Kolonialisme dan Imperialisme Barat serta Pengaruhnya (Bagian 2)

Kolonialisme & Imperialisme Barat serta Pengaruhnya (Bagian 2) – (Pelajaran IPS Sekolah Menengah Pertama/ MTs Kelas VIII) ✓ Pada bab ini terbagi menjadi dua artikel lantaran apabila dijadikan satu maka dirasa terlalu panjang & bisa membuat menjadi jenuh di dlm membacanya. Di cuilan pertama pembahasan, kita sudah sampai pada perlawanan maluku terhadap VOC. Teman-sahabat mampu menyaksikan artikel yg pertama di artikel yg berjudul Kolonialisme & Imperialisme Barat serta Pengaruhnya (Bagian 1). Untuk melanjutkan postingan belahan ke-2, sobat-teman dapat menyimak terus ulasan berikut ini. Ayo kita budayakan membaca & belajar bareng -bareng .

Daftar Isi :

1. Perkembangan Kekuasaan Belanda di Indonesia

2. Reaksi Terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda

3. Reaksi Pengaruh Sosial

Perkembangan Kekuasaan Belanda di Indonesia

Pemerintah Kolonial Belanda

a. Pengalihan kekuasaan dr VOC ke pemerintah kolonial Belanda

Pada kala ke-17 & kurun ke-18 M, pengaruh dr VOC telah menyebar ke banyak sekali wilayah di Indonesia utamanya yg bekerjasama dgn bidang ekonomi. Pada waktu itu VOC telah berhasil mengeruk banyak keuntungan atas praktek monopoli atas jual beli rempah-rempah yg telah dikerjakan. Pada bidang politik, VOC ikut campur tangan dengan-cara politis di aneka macam wilayah yg ada di Indonesia. Pada saat memasuki masa ke-19, VOC mulai mengalami perubahan yg drastis yg meliputi persoalan internal VOC, & tanda-tanda politik di Eropa. Pada kondisi inilah yg merubah peta kolonialisme yg ada di wilayah Indonesia.

b. Gejolak politik di Eropa

Di simpulan era ke-18, di daratan Eropa telah terjadi gejolak yg sungguh dahsyat yaitu berupa revolusi perancis yaitu menggulingkan pemerintahan yg berbentu monarki (kerajaan) menjadi sistem pemerintahan yg berupa republik. Revolusi tersebut sangat berpengaruh di seluruh penjuru Eropa. Terdapat 2 gerakan pada dikala itu yaitu gerakan yg mendukung adanya revolusi/ anti monarki & gerakan menentang revolusi/promonarki. Untuk gerakan yg gerakan menentang revolusi/promonarki dipimpin oleh Inggris sedangkan untuk yg antimonarki dipimpin oleh Prancis.

Refolusi Perancis pula berakibat pada negara Belanda yakni pada tahun 1795 Raja Williem V digulingkan oleh para kaum republikan yg didukung negara Prancis, sehingga terjadi perubahan yg mendasar statusnya yaitu dr kerajaan Belanda berubah menjadi Republik Bataaf (Bataafse Republiek). Dampak yg timbul dr perubahan status tersebut maka Belanda berhadapan dgn Inggis, termasuk pula yg ada di wilayah Indonesia.

c. Persoalan Internal VOC

VOC menghadapi persoalan dr dlm diri VOC sendiri (problem internal) yg berlarut-larut menimbulkan kebangkrutan yakni pada waktu menjelang kurun ke-19. Serangan dr Inggris dgn EIC yg didirikannya bikin VOC tak sanggup untuk menghadangnya. Sehingga pada tanggal 31 Desember 1799 Pemerintah Belanda mencabut izin usaha (octrooy) dr VOC. Setelah adanya pembubaran dr VOC, maka Indonesia berada di bawah kekuasaan pemerintah Republik Bataaf. Lalu status dr Belanda yg tadinya berupa republik menjadi bentuk kerajaan. Pemerintah Kerajaan Belanda dlm rangka untuk menangani Indonesia membentuk pemerintahan kolonial yg dipimpin oleh seorang gubernur jenderal.

1) Gubernur Jenderal Daendels & Jansen

a) Herman Williem Daendels (1808–1811)

Tugas yg diemban dr pengangkatan Daendels sebagai gubernur jenderal yaitu untuk menjaga Pulau Jawa supaya tak jatuh ke tangan Inggris. Selain itu pula bertugas memperbaiki keadaan tanah jajahan yg ada di Indonesia. Persiapan dr Daendels  untuk melaksanakan tugas itu tersebut yaitu:

  • Merekrut orang-orang Indonesia untuk dijadikan selaku tentara.
  • Pembangunn pabrik senjata yg berada di Semarang & Surabaya.
  • Pembangunan jalan raya yg panjangnya dr Anyer (Jawa Barat) hingga Panarukan (Jawa Timur).
  • Pembangunan pangkalan armada maritim yg berada di Anyer & Ujung Kulon.
  • Pembangunan benteng-benteng.

Cara yg digunakan dlm pembangunan jalan tersebut ialah dgn siste kerja rodi atau kerja paksa yaitu rakyat dipaksa untuk bekerja tanpa diberi upah, makan, & pula tak diamati kesehatannya. Dampak yg ditimbulkan dr kerja rodo adalah menyantap banyak korban jiwa. Tetapi sampai sekarang jalan tersebut banyak manfaatnya. Usaha yg dilaksanakan oleh Daendels dlm rangka untuk ongkos merencanakan pertahanan Pulau Jawa dr bahaya Inggris yaitu:

  • Menjalankan contingenten yaitu pajak rakyat yg berupa hasil bumi.
  • Menjual atas tanah-tanah negara pada pihak swasta gila.
  • Menetapkan verplichte leverantie yakni kewajiban untuk menjual hasil bumi cuma pada pemerintah kolonial Belanda saja, tetapi harganya telah ditetapkan oleh Belanda).
  • Menjalankan preanger stelsel yakni kewajiban rakyat Priangan untuk menanam kopi.

Daendels melaksanakan perbaikan dlm bidang pemerintahan yakni dgn melakuan usaha berikut ini:

  • Melakukan perbaikan honor para pegawai, memberantas praktek korupsi, & menyampaikan sanksi yg berat pada para pegawai yg melaksanakan kesalahan.
  • Mendirikan tubuh-badan pengadilan yg fugsinya yakni untuk mengadili kepada orang-orang Indonesia sesuai dgn adat istiadat.
  • Pembagian pulau jawa menjadi 9 karesidenan.
  • Para bupati yg ada di seluruh Jawa dijadikan pegawai pemerintahan Belanda.

Daendels merupakan sosok penguasa pemerintahan yg populer sangat disiplin, keras, & pula kejam, sehingga dr kalangan pejabat Belanda di Indonesia banyak yg tak suka terhadapnya. Daendels pula menjual tanah negara pada para pengusaha swasta gila yg bermakna bahwa ia sudah melanggar kepada undang-undang negara. Sebagai risikonya yakni Daendels diundang oleh pemerintah Belanda pada tahun 1811. Lalu Lodewijk Napoleon mengangkat Janssens selaku gubernur jenderal pengganti Daendels.

Pemerintah transisi Inggris masa Gubernur Jenderal Raffles (1811–1815)

Gubernur Jenderal Janssens yakni seorang seorang Gubernur Jendral yg lemah & pula kurang cakap. Pada tanggal 11 Agustus 1811, di bawah pimpinan Gubernur Jenderal EIC, Lord Minto, pasukan Inggris mendarat di Batavia. Tidak memerlukan waktu yg lama pasukan Inggris bisa mendesak tentara Blanda. Kemudian pada tahun 1811 Belanda menyerah pada Inggris lewat Perjanjian (Kapitulasi) Tuntang.

Isi (Perjanjian) Kapitulasi Tuntang antara lain:

  1. Semua kekuatan dr militer Belanda yg ada di daerah Asia Tenggara mesti diserahkan pada Inggris.
  2. Utang pemerintah dr Kolonial Belanda tak diakui oleh Inggris.
  3. Pulau Jawa, Madura, & seluruh pangkalan Belanda yg ada di luar Jawa menjadi wilayah kekuasaan Inggris.

Peristiwa Belanda telah menyerah pada tentara Inggris membuat tanda adanya peralihan kekuasaan dr Belanda ke Ingggris. Kemudian Inggris menunjuk Thomas Stamford Raffles selaku letnan gubernur di  wilayah Indonesia, selaku wakil raja muda (vicecrow) Lord Minto yg dimulai pada tanggal 19 Oktober 1811.

Raffles segera mengadakan langkah-langkah selaku berikut:

a. Bidang pemerintahan, pengadilan & sosial

1) Pulau Jawa dibagi menjadi 16 keresidenan termasuk Yogyakarta & Surakarta.

2) Masing-masing keresidenan mendapatkan sebuah land raad (tubuh pengadilan).

3) Melarang perdagangan budak.

b. Bidang ekonomi

1) Mengadakan metode sewa atas tanah atau pajak atas tanah (land rent).

2) Menjual tanah, antara lain di daerah Krawang, Priangan, Semarang, & pula di Surabaya pada pihak swasta.

c. Bidang ilmu pengetahuan

1) Menyusun suatu buku yg berjudul “The History of Java” tahun 1817.

2) Mengundang para hebat yg berasal dr luar negeri untuk melakukan penelitian-observasi ilmiah di Indonesia.

3) Raffles bareng dgn Arnoldi memperoleh bunga bangkai yg sungguh besar (raksasa), kemudian bunga tersebut diberi nama Rafflesia Arnoldi.

Berlangsungnya pemerintahan Raffles di Indonesia yakni selama 5 tahun karena adanya perubahan peta politik yg terjadi di wilayah Eropa mengakhiri pemerintahannya. Di tahun 1816, Napoleon Bonaparte teah mengalah terhadap Inggris & sekutunya. Apabila merujuk ke Perjanjian London (Convention of London), maka status dr Indonesia adalah kembali pada masa sebelum perang, yakni berada di bawah kekuasaan Belanda. Tetapi Raffles tak setuju atas isi dr Perjanjian London tersebut sehngga ia tak bersedia untuk menyerahkan wilayah Indonesia pada bangsa Belanda. Sehingga dgn demikian Raffles digantikan oleh John Fendall pada tahun 1816 yg mesti menyerahkan Pulau Jawa pada Belanda. Kemudian Belanda secepatnya membentuk Komisaris Jenderal yg susunannya terdiri atas Elout, Buyskes, & pula van der Capellen. Kemudian pada tahun 1816 Komisaris Jenderal dengan-cara resmi mendapatkan penyerahan kekuasaan atas Indonesia dr tangan Inggris. Semenjak waktu tersebut maka Indonesia kembali dijajah ditangan Belanda. Waktuu tersebut dikenal selaku masa Pemerintahan Kolonial Belanda & sebagai Gubernur Jenderalnya yakni van der Capellen.

Sistem tanam paksa

Apa sejatinya metode tanam paksa tersebut? Di dlm bahasa belanda metode tanam paksa dikenal selaku Cultuurstelsel. Pemerintahan Hindia Belanda menjalankan pemaksaan kepada para petani untuk menanam suatu flora tertentu di tanah pertaniannya. Adapun untuk jenis tumbuhan yg dilakukan paksaan oleh pemerintahan Belanda pastinya adalah tumbuhan yg mampu atau laku untuk dijual misalnya saja adalah flora tebu, tanaman kopi, nila, lada, & pula tembakau. Pada tahun 1830 pemerintah Hindia Belanda mengalami kesulitan keuangan. Penyebab terjadinya kesusahan keuangan tersebut yakni:

  • Pemerintah Hindia Belanda telah banyak mengeluarkan dana dlm rangka untuk berperang melawan rakyat utamanya dlm Perang Diponegoro.
  • Selian itu Pemerintah di negara Belanda pula banyak membayar untuk perang dlm rangka menghadapi pemberontakan Belgia.
  √ 25+ Alat Musik Tradisional Betawi Beserta Penjelasan dan Gambarnya

Untuk memecahan persoalan tersebut maka Johannes van den Bosch merekomendasikan pada pemerintah Belanda supaya buatan tumbuhan ekspor di Indonesia untuk dilakukan kenaikan. Untuk caranya pelaksananaannya ialah dgn Cultuurstelsel (Tanam Paksa). Atas seruan dr Van den Bosch tu disetujui oleh pemerintah Belanda. Kemudian Van den Bosch diangkat menjadi gubernur Jenderal Hindia Belanda, dgn peran pokok melaksanakan tanam paksa. Ketentuan-ketentuan dlm pelaksanaan tanam paksa antara lain:

a. Rakyat diharuskan untuk menyediakan 1/5 dr lahan yg digarapannya untuk ditanami flora yg wajib untuk ditanam (tumbuhan berkualitas ekspor).

b. Lahan yg disediakan untuk tanaman wajib tersebut dibebaskan dr pembayaran pajak atas tanah.

c. Terdapat keharusan untuk menyerahkan pada pemerintah kolonial atas hasil panen flora wajib yg dihasilkannya. Setiap keunggulan hasil panen dr jumlah pajak yg harus dibayar akan dibayarkan kembali pada masyarakat.

d. Sedangkan untuk tenaga & pula waktu di dlm penggarapannya atas flora wajib tersebut tak boleh melampaui dr tenaga & waktu yg diperlukan untuk menanam tanaaman padi.

e. Bagi mereka yg tak memiliki tanah, maka diwajibkan untuk bekerja selama 66 hari setahun di perkebunan milik pemerintah.

f. Kegagalan panen tanaman wajib merupakan menjadi tanggung jawab pemerintah.

g. Penggarapan atas tumbuhan wajib adalah di bawah pengawasan pribadi dr para penguasa pribumi. Pegawai-pegawai Sedanggkan untuk Belanda hanya memantau dengan-cara lazim saja jalannya penggarapan & pengangkutan.

Di dlm pelaksanaan tanam paksa, ketentuan yg sudah ditetapkan seringkali tak dipatuhi. berikut ialah berbagai penyimpangan terjadi, di antaranya:

a. Sawah & pula ladang milik rakyat terbengkalai sebab perhatian mereka dipusatkan pada penanaman flora wajib.

b. Bagi rakyat yg tidakmempunyai lahan maka wajib untuk bekerja melampaui dr waktu yg sudah diputuskan.

c. Luas dr lahan untuk penanaman flora wajib ialah melebihi dr 1/5 lahan garapan.

d. Lahan yg ditawarkan untuk penanaman tumbuhan tetap dikenakan pajak tanah.

e. Kelebihan atas hasil panen dr jumlah pajak yg mesti dibayar tak dikembalikan.

f. Kegagalan dr panen tanaman wajib tersebut ialah menjadi tanggung jawab dr petani.

Pelaksanaan tanam paksa sungguh merugikan untuk rakyat Indonesia karena perhatian para petani tercurah atas pelaksanaan tanaman paksa tersebut sehingga tak ada kesempatan lagi untuk melakukan sawah & ladangnya sendiri. Dari situlah timbul kelaparan & kemlaratan. Kondisi tersebut terjadi di daerah Kuningan/Cirebon (1834), Demak (1849), & pula Grobogan (1850). Apakah dampak positif dr tanam paksa? Dampak positif dr pelaksanaan tanam paksa yaitu para petani mengenal aneka macam jenis tanaman yg baru & mengetahui teknik dlm pengoahan flora yg baik. Jika dibandingkan sisi positif dr pelaksanaan tanam paksa dgn segi negatifnya maka pelaksanaan tanam paksa menjadi tertutup, karena terdapat penderitaan yg luar biasa yg dialami oleh rakyat Indonesia. Sedangkan bagi bangsa Belanda adanya tanam paksa menjinjing laba yg sangat besar karena mereka mendapat keuntungan sekitar 900 juta gulden. Hasil yg diperoleh tersebut mampu menutupi anggaran belanja bagi Bangsa Belanda bahkan terdapat sisa (Batig Saldo). Keuntungan pula dirasakan oleh kongsi jualan Belanda yg bernama Netherlandsche Handel Maatscapij (NHM). Hal inilah yg menjadian NHM diberikan hak monopoli transportasi dagang dr Indonesia menuju ke Eropa. Pelaksanaan dr siste tanam paksa banayak timbul reaksi yg berupa perlawanan diantaranya yakni yg dilakukan oleh petani tebu di Pasuruan (Jawa Timur) pada tahun 1833. Penentang atas pelaksanaan tanam paksa pula dilaksanakan oleh orang-orang Belanda sendiri baik yg perseorangan maupun yg dikerjakan dlm dewan perwakilan rakyat. Para penentang tanam paksa tersebut, antara lain sebagai berikut :

1). Kalangan humanis yaitu kelompok yg menjunjung tinggi atas etika & hak asasi insan. Sistem tanam paksa mesti dihapuskan karena menindas rakyat tanah jajahan.

2). Kalangan kapitalis yakni kelompok yg memperjuangkan atas kebebasan individu di dlm aktivitas ekonomi. Tanam paksa harus dihapuskan alasannya adalah tanam paksa tak menciptakan kehidupan ekonomi yg sehat & memperlakukan rakyat di tanah jajahan yakni sebagai objek.
Perjuangan dr kalangan humanis & kapitalis tersebut melahirkan Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) pada tahun 1870 & Politisi Etis (Politik Balas Budi).

Tokoh penentang tanama paksa antara lain sebagai berikut:

a. Edward Douwess Dekker (1820–1887)

ia seorang residen di daerah Lebak-Serang (Banten). Edward Douwess Dekker menulis suatu buku dgn judul Max Havelaar pada tahun 1860. Isi dr buku tersebut yaitu melukiskan penderitaan rakyat Indonesia karena akhir pelaksanaan tanam paksa. Dalam buku tersebut, Edward Douwess Dekker memakai nama samaran yaitu Multatuli.

b. Baron Van Hoevel (1812–1879)

Pada awalnya Baron van Hoevel berada di Jakarta, lalu ia kembali ke negeri Belanda & menjadi anggota parlemen. Pada dikala ia tinggal di Indonesia, ia sungguh tahu atas penderitaan rakyat Indonesia akibat adanya sistem tanam paksa.

c. Fransen Van de Putte

Buku yg ia tulis adalah berjudul Suiker Contracten (Kontrak-Kontrak Gula). Baron Van Hoevel & Fransen Van de Putte melaksanakan usaha untuk menghapuskan sistem tanam paksa lewat jalur dewan legislatif Belanda. Berkat kecaman dr kaum liberal, maka akhirnya pemerintah Belanda maupun pemerintah kolonial Belanda dengan-cara bertahap melakukan peniadaan atas metode tanam paksa (Cultuurstelssel). Berikut yakni proses abolisi tanam paksa yaitu:

a. Di tahun 1860, tanam paksa lada dihapus.
b. Di tahun 1865, tanam paksa untuk teh & nila dihapus.

c. Di tahun 1870, hampir seluruh jenis tumbuhan paksa sudah dihapuskan, kecuali untuk tanam paksa atas kopi di Priangan gres pada tahun 1917 dijalankan penghapusan.

Penanaman modal swasta

Pelopor dr gerakan liberal di negara Belanda yakni para pengusaha swasta. Sesudah metode tanam paksa dihapus, maka kaum liberal di negara Belanda memberi kebebasan pada usahawan swasta dapat menanamkan modalnya di Indonesia. Terutama di bidang perkebunan. Dalam upaya membuka perkebunan-perkebunan, dibutuhkan tanah. Oleh lantaran itu, perlu disusun undang-undang untuk menertibkan sewa-menyewa tanah. Di tahun 1870 itu juga, pemerintah Belanda mengeluarkan suatu undang-undang yakni Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet).

Undang-Undang Agraria memutuskan:

a. Para pengusaha swasta Eropa mampu menyewa tanah milik pemerintah Hindia Belanda. Jangka waktu sewa paling lama 75 tahun.

b. Penduduk pribumi pula bisa menyewakan atas tanahnya pada para pengusaha swasta aneh.

Tujuan dikeluarkan Undang-Undang Agraria tahun 1870:

a. Melindungi hak milik petani atas tanahnya dr penguasaan pemodal aneh.

b. Memberi peluang pada para pemodal ajaib untuk menyewa tanah dr penduduk Indonesia.

c. Membuka kesempatan kerja bagi penduduk Indonesia, terutama yg menjadi buruh perkebunan.

Undang-Undang Agraria tersebut ternyata cuma untuk keperluan para pebisnis swasta Eropa saja. Karena semenjak dikeluarkan Undang-Undang Agraria tersebut banyak bermunculan perkebunan swata gila di Nusantara, selaku acuan perkebunan tersebut yakni:

a. Perkebunan tembakau di Deli (Wilayah Sumatra Timur).

b. Perkebunan tebu di Wilayah Jawa Tengah & Jawa Timur.

c. Perkebunan karet di wilayah Serdang (Wilayah Sumatra Timur).

d. Perkebunan kina di Wilayah Jawa Barat.

e. Perkebunan teh di Wilayah Jawa Barat.

Selain itu para pebisnis swasta Eropa tersebut pula melaksanakan penanaman modal pada bidang pertambangan & perindustrian, umpamanya antara lain:

a. Pertambangan kerikil bara di Ombilin (Wilayah Sumatra Barat).

b. Pertambangan timah di Bangka Belitung & pula fi Wilayah Singkep.

c. Pabrik-pabrik gula, cokelat, teh yanga ada di berbagai tempat di Jawa.

Dengan adanya Udang-Undang Agraria tersebut pada tahun 1870-1900 maka terjadi perkembangan yg sungguh pesat di bidang usaha perkebunan swasta yg pula mendatangkan keuntungan yg besar untuk para usahawan & kekayaan yg dimiliki oleh bangsa Indonesia mengalir ke negeri Blanda. Hal tersebut bertolak belakang dgn kondisi yg dialami oleh pribumi (jawa), mereka mengalami kemerosotan dlm kehidupan.

Perbedaan dampak kolonial antara Pulau Jawa dgn pulau-pulau yg lain

Pengaruh dr kolonialisme akan berlainan-beda untuk setiap wilayah di Indonesia. Hal-hal yg menimbulkan kondisi tersebut antara lain:

a. Perbedaan keadaan alam

Pada kawasan yg kaya akan hasil bumi diharapkan oleh orang-orang Eropa. Sebagai teladan diwilauyah Maluku yg kita tahu bahwa wilayah tersebut banyak menciptakan rempah-rempah, maka kolonial akan dgn sekuat tenaga akan berupaya untuk menanamkan pengaruhnya yg lebih besar.

b. Perbedaan posisi

Pada wilayah yg mempunyai letak yg strategis misalnya di tepi jalur pelayaran & perdagangan maka akan memperoleh perhatian dengan-cara khusus dr pemerintah kolonial.

c. Perbedaan kedekatan kaum kolonial

Cara pendekatan kaum kolonial dgn cara melaksanakan perjanjian dgn penguasa setempat akan lebih diterima dibandingkan dengan dgn yg dikerjakan dgn cara cara kekerasan/ intimidasi.

  √ 5+ Alat Musik Tradisional Banten Beserta Penjelasan dan Gambarnya

d. Kekuatan penguasa daerah setempat

Apabila penguasa suatu daerah mempunyai kekuatan yg cukup besar, maka pemerintah kolonial akan memperlihatkan suatu keinginannya untuk menguasai wilayah tersebut, namun akan mendapatkan suatu perlawanan dr kawasan yg bersangkutan.

Reaksi Terhadap Pemerintahan Kolonial Belanda

Kedatangan bangsa Eropa di Indonesia ternyata sudah melakukan monopoli jual beli & ekspansi pengaruh politik. Kenyataan pahit itu menimbulkan aneka macam perlawanan di kawasan-kawasan untuk mengusir mereka. Perlawanan atau reaksi itu, antara lain:

Perlawanan Maluku (1817)

Perlawanan dr rakyat dilatarbelakangi beberapa aspek yaitu:

a. Kedatangan dr Belanda kembali ke wilayah Maluku menjadikan rakyat Maluku menjadi gelisah lantaran mereka membayangkan atas peristiwa pada saat VOC berkuasa, misalnya 1). pelaksanaan monopoli perdagangan, 2). pelayaran hongi, 3). ekstirpasi, 4). kerja rodi yakni menebang kayu yg berada di hutan, bikin garam, & membuka perkebunan pala, & 5). penyerahan wajib yakni berupa penyerahan atas ikan asin, dendeng, & pula kepada kopi.

b. Pemerintah kolonial menurunkan tarif hasil bumi yg hukunya yaitu wajib untuk diserahkan, tetapi dlm pembayarannya tertunda-tunda.

c. Pemerintah kolonial memberlakukan duit kertas, sementara untuk rakyat sudah sudah biasa memakai atau memakai duit logam.

d. Pemerintah kolonial menggerakkan para cowok Maluku supaya mau menjadi prajurit Belanda.

Thomas Matulesy (Kapitan Pattimura), Christina Marthatiahahu, Anthonie Reebok, Lucas Latumahina, Thomas Pattiwael, Daniel Sorbach, Raja Tiow, Ulupana, Said Parintah, & Nicolas Pattinasesany ialah merupakan pemimpin rakyat Maluku untuk melakukan perlawanan. Urutan dr terjadinya perlawanan rakyat Maluku tersebut yaitu sebagai berikut.

a. Di bawah pimpinan oleh Thomas Matulesy, Rakyat Maluku mengeluhkan mengenai perbuatan yg semenan-mena dr pemerintah kolonial yg menyengsarakan rakyat pada Residen van den Berg.

b. Keluhan yg disampaikan tersebut tak mendapat respon atau tak mendapat perhatian dr peerintah kolonial Belanda, sehingga rakyat Maluku melaksanakan penyerbuan & merebut benteng Duurstede di Saparua pada tanggal 16 Mei 1817. Dalam peristiwa tersebut menimbulkan Residen van den Berg, & para perwira lainnya terbunuh.

c. Dengan adanya peristiwa tersebut, maka Bellanda meminta perlindungan dr Ambon yg dilengkapai dgn persenjataan yg lengkap yg dipimpin oleh Mayor Beetjes. Pada tanggal 17-5-1817 ekspedisi berangkat & tiba di Saparua yaitu pada tanggal 20-5-1817. Ekspedisi tersebut bikin terjadinya pertempuran dgn rakyat Maluku yg dipimpin oleh Pattimura. Namun Belanda bisa dikalahan & bahkan pimpinan (Mayor Beetjes) mati tertembak.

d. Dengan kemenangan melawan Belanda oleh pasukan Pattimura di Saparua tersebut, maka di wilayah-kawasan Maluku lainnya, mirip Seram, Ambon, Hitu, & Haruju tersemangati untuk melaksanakan perlawanan terhadap Belanda.

e. Di permulaan Juli 1817, Belanda mendatangkan pasukan ke Saparua lagi yg maksudnya adalah untuk merebut benteng Duurstede, namun mereka tak berhasil merebutnya. Dan bahkan mereka hingga berulang kali mengantarpasuannya ke Saparua hingga beberapa kali.

Akhir dr perlawanan rakyat Maluku ialah selaku berikut:

a. Pada tanggal 15 Oktober 1817, Belanda mulai melakukan serangan dengan-cara besar-besaran. Kolonial Belanda mengirim dukungan pasukan yg berasal dr Ambon. Adapun pimpinannya yaitu bernama Kapten Lisnet & Mayer. Belanda mulai menangkap para pemimpin perlawanan rakyat Maluku tersebut.

b. Thomas Matulessy pada bulan November 1817 tertangkap oleh Belanda. Kemudian pada tanggal 16-12-1817, pada pukul 07.00 pagi terletak di halaman paras gedung pengadilan di Ambon, Pattimura dihukum gantung. Thomas Matulessy berkata pada rakyat yg berbunyi “Pattimura renta boleh mati, tetapi akan timbul Pattimura-Pattimura muda.”

c. Dengan tertangkapnya Pattimura, maka mempunyai efek pada daerah-kawasan yg lainnya. Banyak wilayah yg lain yg jatuh ke tangan Belanda. Banyaknya pemimpin perlawanan yg tertangkap membuat perjuangan rakyat Maluku menjadi melemah & kemudian bisa dikuasai oleh Belanda.

Perang Padri (1821-1837)

Bahwa penduduk Minangkabau telah lama memeluk ajaran agama Islam, tetapi masih memegang teguh adat istiadat yg ada. Hal tersebut dikarenakan oleh adat bersendi syarak yg bersendi kitabullah, yakni adat-istiadat yg didasarkan pada aturan adat & kitab Allah.

Pada permulaan periode ke 19 telah terjadi perubahan yg sungguh besar di Minangkabau. Pada saat itu banyak yg gres pulang melaksanakan ibadah haji. Pada saat di Arab mereka terpengaruh adanya gerakan kaum Wahabi yakni gerakan yg mengharapkan bahwa pedoman Islam diajarkan dengan-cara murni yg sesuai dgn Kitab Al-Qur’an & pula sesuai dgn Al-Hadits. Kemudian mereka menyebarkannya di wilayah Minangkabau ajaran wahabi. Pengikut dr pedoman Wahabi di Minangkabau dinamakan Kaum Padri. Kemudian kaum yg masih memegang adat istiadat tersebut menentang gerakan wahabi tersebut, kemudian kaum Adat minta tunjangan pada Belanda.

Kaum Padri berusaha menetralisir tradisi-tradisi Minangkabau yg berlawanan dgn fatwa Islam. Hal itu ditentang oleh kaum Adat. Kemudian kaum Adat minta pinjaman pada Belanda. Kemudian kontradiksi antara kaum Adat dgn kaum Padri memuncak dlm sebuah peperangan. Pimpinan kaum padri ialah Datuk Malim Basa/Muhammad Syahab/Peto (Pendito) Syarif/Tuanku Imam Bonjol, Tuanku nan Cerdik, Tuanku Tambusai, Tuanku nan Alahan, Tuanku Pasaman, Tuanku nan Renceh. Sedangkan untuk pemimpin kaum Adat adalah Datuk Sati.
Perang Padri, dapat dibagi dlm dua periode yakni:

a. Periode I (1821-1825) terjadi peperangan antara kaum Padri dgn kaum Adat yg dibantu oleh bangsa Belanda. Kota Lawas yaitu tempat terjadinya peperangan yg pertama kalinya. Pimpinan dr kaum padri yakni Datuk Bandaro, sedangkan untuk kaum Adat dipimpin oleh Datuk Sati. Sesudah Datuk Bandaro meninggal, maka pimpinan kaum Padri digantikan oleh Datuk Malim Basa yg mempunyai kedudukan di Bonjol, sehingga kita mengenalnya sebagai Tuanku Imam Bonjol. Siasat perang yg digunakan oleh kaum Padri ialah dgn siasat bergerilya. Pusat dr pertahanan kaum Padri yakni berada di wilayah Tanjung Alam & mendirikan benteng di Bonjol. Sedangkan untuk pusat pertahanan Belanda yaitu di benteng Fort van der Capellen di wilayah Batusangkar, & benteng Fort de Kock di wilayah Bukittinggi. Selain terjadi peperangan di wilayah Minangkabau, di Jawa pula terjadi perang Diponegoro, kondisi ini membuat Belanda menjadi kacu. Sehingga Belanda mengambil langkah dgn menunjukkan perundingan. Kemudian diakukan negosiasi di Padang.Belum selesai menangani perlawanan di Minangkabau, tiba-tiba di Jawa pecah Perang Diponegoro. Keadaan ini sempat membuat semrawut Belanda. Untuk mengatasinya, Belanda memperlihatkan negosiasi. Akhirnya pada tanggal 15-11-1825 diadakan negosiasi di Padang.

b. Periode II (1830–1837) terjadi sehabis Perang Diponegoro. Pada waktu Belanda sedang berperang melawan Diponegoro di Jawa, kaum adat yg tadinya bersekutu dgn Belanda mulai sadar bahwa selama ini Belanda cuma memperalat saja & bangsa Belanda hanya mengharapkan untuk menguasai tanah Minangkabau saja. Kemudian kaum adat berbalik arah melawan Belanda & memmbantu kaum Padri. Awalnya perang padri dilatarbelakangi agama, tetapi bergeser menjadi perang mempertahankan wilayah. Pada tanggal 21-9-1837, benteng Bonjol dikuasai oleh Belanda. Sehingga pemimpin kaum padri yakni Tuanku Imam Bonjol ditangkap oleh Belanda, kemudian belanda mengasingkannya ke Cianjur (Jawa Barat), kemudian dipindahkan lagi ke Ambon (Maluku). Walaupun Tuanku Imam Bonjol sudah ditangkap, namun perlawanan masih tetap berjalan di bawah pimpinan Tuanku Tambusai, Tuanku Nan Cerdik, & pula Tuanku Nan Alahan. Berakhirnya perang Padri ialah sesudah Tuanku Nan Alahan menyerah pada Belanda.

Perang Diponegoro (1825–1839)

Penyebab terjadinya perang Diponegoro yakni dilatarbekangi oleh banyak dilema.

Sebab-alasannya adalah biasa pecahnya perang Diponegoro yaitu:

a. Rakyat sudah sungguh menderita, kecewa, & pula putus asa. Hal ini disebabkan karena rakyat dibebani oleh berbagai macam jenis pajak, antara lain pajak kepala, pajak pasar, pajak perdagangan, pajak ternak, & pula pajak menuai padi. Pada kondisi tersebut ditambah lagi adanya kerja paksa (rodi) guna untuk kepentingan Belanda.

b. Wilayah Mataram yg menjadi semakin sempit, sehingga mengakibatkan kekecewaan pada raja & kelompok istana.

c. Belanda ikut campur tangan di dlm urusan pemerintah Mataram. Sebagai pola keikutcampuran pemerintah Hindia Belanda ialah melarang bagi darah biru untuk menyewakan tanahnya pada para usahawan perkebunan swasta abnormal yang lain.

d. Terdapat kekecewaan dr kelompok aristokrat & kaum ulama lantaran budaya & peradaban Barat yg tak sesuai dgn ajaran Agama Islam mulai masuk ke dlm Istama. Penyebab khusus dr pecahnya perang Diponegoro yaitu Belanda mulai menancapkan tonggak-tonggak dlm rangka untuk pengerjaan jalan Yogyakarta-Magelang. Jalan tersebut melewati makam leluhur keluarga Pangeran Diponegoro yg berada di Tegalrejo. Pembuatan jalan pun tak minta ijin apalagi dahulu keluarga Pangeran Diponegoro. Lalu Residen Smissaert, meminta pada Pangeran Mangkubumi untuk memanggil Pangeran Diponegoro, namun pemanggilan tersebut di tolak oleh Pangeran Diponegoro, & bahkan Pangeran Mangkubumi kemudian membela Pangeran Diponegoro. Penolakan yg dilakukan oleh Pangeran Diponegoro & pula oleh Pangeran Mangkubumi tersebut, membuat Belanda menjadi murka. Tanggal 20-7-1825, pasukan Belanda melaksanakan penyerbuan ke rumah Pangeran Diponegoro yg berada di Tegalrejo. Dan inilah awal pecahnya Perang Diponegoro.

Kronologi perang Diponegoro yaitu selaku berikut:

a. Pangeran Diponegoro memusatkan pasukannya di kawasan Selarong & dengan-cara bersama-sama menyerang Belanda yg ada di wilayah si  Kawa Timr da Jawa Tengah dgn taktik bergerilya.

b. Untuk menghadapi perlawanan pasukan Diponegoro, Gubernur Jenderal Van der Capellen menugaskan Letjen. HM de Kock dgn siasat Benteng Stelsel.

c. Pasukan Diponegoro dengan-cara perlahan-lahan terdesak sehabis Kyai Maja menyerah di tahun 1827, pula disertai oleh Sentot Ali Basyah satu tahun kemudian.

  Perhatikan Nama Tari Berikut! Tari Saman Tari Kecak Tagi Legong

d. Pada tanggal 23-3-1828, Pangeran Diponegoro bersedia untuk melaksanakan perundingan di kediaman residen Kedu yg berada di Magelang. Sesudah terjadi perundingan tetapi dlm negosiasi tak menghasilkan kesepakatan, maka Pangeran Diponegoro ditangkap kemudian dibawa ke Semarang. Kemudian dgn memakai kapal “Pollux” Pangeran Diponegoro dilakukan pengasingan dr Batavia ke Manado. Di tahun 1834 dipindahkan ke Makassar. Pangeran Diponegr wafat di Makasaar pada tanggal 8-1-1855, & dimakamkan di kampung Melayu-Makassar. Dengan peristiwa terebut menandai berakhirnya Perang Diponegoro.

Perang Aceh (1873–1904)

Latarbelakang atau penyebab terjadinya perang aceh yaitu selaku berikut:

a. Dibukanya Terusan Suez membuat Aceh menjadi makin ramai dlm perdagangannya. Hal tersebut sungguh dimungkinkan, alasannya adalah posisi Aceh berada di tepi Selat Malaka. Dengan demikian, membuat Belanda mempunyai ambisi untuk menguasai Aceh.

b. Tanggal 2-11-1871, Inggris & Belanda melakukan persetujuan bareng dlm Traktat Sumatra. Adapun isinya yaitu Belanda akan mendapatkan kebebasan dlm memperluas wilayah kekuasaan di Aceh, sementara untuk Inggris bisa melakukan perdagangan di Siak.

c. Dengan adanya Traktat Sumatra tersebut, maka Aceh menanggapinya dgn mempersiapkan diri untuk berperang. Aceh minta dukungan pada Turki, Italia, & pula Amerika Serikat, tetapi mengalami kegagalan. Hal ini senantiasa mendapat pengawasan dr Belanda. Kegagalan tersebut bikin Aceh mesti siap untuk berperang sendirian dlm mengatasi intervensi Belanda. Pimpinan pejuang rakyat aceh antara lain Panglima Polim, Teuku Cik Di Tiro, Cut Nyak Dien, Teuku Ibrahim, & Teuku Umar, serta Teuku Imam Leungbata.

Kronologis terjadinya perang Aceh yaitu sebagai berikut:

Tanggal 14-4-1873, Di bawah pimpinan Mayor Jenderal Kohler, Belanda melakukan penyerangan yg pertama. Dalam peperangan yg terjadi di pusat pertahanan Aceh yaitu di Masjid Raya Baiturahman, Kohler tewas. Sebagai penggantinya yaitu Mayor Jenderal van Swieten, & ia berhasil merebut Masjid Raya Baiturahman. Kemudian pasukan Aceh mundur & memindahkan pusat kekuasaannya di istana Sultan Aceh yg berada di Kutaraja, bahkan bisa menahan gempuran dr serangan dr Belanda. Masjid Raya Baiturahman dapat direbut kembali lantaran Belanda mampu dipukul mundur. Mayor Jenderal van Swieten diganti Jenderal Pel & di dlm peperangan yg terjadi di Tonga mereka berdua tewas. Bagi Belanda, tewasnya dua perwira tinggi tersebut membuat pukulan berat bagi Belanda. Kemudian Belanda mengubah siasatnya dgn siasat “garis pemusatan” atau “konsentrasi stelsel”. Yaitu Belanda tak melaksanakan serangan serangan ke luar kota, tetapi pasukan Belanda dikonsentrasikan/ dipusatkan di benteng-benteng yg berada di sekitar kota, khususnya Kotaraja. Tugas pasukan Belanda tersebut hanya melakukan patroli saja dr benteng satu ke benteng yg lainnya di sekeliling kota. Kemudian dlm menghadapi siasat Belanda tersebut, maka para gerilyawan Aceh melakukan penyerbuan ke benteng-benteng & tangsi-tangsi tentara Belanda. Menyergap patroli-patroli, merusak jalan & jembatan yg bisa digunakan Belanda. Pejuang Aceh dipimpin antara lain oleh Teuku Umar, Cut Nyak Dien (isteri Teuku Umar), Panglima Polim. Serangan-serangan yg dikerjakan dengan-cara besar-besaran oleh pejuang Aceh membuat Belanda menjadi kerepotan. Perang terjadi cukup lama yaitu hampir 10 tahun & dlm kurun waktu tersebut Aceh belum pula bisa ditaklukkan. Kemudian Belanda mengganti siasatnya menjadi “memecah-belah” atas seruan dr gubernur militer di Aceh yakni Deyckerhoff. Usul tersebut mampu diterima oleh Pemerintah Belanda alasannya adalah tak mengkonsumsi banayak biaya. Teknisnya adalah para pemimin belanda membujuk orang-orang Aceh supaya mau melakukan pekerjaan sama dgn Belanda. Kesempatan tersebut tak disia-siakan oleh Teuku Umar untuk melakukan bekerja sama dgn Belanda. Kemudian pada tahun 1893, Teuku Umar beserta pasukannya mengalah pada Belanda. Kemudian Teuku Umar diberi gelar oleh Pemerintah Belanda Teuku Johan Pahlawan, serta diberi persenjataan yg lengkap untuk memimpin pasukannya. Pada tahun 1896, Teuku Umar beserta pasukannya berbalik arah membela pejuang Aceh. Ia kemudian menyerang pusat-pusat pertahanan Aceh. Dengan kondisi tersebut, pemerintah Belanda merasa tertipu oleh Teuku Umar & pasukannya. Karena kondisi tersebut maka Gubernur militer Deyckerhoff adalah orang yg dianggap paling bertanggung jawab, & gubernur militer Deyckerhoff dipecat. Melihat kondisi tersebut, pemerintah Belanda memberi peran pada Dr. Snouck Hurgronje. Ia ialah spesialis agama Islam, hukum adat, & pula kebudayaan untuk mengusut kepada penduduk Aceh. Tujuannya yaitu untuk mengetahui apa yg menjadi kekuatan & kelemahan pihak Aceh. Kemudian ia menyamar sebagai ulama dr Turki bernama Abdul Gaffar. Di dlam pengusutan yg dilakukannya,  Dr. Snouck Hurgronje kemudian bikin sebuah buku yg berjudul De Atjehers. Di dlm bukunya tersebut, ia mengusulkan bahwa Aceh harus ditaklukkan dgn menggunakan siasat kekerasan yaitu dgn menyerang di pusat-pusat pertahanan para ulama. Atas dasar tersebut, maka pemerintah Belanda menugaskan Jenderal Van Heutsz untuk melaksanakan pertimbangan tersebut. Kemudian ia bikin pasukan anti gerilya/marschose (marechausse). Di tahun 1899, Teuku Umar gugur dlm pertempuran di Meulaboh. Kemudian usaha Teuku Umar dilanjutkan oleh istrinya yakni Cut Nyak Dien. Kemudian pada tahun 1903, Sultan Muhammad Daud Syah dgn terpaksa menyerah pada Belanda karena keluarganya ditawan. Sampai dgn tahun 1904, para pemimpin pejuang Aceh dipaksa untuk menandatangani Perjanjian Singkat (Plakat Pendek). Isi dr perjanjian singkat tersebut yaitu menyatakan bahwa Aceh mengakui atas kekuasaan Hindia Belanda. Meskipun sudah adanya perjanjian singkat, tetapi perjuangan Aceh terus berjalan. Pada tahun 1917 ialah perlawanan dr Aceh gres bisa benar-benardiredam.

Perang Banjar (1858–1866)

Latar belakang terjadi perang banjar yaitu:
a. Adanya campur tangan dr pemerintah kolonial Belanda dlm urusan perubahan takhta kerajaan yakni Belanda mendukung Pangeran Tamjidullah yg tak digemari oleh rakyatnya.

b. Sesudah Pangeran Tamjidullah turun takhta, kemudian pemerintah kolonial Belanda melaksanakan pengumuman atas abolisi Kerajaan Banjarmasin.

Tokoh-tokoh perang banjar misalnya Pangeran Prabu Anom, Pangeran Hidayat, Pangeran Antasari, Kyai Demang Leman, Haji Nasrun, & Haji Buyasin, serta Kyai Langlang. Sungai Barito aaah tempat terjadinya perang. Pembakaran & penengelaman Kapal milik Belanda Omrustdilakukan oleh rakyat. Pada tahun 1861, Pangeran Hidayat dgn terpaksa menyerah & kemudian diasingkan ke Cianjur. Pada tahun 1862, Pangeran Antasari wafat. Kyai Demang Leman pula tertangkap & diberihukuman gantung. Sedangkan Haji Buyasin gugur dlm pertempuran di Tanah Dusun. Dengan wafatnya para pimpinan rakyat banjar tersebut maka bertahap & perlahan-lahan kekuatan rakyat Banjar mulai melemah & Belanda mampu mematahkan perlawanan perang banjar.

Perang Jagaraga (1846–1849)

Latar belakang terjadinya perang Jagaraga di Bali antara lain sebagai berikut:

  • Adanya penolakan Belanda atas hukum “Tawan Karang” yaitu aturan di mana raja Bali memilik hak untuk mengklaim kapal gila yg kandas di wilayah perairannya.
  • Belanda menuntut pada kerajaan-kerajaan yg ada di Bali untuk mengakui kekuasaan Belanda di Bali.
  • Belanda minta supaya kerajaan-kerajaan di Bali melindungi perdagangannya.

Tokoh-tokoh Bali yg ikut dlm perang jagaraga antara lin Raja Buleleng, Gusti Gde Jelantik (Patih Buleleng), Raja Karangasem. Mulainya perang Jagaraga yakni pada tahun 1846, pasukan Belanda menyerbu Buleleng. Belanda daam penyerbuan tersebut mampu menguasai istana Buleleng meskipun sudah dibantu Karangasem. Kemudian Raja Buleleng menyingkir ke Jagaraga. Belanda mengantarkan pasukannya di bawah pimpinan Mayor Jenderal Van der Wijk pada tahun 1848. Lalu memaksa untuk mengadakan perjanjian dgn kerajaan Buleleng & pula Karangasem, supaya mau mengakui atas kekuasaan Belanda & pula melaksanakan pengapusan atas hukum Tawan Karang. Sebab perjanjian tak dihiraukan oleh Kerajaan Buleleng & Karangasem, maka pasukan Belanda menyerbu benteng Jagaraga, namun bisa untuk digagalkan. Pada tahun 1849, terjadi serangan dengan-cara besar-besaran yg dilakukan Belanda di bawah pimpinan Jenderal Michiels. Jagaraga bisa ditaklukan, kemudian serangan diarahkan ke Klungkung, Karangasem, & kuga ke Gianyar. Adanya semangat perang hingga dgn titik darah penghabisan, maka gerak pasukan Belanda menjadi sulit. Semangat tersebut dikenal sebagai semangat puputan sehingga perang itu kadang-kadang disebut sebagai perang puputan. Pada tahun 1906, Belanda baru bisa menanamkan kekuasaannya di Bali.

Reaksi Pengaruh Sosial

Gerakan protes petani

Contoh gerakan ini antara lain

  • Gerakan di Ciomas.P ada tahun 1886 dikerjakan di wilayah Gunung Salak Jawa Barat yg dipimpin oleh Muhammad Idris & Arpan.
  • Gerakan di Condet, terjadi pada tahun 1916 di Tanjung Oost
  • Gerakan rakyat di Tangerang yg terjadi di tahun 1942, yg dipimpin oleh Kaiin.

Gerakan Ratu Adil

Gerakan sosial ialah gerakan yg mendasarkan adanya kepercayaan terhadap tokoh yg akan tiba untuk membebaskan orang dr segala jenis kesengsaraan & penderitaan yg digambarkan selaku seorang ratu adil (Imam Mahdi).

Gerakan ratu adil itu antara lain:

  • Gerakan di Sidoarjo–Jawa Timur, pada tahun 1903 oleh Kyai Hasan Mukmin.
  • Gerakan di Kediri, pada tahun 1907 yg dipimpin oleh Dermojoyo.

Gerakan keagamaan

Gerakan ini adalah timbul lantaran sebagai protes atas kebobrokan moral karena adanya dampak budaya barat yg dibawa oleh kolonial Belanda. Pada gerakan keagamaan ini adaah merupakan gerakan pemurnian kembali ajaran agama Islam yg sebaiknya. Gerakan keagamaan antara lain meliputi:

  • Gerakan Tarekat Naqtsabaniyah & Qodirah, pada tahun 1880 di sebelah utara Banten.
  • Gerakan Budiah, terjadi tahun 1850 di desa Kali Salak, yg dipimpin oleh H. Muhammad.

Artikel IPS yang lain:

1. Kolonialisme & Imperialisme Barat serta Pengaruhnya (Bagian 1)
2. Permasalahan Penduduk & Dampaknya

*) Semua Materi IPS SMP Kelas 8 dapat dilihat di : Rangkuman Materi Pelajaran IPS Sekolah Menengah Pertama/ MTs Kelas VIII

Demikianlah artikel ihwal kolonialisme & imperialisme di Aanwijzing.Com yg berjudul Kolonialisme & Imperialisme Barat serta Pengaruhnya (Bagian 2) (Pelajaran IPS SMP/ MTs Kelas VIII) yg gampang-mudahan bermanfaat. Terimakasih.