close

Makalah Aset Tak Berwujud

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Perusahaan pasti mempunyai Aset tidak berwujud yang digunakan untuk acara operasional perusahaan. Aset tak berwujud yakni hak, hak istimewa dan keuntungan kompetitif yang timbul dari pemilikan suatu Aset yang berumur panjang, yang tidak memiliki wujud fisik tertentu. Bukti pemilikan Aset tak berujud bisa berupa persetujuan, lisensi atau dokumen lain. Dimana Aset tidak berwujud merupakan bagian dari Aset Nonlancar yang lain yang di neraca diklasifikasikan dan disuguhkan selaku Aset Lainnya.
Dengan penjelasan yang sangat rendah ini pastinya memiliki peluang pada kurang akuratnya pencatatan terhadap transaksi Aset tidak berujud tersebut. Sebagai bagian dari neraca, Aset tidak berwujud juga membutuhkan tolok ukur akuntansi untuk memberi penjelasan yang terkait dengan legalisasi, pengukuran, serta pengungkapan dan penghidangan dalam laporan keuangan. Selain itu juga terdapat kemungkinan adanya perlakuan khusus, misalnya yang terkait dengan amortisasi dan penghentian serta penghapusannya. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka golongan kami menciptakan makalah yang berjudul “Aset Tidak Berwujud”.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian aset tak berwujud?
2.      Apa saja Jenis aset tak berwujud?
3.      Bagaimana rancangan ongkos riset dan pengembangan dalam aset tak berwujud?
4.      Apa itu biaya situs Wet dalam aset tak berwujud?
5.      Bagaimana Penyajian dalam aset tak berwujud?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan pengertian aset tak berwujud.
2.      Menjelaskan Jenis aset tak berwujud.
3.      Menjelaskan konsep biaya riset dan pengembangan dalam aset tak berwujud.
4.      Menjelaskan ongkos situs Wet dalam aset tak berwujud.
5.      Menjelaskan Penyajian dalam aset tak berwujud.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Aset Tak Berwujud
Aset tak berwujud yaitu hak, hak istimewa dan laba kompetitif yang timbul dari pemilikan suatu Aset yang berumur panjang, yang tidak mempunyai wujud fisik tertentu. Bukti pemilikan Aset tak berujud mampu berupa persetujuan, lisensi atau dokumen lain. Aset tidak berwujud mungkin muncul dari:
1.      Pemerintah – mirip hak paten, hak cipta, franchise, merek dagang dan nama dagang.
2.      Perusahaan lain – misalnya pembelian yang meliputi pembayaran untuk goodwill.
3.      Penjualan tertentu – mirip franchise dan lease.
Berdasarkan PSAK 19 paragraf 8 (revisi 2009) aset tidak berwujud adalah aset  non-moneter  yang  dapat diidentifikasi tanpa wujud fisik.
Aset ini dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan terhadap pihak lain, atau untuk tujuan administratif. Aset tetap tidak
berwujud diakui bila dan cuma jika:
1.      Kemungkinan besar perusahaan akan memperoleh manfaat hemat kurun depan dari Aset tersebut, dan
2.      Biaya perolehan aset tersebut mampu dikur secara ahli.
Secara umum, akutansi untuk Aset tak berujud ialah sejalan dengan akutansi untuk Aset tetap. Seperti halnya Aset tetap, Aset berujud juga dicatat atas harga dasar harga perolehan dan harga perolehan ini dihapus secara rasuonal dan sistematis selama periode faedah Aset tak berujud tersebut. Jika pada sebuah ketika tidak boleh, maka nilai buku Aset tak berujud dihapuskan dari pembukuan dan dicatat pula keuntungan atau rugi penghentian (kalau ada).
Namun demikian, terdapat sejumlah perbedaan antara akutansi Aset tak berujud kalau ketimbang akutansi Aset tetap. Pertama, ungkapan yang dipakai untuk menghapus Aset tak berujud ialah amortisasi (bukan depresiasi). Untuk mencatat amortisasi Aset tak berujud maka rekening Biaya Amortosasi didebet dan rekening Aset tak berujud yang bersangkutan dikredit. Alternatif lain, bisa juga dikredit rekening Akumulasi Amortisasi, seperti halnya akumulasi depresiasi pada Aset tetap. Namun sebagian besar perusahaan menentukan cara yang sederhana, adalah dengan eksklusif mengkredit rekening Aset tak berujud. Perbedaan kedua ialah bahwa kala amortisasi sebuah Aset tak berujud dilarang melampaui 40 tahun. Sebagai contoh, jika kurun faedah sebuah Aset tak berujud adalah 60 tahun, maka amortisasinya harus dilakukan 40 tahun. Akan namun bila abad menfaat Aset tak berujud kurang dari 4 tahun, maka era faedah itulah yang mau dipakai. Aturan tesebut dimaksudkan untuk menjaga semoga semua Aset tak berujud, khususnya yang tidak ketentuan kurun manfaatnya, dihapus dalam era waktu yang wajar.
Berbeda dengan Aset tetap, amortisasi Aset tak berujud hanya mengenal satu metoda, yaitu metoda garis lurus. Oleh sebab itu, perlakuan akutansi Aset tak berujud pada berbagai perusahaan relatif mudah diperbandingkan.
B.     Karakteristik Aset tidak Berwujud
Aset tak berwujud memiliki karakteristik penting, ialah :
1.      Kurang mempunyai keberadaan fisik, tidak seperti Aset berwujud mirip property, pabrik, dan peralatan, Aset tak berwujud menemukan nilai dari hak dan keutamaan atau privilege yang diberikan pada perusahaan yang menggunakannya.
2.      Bukan ialah instrument keuangan, Aset seperti deposito bank, piutang perjuangan, dan investasi jangka panjang dalam obligasi serta saham tidak memiliki substansi fisik, namun tidak diklasifikasikan sebagai Aset tak berwujud. Aset ini ialah instrument keuangan dan menghasilkan nilainya dari hak untuk menerima kas atau ekuivalen kas di kala depan.
3.      Bersifat jangka panjang dan menjadi subjek amortisasi, Aset tak berwujud menawarkan jasa selama periode bertahun tahun. Investasi dalam Aset ini umumnya dibebankan pada kala masa mendatang lewat beban amortisasi periodik.
Akuntansi untuk Aset tak berwujud mempunyai masalah yang serupa dengan akuntansi Aset jangka panjang lainya, yakni menentukan nilai terbawa mulanya, akuntansi untuk jumlah setelah akuisisi dalam keadaan bisnis normal ( amortisasi ), dan akuntansi untuk jumlah bila nilainya turun secara substansial serta terus-menerus.
B.     Klasifikasi dan Prisip Akuntansi Dasar Aset Tak Berwujud
1.      Klasifikasi Aset Tak Berwujud
a)      Cara akuisisi ( manner of acquisition ). Aset tak berwujud mampu diperoleh dengan cara membelinya dari entitas lain. Seperti berbelanja wiralaba atau paten dari orang lain. Cara lain untuk menemukan Aset tak berwujud yakni dengan cara menjadikannya sendiri melalui operasi, contohnya yaitu paten dan merek jualan .
b)      Dapat diidentifikasi ( identifiability ). Beberapa kativa tak berwujud dapat diidentifikasi secara terpisah dari perusahaan lainya. Contohnya hak pataen, merek jualan , dan wiralaba. Aset tak berwujud lainya tidak mampu dipisahkan tetapi nilainya dapat diturunkan dari nilai Aset yang berafiliasi denganya. Contohnya ialah goodwill, yang nilainya dibedakan atas beberapa factor seperti loyalitas konsumen atas mutu produk, dan bukan dari kepemilikan khusus.
c)      Dapat dipertukarkan ( exchangeability ). Beberapa Aset tak berwujud mampu diidentifikasi dapat dijual maupun dibeli, atau dengan kata lain dapat dipertukarkan. Contohnya tergolong paten, merek dagang dan wiralaba. Aktiv atak berwujud lainya, yang dapat depertukarkan kecuali dengan memasarkan perusahaan itu juga . Contohnya dalah biaya organisasi. Tidak ada pihak lain yang hendak membeli biaya organisasi ini secara terpisah ( terlepas dari perusahaanya ). Goodwill  yaitu teladan Aset tak berwujud yang tidak mampu diidentifikasi dan tidak mampu dipertukarkan. Goodwill hanya cuma akan memepunyai nilai bila dikombinasikan atau dihubungkan denan Aset lainya dan tidak dapat diperoleh kecuali dengan mengakuisisi Aset lainya secara simultan.
d)     Periode faedah yang diperlukan ( period of expected benefit ). Beberapa Aset tak berwujud, seperti biaya organisasi, dibutuhkan dapat memeberikan faedah kepada perusahaan dalam jangka waktu yang tidak terbatas. Sebagai pola paten memeiliki umur hokum selama 17 tahun, dan masa manfaat leasehold yang dicantumkan dalam persetujuan lease.
2.      Prinsip Akuntansi Dasar untuk Aset tak berwujud
Akuntansi untuk Aset tak berwujud melibatkan prinsip dan mekanisme akuntansi serupa yang diaplikasikan untuk Aset tak berwujud lainya, mirip properti, pabrik dan peralatan ialah :
a)      Pada akuisisi menerapkan prinsip ongkos.
b)      Selama kurun penggunaan, menerapkan prinsip penandingan.
c)      Pada disposisi, menerapkan prinsip pendapatan. Keuntungan atau kerugian yang diakui atas pelepasan sama dengan selisih antara usulanyang diterima.
C.    Pencatatan dan evaluasi Aset tidak berwujud tersebut
1.    Mencatat Biaya Pembelian Aset Tak Berwujud
Sesuai dengan prinsip ongkos, Aset tak berwujud harus dicatat pada ketika diakuisisi dengan biaya ekuivalen kas dikala ini. Biaya ini termasuk harga beli, ongkos transfer dan hukum, dan setiap pengeluaran lainya yang berhubungan dengan akuisisi. Biaya akuisisi merupakan biaya pasar saat ini dari semua penukar yang diserahkan atau dari Aset yang diterima, mana yang lebih mampu ditentukan.
Perlakuan akuntansi untuk banyak sekali jenis Aset tak berwujud
Cara Akuisisi
Jenis
Pembelian
Dibuat secara internal
a.Aset tak     Berwujud yang mampu diidentifikasi secara terpisah ( hak paten, merek dagang, dan ongkos organisasi )
a.Di kapaitalisasikan pada ongkos akuisisi.
b. Diamortisasi selama umur hukum atau perhitungan kala manfaat mana yang lebih singkat dengan umur maksimum 40 tahun
a.Dibebankan atau dikapitalisasi tergantung pada Aset tak berwujud tertentu.
b. Jika dikapitalisasi, akan di amortisasi selaku Aset tak berwujud yang dibeli.
b.Aset tak berwujud yang tidak mampu diidentifikasi secara terpisah ( goodwill )
a. Dibebankan pada ketika terjadinya.
b. Tidak tersedia opsi untuk pengkapitalisasian, sehingga tidak akan ada amortisasi
2.    Mencatat Biaya Aset Tak Berwujud yang Dibuat secara Internal.
Kadang abad perusahaan menciptakan sendiri Aset tak berwujud, seperti paten. Hanya biaya yang secara spesifik dapat diidentifikasi dari penciptaan Aset tak berwujud tersebut cuma akan diidentifikasi. Kaprikornus, meskipun perusahaan sudah mengeluarkan biaya observasi yang sangat besar untuk membentuk hal yang dipatenkan, tetapi hanya biaya untuk mendapatkan paten tersebut yang dikapitalisasi sebagai Aset. Karena hambatan ini, biaya yang dikapitalisasi untuk Aset tak berwujud yang dibentuk secara internal mungkin tidak mencerminkan nilainya, sedangkan biaya yang dikapitalisasi untuk Aset tak berwujud yang dibeli lewat transaksi yang masuk akal diasumsikan mencermikan nilainya
Beberapa fakor yang mesti diperhitungkan dalam mengestimasi umur Aset tak berwujud :
v  Ketentuan hukum, peraturan, atau kontraktual yang mampu membatasi umur manfaat maksimum.
v  Ketentuan untuk pembaruan ( renewal ) atau perpanjangan ( extension ) yang dpat mengganti batas umur kurun manfaat Aset tersebut.
v  Pengaruh keusangan, undangan, dan factor irit lainya yang dapat mengurangi umur faedah.
v  Perkiraan umur pelayanan ( service life ) dari seorang atau kalangan pegawai.
v  Tindakan yang diharapkan dijalankan pesaing dan pihak lainya yang dapat membatasi keunggulan kompetitif yang telah ada.
v  Umur manfaat yang tidak terbatas dan periode manfaat yang tidak dapat diproyeksikan dengan layak.
v   Apakah Aset tak berwujud itu berisikan berbagai factor perorangan dengan umur manfaat efektif yang beragam.
Menurut sifatnya itu, maka Aset tak berwujud jarang memiliki nilai residu. Biaya Aset  tak berwujud yang tidak mempunyai kala umur manfaat yang dapat ditentukan atau umur aturan tidak terbatas juga mesti diamortisasi berdasarkan estimasi umur keuntungannya.
a)    Penurunan Nilai Aset Tak Berwujud
Jika jumlah yang tidak didiskontokan atas arus kas masuk yang diperlukan dari penggunaan Aset tak berwujud yang dapat diidentifikasi lebih kecil dari nilai buku yang belum diamortisasikan, maka Aset tak berwujud disesuaikan ke nilai wajarnya. Kerugian penurunan ini eksklusif diakui sebesar perbedaan antara nilai buku dan nilai wajar. Nilai buku Aset yang sudah direvisi akan diamortisasi selama sisa umur manfaat Aset tersebut, tetapi kurun amortisasi tidak lebih dari 40 tahun
b)   Pelepasan Aset Tak Berwujud
Ketika suatu Aset tak berwujud dijual, dipertukarkan, atau dilepaskan, biaya yang belum diamortisasi mesti dihilangkan dari akun laba atau kerugian pelepasan diakui dan dicatat. Keuntungan atau kerugian yaitu sama dengan perbedaan antara hasil higienis dari pelepasan dan biaya yang belum diamortisasi.


 Jenis dari aset tidak berwujud:
Kieso et al.(2011:623) menjelaskan bahwa terdapat aneka macam jenis aset tidak berwujud, yang seringkali dikelompokkan menjadi enam kategori besar antara lain:
1.      Aset tidak berwujud yang berafiliasi dengan penjualan
Kieso et al (2011:623-624) menjelasskan Aset tidak berwujud terkait pada penjualan untuk produk atau jasa, yakni seperti nama dagang dan merek dagang. Hak untuk memakai nama dagang dan merek jualan menurut Common Low, secara pribadi berada pada pengguna awal selama mereka terus menggunakannya. Pendaftaran kepada pada Kantor Paten dan Merek Dagang menawarkan sumbangan aturan untuk pembaharuan kembali yang tak terbatas dalam masing-masing abad selama 10 tahun. Sehingga perusahaan yang memakai suatu merek jualan atau nama jualan yang sudah ditetapkan dapat mengakui menganggapnya mempunyai umur yang tidak terbatas
2.      Aset tidak berwujud yang bekerjasama dengan pelanggan
Aset tidak berwujud terkait konsumen dihasilkan dari korelasi perusahaan dengan pihak luar. Dalam hal ini termasuk aset tidak berwujud dengan era faedah tidak terbatas. Perusahaan harus mengasumsikan nilai sisa sebesar nol kecuali jika umur manfaat aset lebih pendek dari pada umur ekonomisnya. Dalam kieso (2011 : 624-625)
Contoh:
Biaya                                         6.000.000
Nilai sisa                                       (60.000)    
Dasar Amortisasi                       5.940.000
*amortisasi garis lurus dengan kala manfaat 3 tahun : (5.940.000/3 =1.980.000)                                                 
1 januari 2015
Daftar konsumen                                                                        6.000.000
kas                                                                                        6.000.000
(Pembelian daftar konsumen)
31 desember 2015, 2016, 2017
Bebab Amortisasi                                                                       1.980.000
Daftar pelanggan atau akumulasi amortisasi daftar pelanggan            1.980.000
(Amortisasi)
3.      Aset tidak berwujud yang berhubungan dengan seni
Kieso et al (2011 : 625) menerangkan, aset tidak berwujud yang bekerjasama dengan seni, terdapat hak cipa melindungi hak kepemilikan ini. Hak cipta diberikan selama umur penciptanya ditambah 70 tahun. Biaya untuk mendapatkan dan menjaga sebuah hak cipta dapat dikapitalisasi. Secara lazim kala faedah hak cipta lebih pendek dari umur hukumnya, namun kesusahan menemukan jumlah tahun yang akan mendapatkan faedah mendorong perusahaan menghapus biaya selama kurun waktu yang cukup pendek.
4.      Aset tidak berwujud yang bekerjasama dengan perjanjian
Kieso el al (2011: 625-626) menjelaskan, bentuk biasa dari sset tidak berwujud yang bekerjasama dengan kontrak yaitu waralaba (franchise) adalah lisensi, ijin bangunan, hak siaran dan persetujuan jasa atu pasokanyang keseluruhan merupakan hak yang muncul dari perjanjian kesepakatan. Waralaba berlangsung selama periode kurun waktu tertentu. Pencatatan sebagai aset tidak berwujud cuma jika terdapat ongkos yang diidentifikasi pada akuisisi hak pengoperasian. Biaya waralaba dengan umur terbatas harus dimortisasi selama umur waralaba. Kecuali jikalau umur tidak terbatas tidak diperlukan amortisasi tetapi dicatat pada biaya. Pembayaran tahunan sesuai persetujuan mesti dicatat sebagai beban operasi abad berjalan alasannya adalah tidak berhubungan dengan hak masam mendatang.
5.      Aset tidak berwujud yang berafiliasi dengan teknologi
Kieso et al (2011: 626) menjelaskan, aset tidak berwujud yang berafiliasi dengan teknologi  berkaitan bersahabat dengan invosi dan kemajuan teknologi, mirip halnya paten. Terdapat dua jenis paten yakni paten proses dan paten produk, hak paten diberikan selama abad 20 tahun dan dicatat sebesar ongkos perolehan namun tidak tergolong ongkos penelitian dan pengembangan alasannya adalah kedua biaya tersebut mesti dibebankan pada kala terjadinya. Biaya paten diamortisasi selama umur hukum atau umur manfaatnya, mana yang lebih pendek, tetapi sangat memungkinkan adanya adaptasi yang yang mampu menciptakan paten gres. Perusahaan membebankan ongkos hukum dan ongkos lainnya yang dikeluarkan untuk menjaga permintaan paten selaku biaya perolehan paten. Beban amortisasi harus merefleksikan teladan penggunaan paten. Jika paten menjadi tidak berharga sebab permintaan dan bikinan menurun maka aset harus secepatnya dihapuskan pada akun beban.
1 januari 2015
Paten                                                                                   6.000.000
kas                                                                                      6.000.000
(Biaya hukum atas paten)
31 desember 2015
Bebab Amortisasi Paten                                                     1.980.000
                Paten atau akumulasi amortisasi Paten                       1.980.000
(Amortisasi paten)
6.      Goodwill
Goodwill yaitu sisa: kelebihan biaya atas nilai wajar aset bersih yang mampu diidentifikasi yang diakuisisi, sehingga goodwill hanya mampu diidentifikasi pada bisnis secara keseluruhan, salah satu cara untuk menjual goodwill yaitu dengan menjual usaha. Dalam penggabungan perjuangan biaya dibebankan jikalau memungkinkan pada aset tidak berwujud dan aset berwujud bersih yang dapat diidentifikasi, sisanya dicatat dalam akun aset tidak berwujud yang disebut goodwiil. Kieso et al (2011: 629)
D.  Aset Tidak Berwujud Yang Dapat Dipertukarkan
Aset Tak Berwujud yang dapat dipertukarkan adalah yaitu Aset tak berwujud yang dapat diidentifikasi sebagian dari Aset lainya dan mampu dijual secara terpisah. Contohnya : mencangkup hak paten, hak cipta, merek jualan , dan waralaba, biaya organisasi.
1.    Hak Paten
Hak paten adalah hak istimewa yang dikeluarkan oleh pemerintah yang memperlihatkan kewenangan kepada pemegang hak untuk memproduksi, memasarkan dan mengawasi penemuannya dalam jangka waktu tertentu sejak hal tersebut diberikan. Suatu hak paten lazimnya tidak mampu diperbarui, jangka waktunya mampu diperpanjang dengan memberikan hak paten yang gres, kalau terdapat perbaikan atau pergantian pada desain dasar inovasi yang usang.
Harga perolehan suatu Aset-Aset tak berujud adalah kas (atau ekulivalensinya) yang dibayarkan untuk mendapatkan hak paten. Hak paten seakan-akan diberi oleh pemerintah. Dengan adanya hak ini, pemegang hak paten menjadi terlindung dari kemungkinan adanya pelanggaran oleh pesaing. Perlindungan dari pesaing sangat berguna bagi perusahaan dalam mengamankan upaya memperoleh keuntungan melalui pemasaran barang atau jasa. Itulah sebabnya perusahaan yang berhasil menemukan suatu produk gres, tidak segan-segan untuk mengeluarkan sejumlah uang demi memperoleh hak paten dari pemerintah, agar pohak lain (pesaing) tidak dibenarkan untuk memproduksi danmenjual temuan baru tersebut. Pengeluaran untu mendapatkan hak paten dicatat dalam rekening Hak Paten (atau sering disingkat Paten) dan diamortisasi selama masa tertentu.
Harga perolehan hak paten harus diamortisasi selama masa berlaku hak tersebut atau selama kurun manfaatnya, tergantung mana yang lebih pendek. Dalam memilih kala manfaat, perusahaan harus menimbang-nimbang kapan penemuan diperkirakan akan mulai ketinggalan jaman, atau tidak memadai lagi dan faktor-aspek lainnya yang menyebabkan hak paten menjadi tidak irit lagi sebelum simpulan abad berlaku hak tersebut. Untuk menunjukkan gambaran mengenai perkiraan ongkos paten, contohnya PT Erwin Megah berbelanja hak paten dengan harga perolehan Rp. 60.000.000,00. Masa manfaat hak tersebut diperkirakan 8 tahun. Dengan demikian amortisasi pertahun adalah Rp. 7.500.000,0 (Rp. 60.000.000,0 : 8). Jurnal untuk mencatat amortisasi tahunan adalah selaku berikut.
Des 31        Biaya Paten ………… Rp.  7.500.000
                       Hak Paten ……………Rp. 7.500.000
       ( untuk mencatat amortisasi hak paten )
Biaya paten dikelompokan dalam laporan rugi-keuntungan sebagai biaya operasi.
2.    Hak Cipta  
Hak cipta yakni hak yang diberikan oleh pemerintah, yang memberikan hak istimewa terhadap pemegang hak tersebut untuk memproduksi dan memasarkan sebuah karya seni atau karya tulis. Harga perolehan sebuah hak cipta terdiri dari pengeluaran untuk mendapatkan dan mempertahankan hak tersebut.
Maka manfaat suatu hak cipta biasanya lebih pendek daripada abad berlakunya. Mengingat sulitnya penentuan kurun faedah sebuah hak cipta, maka hak cipta biasanya diamortisasi dalam era waktu yang relatif pendek.
3.    Merek Dagang atau Nama Dagang
Merek dagang atau nama jualan yaitu kata, rangkain kata, logo, atau simbol yang membedakan atau memberi identitas sebuah perusahaan tertentu atau produk tertentu. Apabila kita mendengar nama jualan mirip Lux, Pepsodent, Indomie, atau Coca Cola, dengan segera terbayang dalam anggapan kita produk apa yang dimaksud dan tidak akan salah mengartikannya pada produk lain. Nama jualan memiliki manfaat yang sangat besar bagi perusahaan dan sangat besar lengan berkuasa terhadap keberhasilan pemasarannya. Penemu atau pemakai pertama dapat menemukan hak istimewa untuk menggunakan merek jualan atau nama dagang atau mendaftarkannya pada pemerintah.
Apabila merek dagang atau nama jualan dibeli, maka harga perolehan hak tersebut yaitu harga belinya.Apabila dikembangkan sendiri oleh perusahaan, maka hara perolehan mencakup biaya hukum, ongkos pendaftaran, ongkos perancangan dan pengeluaran-pengeluaran lain yang langsung berafiliasi dengan perolehan hak tersebut.
Seperti halnya Aset tak berujud lainnya, hak merek mesti diamortasikan selama era faedah atau era berlakunya, tergantung mana yang yang lebih pendek. Mengingat sulitnya penentuanmasa manfaat sebuah hak merek, umumnya dtetapkan jangka waktu yang relatif pendek.
4.    Franchise (Waralaba) dan License (Perijinan)
Bila Kita makan di Kentucky Fried Chicken, California Fried Chicken, Mac Donald, atau Pizza Huts, maka disitu kita menemukan franchise. Franchise yakni Adalah hak yang diperoleh untuk melaksanakan sebuah usaha tertentu, atau menjual produknya, sekaligus mengikuti contoh usaha, cara pengelolaan, penggunaan logo maupun penggunaan alat usaha tertentu yang aslinya dimiliki oleh perusahaan yang memberikan hak franchise.
Periijinan ialah hak perusahaan yang diperoleh dari pihak pemerintah baik kawasan maupun pusat untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu terkait dengan bidang usahanya. Ijin-ijin perusahaan tentu ada jangka waktunya, dan kalau masa berlakunya telah habis maka ijin tersebut harus diperpanjang atau diperbarui. Namun demikian ijin usaha atau kegiatan tertentu atas terkait dengan perjuangan biasanya mempunyai jangka waktu 3 hingga 30 tahun, yang artinya lebih dari satu tahun buku. Untuk itu Ijin diakui selaku Aset tetap tak berwujud.
Franchise dan lisensi bisa diberikan untuk waktu terbatas, atau terbatas dengan kemungkinan perpanjangan waktu, atau tidak terbatas. Harga perolehan suatu hak franchise dan lisensi adalah semua pengeluaran yang diharapkan untuk mendapatkan hak tersebut. Bila jangka waktunya terbatas, maka harga perolehan sebuah hak franchise dan lisensi yaitu semua pengeluaran yang dibutuhkan untuk menerima hak tersebut. Bila jangka waktunya terbatas, maka harga perolehan franchise (atau lisensi) mesti diamortasi selaku ongkos operasi selama rentang waktu ijin pengeoprasianhak tersebut. Namun jika jangka waktunya tidak terbatas, maka amortisasi dilakuakn selama rentang waktu ijin pengoprasian hak tersebut. Namun bila jangka waktunya tidak terbatas, maka amortisasi dilaksanakan selama jangka waktu yang ditentukan dengan taksiran yang wajar. Jika dalam jangka perjanjian franchise tesebut pihak pemegang hak diwajibkan mengeluarkan uang secara tahunan, maka pembayaran tersebut diperlakukan sebagai biaya operasi pada kurun dijalankan pembayaran.
5.    Lease hold (Hak sewa)
Adalah hak yang diperoleh atas sebuah sewa Aset tertentu (sewa kawasan usaha, sewa gedung, sewa mesin) yang umumnya menggunakan masa waktu tertentu, disahkan oleh pejabat pembuat akte (notaris). Hak sewa dinyatakan sebagai Aset tetap (tak berwujud) alasannya adalah dua argumentasi :
Hak sewa memberikan kontribusi faktual bagi perusahaan, atau dengan kata lain, atas sumber daya (dana) yang dikeluarkan diperlukan hak sewa akan memperlihatkan manfaat kembali (memiliki peluang menghasilkan kas atau faedah) di kala yang mau tiba.Manfaat yang akan diterima oleh perusahaan atas kepemilikan hak sewa, akan dirasakan oleh perusahaan untuk kurun waktu lebih dari satu tahun buku.
6.    Perijinan (Permit & Licences)
Periijinan yaitu hak perusahaan yang diperoleh dari pihak pemerintah baik kawasan maupun pusat untuk melaksanakan sebuah aktivitas tertentu terkait dengan bidang bisnisnya. Ijin-ijin perusahaan tentu ada jangka waktunya, dan bila periode berlakunya sudah habis maka ijin tersebut mesti diperpanjang atau diperbaharui. Namun demikian ijin perjuangan atau aktivitas tertentu atas terkait dengan perjuangan lazimnya mempunyai jangka waktu 3 hingga 30 tahun, yang artinya lebih dari satu tahun buku. Untuk itu Ijin diakui selaku Aset tetap tak berwujud.
7.    Hak Penggandaan (Copyright)
Copyright yaitu hak yang berikan atas sebuah penulisan, baik itu berbentukkarya ilmiah, puisi, novel, maupun lyric lagu, notasi lagu/irama tertentu, script atau scenario film tertentu. Copyright mencakup hak untuk memperbanyak dan mengedarkannya.
8.    Biaya Organisasi
Biaya yang timbul dalam bentukan suatu organisasi perusahaan tersebut ongkos organisasi. Biaya tersebut meliputi pengeluaran untuk ongkos jasa yang dibayarkan terhadap underwriters untuk pengurusan saham dan obligasi, ongkos pengurusan ijin dan akte pendirian dan biaya penawaran spesial untuk pengenalan terhadap organisasi kepada masyarakat. Biaya-biaya tersebut dikapitalisasi sebagau Aset tak berujud dengan nama Biaya Organisasi. Sebenarnya ongkos organisasi akan bermanfaat selama hidup perusahaan, tetapi dalam praktik perusahaan menetapkan kala manfaat dengan taksiran tertentu yang dianggap masuk akal. Seperti halnya Aset tak berujud yang lain, ongkos organisasi juga diamortisasi selama jangka waktu tertentu.
9.    Goodwill
Goodwill yakni kelebihana-kelebihan, keistimewaan tertentu yang dimiliki oleh perusahaan, yang oleh alhasil menjadi dinilai lebih oleh pihak lain. Kelebihan/keisitimewaan tersebut bisa sebab perusahaan memiliki reputasi manajemen yang sungguh anggun, menghasilkan sebuah produk unggul yang sulit dicari pesaingnya, letaknya strategis, dan lain-lain.Goodwill cuma diakui (dibuatkan perkiraan) bila terjadi sebuah transaksi, yang mana dalam transaksi tersebut perusahaan dinilai lebih oleh pihak lain. Transaksi yang dimaksudkan mampu berupa : pemasaran perusaahaan, bergabung/ berhentinya sekutu (anggota persero) gres, merger atau akuisisi.
10.     Biaya Research Dan Pengembangan
Biaya research dan pengembangan bukan Aset tak berujud, tetapi alasannya adalah pengeluaran-pengeluaran ini bekerjasama dengan hak paten dan hak cipta maka pengeluaran tersebut akan dibahas pada makalah ini. Banyak perusahaan melakukan pengeluaran yang cukup besar jumlahnya untuk keperluan research dan pengembangan dalam rangka mendapatan produk gres atau proses yang lebih baik. Pada perusahan-perusahaan raksasa mirip IBM, Toyota, atau Mitsubishi, pengeluaran untuk keperluan ini mungkin melebihi budget belanja sebuah negara sedang meningkat .
Research dan pengembangan memiliki sejumlah persoalan akuntansi: (1) kadang-kadang susah untuk mengaitkan pengeluaran pada proyek tertentu, dan (2) seringkali terdapat ketidakpastian perihal faedah dari pengeluaran tersebut, baikbesarnya maupun kapan manfaat tersebut akan diperoleh. Oleh sebab itu pengeluaran untuk research dan pengembangan biasanya dicatat selaku ongkos pada waktu terjadi pengeluaran. Pengeluaran mirip ini tidak mengamati apakah pengeluaran akan berhasil atau tidak sukses:
Sebagai teladan, misalnya PT Ardi Perkasa melakukan pengeluaran sebesar Rp. 30.000.000,00 untuk biaya research dan pengembangan. Research dan pengembangan ini telah menghasilkan dua inovasi yang sangan sukses dan telah memperoleh dua hak paten. Walaupun demikin, pengeluaran untuk research dan pengembangan tidak dapat dimasukkan dalam harga perolehan hak paten, melainkan tetap mesti diperlakukan sebagai ongkos pada masa dikeluarkannya biaya tersebut.
Banyak ahli tidak menyepakati pendekatan akuntansi ini. Mereka berpendapat bahwa dengan memperlakukan pengeluaran research dan pengembangan sebagai biaya, akan menyebabkan Aset dan laba bersih menjadi terlalu rendah. Namun pihak lain beropini, bahwa dengan mengkapitalisasi pengeluaran ini cuma akan menyebabkan Aset yang sifatnya sangat spekulatif dalam neraca
ISAK 14
•       ISAK 14 Aset Tidak Berwujud- Biaya Situs Web ialah adopsi dari SIC 32: Web Site Cost. SIC 32 legalisasi biaya untuk pengembangan web site entitas selaku aset tidak berwujud.
•       Secara biasa ongkos untuk pengembangan situs web tidak mampu diakui sebagai aset tidak berwujud.
•       Biaya untuk pengembangan web site dapat diakui selaku aset tidak berwujud jika menyanggupi tolok ukur akreditasi pengembangan yang disyaratkan PSAK 19 (revisi 2009): Aset Tidak Berwujud terutama mengenai :
–      kemampuan web site menghasilkan faedah ekonomi di kala depan,
•       contoh website bisa menciptakan pendapatan.
ISAK No. 14: Biaya Situs Web
•       Secara biasa biaya untuk pengembangan website tidak mampu diakui selaku aset tidak berwujud
•       Dapat diakui, bila menyanggupi kriteria pengukuhan “pengembangan” yang disyaratkan PSAK 19,
•       Terutama persyaratan mengenai kemampuan website menciptakan faedah ekonomis di periode depan
•       Karakteristik khusus Situs WEB
•       Entitas mampu melakukan pengeluaran internal pada pengembangan dan pengoperasian website miliknya untuk kanal internal maupun eksternal.
•       Situs web yang dirancang untuk jalan masuk eksternal dapat digunakan untuk banyak sekali keperluan seperti untuk mempromosikan dan mengiklankan produk dan jasa entitas, menawarkan layanan elektronika, dan menjual produk dan jasa.
•       Situs web yang dirancang untuk terusan internal mampu digunakan untuk menyimpan kebijakan entitas dan rincian konsumen, dan mencari isu yang berkaitan.
ISAK 14
•       IASB menunjukkan empat tahap pengembangan situs dimana setiap tahap harus direviu secara individu.
•       mungkin saja tidak semua ongkos pada semua tahap pengembangan mampu dikapitalisasi.
•       SIC 32 memastikan bahwa website yang bisa menciptakan future economic benefit (contohnya pembelian lewat web) maka development expenditure mampu dikapitalisasi.
•       Bila perusahaan tidak mampu menandakan bahwa website akan menciptakan manfaat hemat abad depan yang mampu diatribusikan eksklusif ke situs web tersebut (contohnya promotional situs web) maka development expenditure dibebankan.
•       Tahapan Pengembangan
•       Permasalahan Situs WEB
(a)    apakah website secara internal menciptakan aset tidak berwujud yang ialah bahasan pada patokan dari PSAK 19 (revisi 2010): Aset Tidak Berwujud? dan
(b)   Bagaimana perlakuan akuntansi yang cocok atas pengeluaran tersebut?.
•       Situs web entitas yang timbul dari pengembangan dan digunakan untuk kanal internal maupun eksternal merupakan aset tidak berwujud yang dihasilkan secara internal mirip yang tercakup dalam standar PSAK 19 (revisi 2010): Aset Tidak Berwujud.
•       Situs web yang muncul dari pengembangan diakui selaku aset tidak berwujud bila dan hanya jikalau, Situs web yang muncul dari pengembangan diakui selaku aset tidak berwujud jika dan cuma kalau, memenuhi persyaratan biasa dalam PSAK 19.
•       ISAK 14: Interpretasi
•       Apabila entitas tidak dapat menawarkan bagaimana website yang dikembangkan (semata-mata atau terutama untuk mempromosikan dan iklan produk dan jasa entitas) akan menciptakan kemungkinan faedah ekonomi kurun depan, maka semua pengeluaran pada pengembangan situs web mesti diakui sebagai beban pada dikala terjadinya.


Biaya Penelitian Dan Pengembangan
Dijelaskan pada PSAK 19 Revisi 2009 termasuk dalam Kieso et al (2011: 635-637) termasuk dalam, bahwa biaya penelitian dan pengembangan dengan sendirinya bukan selaku aset tidak berwujud, sehingga semua biaya observasi dan pengembangan mesti dibebankan ke beban pada dikala terjadinya. Selain itu juga dijalaskan dalam PSAK 19 Revisi 2009, bahwa tahap Pengembangan dapat dikapitalisasi selaku aset tidak berwujud sebesar ongkos perolehan jika persyaratan legalisasi terpenuhi dan aset gres hasil pengembangan siap dipakai.
Akuntansi untuk aktivitas penelitian dan pengembangan:
Kieso et al (2011: 637) menjelaskan perlakuan akuntansi terhadap biaya adalah sebagai berikut:
1.   Bahan, peralatan dan akomodasi: keseluruhan dicatat selaku beban, kecuali jikalau pos mempunyai faedah di abad depan (dalam proyek pengembangan lain) mampu dicatat selaku persediaan dan dikapitalisasi atau disusutkan ketika digunakan.
2.   Personil (honor, upah dan ongkos terkait personil) dibebankan saat terjadi.
3.   Aset tidak berwujud yang dibeli: keseluruhan dicatat sebagai beban, kecuali jikalau pos mempunyai faedah di kala depan (dalam proyek pengembangan lain) dapat dicatat selaku persediaan dan dikapitalisasi atau disusutkan saat digunakan.
4.   Jasa kontrak: dibebankan ketika terjadi
5.   Biaya tidak langsung: dibebankan dikala terjadi.
Biaya lain yang serupa dengan biaya penelitian dan pengembangan:
Kieso et al (2011: 638-640) menerangkan perlakuan akuntansi kepada biaya yakni selaku berikut:
1.   Biaya Start-Up: biaya dikeluarkan sekali untuk mengawali operasi baru dan dibebankan saat terjadi.
2.   Kerugian operasi permulaan: dibebankan dikala terjadi
3.   Biaya iklan: dibebankan dikala terjadi atau dibebankan ketika pertama kali iklan diangkut.
4.   Biaya perangkat lunak komputer: Secara lazim ongkos untuk pengembangan website tidak mampu diakui selaku aset tidak berwujud.
Biaya perangkat lunak secara rinci diatu dalam ISAK 14, tetapi pada prinsip biasa ISAK 14 dipaparkan bahwa ongkos untuk pengembangan web site mampu diakui selaku aset tidak berwujud bila memenuhi kriteria pengukuhan pengembangan yang disyaratkan PSAK 19 (revisi 2009) tentang aset tidak berwujud terutama mengenai kemampuan menciptakan manfaat ekonomi di periode depan
G.    Penyajian Aset tidak Berwujud
Kieso et al (2011: 640-642) memaparkan terkait penghidangan aset tidak berwujud dan pos lain yang berafiliasi:
a.    Laporan Posisi Keuangan: semua aset tidak berwujud selain goodwill dilaporkan secara terpisah, dan goodwill harus diungkapkan sebagai pos terpisah. Hal ini alasannya adalah goodwill dan aset tidak berwujud lainnya sungguh berlawanan dengan jenis aset lain.
b.   Laporan Laba Rugi: pelaporan atas beban amortisasi dan kerugian penurunan nilai aset tidak berwujud selaku bagian dari operasi berjalan. Kerugian penurunan goodwill dilaporkan terpisah, kecuali jikalau operasi sudah tidak berlangsung.
c.    Catatan pada pembukuan keuangan: mesti meliputi informasi perihal aset tidak berwujud yang diakuisisi, beban amortisasi keseluruhan, perubahan jumlah catatan goodwill selama periode berlangsung.
E.  Penyajian Dalam Laporan Keuangan     
Pada biasanya Aset tetap dilaporkan bersama-sama dengan sumber alam, namun Aset tidak berujud dilaporkan tersendiri sesudah Aset tetap. Pelaporan harus cukup terperinci dan bila mana perlu diberi catatan tambahan, baik dalam laporan itu sendiri ataupun dalam catatan atas laporan keuangan. Selain itu, metoda depresiasi atau amortisasi yang dipakai juga harus dijelaskan dan jumlah depresiasi atau amortisasi untuk tahun yang bersangkutan juga disebutkan. Contoh penghidangan Aset tetap, sumber alam dan Aset tak berujud dalam neraca yaitu selaku berikut:
PT. ARDI PERKASA
Neraca sebagian
Aset Tetap
Tambang kerikil bara, atas dasar
Harga perolehan, dikurangi deplesi                   Rp         95.400.000
Gedung dan perlengkapan, atas
Dasar harga perolehan                                       Rp    2.207.100.000
Kurangi: Akumulasi depresiasi                         Rp   1.229.000.000
                                                                                 987.100.000
Jumlah Aset tetap                                             Rp     1.073.500.00
Aset tak berujud
Hak Paten                                                            Rp      410.000.000
Jumlah                                                                 Rp   1.483.500.000
BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Aset tak berwujud adalah hak, hak istimewa dan keuntungan kompetitif yang timbul dari pemilikan sebuah Aset yang berumur panjang, yang tidak memiliki wujud fisik tertentu. Bukti pemilikan Aset tak berujud bisa berupa perjanjian , lisensi atau dokumen lain. Aset tidak berujud mungkin muncul dari:
1.    Pemerintah – mirip hak paten, hak cipta, franchise, merek dagang dan nama jualan .
2.    Perusahaan lain – contohnya pembelian yang meliputi pembayaran untuk goodwill.
3.    Penjualan tertentu – mirip franchise dan lease.
Aset tak berwujud mempunyai karakteristik penting, adalah : kurang mempunyai keberadaan fisik, bukan merupakan instrument keuangan, bersifat jangka panjang dan menjadi subjek amortisasi, penjabaran Aset Tak Berwujud yaitucara akuisisi (manner of acquisition), dapat diidentifikasi (identifiability), mampu dipertukarkan (exchangeability), masa manfaat yang dibutuhkan (period of expected benefit).  
Prinsip Akuntansi Dasar untuk Aset tak berwujud ialah :Pada akuisisi menerapkan prinsip biaya, Selama era penggunaan, menerapkan prinsip penandingan, Pada disposisi, menerapkan prinsip pendapatan. Keuntungan atau kerugian yang diakui atas pelepasan sama dengan selisih antara usulanyang diterima.
Sesuai dengan prinsip biaya, Aset tak berwujud mesti dicatat pada ketika diakuisisi dengan biaya ekuivalen kas ketika ini. Menurut sifatnya itu, maka Aset tak berwujud jarang mempunyai nilai residu. Biaya Aset  tak berwujud yang tidak memiliki periode umur manfaat yang mampu ditetntukan atau umur aturan tidak terbatas juga mesti diamortisasi berdasarkan perhitungan umur keuntungannya. Pada umumnya Aset tetap dilaporkan bersama-sama dengan sumber alam, namun Aset tidak berujud dilaporkan tersendiri sehabis Aset tetap.
B.  Saran
Mungkin inilah hasil dari peran makalah aku wacana Aset Tak Berwujud Mata Kuliah Akuntansi Keungan dalam isi makalah ini terdapat kelebihan dan kekurangannya tetapi saya rasa  penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kesalahan penulisan dan penyusunannya. Untuk itu aku sebagai penyusun makalah ini butuh rekomendasi kritik dari para pembaca makalah ini untuk mengakibatkan makalah ini lebih semprna lagi. Dan saya mengucapkan terima kasih pada dosen Mata kuliah Akuntasi Biaya yang telah menunjukkan tugas untuk menciptakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Jusup Al. Haryono. 2009.  Dasar-dasar Akuntansi jilid 2. Yogyakarta : STIE YKPN
Soepriyanto, Gatot dkk.2010.Pengantar Akuntansi 2. Edisi 1. Jakarta: Salemba Empat
Ikatan Akuntan Indonesia.2002. Standar Akuntansi Keuangan p e r 1 April 2002. Jakarta:
Salemba Empat.