Kinerja

PENGERTIAN

Perusahaan dapat meningkat merupakan harapan setiap individu yang berada di dalam instansi tersebut, sehingga diperlukan dengan kemajuan tersebut instansi mampu bersaing dan mengikuti pertumbuhan zaman. Karena itu, tujuan yang dibutuhkan oleh instansi dapat tercapai dengan baik. Kemajuan instansi dipengaruhi oleh aspek-faktor lingkungan yang bersifat internal dan eksternal. Sejauh mana tujuan instansi sudah tercapai dapat dilihat dari seberapa besar instansi menyanggupi permintaan lingkungannya. Memenuhi tuntutan lingkungan mempunyai arti dapat memanfaatkan peluang atau mengatasi tantangan lingkungan atau ancaman dari lingkungan dalam rangka menghadapi atau memenuhi permintaan dan pergantian-pergantian di lingkungan instansi.

Performance atau yang lebih diketahui dengan kinerja yaitu hasil kerja yang mampu di capai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam sebuah organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun budpekerti. Kinerja dapat diartikan selaku gambaran tentang tingkat pencapaian pelaksanaan sebuah kegiatan atau acara atau kebijakan dalam merealisasikan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam planning taktik suatu organisasi. Istilah kinerja sering dipakai untuk menyebut prestasi atau tingkat kesuksesan individu atau golongan individu. Kinerja dapat diketahui cuma kalau individu atau golongan individu tersebut mempunyai kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan. Kriteria kesuksesan ini berupa tujuan-tujuan atau sasaran-target tertentu yang mau diraih. Tanpa adanya tujuan serta sasaran, kinerja seseorang atau organisasi tidak dapat dikenali karena tidak ada tolok ukurnya


Menurut Supriyanto (2010 : 280) dalam mencapai tujuan yang sudah ditetapkan organisasi mampu melaksanakan perjuangan-perjuangan dari sumbernya yang bermutu. Usaha ini dapat berupa pengembangan, perbaikan tata cara kerja, selaku kelanjutan penilaian kepada prestasi kerja karyawan yang sudah dicapainya dengan kesanggupan yang sudah dimilikinya pada kondisi tertentu. Dengan demikian kinerja ialah hasil keterkaitan antara perjuangan, kesanggupan, dan persepsi tugas yang telah dibebankan.


Kinerja ialah salah satu faktor yang mampu memajukan keefektifan sebuah organisasi. Menurut (Mohoney, 1963) dalam Indrianto (1998), yang di maksud dengan kinerja yakni kinerja para individu anggota organisasi antara lain: perencanaan, pemeriksaan, koordinasi, supervise, pengaturan staf (staffing), perundingan dan representative. Menurut (Vroom, 1964) dalam Indrianto (1998), kinerja yakni tingkat kesuksesan seseorang dalam melakukan pekerjaan.

Hasibuan (2001:134) mengemukakan kinerja ialah suatu hasil kerja yang diraih seseorang dalam melakukan tugas-peran yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan keseriusan serta waktu. Kinerja merupakan work performance atau job performance, yang dimaksud dengan job performance yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan (As’ad, 2004:48).


Hariandja (2002 : 195) bahwa kinerja merupakan sikap kasatmata yang ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi dan kinerja ialah sebuah hal yang sungguh penting dalam usaha organisasi untuk mencapai tujuannya.


Menurut Suyadi (1999:3), kinerja ialah : “Hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab dalam rangka mencapai tujuan organisasi”.


Simamora (2006 : 327) mendefinisikan kinerja pegawai (Employee performance) sebagai tingkat di mana para pegawai meraih kriteria-standar pekerjaan. Penilaian kinerja (performance assesment) adalah proses yang mengukur kinerja pegawai. Penilaian kinerja pada umumnya mencakup baik aspek kualitatif maupun kuantitatif dari pelaksanaan pekerjaan.


Kinerja seorang karyawan akan baik jika ia mempunyai keahlian (skill) yang tinggi, bersedia bekerja sebab digaji atau diberi upah sesuai dengan perjanjian, mempunyai keinginan (expectation) masa depan lebih baik. Mengenai honor dan adanya impian (expectation) ialah hal yang membuat motivasi seorang karyawan bersedia melaksanakan kegiata kerja dengan kinerja yang bagus. Bila kelompok karyawan dan atasannya memiliki kinerja yang baik, maka akan berefek pada kinerja perusahaan yang baik pula.

Hasibuan (2008 : 94) mengemukakan bahwa kinerja yakni suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melakukan tugas-peran yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan keseriusan serta waktu. Kinerja yaitu ialah adonan dari tiga faktor penting, yaitu kesanggupan dan minat seorang pegawai, kemampuan dan penerimaan atas klarifikasi utusan peran, serta tugas dan tingkat motivasi seorang pegawai, dan semakin tinggi ketiga aspek di atas, maka akan kian besar pula kinerja dari pegawai yang bersangkutan. Jadi mampu dikatakan bahwa kinerja ialah perwujudan kerja yang dijalankan oleh karyawan dan biasanya digunakan sebagai dasar penilaian kepada karyawan atau organisasi. Mengingat atau tidaknya kinerja tergantung kepada kesanggupan kerja yang diwujudkan apakah sesuai atau tidak dengan peran yang diberikan dan waktu yang telah ditetapkan.


Menurut Karyantoro (2002:27), performance sama dengan kinerja sama dengan role (expected behavior). Beberapa variabel yang menghipnotis kinerja seorang antara lain; individu, golongan, pekerjaan, organisasi, kepuasan kerja. Sebagai individu, hasil kerja seseorang akan talenta, minat, kepribadian, phisik, agama, dan alat sosio-budaya.


Kemudian secara definitif Bernardin & Russel dalam buku Sulistiyani dan Rosidah (2009 : 223) mengemukakan bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilaksanakan selama kala waktu tertentu.

Adapun aspek yang mensugesti pencapaian kinerja yaitu faktor kesanggupan dan faktor motivasi. Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kesanggupan memiliki peluang (IQ) dan kesanggupan realitiy (skill). Artinya pegawai yang mempunyai IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang mencukupi untuk jabatannya dan cekatan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, maka dia akan lebih gampang meraih kinerja yang diperlukan. Oleh alasannya adalah itu, tenaga kerja perlu diposisikan pada pekerjaan yang cocok dengan keahliannya. Sedangkan motivasi terbentuk dari perilaku seorang pegawai dalam menghadapi suasana kerja. Motivasi ialah kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk meraih tujuan organisasi (tujuan kerja). Di samping itu sikap mental juga mendorong diri pegawai untuk berupaya meraih kinerja secara optimal


Mangkunegara (2009:67), berpendapat bahwa kinerja yaitu “hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melakukan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. yang menjadi tolak ukur dari Kinerja, adalah Kuantitas, Kualitas, dan Ketepatan waktu.

Kinerja ialah sebuah fungsi dari motivasi dan kesanggupan untuk menuntaskan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keahlian seseorang tidaklah cukup efektif untuk melaksanakan sesuatu tanpa pengertian yang terperinci perihal apa yang mau dilaksanakan dan bagaimana mengerjakannya (Mangkunegara, 2009).

Kurniawan (2005:46) menyatakan bahwa kinerja merupakan evaluasi atas kualitas pengelolaan dan mutu pelak- sanaan tugas atau operasi organisasi. Kinerja tersebut mampu dikatakan selaku hasil yang diraih oleh seorang individu dalam melaksanakan kerja atau langkah-langkah yang telah dikerjakan. Tindakan tersebut dapat diukur secara kualitatif dan kuantitatif. Apabila kinerja karyawan tidak baik maka kinerja perusahaanpun menjadi tidak baik, sebaliknya jika kinerja karyawan baik maka kinerja perusahaanpun menjadi baik dan tujuan perusahaan mampu tercapai dengan gampang. 

Suatu penelitian telah menawarkan bahwa suatu lingkungan kerja yang menyenangkan sangat penting untuk mendorong tingkat kinerja karyawan yang paling produktif. Dalam interaksi sehari-hari, antara atasan dan bawahan, berbagai serangkaian asumsi dan cita-cita lain timbul. Ketika atasan dan bawahan membentuk serangkaian perkiraan dan keinginan mereka sendiri yang sering agak berlawanan, perbedaan-perbedaan ini yang risikonya berpengaruh pada tingkat kinerja. Kinerja yakni hasil seseorang secara keseluruhan selama periode tertentu di dalam melaksanakan tugas, mirip standar hasil kerja, target atau target atau persyaratan yang telah ditentukan terlebih dulu dan sudah disepakati bersama (Rivai & Basri, 2004:14)

Apabila dikaitkan dengan performance selaku kata benda (noun), maka pengertian performane atau kinerja yakni hasil kerja yang mampu diraih oleh seseorang atau kalangan orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan sopan santun dan etika (Rivai & Basri, 2004:16). 

Dari pendapat para mahir di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja yakni sikap konkret yang ditampilkan setiap orang selaku  prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan.


Penilaian Kinerja 

Penilaian kinerja merupakan proses subjektif yang menyangkut penilaian manusia. Dengan demikian, penilaian kinerja sangat mungkin keliru dan sungguh mudah dipengaruhi oleh sumber yang tidak kasatmata. Tidak sedikit sumber tersebut mempengaruhi proses penilaian, sehingga mesti dipertimbangkan dan diperhitungkan dengan masuk akal. Penilaian kinerja dianggap menyanggupi sasaran jika memiliki efek yang baik pada tenaga kerja yang gres dinilai kinerja/keragaannya.

Mathis dan Jackson (2002:81) berpendapat penilaian kinerja (perfomance appraisal-PA) yakni : “Proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan pekerjaan mereka saat daripada satu set standar, dan lalu mengkomunikasikannya dengan para karyawan”.

Penilaian kinerja karyawan yang dikerjakan secara obyektif, tepat dan didokumentasikan secara baik cenderung menurunkan potensi penyimpanan yang dikerjakan karyawan, sehingga kinerjanya dibutuhkan mesti bertambah baik sesuai dengan kinerja yang dibutuhkan perusahaan. Dalam menilai kinerja tidak banyak hal yang dilakukan seorang manajer yang lebih sarat resiko dibanding menilai kinerja bawahan. Para karyawan pada umumnya condong menjadi sangat optimistik perihal bagaimana risikonya penilaian mereka, dan juga tahu bahwa peningkatan gaji, pertumbuhan karir, dan ketenangan fikiran mereka umumsangat tergantung bagaimana mereka dinilai.


Siswanto Sastrohadiwiryo (2002 : 231) mengemukakan bahwa : “Penilaian kinerja ialah sebuah kegiatan yang dikerjakan manajemen/penyelia penilai untuk menganggap kinerja tenaga kerja dengan cara membandingkan kinerja atas kinerja dengan uraian/deskripsi pekerjaan dalam suatu era tertentu umumnya setiap simpulan tahun.

Menurut Gary Dessler (2006:322), penilaian kinerja memiliki arti menganalisa kinerja karyawan saat ini dan atau di kurun kemudian relatif kepada standar kinerjanya. Penilaian kinerja juga senantiasa mengasumsikan bahwa karyawan mengetahui apa standar kinerja mereka, dan penyelia juga menawarkan karyawan umpan balik, pengembangan, dan insentif yang dibutuhkan untuk membantu orang yang bersangkutan menetralisir kinerja yang kurang baik atau melanjutkan kinerja yang bagus. 

Penilaian kinerja mengacu pada sebuah metode formal dan terorganisir yang dipakai untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran, dengan demikian, evaluasi kinerja yakni ialah hasil kerja karyawan dalam lingkup tanggung jawabnya (Gary Dessler, 2006).

Selanjutnya Leon C. Mengginson dalam Mangkunegara (2005 : 9) menyatakan bahwa : “Penilaian kerja yaitu suatu proses yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan peran dan tanggung jawabnya”

Penilaian kinerja terhadap tenaga kerja lazimnya dilaksanakan manajemen / penyelia penilai yang hierarkinya pribadi di atas tenaga kerja yang bersangkutan atau administrasi / penyelia yang ditunjuk untuk itu. Hasil evaluasi kinerja tersebut disampaikan kepada administrasi tenaga kerja untuk mendapatkan kajian dalam rangka kebutuhan berikutnya, baik yang bekerjasama dengan eksklusif tenaga kerja yang bersangkutan maupun yang bekerjasama dengan pengembangan perusahaan.

Menurut Mathis dan Jackson (2002:20), dalam penilaian kinerja mengahadapi lima masalah utama dalam skala penilaian yakni :
a. Standar kinerja yang tidak terperinci : Skala evaluasi yang terlalu terbuka terhadap interprestasi : sebagai gantinya masukan perumpamaan deskriptif yang mendenifikasikan masing-masing ciri dan apa yang dimaksud dengan tolok ukur-patokan seperti “baik” dan “tidak memuaskan”
b. Efek halo, masalah yang terjadi dalam evaluasi seorang penyelia terhadap seorang bawahan pada sebuah ciri membiaskan penilaian atas orang itu pada ciri lainnya.
c. Kecenderungan sentral, satu kecenderungan untuk menganggap semua karyawan dengan cara yang sama, seperti menganggap semua mereka pada tingkat rata-rata.
d. Terlalu keras atau terlalu longgar. Masalah yang terjadi saat seorang penyelia kecenderungan untuk menganggap semua bawahan entah tinggi atau rendah
e. Prasangka, kecenderungan untuk mengikuti perbedaan perorangan seperti usia, ras dan jenis kelamin untuk menghipnotis tingkat penilaian yang diterima para karyawan. 

Menurut Ruky (2004:158-159), penilaian kinerja yaitu :
“Membandingkan antara hasil yang bantu-membantu diperoleh dengan yang direncanakan”. 

Dengan kata lain, sarana-fasilitas tersebut harus diteliti satu per satu, mana yang telah diraih sepenuhnya (100%), mana yang diatas standar (sasaran), dan mana yang dibawah sasaran atau tidak tercapai sarat . Penilaian hasil atas prestasi sendiri dilarang diserahkan kepada atasan, tetapi mesti dilakukan bawahan sendiri sebab seyogyanya setiap orang memang bisa melakukannya. Semua ini dapat dilaksanakan lewat tata cara informasi yang sudah berlangsung mirip metode pelaporan bikinan atau pemasaran atau dengan pengecekan khusus. Baru sehabis proses penilaian sendiri (self assessment) simpulan, kesannya dikirimkan terhadap atasan sendiri, dilengkapi dengan evaluasi faktor-faktor yang menolong atau menghalangi tercapainya prestasi, bila itulah yang terjadi. Dan dalam Melakukan evaluasi kinerja seharusnya jangan melupakan aspek-aspek dari kinerja.

Faktor yang Mempengaruhi Kinerja


Adapun aspek yang menghipnotis pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan dan aspek motivasi. Secara psikologis, kemampuan berisikan kesanggupan berpeluang (IQ) dan kemampuan realitiy (skill). Artinya tenaga kerja yang mempunyai IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang dibutuhkan. Oleh karena itu, tenaga kerja perlu diposisikan pada pekerjaan yang tepat dengan keahliannya. Sedangkan motivasi terbentuk dari perilaku seorang tenaga kerja dalam menghadapi suasana kerja. Motivasi merupakan keadaan yang menggerakkan diri tenaga kerja yang terarah untuk mencapai tujuan kerja organisasi. Di samping itu sikap mental juga mendorong diri tenaga kerja untuk berusaha mencapai kinerja secara optimal

Simmamora (2004:314) menyatakan, kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: 1. Faktor individual yang berisikan: kesanggupan, dan faktor demografi; 
2. Faktor psikologis yang terdiri dari: sikap, motivasi, pandangan, personality dan pembelajaran; 
3. faktor organisasi yang berisikan: sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, dan job design


Menurut Mathis (2006 : 113) aspek yang menghipnotis kinerja karyawan yakni kemampuan karyawan untuk pekerjaan tersebut, tingkat perjuangan yang dicurahkan, dan derma organisasi yang diterimanya. Sehubungan dengan fungsi administrasi manapun, kegiatan manajemen sumber daya insan mesti dikembangkan, dievaluasi, dan diubah apabila perlu sehingga mereka mampu menawarkan bantuan pada kinerja kompetitif organisasi dan individu di daerah kerja. Faktor – faktor yang menghipnotis karyawan dalam melakukan pekerjaan , yakni kesanggupan karyawan untuk melaksanakan pekerjan tersebut, tingkat perjuangan yang dicurahkan, dan bantuan organisasi.

Menurut Gibson (2003), ada tiga aspek yang kuat kepada kinerja,
Faktor individu Faktor individu mencakup : kemampuan, kemampuan , latar belakang keluarga pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi seseorang. 

Faktor psikologis
Faktor psikologis mencakup : pandangan, peran, sikap, kepribadian, motivasi , lingkungan kerja, komitmen dan kepuasan kerja Faktor Organisasi

Faktor organisasi meliputi stuktur organisasi ,rancangan pekerjaan, kepemimpinan, dan tata cara penghargaan (reward system) .Kinerja seorang karyawan yang bagus kalau : a). Mempunyai keahlian yang tinggi b).Kesediaan untuk bekerja c).Lingkungan kerja yang mendukung

Selain itu diputuskan pula oleh cita-cita dan lingkungan. Oleh alasannya itu, agar mempunyai kinerja yang baik, seseorang harus memiliki harapan yang tinggi untuk melakukan serta mengetahui pekerjaannya. Menurut Hasibuan (2011) kinerja individu mampu ditingkatkan kalau ada kesesuaian antara pekerjaan dan kesanggupan 

Menurut Bernardin berhasil tidaknya kinerja yang sudah dicapai oleh suatu organisasi, dipengaruhi oleh tingkat kinerja dari karyawan, baik secara perorangan maupun secara kalangan, dengan perkiraan bahwa kian baik kinerja karyawan maka diharapkan kinerja organisasi akan makin baik. Sehubungan dengan hal itu, pendekatan untuk mengukur sejauh mana kinerja karyawan secara perorangan ada enam kriteria, ialah : (Robbins, 2002:260)
1. Kualitas Kualitas kerja diukur dari pandangan karyawan terhadap mutu pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan.
2. Kuantitas Kuantitas diukur dari pandangan karyawan kepada jumlah aktivitas yang ditugaskan beserta risikonya.
3. Ketepatan waktu Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan kepada sebuah kegiatan yang dituntaskan di awal waktu hingga menjadi output.
4. Efektivitas Tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud mengoptimalkan hasil dari setiap unit di dalam penggunaan sumber daya, efektivitas kerja karyawan dalam menilai pemanfaatan waktu dalam menjalankan tugas, efektivitas penyelesaian peran yang dibebankan organisasi.
5. Kemandirian Merupakan tingkat kemampuan seseorang dalam melakukan fungsi kerjanya tanpa meminta pemberian, panduan dari orang lain atau pengawas.

  Keberkahan Hidup

6. Komitmen kerja Merupakan tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab terhadap organisasi.

Faktor-faktor yang mensugesti kinerja berdasarkan Siagian (2002) menyatakan bahwa kinerja karyawan dipengaruhi beberapa aspek, yaitu : kompensasi, lingkungan kerja, budaya organisasi, kepemimpinan, dan motivasi kerja , disiplin kerja, kepuasan kerja, komunikasi dan faktor aspek yang lain.

Selain itu, faktor-faktor yang mensugesti kinerja berdasarkan Handoko (2001:193) ialah : 
1. Motivasi Faktor pendorong penting yang mengakibatkan manusia melakukan pekerjaan yakni adanya kebutuhan yang harus dipenuhi. Kebutuhan-keperluan ini berafiliasi dengan sifat hakiki manusia untuk mendapatkan hasil terbaik dalam kerjanya.
2. Kepuasan kerja Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang kepada pekerjaannya. Hal ini tampakdari sikap faktual karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya.
3. Tingkat stres Stres merupakan sebuah kondisi ketegangan yang menghipnotis emosi, proses berpikir dan kondisi sekarang. Tingkat stres yang terlalu besar mampu mengancam kesanggupan seseorang untuk menghadapi lingkungan sehingga mampu mengusik pelaksanaan pekerjaan mereka.
4. Kondisi pekerjaan Kondisi pekerjaan yang dimaksud dapat menghipnotis kinerja disini ialah tempat kerja, ventilasi, serta penyinaran dalam ruang kerja.

5. Sistem kompensasi Kompensasi ialah tingkat balas jaa yang diterima oleh karyawan atas apa yang telah dilakukannya untuk perusahaan. Jadi, derma kompensasi mesti benar supaya karyawan lebih semangat untuk melakukan pekerjaan
6. Desain pekerjaan Desain pekerjaan merupakan fungsi penetapan kegiatan-acara kerja seorang individu atau kalangan karyawan secara organisasional. Desain pekerjaan mesti terang biar karyawan mampu melakukan pekerjaan dengan baik sesuai dengan pekerjaan yang telah diberikan kepadanya.

Kinerja karyawan menyusut jika salah satu faktor ini berkurang atau tidak ada. Sebagai contoh beberapa karyawan mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pekerjaannya dan bersusah payah, tetapi organisasi menunjukkan perlengkapan yang antik. Masalah kinerja ialah hasil kerja yang diraih seseorang dalam melaksanakan peran dan tanggung jawab yang dibebankan terhadap karyawan. Kinerja mencakup mutu output serta kesadaran dalam bekerja.

Tujuan Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja digunakan perusahaan untuk menganggap kinerja karyawan atau mengevaluasi hasil pekerjaan karyawan. Tujuan evaluasi kinerja berdasarkan Sopiah (2008:313) dapat dibedakan menjadi dua adalah : 
1. Tujuan evaluasi yang berorientasi pada masa lalu 
a. Mengendalikan perilaku karyawan dengan menggunakannya selaku instrumen untuk menunjukkan ganjaran, eksekusi dan bahaya.
b. Mengambil keputusan perihal peningkatan honor dan promosi. c. Menempatkan karyawan agar mampu melaksanakan pekerjaan tertentu.
2. Tujuan evaluasi yang berorientasi pada abad depan Apabila dirancang secara sempurna, maka sistem evaluasi ini mampu : 
a. Membantu tiap karyawan untuk bertambah banyak mengetahui wacana kiprahnya dan mengenali secara terperinci fungsi-fungsinya.

b. Merupakan instrumen dalam membantu tiap karyawan mengerti kekuatan- kekuatan dan kekurangan-kekurangan sendiri yang dikaitkan dengan peran dan fungsi dalam perusahaan
c. Menambah adanya kebersamaan antara masing-masing karyawan dengan penyelia sehingga tiap karyawan memiliki motivasi kerja dan merasa bahagia bekerja sekaligus mau menawarkan bantuan sebanyak-banyaknya pada perusahaan.
d. Merupakan instrumen untuk memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mawas diri dan penilaian diri serta menerapkan rekomendasi langsung sehingga terjadi pengembangan yang dijadwalkan dan dimonitor sendiri.
e. Membantu menyiapkan karyawan untuk memegang pekerjaan pada jenjang yang lebih tinggi dengan cara terus menerus memajukan sikap dan mutu bagi posisi-posisi yang tingkatnya lebih tinggi.
f. Membantu dalam aneka macam keputusan SDM dengan menawarkan data tiap karyawan secara bersiklus

Indikator Kinerja 
Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:378) menyampaikan bahwa
kinerja pada dasarnya ialah apa yang dikerjakan dan tidak dijalankan karyawan. Indikator kinerja dalam penelitian ini yakni selaku berikut: 
1. Kuantitas pekerjaan yang diberikan pimpinan terhadap karyawan / kuantitas pekerjaan pada suatu bagian.

2. Kualitas hasil pekerjaan, ialah menilai baik tidaknya hasil pekerjaan karyawan. 
3. Ketepatan waktu, dalam menyelesaikan tugas, para karyawan bukan cuma dituntut untuk cepat menuntaskan pekerjaannya tetapi juga harus tepat atau sesuai dengan keinginan atasan.
4. Kehadiran, dengan kedatangan memberikan semangat kerja yang dimiliki oleh karyawan.

5. Kemampuan berafiliasi baik dengan rekan satu bagian maupun bab lain.

  Teks Perundingan