(Pahami pula: Pengertian dan Tujuan Laporan Keuangan)
Pada dasarnya rasio keuangan itu banyak macamnya dan mampu dibentuk sesuai kebutuhan penganalisis. Berdasarkan sumbernya, rasio keuangan digolongkan menjadi tiga, adalah:
- Pertama, Rasio-rasio neraca (Balance Sheet Ratio), yakni rasio-rasio yang disusun dari data dalam neraca.
- Kedua, Rasio-rasio laporan rugi-laba (Income Statement Ratio), yakni rasio-rasio yang disusun dari data dalam laporan rugi laba.
- Ketiga, Rasio-rasio antar laporan (Intern Statement Ratio), yaitu rasio-rasio yang disusun dari data yang berasal dari neraca dan data lainnya yang berasal dari laporan rugi laba.
A. Rasio Likuiditas
1. Current Ratio
Rasio ini membandingkan aktiva lancar dengan hutang tanpa gangguan. Current Ratio memperlihatkan informasi ihwal kesanggupan aktiva tanpa gangguan untuk menutup hutang tanpa kendala. Aktiva tanpa kendala meliputi kas, piutang jualan , imbas, persediaan, dan aktiva yang lain. Sedangkan hutang tanpa gangguan meliputi hutang dagang, hutang wesel, pinjaman bank, hutang honor, dan hutang yang lain yang secepatnya harus dibayar (Sutrisno, 2001:247). Rumus current ratio yakni:
2. Quick Ratio
Quick ratio disebut juga acid test ratio, ialah perimbangan antara jumlah aktiva tanpa gangguan dikurangi persediaan, dengan jumlah hutang tanpa kendala. Persediaan tidak dimasukkan dalam perhitungan quick ratio alasannya adalah persediaan ialah komponen aktiva tanpa hambatan yang paling kecil tingkat likuiditasnya. Quick ratio memfokuskan bagian-bagian aktiva tanpa kendala yang lebih likuid ialah: kas, surat-surat berharga, dan piutang dihubungkan dengan hutang lancar atau hutang jangka pendek (Martono, 2003:56). Kaprikornus rumusnya:
Rasio ini menawarkan kemampuan aktiva tanpa hambatan yang paling likuid mampu menutupi hutang tanpa hambatan. Semakin besar rasio ini kian baik. Angka rasio ini tidak mesti 100% atau 1:1. Walaupun rasionya tidak meraih 100% tapi mendekati 100% juga telah dikatakan sehat (Harahap, 2002:302).
3. Cash Ratio
Rasio ini membandingkan antara kas dan aktiva tanpa gangguan yang bisa segera menjadi duit kas dengan hutang tanpa hambatan. Kas yang dimaksud yakni uang perusahaan yang disimpan di kantor dan di bank dalam bentuk rekening Koran. Sedangkan harta setara kas (near cash) adalah harta tanpa gangguan yang dengan gampang dan cepat dapat diuangkan kembali, dapat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi Negara yang menjadi domisili perusahaan bersangkutan. Rumus untuk mengkalkulasikan cash ratio yaitu:
B. Rasio Solvabilitas
Rasio solvabilitas ialah rasio yang memperlihatkan kemampuan perusahaan dalam menyanggupi segala kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang bila perusahaan dilikuidasi. Perusahaan yang memiliki aktiva/kekayaan yang cukup untuk mengeluarkan uang semua hutang-hutangnya disebut perusahaan yang solvable, sedang yang tidak disebut insolvable. Perusahaan yang solvabel belum tentu ilikuid , demikian juga sebaliknya yang insolvable belum tentu ilikuid. Macam-macam rasio keuangan berkaitan dengan rasio solvabilitas yang biasa dipakai yaitu:
1. Total Debt to Total Assets Ratio
Rasio yang umum disebut dengan rasio hutang (debt ratio) ini mengukur prosentase besarnya dana yang berasal dari hutang. Hutang yang dimaksud ialah semua hutang yang dimiliki oleh perusahaan baik yang berjangka pendek maupun yang berjangka panjang. Kreditor lebih menggemari debt ratio yang rendah karena tingkat keamanan dananya menjadi semakin baik (Sutrisno, 2001:249). Untuk mengukur besarnya rasio hutang ini dipakai rumus:
2. Debt to Equity Ratio
Rasio hutang dengan modal sendiri (debt to equity ratio) yaitu imbangan antara hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini memiliki arti modal sendiri makin sedikit dibanding dengan hutangnya. Bagi perusahaan seharusnya, besarnya hutang dihentikan melebihi modal sendiri semoga beban tetapnya tidak terlampau tinggi. Semakin kecil rasio ini makin baik. Maksudnya, makin kecil porsi hutang terhadap modal, makin aman. Rumusnya:
Rasio rentabilitas atau profitabilitas yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur kesanggupan suatu perusahaan dalam mendapatkan laba (Baca pula: pemahaman dan analisis rasio profitabilitas). Perhatian ditekankan pada rasio ini karena hal ini berhubungan akrab dengan kelangsungan hidup perusahaan. Ada beberapa ukuran rasio rentabilitas yang digunakan, yaitu:
1. Profit Margin
Rasio ini menjumlah sejauh mana kemampuan perusahaan menciptakan keuntungan bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini bisa dilihat langsung pada analisis common size untuk laporan rugi keuntungan (baris paling selesai). Rasio ini bisa diintepretasikan juga selaku kemampuan perusahaan menekan ongkos-ongkos (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu (Hanafi dan Halim, 2000:84). Rasio profit margin bisa dihitung selaku berikut:
2. Gross Profit Margin
Gross Profit Margin ialah perbandingan antara keuntungan kotor yang diperoleh perusahaan dengan tingkat penjualan yang dicapai pada masa yang serupa. Rasio ini mencerminkan atau menggambarkan keuntungan kotor yang dapat dicapai setiap rupiahpenjualan. Semakin besar rasionya berarti semakin baik keadaan keuangan perusahaan (Munawir, 2001:89). Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
3. Net Profit Margin
Net Profit Margin atau Margin Laba Bersih dipakai untuk mengukur rupiah keuntungan bersih yang dihasilkan oleh setiap satu rupiah pemasaran dan mengukur seluruh efisien, baik bikinan, manajemen, pemasaran, pendanaan, penentuan harga maupun administrasi pajak. Semakin tinggi rasionya menunjukkan kesanggupan perusahaan menghasilkan keuntungan yang tinggi pada tingkat pemasaran tertentu.
Tetapi bila rasionya rendah memberikan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat biaya tertentu, atau ongkos yang terlalu tinggi untuk tingkat pemasaran tertentu, atau variasi dari kedua hal tersebut (Prastowo dan Juliaty, 2003:91). Rasio ini mampu dihitung dengan rumus:
4. Return On Investment (ROI)
5. Return On Assets
Rasio ini disebut juga rentabilitas hemat, ialah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan. Dalam hal ini laba yang dihasilkan adalah laba sebelum bunga dan pajak atau EBIT (Sutrisno, 2001:254).Rasio ini dihitung dengan rumus:
Rasio ini menyaksikan pada beberapa asset kemudian memilih berapa tingkat acara aktiva-aktiva tersebut pada tingkat acara tertentu. Aktivitas yang rendah pada tingkat penjualan tertentu akan mengakibatkan makin besarnya dana kelebihan yang tertanam padaaktiva-aktiva tersebut. Dana keunggulan tersebut akan lebih baik jika ditanamkan pada aktiva lain yang lebih produktif. Beberapa rasio kegiatan yang digunakan adalah:
1. Perputaran Piutang
Rasio ini mengukur berapa kali, secara rata-rata piutang yang dikumpulkan dalam satu tahun. Rasio ini mengukur kualitas piutang dan efisiensi perusahaan dalam pengumpulan piutang dan kebijakan kreditnya. Rasio ini lazimnya dipakai dalam korelasi dengan analisis terhadap modal kerja, karena memberi ukuran seberapa cepat piutang perusahaan berputar menjadi kas. Angka jumlah hari piutang, menggambarkan lamanya suat u piutang bisa ditagih (rentang waktu pelunasan). Semakin lama rentang waktu pelunasannya,semakin besar pula resiko kemungkinan tidak tertagihnya piutang (Prastowo dan Juliaty, 2003:82). Rasio ini dapat dihitung dengan rumus:
2. Perputaran Persediaan
Seperti halnya perputaran piutang, rasio ini juga menggambarkan likuiditas perusahaan, adalah dengan cara mengukurefisiensi perusahaan dalam mengurus dan menjual persediaan yang dimiliki oleh perusahaan.
Perputaran persediaan yang tinggi pertanda makin tingginya persediaan berputar dalam satu tahun. Hal ini menunjukan efektivitas administrasi persediaaan. Sebaliknya, jika perputaran persediaan rendah menunjukkan pengendalian atas persediaan kurang efektif (Hanafi dan Halim, 2000:80). Rumus perhitungannya yaitu:
3. Perputaran Aktiva Tetap
Rasio ini mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan menurut aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Rasio ini memperlihatkan sejauh mana efektivitas perusahaan memakai aktiva tetapnya. Semakin tinggi rasio ini memiliki arti kian efektif proporsi aktiva tetap tersebut. Pada beberapa industri seperti industri yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang tinggi, rasio ini cukup penting diperhatikan. Sedangkan pada beberapa industri yang lain seperti industri jasa yang mempunyai proporsi aktiva tetap yang kecil, rasio ini barangkali tidak begitu penting untuk diamati (Hanafi dan Halim, 2000:81). Perputaran aktiva tetap mampu dihitung dengan rumus selaku berikut:
Rasio yang terakhir untuk komponen rasio acara yakni rasio perputaran total aktiva. Sama mirip halnya rasio perputaran aktiva tetap, rasio ini menghitung efektivitas penggunaan total aktiva. Rasio yang tinggi umumnya memperlihatkan manajemen yang bagus, sebaliknya rasio yang rendah mesti menciptakan administrasi mengecek seni manajemen, pemasarannya, dan pengeluaran investasi atau modalnya (Hanafi dan Halim, 2000:81). Rasio perputaran total aktiva memakai rumus: