Apa yang dikenali perihal Studi Kasus dan bagaimana Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus. Studi perkara ialah sistem pengumpulan data secara komprehensif yang meliputi faktor fisik dan psikologis individu, dengan tujuan menemukan pengertian secara mendalam dan memberikan solusi terhadap masalah yang dikaji atau diteliti
Jenis-jenis Studi Kasus, yakni
a. Studi kasus kesejarahan perihal organisasi, dipusatkan pada perhatian organisasitertentu dan dalam kala waktu tertentu, dengan rnenelusuri pertumbuhan organisasinya. Studi perkara ini sering kurang memungkinkan untuk diselenggarakan, sebab sumbernya kurang memadai untuk dijalankan secara minimal.
b. Studi masalah observasi, mengutamakan teknik pengumpulan datanya lewat observasi peran-serta atau pelibatan (participant observation), sedangkan fokus studinya pada sebuah organisasi tertentu.. Bagian-bab organisasi yang menjadi fokus studinya antara lain: (a) sebuah kawasan tertentu di dalam sekolah; (b) satu kalangan siswa; (c) kegiatan sekolah.
c. Studi kasus sejarah hidup, yang menjajal mewawancarai satu orang dengan maksud mengumpulkan narasi orang pertama dengan kepemilikan sejarah yang khas. Wawancara sejarah hidup umumnya mengungkap rancangan karier, dedikasi hidup seseorang, dari lahir hingga sekarang.
d. Studi kasus kemasyarakatan, merupakan studi wacana perkara kemasyarakatan (community study) yang dipusatkan pada sebuah lingkungan tetangga atau penduduk sekitar (kornunitas), bukannya pada satu organisasi tertentu.
e. Studi perkara analisis situasi, jenis studi masalah ini mencoba menganalisis situasi kepada insiden atau peristiwa tertentu. Misalnya terjadinya pengeluaran siswa pada sekolah tertentu, maka haruslah dipelajari dari sudut pandang semua pihak yang terkait, mulai dari siswa itu sendiri, sahabat-temannya, orang tuanya, kepala sekolah, guru dan mungkin tokoh kunci lainnya.
f. Mikroethnografi, merupakan jenis studi kasus yang dilakukan pada unit organisasi yang sangat kecil, seperti sebuah bab suatu ruang kelas atau suatu acara organisasi yang sangat spesifik pada anak-anak yang sedang berguru menggambar.
Tujuan penggunaan penelitian studi perkara yaitu tidak sekedar untuk menerangkan mirip apa obyek yang diteliti, namun untuk menerangkan bagaimana eksistensi dan mengapa masalah tersebut mampu terjadi. Dengan kata lain, observasi studi masalah bukan sekedar menjawab pertanyaan observasi tentang ‘apa’ (what) obyek yang diteliti, tetapi lebih menyeluruh dan komprehensif lagi ialah wacana ‘bagaimana’ (how) dan ‘mengapa’ (why) obtek tersebut terjadi dan terbentuk selaku dan dapat dipandang selaku sebuah perkara. Sementara itu, taktik atau metoda penelitian lain cenderung menjawab pertanyaan siapa (who), apa (what), dimana (where), berapa (how many) dan seberapa besar (how much).
Berkaitan dengan metodelogi penelitian masalah, terdapat beberapa hal yang perlu diketahui, yakni
a) Dalam studi perkara, peneliti menjadi instrumen kunci (the key instrument). Sebagai instrumen kunci, kedatangan dan keterlibatan peneliti di lapangan lebih diutamakan. Oleh karena itu dalam studi masalah, peneliti mesti menyadari bahwa dirinya ialah perencana, pengumpul dan penganalisa data, sekaligus menjadi pelapor dari hasil penelitiannya sendiri. Kehadiran dan keterlibatan peneliti dilapangan diketahui secara terbuka oleh subjek observasi.
b) Empat bentuk analisis data beserta interpretasinya dalam penelitian studi kasus, yaitu: (1) pengumpulan klasifikasi, peneliti mencari sebuah kumpulan dari contoh-pola data serta berharap memperoleh makna yang relevan dengan gosip yang akan timbul; (2) interpretasi langsung, peneliti studi perkara menyaksikan pada satu teladan serta menarik makna darinya tanpa mencari banyak teladan. (3) peneliti membentuk contoh dan mencari kesepadanan antara dua atau lebih kategori.; (4) pada jadinya, peneliti menyebarkan atau menyusun generalisasi (selesai)
c) Batas selesai penelitian dalam Studi masalah tidak bisa ditentukan sebelumnya seperti dalam observasi kuantitatif, tetapi dalam proses penelitian sendiri. Akhir periode penelitian terkait dengan masalah, kedalaman dan kelengkapan data yang diteliti.
Adapun Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus ialah selaku berikut
a) Pemilihan kasus: dalam penyeleksian perkara hendaknya dijalankan secara bermaksud (purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat diseleksi oleh peneliti dengan menyebabkan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi masalah haruslah masuk akal, sehingga mampu diselesaikan dengan deadline dan sumbersumber yang tersedia;
b) Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, namun yang lebih dipakai dalarn observasi perkara yakni observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti selaku instrurnen observasi, mampu menyesuaikan cara pengumpulan data dengan duduk perkara dan lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berlainan secara berbarengan;
c) Analisis data: sehabis data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang mampu dikontrol. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan contoh biasa data. Data mampu diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dijalankan semenjak peneliti di lapangan, ketika pengumpulan data dan sehabis semua data terkumpul atau sesudah selesai dan lapangan;
d) Perbaikan (refinement): walaupun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi masalah hendaknya clilakukan penvempurnaan atau penguatan (reinforcement) data gres terhadap kategori yang sudah didapatkan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali mesti menciptakan kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam klasifikasi yang telah ada;
e) Penulisan laporan: laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan sebuah gejala atau kesatuan sosial secara terperinci, sehingga rnernudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam suasana kasus kehiclupan seseorang atau kelompik.
Cara Pengambilan data studi masalah berdasarkan Yin
Yin mengungkapkan bahwa terdapat enam bentuk pengumpulan data dalam studi perkara ialah: (1) dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu kejadian, usulan, hasil penelitian, hasil evaluasi, kliping, postingan; (2) rekaman arsip yang berisikan rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama, rekaman-rekaman eksklusif mirip buku harian, kalender dsb; (3) wawancara lazimnya bertipe open-ended; (4) observasi langsung; (5) pengamatan partisipan dan (6) perangkat fisik atau kultural yakni peralatan teknologi, alat atau instrumen, pekerjaan seni dll. Lebih lanjut Yin mengemukakan bahwa laba dari keenam sumber bukti tersebut mampu dimaksimalkan kalau tiga prinsip berikut ini disertai, yakni: (1) menggunakan bukti multisumber; (2) membuat data dasar studi kasus, mirip : catatan-catatan studi kasus, dokumen studi masalah, materi-bahan tabulasi, narasi; (3) memelihara rangkaian bukti.
Dalam kaitanya dengan analisis dalam studi kasus, Yin (1998:140-150) membagi tiga teknik analisis untuk studi kasus, adalah (1) penjodohan acuan, ialah dengan memakai logika penjodohan pola. Logika seperti ini membandingkan pola yang didasarkan atas data empirik dengan acuan yang diprediksikan (atau dengan beberapa prediksi alternatif). Jika kedua teladan ini ada persamaan, risikonya dapat menguatkan validitas internal studi kasus yang bersangkutan; (2) pembuatan eksplanasi, yang bertujuan untuk menganalisis data studi perkara dengan cara menciptakan sebuah eksplanasi perihal kasus yang bersangkutan dan (3) analisis deret waktu, yang banyak dipergunakan untuk studi perkara yang menggunakan pendekatan eksperimen dan kuasi eksperimen.
Adapun beberapa analisis struktur yang mampu digunakan adalah, sebagai berikut (Yin, 2003:169):
a) Struktur linear, ialah bentuk patokan dalam laporan. Dimulai dengan subtopik yang meliputi berita/dilema yang akan diteliti, temuan data yang dikumpulkan dan dianalisis, dan konklusi-konklusi serta implikasi-implikasi temuan tersebut.
b) Struktur komparatif, merupakan bentuk-bentuk pengulangan studi perkara dan membandingkan alternatif deskripsi atau eksplanasi kasus yang sama. Tujuan pengulangan tersebut utk menawarkan tingkat dimana fakta-fakta berkesesuaian dengan masing-masing model dan pengulangan tersbut benar-benar mengilustrasikan teknik penjodohan pola.
c) Struktur kronologis, berupa insiden-peristiea yang disampaikan dalam urutan kronologis.
d) Struktur pengembangan teori. Dalam analisis ini disajikan berdasarkan urutan-urutan logika pengembangan teori. Logika tersebut nantinya akan bergantung pada topik dan teori spesifik.
e) Struktur ketegangan. Analisis ini sedikit beralawan dengan pendekatan analitis. Peneliti akan mengemukakan hasil penelitiannya di awal, bab-bab lain yang tersisa dan menegangkan akan diterangkan secara menyebar selanjutnya. Sangat cocok untuk studi perkara eksplanatif.
f) Struktur tak beraturan. Struktur ini mampu dipakai pada studi perkara deskriptif, yang mana tidak ada hal-hal khusus yang perlu ditekankan.
Buatkan Berikut ini contoh porosal Studi Kasus lengkap dengan Judul Penelitian ANALISIS KESALAHAN SINTAKSIS PADA KARANGAN NARASI EKSPOSITORIS SISWA (STUDI KASUS PADA SISWA KELAS VIII SMPN XXX)
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa Indonesia telah ditetapkan selaku bahasa negara, mirip tercantum dalam Pasal 36, Undang-Undang Dasar 1945. Oleh alasannya adalah itu, semua warga negara Indonesia wajib memakai bahasa Indonesia dengan baik dan benar (Arifin dan Hadi, 2009: 1). Berdasarkan kedudukannya selaku bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: (a) bahasa resmi negara, (b) bahasa pengantar resmi di lembaga-forum pendidikan, (c) bahasa resmi dalam perhubungan pada tingkat nasional, baik untuk kepentingan penyusunan rencana dan pelaksanaan pembangunan maupun untuk kepentingan pemerintahan, dan (d) bahasa resmi di dalam kebudayaan dan pemanfaatan ilmu wawasan dan teknologi terbaru (Setyawati, 2010: 1).
Berdasarkan kedudukan dan fungsinya, bahasa Indonesia dipakai sebagai alat komunikasi dalam aneka macam kebutuhan, situasi, dan keadaan. Dalam praktik pemakaiannya, bahasa Indonesia pada dasarnya beranekaragam. Keanekaragaman bahasa atau kombinasi pemakaian bahasa bisa diperhatikan dari sarananya, suasananya, norma pemakaiannya, daerah atau wilayahnya, bidang penggunaannya, dan lain-lain.
Berdasarkan bidang penggunaannya, ragam bahasa dapat dibedakan atas ragam bahasa ilmu, sastra, hukum, jurnalistik, dan sebagainya. Ragam bahasa ilmu ialah suatu ragam bahasa yang dipakai untuk mengkomunikasikan ilmu pengetahuan. Ragam bahasa ilmu dipakai oleh cendekiawan dan kaum berilmu di seluruh Indonesia. Sifat bahasa Indonesia sebagai ragam bahasa ilmu antara lain: (a) ragam bahasa ilmu bukan dialek, (b) ragam bahasa ilmu ialah ragam resmi, (c) ragam bahasa ilmu digunakan para cendekiawan untuk mengkomunikasikan ilmu, (d) lebih diutamakan penggunaan kalimat pasif alasannya dalam kalimat itu peristiwa lebih dikemukakan ketimbang pelaku tindakan, (e) banyak menggunakan kata-kata perumpamaan (kata-kata digunakan dalam arti denotatif bukan dalam arti konotatif), dan (f) konsisten dalam segala hal, misalnya dalam penggunaan istilah, akronim, gejala, dan pronominal persona (Setyawati, 2010: 5-9).
Sebagai cendekiawan dan kaum pandai, para siswa dan mahasiswa dituntut untuk bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam mengkomunikasikan ilmunya. Bahasa Indonesia yang baik yakni bahasa Indonesia yang digunakan sesuai norma kemasyarakatan yang berlaku. Bahasa Indonesia yang benar adalah bahasa Indonesia yang digunakan sesuai dengan hukum atau kaidah bahasa Indonesia yang berlaku. Makara, bahasa Indonesia yang baik dan benar ialah bahasa Indonesia yang dipakai sesuai dengan norma kemasyarakatan yang berlaku dan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang berlaku (Arifin dan Hadi, 2009: 11-12).
Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, masih banyak siswa yang melaksanakan kesalahan berbahasa. Kesalahan berbahasa tidak cuma terdapat pada tuturan namun juga terdapat pada bahasa tertulis. Hal ini ditinjau dari ragam bahasa berdasarkan sarana pemakaiannya yakni ragam lisan dan tulis (Setyawati, 2010: 2). Bahasa tertulis terikat pada aturan-aturan kebahasaan, seperti ejaan, susunan, sistematika, dan teknik-teknik penulisan. Apabila siswa tidak menyanggupi hukum-hukum kebahasaan tertulis, terjadilah kesalahan kebahasaan. Salah satu kesalahan kebahasaan tertulis yang masih sering dijalankan siswa adalah kesalahan sintaksis. Ruang lingkup kesalahan sintaksis berkisar pada kesalahan diksi, frasa, klausa dan kalimat berikut alat-alat sintaksis yang membentuk komponen-unsur tersebut. Selain itu diangkatnya masalah ini alasannya dari beberapa observasi yang pernah dilakukan menawarkan bahwa pengertian dan penguasaan struktur bahasa utamanya penyeleksian kata (diksi), frasa, klausa, dan kalimat dalam bahasa tulis yang dimiliki siswa rata-rata belum benar.
Menurut hasil penelitian Musrifah (1999), kesalahan sintaksis masih sering terjadi pada penyusunan diksi, frasa, preposisi dan konjungsi. Begitu pula hasil observasi Mardawaningsih (1999) yang memperlihatkan bahwa siswa sering melaksanakan kesalahan dalam pemilihan dan penyusunan diksi. Dari beberapa hasil observasi tersebut memberikan bahwa kesanggupan sintaksis siswa rata-rata masih rendah.
Kesalahan bahasa pada dasarnya disebabkan pada diri orang yang menggunakan bahasa yang bersangkutan bukan pada bahasa yang digunakannya. Ada tiga kemungkinan penyebab seseorang mampu salah dalam berbahasa, antara lain: (a) terpengaruh bahasa yang lebih dahulu dikuasainya, (b) kekurangpahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang dipakainya, (c) pengajaran bahasa yang kurang sempurna atau sempurna (Setyawati, 2010: 15-16).
Analisis kesalahan merupakan proses yang didasarkan pada analisis kesalahan orang yang sedang mencar ilmu dengan objek (yaitu bahasa) yang telah ditargetkan. Bahasa yang ditargetkan dapat berupa bahasa ibu maupun bahasa nasional dan bahasa ajaib. Dalam observasi ini targetnya yakni bahasa nasional. Analisis kesalahan dapat berkhasiat sebagai alat pada awal-permulaan dan selama tingkat-tingkat variasi acara pengajaran sasaran dilakukan. Tindakan ini pada awalnya selaku alat yang mampu membuka anggapan guru untuk menanggulangi kerumitan bidang sintaksis yang dihadapkan pada murid. Seperti yang diungkapkan oleh Hastuti (2003: 78) bahwa jumlah frekuensi kesalahan mampu sungguh menolong inovasi linguistik kontrastif. Penemuan ini mampu sungguh menolong mengendalikan materi pengajaran dan melaksanakan pengajarannya. Analisis kesalahan sintaksis juga mampu mengungkapkan keberhasilan dan kegagalan acara pembelajaran yang dirancang oleh guru. Selain itu, analisis kesalahan sintaksis juga mampu dipakai sebagai alat untuk mengukur kemampuan berbahasa anak ajar pada umumnya. Hasil dari analisis kesalahan sintaksis mampu digunakan sebagai bahan untuk pertanda bab-bagian kesalahan sintaksis yang sering dijalankan siswa, sehingga untuk berikutnya kesalahan yang sama dapat dikurangi.
Supraba (2008: 2) mengungkapkan bahwa pengajaran bahasa Indonesia belum membuat puas. Hal ini didukung oleh banyaknya keluhan guru SLTP yang menyatakan bahwa murid-muridnya kurang mampu menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam menangkap pelajaran yang diberikan dan melakukan peran-tugas tertulis. Selanjutnya Supraba juga memaparkan bahwa pada umumnya ketidakmampuan siswa dalam memakai bahasa Indonesia tampak pada pemakaian kalimat dalam karya tulis atau tulisannya. Dalam suatu karya tulis atau karangan, kalimat yang baik mampu mengantar pembaca pada maksud yang dipaparkan penulis. Oleh alasannya itu, untuk membuat suatu karangan yang baik siswa harus mengenali tata cara tata bahasa yang baik dan benar pula.
Rendahnya penguasaan tata bahasa akan menghambat siswa untuk menyusun karangan dan hasilnya karangan yang dibuat tidak dapat dipahami maksudnya oleh pembaca. Hal ini tentu membuat para pemerhati bahasa akan mengernyitkan dahinya.
Menulis sebuah karangan yang baik memerlukan penguasaan beberapa keahlian. Misalnya kemampuan menyusun kalimat yang baik sesuai dengan ejaan yang sudah disempurnakan, keterampilan memilih kata-kata (diksi), keahlian dalam menyusun dan menghubungkan kata satu dengan kata lainnya supaya kekerabatan antar kata menjadi terang, dan sebagainya. Kalimat ialah unsur pembentuk karangan yang paling penting. Dapat dikatakan bahwa karangan berisikan kalimat-kalimat yang disusun menjadi suatu paragraf. Kejelasan dan kekuatan suatu karangan sebagian besar tergantung pada kalimat yang membentuknya.
Menulis ialah keterampilan berbahasa yang paling sukar dikuasai oleh siswa. Keterampilan menulis mencakup keterampilan-kemampuan lain yang lebih khusus mirip penguasaan ejaan, konjungsi, preposisi, struktur kalimat, kosakata, dan penyusunan paragraf. Pembelajaran menulis seharusnya menerima perhatian lebih dalam semoga siswa mampu memahami dan menguasai keahlian ini. Maksud dari menerima perhatian lebih dalam yakni bahwa dalam berguru menulis, siswa harus diajak dan dilatih menulis secara terus-menerus, secara terencana semoga siswa bisa andal menulis. Latihan menulis di sini tidak cuma sekedar menulis apa yang siswa mampu tetapi juga latihan menulis secara baik dan benar sesuai dengan kaidah tata bahasa Indonesia.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang perlu diteliti dalam analisis kesalahan sintaksis ialah penyimpangan pada penyusunan atau pemilihan diksi, preposisi, konjungsi, frasa, klausa dan kalimat. Kesalahan atau penyimpangan sintaksis yang dilakukan siswa terjadi balasan kekurangpahaman siswa kepada kaidah tata bahasa yang digunakan atau mungkin faktor lain mirip kekhilafan atau kecerobohan yang dijalankan siswa. Selain itu, diambilnya problem ini alasannya dari beberapa observasi yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pengertian dan penguasaan serta kemampuan memakai struktur bahasa dalam bahasa tulis yang dimiliki siswa rata-rata masih rendah. Ketidakmampuan siswa dalam memakai bahasa tampak pada pemakaian kalimat dalam karangan.
Berdasarkan alasan-alasan di atas, peneliti kepincut untuk mengenali dan mempelajari lebih dalam jenis penyimpangan atau kesalahan sintaksis yang dijalankan oleh siswa, lewat studi perkara kepada hasil karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMPN XXX Tahun pedoman 2014-2015.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, duduk perkara utama yang muncul yang memungkinkan untuk diteliti atau diselidiki dalam analisis kesalahan sintaksis adalah sebagai berikut.
1. Kesalahan penggunaan alat sintaksis yang berupa diksi yang mencakup urutan kata, bentuk kata, dan kata tugas (kata depan atau preposisi, konjungsi atau kata penghubung, interjeksi atau kata ajakan, postingan atau kata sandang, partikel atau kata penegas).
2. Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa frasa.
3. Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berbentukklausa.
4. Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berbentukkalimat.
C. Pembatasan Masalah
Permasalahan-permasalahan yang telah diidentifikasi di atas merupakan hal-hal yang sungguh penting untuk diteliti sebab merupakan problem-duduk perkara yang sering dihadapi oleh penulis. Namun, masalah-urusan yang telah diidentifikasi tidak semuanya dibicarakan tersendiri sebab penulis mempertimbangkan kemampuan, waktu dan supaya penulis mampu memperoleh pembahasan yang lebih mendalam dari hasil observasi kesalahan penggunaan sintaksis. Selain itu, kesalahan dalam tataran sintaksis antara lain berupa: kesalahan dalam bidang frasa dan kesalahan dalam bidang kalimat (Setyawati, 2010:75). Kesalahan dalam penggunaan diksi telah pasti berada di dalam bidang frasa dan kalimat, sehingga kesalahan diksi tidak dibicarakan tersendiri. Begitu juga dengan kesalahan penggunaan klausa. Klausa dapat berpotensi menjadi sebuah kalimat jika intonasinya selesai. Kesalahan dalam bidang klausa tidak dibicarakan tersendiri, tetapi sekaligus telah menempel dalam kesalahan di bidang kalimat.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka peneliti memfokuskan penelitian sebagai berikut.
1. Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa frasa pada karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMPN XXX.
2. Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa kalimat pada karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMPN XXX.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan duduk perkara yang sudah diuraikan, dalam observasi ini dapat dirumuskan problem selaku berikut.
1. Bagaimanakah kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa frasa pada karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMPN XXX?
2. Bagaimanakah kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa kalimat pada karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMPN XXX?
E. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, mendeteksi dan mendeskripsikan bentuk-bentuk kesalahan sintaksis yang dikerjakan siswa kelas VIII SMPN XXX yang mencakup:
1. Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa frasa pada karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMPN XXX,
2. Kesalahan penggunaan konstruksi sintaksis yang berupa kalimat pada karangan narasi ekspositoris siswa kelas VIII SMPN XXX.
F. Manfaat
Penelitian ini diperlukan mampu memberikan hasil yang berfaedah baik secara pribadi bagi pengembangan ilmu, maupun bagi kepentingan praktis pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di dalam kelas.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dibutuhkan dapat menawarkan informasi dan memperbesar wawasan wawasan dalam bidang linguistik terutama dalam aspek kebahasaan yaitu menulis karangan dengan memperhatikan komponen-bagian fungsional kalimat ialah sintaksis berdasarkan jenis kesalahan yang dilaksanakan siswa. Selain itu, untuk merangsang diadakannya observasi yang lebih mendalam bagi observasi selanjutnya.
2. Manfaat Mudah
Secara simpel observasi ini diperlukan dapat memberi faedah baik bagi guru maupun siswa yang menjadi target utama dalam pembelajaran bahasa. Bagi guru maupun siswa, penelitian ini dibutuhkan mampu menambah wawasan kebahasaan dalam aspek menulis khususnya perihal ketepatan dan ketidaktepatan penggunaan sintaksis sebagai komponen dalam kalimat. Dengan demikian, siswa diperlukan mampu menyingkir dari kesalahan sintaksis dalam menulis karangan.
G. Batasan Istilah
1. Analisis kesalahan ialah penyelidikan kepada sebuah hal (karangan, insiden, dan sebagainya) selaku teknik untuk mengidentifikasi, mengklasifikasikan, dan menginterpretasikan secara urut dan sistematis kesalahan kaidah yang sudah diputuskan dalam tataran ilmu kebahasaan (linguistik).
2. Kesalahan sintaksis yaitu kesalahan struktur pada tataran sintaksis yang berupa kesalahan struktur frasa dan kesalahan struktur kalimat.
3. Karangan ialah hasil perwujudan ilham, ide dan pikiran manusia yang tersusun dari rangkaian kata demi kata yang membentuk sebuah kalimat, paragraf dan akhirnya menjadi perihal yang memiliki tujuan tertentu sehingga dapat dibaca dan dipahami tujuannya oleh pembaca.
4. Karangan narasi adalah uraian yang menceritakan atau mengisahkan sesuatu atau serangkaian insiden, tindakan, keadaan secara berurutan dari awal sampai selesai dan terlihat rangkaian korelasi satu sama lain sehingga pembaca mencicipi seolah-olah beliau sendirilah yang mengalami kejadian tersebut.
5. Narasi sugestif yaitu uraian yang disusun dan disuguhkan dengan aneka macam macam bentuk sehingga menimbulkan daya khayal bagi pembaca dengan tujuan memberikan suatu makna terhadap pembaca melalui daya khayal yang dimilikinya.
6. Narasi ekspositoris ialah narasi yang memiliki target penyampaian berita secara tepat perihal suatu insiden dengan tujuan memperluas wawasan orang tentang cerita seseorang. Dalam narasi ekspositoris, penulis menceritakan sebuah peristiwa menurut data yang bergotong-royong.
7. Kesalahan frasa yaitu kesalahan penggunaan sintaksis pada struktur frasa.
8. Kesalahan kalimat ialah kesalahan penggunaan sintaksis pada struktur kalimat.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, E. Zaenal dan Hadi, Farid. 2009. Seribu Satu Kesalahan Berbahasa. Jakarta: AKA Press.
Hastuti, Sri. 2003. Sekitar Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: PT Mitra Gama.
Keraf, Gorys. 2003. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
—————–. 2010. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mardawaningsih, Dwi. 1999. Analisis Kesalahan Kosakata dan Ketidakefektifan Kalimat pada Karangan Siswa Kelas II SLTP Negeri 1 Playen Gunung Kidul Yogyakarta. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Markhamah, dkk. 2010. Sintaksis 2 (Keselarasan Fungsi, Kategori & Peran Dalam Klausa). Surakarta: Muhammadiyah University Press.
Moeliono, Anton M, dkk. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Musrifah, Nurul. 1999. Analisis Kesalahan Sintaksis Pada Karangan Siswa Kelas III SLTP Negeri 13 Yogyakarta Tahun Pelajaran 1998-1999. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta.
Ramlan, M. 1996. Sintaksis. Yogyakarta: CV Karyono.
Setyawati, Nanik. 2010. Analisis Kesalahan Berbahasa Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka.
Supraba, TH. Ellisa Tesdy. 2008. Analisis Pola Pengembangan Paragraf dalam Karangan Narasi Siswa Kelas VIII SMP BOPKRI 3 Yogyakarta. Yogyakarta: FBS UNY.
Tarigan, Henry Guntur. 1987. Pengajaran Analisis Kesalahan Berbahasa. Bandung: Angkasa.