Islam. Pertama, DPS memastikan bahwa formula yang digunakan untuk mengalokasikan profit antarashareholder dan pemegang akun investasi ialah adil dan sejalan dengan usulan yang diberikan oleh DPS. Kedua, DPS mengonfirmasikan bahwa semua penerimaan bank Islam berasal dari transaksi yang sah sesuai hukum. Jika bank Islam mendapat penerimaan ini tidak cocok aturan Islam, DPS akan menyatakan bahwa penerimaan ini tidak boleh dimasukkan dalam profit yang dialokasikan untukshareholder dan pemegang akun investasi. Ketiga, DPS memutuskan supaya zakat dihitung dengan benar, dilaporkan secara transparan dan didistribusikan secara merata terhadap akseptor zakat. Keempat, DPS bertanggung jawab menyatakan opini bank Islam dalam mengerjakan tugas sosialnya di lingkungan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dewan Pengawas Syariah ialah Dewan yang mengawasi, mengarahkan serta yang lainnya yang berkaitan dengan kesyariahan perusahaan. sehingga perusahaan tersebut tidak cuma menerima laba tetapi menerima berkah dari Allah Swt sehingga meraih titik falah.
Peran DPS dalam perkembangan ekonomi Islam sangatlah besar tanpa adanya DPS, masyarakat sulit untuk mengerti perusahaan mana yang bisa membawa mereka yang juga menguntungkan disisi Akhirat. Namun, pada saat ini ada beberapa hal yang perlu di perbaiki lagi mirip pengawasan secara menyeluruh hingga kekantor-kantor cabang diberikan pengawasan.
B. Saran
Makalah ini cuma membicarakan segelintir saja tentang Dewan Pengawas Syariah maka dari itu kami menghendaki kepada seluruh akseptor untuk dapat memberi dukungan ilmu yang sudah dimengerti, demi kesempurnaan para Econom Masa Kini.
REFERENSI
Adrian Sutedi, Pasar Modal Syariah: Sarana Investasi Keuangan Berdasarkan Prinsip Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011)
___________, Perbankan Syariah: Tinjauan dan Beberapa Segi Hukum, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009)
Muhammad Ayub, Understanding Islamic Finance, diterjemahkan oleh Aditya Wisnu Pribadi, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009)
Muhammad Syafii Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktek,(Jakarta: Gema Insani, 2010)
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (life and general), (Jakarta: Gema Insani Press, 2004)