Pada suatu malam, Khalifah Umar bersama Aslam mengunjungi kampung yang terpencil. Khalifah terperanjat mendengar seorang gadis kecil menangis.
Mereka secepatnya bergegas mendekati asal suara itu. Setelah dekat, Umar melihat seorang wanita tua tengah memanaskan panci di atas tungku api, sambil mengaduk-aduk isi panci dengan sendok kayu yang panjang.
Umar pun menanyakan perihal anaknya yang menangis itu. Ibu tersebut menjawab, “Aku memasak batu-watu ini untuk menghibur anakku. Inilah kejahatan Khalifah Umar bin Khattab. Ia tidak mau menyaksikan rakyatnya yang sengsara. Sungguh kejam!
Sejak dari pagi kami belum makan. Anakku pun kusuruh berpuasa, dengan harapan saat waktu berbuka kami mendapat rejeki. Namun, ternyata tidak. Anakku terpaksa tidur dengan perut kosong.
Aku menghimpun kerikil-batu kecil dan memasaknya untuk menipu anakku, dengan keinginan dia akan tertidur. Ternyata tidak, mungkin sebab lapar, beliau bangun dan menangis minta makan.”
Mendengar ganjalan si Ibu, dengan air mata berlinang Khalifah Umar berdiri dan mengajak Aslam cepat-cepat pulang ke Madinah. Tanpa istirahat lagi, Umar segera memikul gandum di punggungnya untuk diberikan kepada janda tua yang sengsara itu.
Ketika hingga di tempat, Khalifah Umar meletakkan karung berisi gandum dan beberapa liter minyak samin ke tanah, lalu memasaknya. Setelah masak Khalifah Umar meminta Si Ibu membangunkan anaknya. Wanita itu berkata, “Terima kasih, supaya Allah membalas perbuatanmu.”
Sebelum pergi Khalifah Umar memerintahkan si Ibu untuk tiba menemui Khalifah Umar, sebab Khalifah akan memperlihatkan haknya selaku akseptor bantuan negara.
Esok harinya wanita itu pergi menemui Khalifah Umar bin Khattab r.a. Tatkala perempuan tersebut berjumpa dengan sang Khalifah, betapa terkejutnya ia. Tak dinyana Khalifah Umar yakni orang yang memanggulkan dan memasakkan gandum tadi malam.