PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sangatlah penting, baik itu pendidikan bagi anak normal maupun pendidikan bagi anak dengan berkebutuhan khusus. Khususnya dalam pembahasan makalah ini kelompok akan membicarakan materi mengenai Layana Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus yaitu Prinsip-prinsip layanan ABK, Pendekatan Layanan, dan Layanan Pendidikan Anak Berkelainan Fisik. Oleh alasannya adalah itu setiap orang wajib mendapatkan layanan pendidikan tanpa terkecuali seperti yang telah dikelola dalam UUPasal 32 perihal pendidikan dan pelayanan khusus Ayat (1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi akseptor didik yang mempunyai tingkat kesusahan dalam mengikuti proses pembelajaran karenakelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki kesempatankecerdasan dan talenta istimewa.
Ayat (2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi penerima latih di tempat terpencil atau bodoh, penduduk budpekerti yang terpencil, dan/atau mengalami musibah, peristiwa sosial, dan tidak bisa dari sisi ekonomi. UU No.23 Tahun 2002 ihwal Perlindungan Anak
a. Pasal 48Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar sekurang-kurangnya9 (sembilan) tahun untuk semua anak.
b. Pasal 49Negara, pemerintah, keluarga, dan orang bau tanah wajib menawarkan peluang yang seluas-luasnya terhadap anak untuk memperoleh pendidikan.
c. Pasal 50 Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 diarahkan pada:
(1) Pengembangan perilaku dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kesanggupan mental dan fisik hingga mencapai kesempatanmereka yang maksimal (2) Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi (3) Pengembangan rasa hormat terhadap orang renta, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak berdomisili, dari mana anak berasal, dan peradabanperadaban yang berlainan-beda dari peradaban sendiri; (4) Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggungjawab; (5) Pengembangan rasa hormat dan cinta kepada lingkungan hidup.
(1) Pengembangan perilaku dan kemampuan kepribadian anak, bakat, kesanggupan mental dan fisik hingga mencapai kesempatanmereka yang maksimal (2) Pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi (3) Pengembangan rasa hormat terhadap orang renta, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional dimana anak berdomisili, dari mana anak berasal, dan peradabanperadaban yang berlainan-beda dari peradaban sendiri; (4) Persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggungjawab; (5) Pengembangan rasa hormat dan cinta kepada lingkungan hidup.
d. Pasal 51 Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan peluang yang serupa dan aksesibilitas untuk mendapatkan pendidikan umumdan pendidikan luar biasa.
e. Pasal 52
Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk menemukan pendidikan khusus.
Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk menemukan pendidikan khusus.
f. Pasal53 (1) Pemerintah bertanggung jawab untuk menunjukkan biaya pendidikan dan/atau santunan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga kurang bisa, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di kawasan terpencil; (2) Pertanggungjawaban pemerintah sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) termasuk pula mendorong penduduk untuk berperan aktif; (3) UU No. 4 1997 ihwal Penyandang Cacat; (4) Deklarasi Bandung (Nasional) “Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif tahun 2004..
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini dalah biar kita sebagai kandidat pendidik nantinya dapat mengetahui bagaimana layanan yang harus kita berikan bagi anak berkebutuhan khusus khususnya anak dengan gangguan Fisik.
C. Masalah Penulisan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka konsentrasi dalam makalah ini menitik beratkan pada “Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus”.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang bisa diperoleh dari makalah ini adalah :Sebagai materi kenaikan dalam pembelajaran bagi kita semua.
BAB II
PEMBAHASAN
LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Anak berkebutuhan khusus ialah anak yang memiliki keunikan tersendiri yang ditunjukkan oleh jenis dan karakteristiknya yang berlainan dengan anak-anak normal kebanyakan.dengan kondisi seperti itu pastinya dalam memperlihatkan layanan pendidikan anak berlainan dengan anak-anak normal kebanyakan. Oleh sebab itu selaku guru atau pendidik perlu mempunyai beberapa pengetahuan dan pengertian tentang cara menunjukkan layanan yang sesuai semoga bawah umur yang kurang mujur ini memperoleh pendidikan secara optimal.
Layanan pendidikan ialah satu kajian penting untuk menyanggupi keperluan anak-anak berkebutuhan khusus (ABK), yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, dan membedakan mereka dari belum dewasa normal pada umumnya.Keadaan inilah yang menuntut adanya pembiasaan dalam perlindungan layanan pendidikan yang diperlukan.Keragaman yang terjadi, memang kadang kala menyusahkan guru dalam upaya dukungan layanan pendidikan yang cocok. Namun bila guru telah memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang cara menunjukkan layanan yang bagus, maka akan mampu dilaksanakan secara maksimal.
Dalam beberapa terminologi, Istilah layanan diartikan sebagai (1) cara melayani; (2) usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang); (3) kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli jasa atau barang.
A. PRINSIP-PRINSIP LAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Ada dua prinsip layanan bagi anak berkebutuhan khusus yang perlu diperhatikan oleh para guru atau pendidik, adalah prinsip biasa dan khusus.
1. Prinsip biasa :
– Pemberian layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada tunjangan peluang kepada seluruh anak yang berkebutuhan khusus dari banyak sekali tingkatan, ragam, dan jenis ketaknormalan yang ada.
– Sebelum menawarkan layanan kepada anak berkebutuhan khusus, guru atau pendidik mesti dapat mengungkap atau memahami terlebih dulu kemampuan fisik dan psikologis dari masing-masing anak. Hal ini sangat penting supaya guru atau pendidik dalam menunjukkan layanan sesuai dengan tingkat kesanggupan yang dimiliki olehmasing-masing anak berkebutuhan khusus.
– Guru atau pendidik dalam memperlihatkan layanan mesti mengacu pada program yang dinamis, ialah diadaptasi dengan perkembangan yang terjadi pada perserta bimbing. Dengan demikian guru dituntut selalu mengkaji teori-teori pendidikan yang berkembang setiap saat.
– Layanan pada anak berkebutuhan khusus dilarang dibeda-bedakan, semua harrus diberi peluang untuk menerima layanan, agar mampu mengmbangkan potensinya sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
– Layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus diharapkan adanya kerjasama dari pihak-pihak yang terkait. Beberapa pihak terkait yang paling utama adalah orang bau tanah perserta ajar, alasannya adalah mereka perlu dilibatkan dalam merancang dan menyelenggarakan program pendidikan.
– Layanan anak berkebutuhan khusus harus dilaksanakan dengan rasa kasih sayang, bukan belas kasih. Untuk itu sebagai guru mesti mampu memberikan kasih sayang dengan ditunjukan melalui menghargai dan mengakui eksistensi anak, menyapa mereka dengan ramah, memberi peran sesuai dengan kesanggupan anak dan sebagainya.
– Guru dalam memberikan pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus mesti menggunakan alat peraga, agar mereka lebih mudah menangkap pelajaran yang diberikan.
– Guru dalam memperlihatkan pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus mesti mencangkup semua ranah adalah kognisi, afektif, dan psikomotor.
– Proses pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus intinya mengmbangkan bakat dan minat yang dimiliki oleh mereka. Minat dan talenta masing-masing perserta asuh berbeda-beda, baik dalam kuantitas maupun kualitasnya. Tugas guru dan orang bau tanah adalah berbagi minat dan bakat mereka masing-masing.
– Pembelajaran pada anak berkebuthan khusus yakni disesuaikan pada kemampuan masing-masing anak, hal ini sungguh penting sebab pendidikan yang didasari pada kemampuan anak akan lebih terarah dibandingkan dengan yang berdasar bukan dari kemampuan anak.
– Guru ialah model bagi subyek didiknya. Prilaku guru akan ditiru oleh mereka, oleh alasannya adalah itu guru perlu merancang secermat mungkin pembelajaran supaya versi yang ditampilkan guru dapat ditiru oleh perserta didiknya.
– Pembelajaran pada anak berkebutuhan khusus perlu penjelasan secara kongkrit dan perlu diulang-ulang agar menjadi kebiasaan. Hal ini dilaksanakan alasannya anak berkebutuhan khusus proses berfikirnya lambat serta mempunyai kekurangan pada indranya.
– Pembelajaran anak berkebutuhan khusus perlu diberikan latihan, motivasi dan pengulangan.
2. Prinsip Khusus :
– Prinsip totalitas
Artinya ialah keseluruhan atau keututhan.Dalam prinsip ini guru dalam mengajar sebuah rancangan mesti secara keseluruhan.Maksudnya ialah dalam mengenalkan konsep sedapat mungkin melibatkan seluruh indera, sedangkan keutuhan dimaksudkan bahwa desain yang dikenalkan mesti utuh, tidak sepotong-sepotong.
– Prinsip keperagaan
Prinsip ini sungguh diperlukan untuk menerangkan konsep gres.Dalam memakai prinsip ini sungguh berkaitan akrab dengan tipe-tipe belajar anak supaya dalam mengetrapkan prinsip keperagaan mengena.
– Prinsip berkesinambungan
Prinsip ini sungguh diperlukan untuk anak tunanetra dalam mempelajari rancangan. Oleh alasannya itu guru dalam menunjukkan pelajaran untuk berkelanjutan antarra matapelajaran yang satu dengan yang lain.
– Prinsip kegiatan
Prinsip ini sungguh penting artinya dalam mencar ilmu mengajar, adalah anak menawarkan respon kepada stimulus yang diberikan oleh guru.Tugas guru membantu anak dalam acara belajar mengajar supaya aktif tidak hanya menjadi pendengar saja.
– Prinsip individual
Prinsip ini artinya ialah dalam proses pembelajaran dijalankan dengan memperhatikan perbedaan individu anak, bakat dan kemampuan masing-masing anak.
B. PENDEKATAN LAYANAN PENDIDIKAN
Secara biasa diketahui 2 pendekatan yang sering dikerjakan dalam memperlihatkan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, adalah: pendekatan kalangan/klasikal dan pendekatan individual.
1. Pendekatan Kelompok adalah pendekatan yang dijalankan secara golongan. Pendekatan ini memiliki keunggulan dalam hal waktu, tenaga, dan ongkos. Disamping keunggulan juga ada kelemahannya yakni kurang efektif dalam proses pembelajarannya.
2. Pendekatan individual yang dikerjakan secara individu. Pendekatan ini mempunyai keunggulan dalam hal waktu, tenaga dan ongkos.
Selain pendekatan individu dan pendekatan golongan, masih ada pendekatan yang dapat digunakan bagi anak berkebutuhan khusus, yaitu pendekatan remidial dan pendekatan ekseleratif.Pendekatan remidial bertujuan untuk menolong anak berkebutuhan khusus dalam upaya meraih kompetensi yang ditentukan dengan lebih menekankan pada hambatan atau kelemahan yang ada pada anak berkebutuhan khusus. Pendekatan remidial didasarkan pada bab-bagian sub kompetensi yang belum di capai oleh anak. Pendekatan ini mampu melatih dan mendorong anak untuk menutup kelemahan yang ada pada dirinya dengan mengamati kemampuan yang dimilikinya.Sedangkan pendekatan ekseleratif bertujuan untuk mendorong anak berkebutuhan khusus yang memiliki bakat untuk lebih khusus lagi menguasai kompetensinya yang ditetapkan berdasarkan asesmen kesanggupan anak.Pendekatan akseleratif juga lebih bersifat individual.
C. LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKELAINAN FISIK
Secara lazim bawah umur berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik membutuhkan layanan pendidikan dengan pendekatan dan strategi khusus, yang dapat dikemukakan selaku berikut.
1. Anak Tuna Netra
Pengertian tuna netra berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah tidak dapat menyaksikan (KBBI, 1989: 971) dan berdasarkan literatur berbahasa Inggris visually handicapped atau visual impaired. Pada biasanya orang mengira bahwa tunanetra identik dengan buta, padahal tidaklah demikian karena tunanetra mampu diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori.
Anak yang mengalami gangguan pandangan dapat didefinisikan selaku anak yang rusak penglihatannya yang meskipun dibantu dengan perbaikan, masih mempunyai efek yang merugikan bagi anak yang yang bersangkutan (Scholl, 1986 ). Pengertian ini mencakup anak yang masih memiliki sisa pandangan dan yang buta.
Dengan demikian, pemahaman anak tunanetra yakni individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi selaku susukan peserta berita dalam aktivitas sehari-hari seperti orang awas.
Dengan demikian, pemahaman anak tunanetra yakni individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi selaku susukan peserta berita dalam aktivitas sehari-hari seperti orang awas.
Strategi khusus dan isi layanan pendidikan bagi anak tuna netra berdasarkan Hardman (dalam Suparno, 2008), meliputi 3 hal, ialah sebagai berikut.
· Mobility pelatihan and daily living skill, ialah latihan untuk berlangsung dan orientasi daerah dan ruang dengan berbagai fasilitas yang dibutuhkan serta latihan keahlian kehidupan keseharian yang berkaitan dengan pemahaman duit, belanja, mencuci, mengolah makanan, kebersihan diri, dan membersihkan ruangan.
· Tradisional curriculum content area, yakni orientasi dan mobilitas, keterampilan berbahasa termasuk ekspresinya dan keterampilan berhitung.
· Communication media, adalah penguasaan braille dalam komunikasi.
Annastasia Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw (1995) (dalam Suparno, 2008) menyatakan bahwa layanan khusus bagi anak Tunanetra ialah sebagai berikut.
· Penguasaan Braille, yakni kesanggupan untuk menulis dan membaca braille. Tulisan Braille Pengembangan sistem membaca dan menulis dengan perabaan dimulai pada tamat kurun ke-17. Pada abad ke 18 ditemukannya goresan pena timbul oleh Louis Braille yang memberikan pergantian monumental bagi kehidupan para tunanetra dan perkembangan di bidang literature (bacaan), komunikasi, dan pendidikan.
Braille adalah serangkaian titik muncul yang dapat dibaca dengan perabaan jari oleh orang tunanetra. Braille bukanlah bahasa namun aba-aba yang memungkinkan bahasa seperti bahasa Indonesia, Inggris, Jerman dan lain-lain dapat dibaca dan ditulis. Simbol Braille dibuat dari titik timbul dalam suatu formasi (susunan) selaku suatu unit yang disebut sel Braille. Sebuah sel Braille yang sarat terdiri atas enam titik muncul yang tersusun dalam dua kolom dan tiga baris. Posisi titik dalam sel diberi nomor urut dari 1 sampai dengan 6. Nomor 1 sd 3 untuk sel sebelah kiri dari atas ke bawah dan nomor 4 sd 6 untuk sel sebelah kanan. Kombinasi titik dalam satu sel Braille mampu dipakai untuk satu huruf, angka, atau tanda baca bahkan sebagai satu kata.
Braille adalah serangkaian titik muncul yang dapat dibaca dengan perabaan jari oleh orang tunanetra. Braille bukanlah bahasa namun aba-aba yang memungkinkan bahasa seperti bahasa Indonesia, Inggris, Jerman dan lain-lain dapat dibaca dan ditulis. Simbol Braille dibuat dari titik timbul dalam suatu formasi (susunan) selaku suatu unit yang disebut sel Braille. Sebuah sel Braille yang sarat terdiri atas enam titik muncul yang tersusun dalam dua kolom dan tiga baris. Posisi titik dalam sel diberi nomor urut dari 1 sampai dengan 6. Nomor 1 sd 3 untuk sel sebelah kiri dari atas ke bawah dan nomor 4 sd 6 untuk sel sebelah kanan. Kombinasi titik dalam satu sel Braille mampu dipakai untuk satu huruf, angka, atau tanda baca bahkan sebagai satu kata.
· Latihan orientasi dan mobilitas, adalah jalan dengan pendamping awas, latihan jalan berdikari, latihan jalan dengan menggunakan alat bantu jalan (tongkat dan sign guide).
· Penggunaan alat bantu dalam pembelajaran berhitung dan matematika, mencakup cubaritma, papan taylor frame, abacus (sempoa) dalam operasi penambahan, penghematan, perkalian, pembagian, dan beberapa desain matematikan braille.
· Pembelajaran pendidikan jasmani bagai anak tunanetra. Pembelajaran pendidikan jasmani disesuaikan, bagi anak tunanetra menggunakan pendidikan jasmani adaktif.
· Pembelajaran IPA. Dalam pembelajaran IPA sedapat mungkin memakai versi yang dapat diperhatikan dan diraba oleh anak.
2. Anak Tunarungu
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak Tunarungu ialah terletak pada pengembangan persepsi suara dan komunikasi. Adda beberapa cara menyebarkan kemampuan komunikasi anak tunarungu, yaitu:
· Metode Oral
Cara melatih anak tunarungu agar dapat berkomunikasi secara ekspresi (mulut) dengan wajar .Dalam hal ini perlu partisipasi lingkungan anak tunarungu untuk berbahasa secara verbal.
· Membaca Ujaran
Kegiatan yang mencangkup observasi visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicaranya ketika dalam proses berbicara. Membaca ujaran mempunyai kelamah antara lain; tidak semua bunyi bahasa mampu tampakpada bibir, ada persamaan antara banyak sekali suara bentuk bahasa, lawan bicara mesti berhadapan dan tidak terlampau jauh dan pengcapan mesti pelan dan lugas.
· Metode manual
Cara mengajar atau melatih anak tunarungu berkomunikasi dengan kode atau ejaan jari. Bahasa aba-aba ini mempunyai unsur ialah:
– Bahasa istilah badaniyah, adalah bahasa yang dikerjakan dengan cara memakai keseluruhan mulut tubuh.
– Bahasa kode setempat, sebuah istilah manual dalam bentuk arahan konvensional berfungsi sebagai pengganti kata.
– Bahasa kode formal, bahasa nasional dalam isyarat lazimnya memakai kosa kata kode dan dengan berstruktur bahasa yang serupa persis dengan bahasa lisan.
· Ejaan jari
Penunjang bahasa aba-aba dengan menggunakan ejaan jari. Dalam penggunaan bahasa ejaan jari mampu dikelompokan menjadi tiga, adalah : ejaan jari dengan satu tangan, ejaan jari dengan dua tangan, dan ejaan jari gabungan.
· Komunikasi total
Cara berkomuniksasi dengan menggunakan salah satu modus atau semua cara berkomuniksai digunakan (bahasa instruksi, ejaan jari, bicara, bacaan ujaran, dan lain sebagainya). Hal ini digunakan untuk memperbaiki dalam mengajarkan komunikasi tunarungu.
Menurut Suparno (2008) ada beberapa cara dalam membuatkan kesanggupan komunikasi anak tuna rungu, adalah selaku berikut.
· Metode oral, yakni cara melatih anak tuna rungu mampu berkomunikasi secara lisan (lisan) dengan lingkungan orang mendengar.
· Membaca ujaran, adalah sebuah aktivitas yang mencakup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara di saat dalam proses mengatakan. Membaca ujaran mencakup pemahaman atau derma makna pada apa yang diucapkan lawan bicara dimana ekspresi tampang dan pengetahuan bahasa turut berperan.
· Metode manual, adalah cara mengajar atau melatih anak tuna rungu berkomunikasi dengan arahan atau ejaan jari. Bahasa manual atau bahasa kode mempunyai unsur gesti atau gerakan tangan yang ditangkap melalui pandangan atau sebuah bahasa yang memakai modalitas gesti-visual. Bahasa aba-aba memiliki beberapa unsur, ialah: (a) istilah badaniah, (b) bahasa isyarat lokal, dan (c) bahasa aba-aba formal.
· Ejaan jari. Ejaan jari adalah pendukung bahasa aba-aba dengan menggunakan ejaan jari. Ejaan jari secara garis besar mampu dikelompokan dalam tiga jenis, yakni: (1) ejaan jari dengan satu tangan (one handed), (2) ejaan jari dengan kedua tangan (two handed), dan (3) ejaan jari adonan dengan memakai satu tangan atau dua tangan.
· Komunikasi total cara berkomunikasi dengan memakai salah satu modus atau semua cara komunikasi, adalah penggunaan metode isyarat, ejaan jari, bicara, baca ujaran, amplifikasi, gesti, pantomimik, menggambar dan menulis,serta pemanfaatan sisa indera pendengaran sesuai keperluan dan kesanggupan seseorang.
3. Anak Tunadaksa
Menurut Frieda Mangunsong, dkk (1998) (dalam Suparno, 2008) layanan pendidikan bagi anak tuna daksa perlu memperhatikan tiga hal, yakni sebagai berikut.
· Pendekatan Multidisipliner dalam Program Rehabilitasi Anak Tunadaksa
Pendekatan multidisipliner ialah layanan pendidikan yang melibatkan berbagai mahir terkait secara terpadu dalam rangka mengoptimalkan memampuan yang dimiliki oleh anak.Beberapa andal terkait memperlihatkan layanan rehabilitasi yaitu mahir medis (dokter), dokter tulang, dokter syaraf, hebat pendidikan, psikolog, pekerja sosial, konselor, andal fisioterapi, okupasi, dan hebat pendidikan khusus.
Dalam program rehabilitas ini diketahui empat stadium yaitu:
– Pertama, stadium akut antara 0-6 tahun semenjak menderita, pada stadium ini merupakan stadium “survival” yakni berjuang untuk bertahan hidup.
– Kedua, stadium sub.acut 6-12 ahad, ialah stadium perawatan rutin semoga perkembangan otot mampu pulih dan berkembang walaupun minimal.
– Ketiga, stadium mampu berdiri diatas kaki sendiri, pada stadium anak lebih diarahkan untuk memperoleh kemampuan kerja untuk kehidupan mendatang.
– Keempat, stadium “after care”, pada stadium ini anak dipersiapkan kembali kerumah atau kesekolah untuk mengikuti program pendidikan selanjutnya.
2) Program Pendidikan Sekolah
Program pendidikan sekolah bagai mereka yang tidak mengalami kelainan mental relatif sama dengan anak wajar , hanya bina gerak masih terus dikembangkan melalui fisioterapi dan terapi okupasi, utamanya untuk perbaikan motoriknya.
3) Layanan Bimbingan dan Konseling
Layanan tutorial dan konseling diarahkan untuk menyebarkan self-respect (menghargai diri sendiri).
D. MODEL LAYANAN PENDIDIKAN ABK, BENTUK-BENTUK, LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF
1. Model layanan ABK
ABK memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam, baik dari segi jenis, sifat, keadaan maupun kebutuhannya, oleh alasannya itu, layanan pendidikannnya tidak dapat dibuat tunggal/seragam melainkan menyesuaiakan diri dengan tingkat keberagaman karakteristik dan keperluan anak. Dengan beragamnya model layanan pendidikan tersebut, dapat lebih mempermudah bawah umur ABK dan orangtuanya untuk menentukan layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya. Ada beberapa versi layanan pendidikan bagi ABK yang disediakan mulai dari yang model klasik sampai yang terbaru/terkini.
· Model Segregasi
Model segregasi merupakan versi layanan pendidikan yang telah usang dikenal dan dipraktekkan pada bawah umur berkebutuhan khusus di Indonesia. Model ini menjajal memperlihatkan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari golongan anak wajar maupun ABK yang lain. Dalam praktiknya, masing-masing kalangan anak dengan jenis kekhususan yang sama dididik pada lembaga pendidikan yang melayani sesuai dengan kekhususanya tersebut. Sebagai contoh: SLB/A, forum pendidikan untuk anak tuna netra; SLB/B, forum pendidikan untuk Anak tunarungu; SLB/C, forum pendidikan untuk anak tuna grahita, SLB/D lembaga pendidikan untuk anak tuna daksa, dan SLB/E forum pendidikan untuk anak tuna laras, sekolah autisme, sekolah anak ber IQ sedang, sekolah anak berbakat, dan sebagainya.
Kelebihan dari model ini adalah (1) anak merasa senasib, sehingga mampu menetralisir rasa minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan semangat menyongsong kehidupan di hari-hari mendatang, (2) anak lebih mudah mengikuti keadaan dengan temannya yang serupa-sama mengalami/menyandang ketunaan, (3) anak termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang senasib di sekolahnya, dan anak lebih mudah bersosialisasi tanpa dibayangi rasa takut bergaul, minder, dan rasa kurang percaya diri.
Kekurangan/Kelemahan yaitu (1) anak terpisah dari lingkungan anak lainnya sehingga anak sukar bergaul dan menjalin komunikasi dengan mereka yang normal, (2) anak merasa terpasung dan dibatasi pergaulanya dengan anak yang cacat saja sehingga pada giliranya dapat menghalangi kemajuan sosialisasinya di masyarakat, dan (3) anak merasakan ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah yang terbatas bagi mereka yang termasuk berkelainan.
· Model Kelas Khusus
Sesuai dengan namanya, eksistensi kelas khusus tidak berdiri sendiri seperti halnya sekolah khusus (SLB), melainkan berada di sekolah lazim/regular. Keberadaan kelas khusus tidak bersifat permanen, melainkan didasarkan pada ada / tidaknya belum dewasa yang memerlukan pendidikan/pembelajaran khusus di sekolah tersebut. Pada kelas khusus umumnya terdapat beberapa siswa yang memiliki derajat kekhususan yang relatif sama.
Untuk menanganinya dipakai pembelajaran individual (individualized instruction) alasannya adalah masing-masing anak mempunyai kekhususan. Tujuan pembentukan kelas khusus yakni untuk menolong bawah umur agar tidak terjadi tinggal kelas/ drop out atau untuk memperoleh gejala keluarbiasaan secara dini pada anak-anak SD. Dalam praktiknya kelas khusus bersifat fleksibel, ada kelas khusus sehari penuh, dan kelas khusus untuk bidang studi tertentu.
Dalam kelas khusus sepanjang hari ABK dididik oleh guru khusus di ruangan/kelas yang khusus pula.Pada jam-jam istirahat, belum dewasa ini mampu berinteraksi dengan mereka yang bukan ABK, sedangkan pada jam-jam pelajaran mereka, hanya berinteraksi dengan sesama mereka yang berkategori ABK. Kelas khusus ini nyaris mirip dengan sekolah segregasi, cuma lokasinya berada dalam satu naungan sekolah induk/reguler. Untuk bidang studi tertentu ABK belajar bidang studi yang tidak dapat mereka ikuti di kelas reguler. Adapun untuk bidang studi tertentu, mirip olahraga, kerajinan tangan, musik, dan lain-lain mampu dilaksanakan secara gotong royong dengan anak-anak yang bukan ABK.
Di kelas khusus ini umumnya anak-anak mendapat mata pelajaran yang bersifat akademik mirip membaca, menulis, dan berhitung atau faktor-faktor lain yang cocok dengan kekhususannya. Kebaikan/ keunggulan versi ini yakni (1) anak lebih mendapatkan perlakuan dan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya alasannya anak dikelompokkan relative homogen, (2) potensi anak dapat lebih cepat meningkat karena pembelajarannya menggunakan pendekatan perorangan atau kelompok kecil, (3) secara sosial, anak dapat lebih gampang menyebarkan diri sebab berada dalam lingkungan yang normal.
Kekurangan/Kelemahannya ialah (1) ABK kadang- masih menerima stigma negative dari sebagian temannya sehingga mampu mengusik/ menghalangi kemajuan belajarnya, (2) ABK dalam bersosialisasi adakala masih enggan untuk bergaul dengan mereka yang bukan klasifikasi ABK, dan (3) sebahagian orangtua adakala tidak terima jikalau anaknya dicap selaku ABK terlebih jikalau dikelompokkan dengan sesama ABK dalam kelas khusus
· Model SD Luar Biasa (SDLB)
SDLB keberadaannya nyaris mirip dengan SLB, akan tetapi SDLB sesuai yakni sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung belum dewasa berkebutuhan khusus usia sekolah dasar dari aneka macam jenis dan tingkat kekhususan yang dialaminya. Oleh alasannya itu, dalam SDLB ada ABK klasifikasi tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, dan sebagainya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan namun mereka bersosialisasi secara bersama-sama dalam satu naungan sekolah. SDLB pada hakikatnya yakni SD Negeri Inpres biasa namun diperuntukkan bagi anak usia wajib berguru yang memerlukan pendidikan khusus. Dilihat dari keanekaragaman anak di SDLB dengan berbagai jenis kekhususannya tersebut, maka SDLB sesungguhnya termasuk sekolah terpadu, akan namun terpadu secara fisik bukan terpadu secara akademik. (Dwidjo Sumarto, 1988).
Kebaikan/Kelebihan Model ini yaitu (1) anak merasa berada dalam dunia yang lebih luas, tidak cuma terbatas pada jenis kelainan tertentu saja, (2) dalam kemajuan sosial, anak lebih leluasa menyelenggarakan interaksi dan komunikasi dengan sesama sahabat yang sungguh bervariasi jenis ketunaannya, dan (3) secara psikologis, anak mampu lebih gampang mengembangkan rasa percaya diri, menebalkan semangat, dan motivasi berprestasi.
Kekurangan/Kelemahan (1) anak masih mencicipi bahwa mereka hidup dalam lingkungan yang terpisah dari anak yang, (2) anak mencicipi terbatas dalam membuatkan interaksi dan komunikasi dengan mereka yang berkategori normal, karena belum dewasa dikelompokkan menurut jenis ketunaan tertentu, sehingga kadang kala timbul perilaku permusuhan diantara golongan mereka.
· Model Guru Kunjung
Model guru kunjung mampu diterapkan untuk melayani pendidikan ABK yang ada atau berdomisili di daerah terpencil, kawasan perairan, daerah kepulauan atau kawasan-daerah yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang sudah ada, contohnya SLB, SDLB, kelas khusus, dsb. Di tempat-tempat tersebut dibentuk sanggar/kelompok-golongan berguru tempat bawah umur memperoleh layanan pendidikan. Guru kunjung secara periodik mendatangi golongan mencar ilmu yang menjadi binaannya. Program pendidikannya meliputi pembelajaran dengan materi praktis dan pragmatis, seperti keterampilan kehidupan sehari-hari, membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Kelompok mencar ilmu ini mampu dikatakan sebagai kelas jauh yang menginduk terhadap SLB,SDLB, Sekolah Dasar terdekat. Guru kunjung tersebut lazimnya diambilkan dari guru khusus yang mengajar di sekolah induknya atas penunjukan dari dinas pendidikan lokal.
Kebaikan / Kelebihan model ini yakni (1) anak mampu lebih mendapat layanan pendidikan dengan tidak perlu tiba ke jauh alasannya telah ada petugas/guru khusus yang mendatanginya, (2) bawah umur bisa saling berkomunikasi dengan sesama ABK dari tempat/daerah yang lain yang saling berjauhan sehingga mampu mengakibatkan semangat belajar, (3) anak-anak memperoleh wawasan dan keterampilan simpel dan pragmatis yang mereka perlukan sehari-hari.
Kelemahannya adalah (1) layanan pendidikan dengan guru kunjung dalam banyak hal masih sukar dipraktekkan sebab memerlukan jaringan kerjasama banyak sekali pihak, (2) ABK di kawasan terpencil, pedalaman, atau di kawasan terasing lain keberadaannya terpencar-pencar sehingga menyusahkan dalam koordinasi dalam pelaksanaan pembelajaran, (3) orangtua anak ABK di daerah terpencil umumnya masih rendah kesadarannya untuk mengirimkan anaknya ke sanggar berguru, dan (4) persoalan transportasi yaitu persoalan klasik yang menjadi hambatan orangtua untuk mengantarkan anaknya mencar ilmu ke sanggar belajar.
· Sekolah Terpadu
Sekolah terpadu pada hakikatnya ialah sekolah normal lazimyang telah ditetapkan untuk mendapatkan ABK. Mereka mencar ilmu tolong-menolong dengan anak-anak wajar , dengan diajar oleh guru biasa sedangkan bahan-bahan yang mempunyai sifat kekhususan diberikan oleh guru pendamping.Dalam pelaksanaannya pendidikan terpadu dapat berlangsung secara (1) terpadu penuh/sepanjang hari pelajaran dan (2) secara terpadu sebagian/khsusus bidang studi tertentu.
Pada tipe sekolah terpadu penuh, ABK berguru tolong-menolong dengan mereka yang bukan ABK dengan mengikuti semua pelajaran tanpa terkecuali. Meskipun demikian tipe sekolah ini tetap membutuhkan kedatangan guru pendamping khusus di kelas/sekolah tersebut. Guru khusus ini bisa menjadi mitra kerja bagi guru biasa yang mengajar. Jika guru biasa menghadapi kesusahan berhubungan dengan ABK maka beliau dapat meminta dukungan pada guru khusus. Di sekolah terpadu sebagian ABK mengikuti mata pelajaran tolong-menolong, contohnya Matematika, IPA, IPS, dan lain-lain. Sedangkan untuk mata pelajaran yang tidak mampu dibarengi oleh ABK, maka ABK dilayani tersendiri sesuai dengan karakteristik kekhususannya, mirip kegiatan: olahraga, kerajinan tangan, latihan orientasi dan mobilitas, dan lain-lain. Pendidikan/Sekolah Terpadu pada mulanya cuma mendapatkan murid ABK kategori tunanetra, tetapi untuk sekarang dan yang akan tiba pendidikan terpadu dibutuhkan mampu menerima murid dari semua jenis ABK dengan tata cara yang lebih baik lagi.
Kebaikan/ kelebihan model ini yakni (1) anak merasa dihargai harkat dan martabatnya sehinga mereka mampu belajar gotong royong dengan anak normal tanpa dibatasi oleh dinding tembok pemisah yang tegas,(2) dari pertumbuhan sosial, anak lebih gampang berinteraksi dan berkomunikasi secara luas dengan mereka/anak-anak yang normal di sekolah tersebut, (3) secara psikologis, anak merasa percaya diri dan dapat menimbulkan semangat/motivasi untuk bersaing secara sehat dengan mereka yang berkategori normal.
Kekurangan / kelemahan, yaitu (1) anak kadang merasa rendah diri sehingga mampu meruntuhkan semangat berguru, (2) dalam kondisi tertentu, anak menjadi materi usikan egative dari temannya yang normal sehingga kondisi kejiwaan ABK menjadi depresi, dan (3) ketersediaan guru GPK (Guru Pendamping Khusus) bagi anak ABK di sekolah tersebut tidak senantiasa ada.
· Pendidikan Inklusi (Inclusive Education)
Kata inklusi berarti terbuka, lawan dari eksklusi yang berarti tertutup.Pendidikan Inklusi mempunyai arti pendidikan yang bersifat terbuka bagi siapa pun yang akan masuk sekolah baik dari golongan anak wajar maupun ABK. Demikian pula lingkungan pendidikan, tergolong ruangan kelas, toilet, halaman bermain, laboratorium, dan lain-lain harus dimodifikasi dan dapat diakses oleh semua anak, tergolong anak-anak berkebutuhan khusus. Pelaksanaan pendidikan inklusi dilatarbelakangi oleh filsafat mainstreaming yang menyatakan bahwa dunia yang normal mesti berisi manusia normal dan yang tidak wajar .Demikian pula komunitas sekolah yang wajar mesti ada kebersamaan antara anak normal dan anak yang tidak wajar , baik pada dikala menerima pelajaran dalam kelas maupun pada saat bersosialisasi di luar kelas. Penyelenggaraan pendidikan inklusi pastinya memerlukan perencanaan yang masak, sehingga dalam pelaksanaannya tidak menyebabkan efek yang kurang menguntungkan. Pendidikan inklusi lazimnya sudah dipraktekkan di negara-negara maju, seperti Norwegia, Swedia, Denmark, USA, dan sebagian Australia.Di Indonesia versi pendidikan inklusi sudah mulai banyak dirintis di beberapa sekolah tertentu, tetapi belum dapat sepenuhnya dijalankan. Dalam masalah-perkara tertentu nama sekolah inklusi telah menjadi trade mark , tetapi dalam prakteknya tidak lebih dari sekedar sekolah terpadu biasa. Oleh sebab itu di masa-kurun yang hendak datang sekolah inklusi di Indonesia bukan cuma sekedar nama saja namun diperlukan menjadi sebuah sekolah inklusi beneran mirip yang telah diselenggarakan di beberapa negara maju di Eropa, Amerika dan Australia. Ini tentu saja menjadi peran dan akad bersama antara pemerintah, sekolah dan penduduk .
Kebaikan/ keunggulan versi ini yaitu (1) anak akan menemukan keadilan layanan pendidikan, tidak dibedakan dari anak wajar sehingga secara tidak pribadi mampu membangkitkan motivasi dan gairah belajar di sekolah, (2) anak dapat berpartisipasi dalam kehidupan di sekolah tanpa memandang kelemahan yang disandang, (3) anak mencicipi perlakuan dan persamaan hak, harkat dan martabat dalam mendapatkan layanan pendidikan tanpa membedakan antara yang cacat dan yang wajar , dan (4) anak mampu bergaul dan berinteraksi secara sehat dengan sahabat-temannya yang wajar , sehingga mengembangkan rasa percaya diri dan motivasi berprestasi dalam berguru.
Kekurangan dan kelemahannya ialah untuk dapat disebut selaku sekolah inklusi diharapkan fasilitas dan prasarana yang dapat mengakses kebutuhan individual anak yang tidak mudah dipenuhi oleh sekolah yang sudah menyatakan diri sebagai sekolah inklusi. Untuk dapat disebut selaku sekolah inklusi yang bekerjsama juga diperlukan tenaga pendidik dan tenaga non pendidik (seperti dokter, psikolog, konselor, dan sebagainya) yang tidak serta-merta mampu dipenuhi oleh sekolah yang memproklamirkan diri sebagai sekolah inklusi.Meskipun disebut sebagai sekolah Inklusi yang secara teoritis mampu mendapatkan semua anak tanpa menatap wajar atau tidak normal, namun dalam praktik di lapangan sekolah inklusi lazimnya hanya menerima anak cacat yang berkategori ringan, bukan yang berkategori sedang atau berat.
1. Program panduan, pengajaran, dan latihan di sekolah yang berkaitandengan kebutuhan interaksi sosial anak tunanetra dapat diberikan guru dalam bentuk :
Bimbingan untuk mengenal suasana sekolah, baik dari segi fisik bangunan maupun dari sisi interaksi orang per-orang.
Bimbingan untuk mengenal suasana sekolah, baik dari segi fisik bangunan maupun dari sisi interaksi orang per-orang.
2. Menumbuhkembangkan perasaan tenteram, kondusif, dan bahagia dalam lingkungan barunya.
3. Melatih kepekaan indera-indera badan yang masih berfungsi sebagai bekal pemahaman kognitif, afektif dan psikomotornya.
4. Melatih keberanian anak tunanetra untuk mengenal hal-hal baru, utamanya hal-hal yang tidak dia jumpai ketika berada di rumah.
5. Menumbuhkan iman diri dan kemandirian dalam berkomunikasi dan melakukan kontak.
6. Melatih mobilitas anak untuk menyebarkan kontak-kontak sosial yang mau dijalankan dengan sobat sebaya.
7. Memberikan pendidikan akhlak dan kesantunan berkaitan dengan budbahasa dan kebiasaan yang berlaku dalam suatu kawasan. Pendidikan budpekerti yang berlaku di rumah dapat berlainan dikala anak tunanetra masuk dalam lingkungan baru dengan beragam kepribadian individu.
8. Mengenalkan anak tunanetra dalam beragam abjad interaksi kalangan. Hal ini mampu memberikan pengertian bahwa tiap kelompok mempunyai karakter interaksi yang berbeda. Misalnya kalangan belum dewasa kecil, golongan cukup umur, atau golongan orang sampaumur. Interaksi sosial yang bagus maupun yang kurang baik ialah proses yang tidak diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan diperoleh melalui proses mencar ilmu, panduan dan latihan. Pengaruh internal maupun eksternal yang nyata dan negatif, secara langsung atau tidak pribadi akan menghipnotis anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk menyingkir dari terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam bergaul perlu ditanamkan kemauan yang berpengaruh. Kemauan yang berpengaruh pada diri anak tunanetra mampu mengakibatkan dogma pada diri. Anak tunanetra juga dapat membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial. Untuk menyanggupi kebutuhan khusus anak tunanetra, sekolah atau lembaga pendidikan bagi tunanetra menyiapkan program pemenuhan keperluan tersebut dalam bentuk kurikulum.
Kurikulum pendidikan di lembaga pendidikan tunanetra umumnya mampu digolongkan selaku bidang studi dan sebagai kemampuan khusus. Secara keseluruhan acara atau kurikulum tersebut mempunyai tujuan (a) untuk meniadakan atau meminimalisir hambatan belajar dan pertumbuhan balasan ketunanetraan, (b) menawarkan banyak sekali kemampuan semoga mereka bisa bersaing dengan orang lain pada umumnya, dan (c) membantu mereka untuk memahami atau menyadari akan potensi dan kemampuannya. Menurut Bishop (1996) keahlian yang diperlukan atau yang perlu disediakan di lembaga pendidikan bagi tunanetra mencakup; keahlian sensoris (kesadaran, diskriminasi, persepsi), pertumbuhan motorik, pengembangan konsep, keahlian komunikasi, keahlian bahasa, Braille, keahlian sosial, kesanggupan menolong diri sendiri (ADL),Orientasi dan Mobilitas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang memiliki keunikan tersendiri yang ditunjukkan oleh jenis dan karakteristiknya yang berlawanan dengan bawah umur normal pada umumnya.dengan kondisi mirip itu tentunya dalam menawarkan layanan pendidikan anak berbeda dengan bawah umur wajar pada umumnya. Oleh alasannya itu sebagai guru atau pendidik perlu mempunyai beberapa pengetahuan dan pemahaman mengenai cara memperlihatkan layanan yang tepat semoga bawah umur yang kurang mujur ini menemukan pendidikan secara optimal.
B. Saran
Dalam menunjukkan layanan pendidikan pada anak berkebutuhan Khusus diharapkan aneka macam layanan pendidikan dengan pendekatan khusus dan strategi khusus yang harus guru atau pendidik atau kandidat guru ketahui dan pahami dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Dra.Yuliane, M. Pd.2010. Bahan Ajar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.Pontianak :2010
Hallahan, Daniel P. and Kauffman, James M. (1986).Exceptional Children: Intro-
duction to Special Education, Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall;
duction to Special Education, Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall;
Mirza, Dewi. (2007). Pelayanan Pendidikan bagi Anak Tunanetra.(Online). Tersedia: http://digilib.sunan_ampel.ac.id/go.php?id=jiptain-gdl-s1-2007-de-wimirza-922#publisher#publisher;
Abudin, PGSD. 2010. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Blogspot; [tersedia]http://abudinpgsd.wordpress.com/2011/02/19/pendidikan-anak-
Rahardja, Djadja. (2006). Pendidikan Luar Biasa Introduction to Special Education.