Kali ini Kami akan menerangkan ihwal kultus individu. Menurut Ustaz Abdul Hamid Al Ghazali dlm Musykilat Wa Khalid Dakwah, ada beberapa bentuk pengkultusan seperti senantiasa mentakwilkan segala kesalahan orang yg dikaguminya, selalu mengikutinya termasuk dlm hal yg salah, tak pernah merasa nyaman & suka dgn pernyataan selain dr orang yg di idolakan nya itu.
Kultus individu merupakan penyakit yg sangat berbahaya dlm Kancah dakwah. Mengapa? Sebab hakikat dakwah ialah mengajak insan untuk patuh & taat pada segala titah Allah & sunnah Rasulullah.
Namun jika seseorang dlm berdakwah membiarkan dirinya dikuasai oleh para pengikutnya, tentulah kebenaran tak lagi bersumber dr Wahyu melainkan dr apa yg dijalankan, diucapkan atau diperintahkan sang tokoh idola.
Pada akhirnya, sumber syariat berbentukketetapan hukum, halal Haram, boleh tak boleh, benar salah, akan bergeser dr Allah & rasulnya ke pihak-pihak lain, bisa Kyai ajengan, cendekiawan & lainnya. Jika umat sudah berhukum pada ketetapan insan, maka bahwasanya ini adalah satu bentuk kemusyrikan.
Ada sebuah hadis yg menerangkan hal tersebut. Suatu ketika, Rasulullah membacakan ayat 31 Surat At-Taubah para sobat. Ayat itu mempunyai arti,”mereka (orang-orang nasrani) menyebabkan para pendeta & para pemuka agama mereka sebagai Tuhan Tuhan selain dr Allah”.
Diantara hadirin ada seseorang yg belum lama masuk Islam, namanya Addi bin Hatim (sebelumnya ia menganut agama Katolik). Mendengar penuturan Rasulullah, Addi langsung protes Dengan menyampaikan, “Wahai Rasulullah, sebenarnya mereka tidaklah menyembah para pendeta & para pemuka agama itu”. Rasulullah menjawab, ‘Bukankah para pendeta itu mengharamkan apa-apa yg halal, terus para pengikutnya turut mengharamkannya. Dan Bukankah para pendeta itu menghalalkan apa apa yg Allah haramkan kemudian para pengikut mereka turut pula menghalalkannya. Itulah bentuk penyebaran mereka pada para pendeta itu.”
Berlebihan Memposisikan Orang
Mengapa muncul pengkultusan kepada seseorang? Salah satu sebabnya yakni karena sikap berlebihan dlm memposisikan orang-orang. Misalnya, menganggapnya selaku orang suci, menganggap berkah air bekas minumnya atau menciptakan patung, bangunan atau Monumen atas namanya setelah mereka meninggal.
Tentu saja da’i adalah orang Saleh Atau paling tak tampak sebagai orang sholeh atau memposisikan diri sebagai orang Sholeh yg mempunyai peluang untuk diputuskan oleh pengikutnya.
Ibnu Abbas, tatkala menerangkan ayat 23 Surat Nuh “mereka menyampaikan, ” janganlah kalian tinggalkan Tuhan Tuhan kalian, & jangan pula tinggalkan wadd, suwa’, yaguts, ya’uq & Nasr, menyampaikan:”nama-nama patung dahulunya yakni nama-nama orang dr kaum Nabi Nuh. Tatkala mereka mati, setan mengilhamkan pada para pengikutnya untuk membuat monumen-monumen supaya dapat selalu mengingat mereka. Lalu dibuatlah patung-patung. Semula patung-patung itu tida disembah. Namun dgn bergantinya generasi demi generasi, & ilmu sudah dilupakan, maka patung-patung itu jadi sembahan”.
Padahal, para da’i, ulama, kyai, ajengan, ustaz atau Syekh yakni insan biasa yg tak luput dr kesalahan. Keilmuan Dan kesalehan tidaklah mencerabut sifat kemanusiaan seseorang dgn Segala kelemahan & kekuatannya, kehabisan & kelebihannya.
Bukankah Rasulullah sendiri ditugaskan Allah untuk memastikan bahwa dirinya tak lebih dr manusia biasa. Hal ini bermaksud biar tak ada umatnya mengangkat dirinya dr posisi insan yg mendapat Wahyu ke posisi Tuhan yg tak pernah salah sama sekali.
Bukankah Firau mendapat murka Allah karena menilai dirinya selaku Tuhan & menyuruh rakyatnya untuk menyembahnya?
Bukan tak mungkin Jika pada ketika ini timbul sikap-sikap Firaunisme dlm Kancah dakwah. Setidaknya, kita bisa melihat dr adanya kesamaan sikap antara orang-orang sikap para ulama, para Dai atau para Kyai pada derajat tak mungkin salah dgn para pengawal & firaun.
Para pengikut ulama & pengawal Firaun sama-sama menolak kehendak pemimpinnya, apalagi menciptakan tokohnya sadar tahu bahwa dirinya tak senantiasa benar & tak senantiasa pada posisi yg terpuji.
Peran Pemimpin
Munculnya penyakit kultus individu terhadap para pemimpin atau orang-orang pula tak lepas dr peran sang panutan sendiri. Dalam sejarah, tersebutlah perumpamaan ulama Ushul atau ulama jahat. Kyai Haji Umar Hasyim dlm bukunya Mencari Ulama Pewaris Nabi menunjukkan standar ulama su’ selaku berikut :
- Ulama yg memberi fatwa sesat;
- ulama yg membangun dinding fanatisme buta;
- ulama penyebar fitnah;
- ulama penjilat; ulama yg rusak akhlaknya.
Melihat tolok ukur itu memang sungguh mungkin ada kultus individu yg sengaja dibangun oleh sang ulama atau udah itu sendiri, atau ia membiarkan umatnya membangun kultus kepada dirinya meski telah menyadari gejalanya semenjak awal.
Jika itu terjadi, maka bekerjsama ia merelakan atau meridhoi pengikutnya mengkultuskan dirinya. Bagaimana mungkin para Dai membiarkan hal itu terjadi, padahal Rasulullah mengingatkan dgn keras supaya seseorang tak membuka peluang pengkultusan dirinya, meski hanya berupa kebanggaan.
Miqdad bin Amr menyampaikan rasulullah memerintahkan kami untuk menaburkan tanah di wajah orang-orang memuji-muji.
Maha Benar Allah yg menyuruh biar kita berdakwah dgn nrimo, mengajak insan ke jalan Allah semata & bukan ke Jalan Pembangunan figuritas diri. “Katakanlah, inilah jalanku. Aku & orang-orang yg mengikutiku mengajak ananda pada Allah dgn hujjah yg faktual, Maha Suci Allah & Ak tak termasuk oramg yg menyekutukan Allah” (Yusuf: 108).
Ayat ini mengedepankan dua hal penting, pertama proklamasi diri sebagai Muslim dgn kalimat inilah jalanku islam & kedua ialah penegasan bahwa sebagai Muslim Ia hanya menyeru pada Allah, pada pengesaan, pengagungan & pemujaan Allah semata & bukan menyeruh untuk dirinya.
Dampak Pengkultusan
Selain dapat menjatuhkan diri pada sikap syirik, kultus individu dlm lapangan dakwah pula akan memunculkan aneka macam masalah serius yang lain antara lain :
Pertama, kompetisi tak sehat. Bila yg dibangun oleh seorang Dai yaitu figuritas & kejayaan diri maka ia akan berhadapan dgn orang-orang masih sama. Dan lantaran yg dibangun yaitu Wibawa duniawi yg palsu, maka persepsi yg menjadi sempit.
Terjadilah rebutan dampak dgn mengorbankan Islam. Agama akan ditarik-tarik untuk kepentingan dirinya dlm membangun kewibawaan & pengaruh tersebut. Orang yg berdakwah dgn tulus, tak akan melakukan hal itu.
Ya lebih baik banyak melakukan pekerjaan ketimbang banyak urusin pihak lain atau dgn penuh kecemasan memantau keberhasilan atau kegagalan dakwah pihak lain.
Kedua, pertengkaran antar para pengagum tokoh menjadi sesuatu yg tak dapat dielakkan. Betapa tidak, bila para panutan bertikai, tidak mungkin para penganut akan berdamai. Bila para tokohnya bersitegang maka para pengikutnya pasti berperang.
Sebab, masing-masing bekerja dgn semangat membela tokohnya & bukan pembela kebenaran. Dan sangat mengenaskan lagi bila kemudian para tokoh itu bersekutu & bermesraan dgn orang kafir atau orang sekuler yg benci Islam untuk menghadapi sesama muslim.
Ketika, susukan kebenaran menjadi sangat sempit & terbatas. Mengapa? Karena orang yg telah ter rasuki kultus individu akan menolak kebenaran kalau bukan disampaikan oleh orang kita. Jika sudah demikian, betapapun terang & tegas ialah kebenaran namun hatinya tak menerima kebeneran itu.
Penutup
Dari penjelasan di atas, kita mampu menyimpulkan bahwa seorang Dai tidak boleh membangun kultus individu atas dirinya & sebaliknya, sebagai pengikut pun kita pula wajib menutup rapat segala potensi hadirnya kultus individu ini.
Jangan biarkan bibit-bibit cultusia berkembang & membengkak. Salah satu pesan yang tersirat penting Alquran yg berkaitan dgn itu ialah, :” dan Sabarkanlah Dirimu Bersama orang-orang yg menyeru tuhan mereka di pagi & petang hari dgn mengharapkan wajah Allah”
Dalam kebersamaan ada pesan yang tersirat, ada koreksi, ada kritik sehingga kita tak pernah merasa senantiasa benar. Sedangkan dai yg Lenggang & menjulang sendirian di lingkungannya punya peluang besar untuk dikultuskan.
Rasulullah mengingatkan, “setan itu amat akrab pada yg sendirian. Dan pada yg berdua lebih menjauh. Dan pada yg bertiga lebih jauh lagi “