Alhamdu Lillahi Al-ladzi Arsala Rasuulahu Bi Al-Hudaa Wadiini Ala-Haqq, Liyuzhhirahu ‘Alaa Diini Kullihi Wakafaa Billaahi Syahiidaa. Asyhadu Anlaa Ilaaha Illa Al-Laahu Wahdahu Laa Syariika lah, Wa Asyhadu Anna Muhammadan ‘Abduhu Warasuuluh. Allaahumma Shalli ‘Alaa Muhammadin Wa ‘Alaa -Aalihi WaShahbihi Ajma’iin. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Allaahu Akabar
Kaum Muslimin dan Muslimat yang berbahagia, Tiada yang patut kita ungkapkan kecuali rasa syukur kehadirat Allah SWT bahwa saat ini kita dapat merayakan Idul Fitri, hari raya kesucian, hari raya kekuatan, dan hari raya kemenangan. Kata fitrah mengandung arti kesucian dan kekuatan. Manusia terlahir ke wajah bumi dengan fitrah kemanusiaan yang suci ialah tidak menenteng dosa warisan dari siapapun, baik kedua orang renta yang melahirkannya, maupun Adam dan Hawa moyang umat insan. Sebaliknya, fitrah kemanusiaan mewarisi kesucian, alasannya ruh yang dihembuskan ke dalam jasad beberapa bulan sebelum kelahiran terikat persetujuansuci dengan Sang Pencipta.
Inilah yang menenteng manusia memiliki potensi-peluanginsani yang parallel dengan sifat-sifat ketuhanan itu. Fitrah kemanusiaan dengan demikian berdimensi ganda: kesucian dan kekuatan. Jika keduanya dikembangkan secara simultan maka akan melahirkan manusia fitri, adalah manusia dengan kepribadian suci dan berpengaruh. Inilah kepribadian orang-orang yang bertakwa yang merupakan tujuan ibadah-ibadah Ramadhan. Jika kita bisa mempunyai kesucian dan kekuatan diri maka kita akan menemukan kemenangan. Itulah yang kita rayakan pada hari ini adalah kemenangan kaum beriman mengontrol hawa nafsu selama sebulan sarat sehingga terlahir kembali sebagai manusia paripurna sarat kesucian dan kekuatan diri.
Kemenangan yang diraih kaum beriman yang telah berhasil menempuh pelatihan Ramadhan adalah kemenangan dari jihad besar atau al-jihad al-akbar Jihad ini lebih tinggi nilainya dari pada berjuang dijalan Allah dengan berperang yang cuma ialah jihad kecil atau al-jihad al-ashghar. Mengendalikan hawa nafsu disebut selaku jihad besar ialah sebab pengendalian hawa nafsu adalah tindakan yang sungguh berat dan susah dilakukan insan. Hawa nafsu cenderung mendorong insan kepada kejelekan (al-nafs al-ammarah bi al-su’). Sebagai hasilnya, insan yang condong mengikuti hawa nafsu akan terjebak ke dalam kekejian, kemungkaran, dan kezaliman. Inilah yang remaja ini berkembang menjadi dalam kehidupan penduduk dalam banyak sekali bentuk kekerasan, pembunuhan, perzinahan, pencurian, korupsi, sampaikepada penyalahgunaan dan penyelewengan amanat jabatan.
Kedua, bangsa Indonesia juga diketahui sebagai bangsa pejuang, sehingga bisa bertahan tiga setengah periode kepada penjajahan. Monumen di mana kita berada kini adalah bukti sejarah ihwal kepejuangan itu. Sebagai bangsa pejuang, bangsa Indonesia diketahui tidak kenal letih dan pantang menyerah kepada segala macam tantangan. Inilah yang terpantul dari pepatah “sekali layar terkembang pantang mundur ke belakang”. Namun kini daya juang itu mulai menyusut, tergerus oleh zaman. Sebagian bawah umur bangsa condong menjadi pecundang. Mereka tidak tahan terhadap ujian dan cobaan, sehingga mengambil jalan pintas menerabas hukum dan undang-undang menghalalkan secara cara untuk mencapai tujuan. Daya juang pun menyusut ketika bawah umur bangsa tidak siap bersaing dan bertanding, bahkan terjatuh pada kecenderungan membanggakan bangsa-bangsa lain yang dianggapnya maju dan moderen. Anak-anak bangsa kehilangan jati diri dan tidak besar hati kepada bangsa sendiri.
Tentu gambaran tadi tidak merefleksikan realitas penduduk secara keseluruhan. Masih banyak warga bangsa yang masih mengamalkan susila bangsa yang sejati, baik dalam keramah tamahan, semangat kejuangan, dan semangat kegotong royongan. Namun, potret buram perlu diungkapkan biar kita mampu melakukan muhasabah (mawas diri) dan muraqabah (jaga diri) bahwa ada problem dalam kehidupan masyarakat kita. Memang globalisasi dan modernisasi sudah menjinjing imbas ke dalam kehidupan bangsa, baik konkret maupun negatif. Pada sisi positif, globalisasi dan modernisasi sudah menjinjing pertumbuhan dan fasilitas bagi kita dalam berkomunikasi satu sama lain, menemukan berita dan wawasan ihwal aneka macam macam hal, khususnya balasan perkembangan teknologi berita. Tetapi pada sisi lain, kemajuan tersebut juga menjinjing efek negatif. Globalisasi dan modernisasi juga melahirkan manusia-insan individualistik yang cenderung mendewakan diri sendiri, materialistik yang condong mendewakan materi dan hal bendawi, dan hedonistik yang condong mendewakan pemuasan kehendak badani.
Jamaah shalat lebaran yang dirahmati,
Oleh alasannya itu, lebaran yang kita rayakan hari ini yakni momentum bagi kita untuk kembali ke fitrah kemanusiaan sejati, ialah kepribadian suci dan kuat. Kepribadian inilah yang terlahir dari shaimin dan shaimat, adalah mereka yang sudah menempuh pembinaan Ramadhan sebulan sarat dengan sarat keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Memang ibadat-ibadat Ramadhan mempunyai dua fungsi utama, ialah penyucian diri (tazkiyat al-nafs atau self refinement) dan penguatan diri (tarqiyat al-nafs atau self empowerment). Selama sebulan penuh para shaimin dan shaimat menyucikan jiwa dari segala noda dan dosa, dengan memajukan korelasi dengan Allah SWT melalui puasa, qiyamul lail, dzikir, i’tikaf, dan lain sebagainya. Selama sebulan penuh pula, para shaimin dan shaimat mengembangkan kapasitas diri, dengan memperlihatkan jati diri yang sejati selaku insan dengan potensi-potensi positif dan konstruktif, untuk kehidupan.
إنما بعثت لأتم صالح الاخلق
“Sesungguhnya saya diutus untuk menyebarkan adab mulia”
Kaum Muslimin dan Muslimat yang dirahmati,
Dari hadits tadi sungguh terang bahwa umat Islam harus berorientasi terhadap mutu dan dinamika kehidupan. Kehidupan umat Islam, baik secara individu maupun kolektif, harus bergerak maju merebut mutu. Hal ini sejalan dengan adagium globalisasi bahwa “no longer number counts, but quality counts” atau tidak lagi angka yang berbilang, namun mutulah yang berhitung dan dipertimbangkan. Maka bagi umat Islam, khususnya di Indonesia, menjadi golongan dominan dalam kuantitas tanpa mutu yaitu hampa, menjadi kalangan mayoritas dalam kuantitas dengan mutu barulah berharga.
Dari hadits tadi pula sangat terang bahwa salah satu syarat untuk mampu memperlihatkan kehidupan yang maju dan dinamis yaitu dengan mempunyai kesadaran akan waktu, bahwa waktu itu penting maka harus diisi dengan aksi dan prestasi. Al-Quran adalah satu-satunya kitab suci yang paling banyak menegaskan pentingnya waktu, dan bahkan menampung sumpah Allah atas waktu mirip pada ayat: Wal‘ashri-demi waktu, walfajri-demi waktu fajar, wal laily-demi waktu malam, wad dhuha,-demi waktu dhuha, was syamsi-demi matahari, wan najmi –demi bintang, wal qamari – demi bulan, dan seterusnya.
“Mereka (umat Islam) akan ditimpa oleh kehinaan dalam mereka membangun kebudayaan dan peradaban kecuali jika mereka mampu mengembangkan relasi dengan Allah (yang berkorelasi faktual dengan) hubungan dengan sesama manusia, dan mereka juga ditimpa oleh kemiskinan. . .
Integrasi hablun minallah dan hablun minannas secara aktual dan efektif mampu dikerjakan jikalau ibadat-ibadat yang kita lakukan dapat menjinjing pengaruh sistemik ke dalam perilaku bermoral dan beretika, sehingga kita mampu membuatkan kebersamaan dalam membangun kebudayaan dan peradaban utama. Hal ini mampu terwujud bila umat Islam, selaku khaira ummah atau umat terbaik, terdiri dari individu-individu yang berkepribadian suci dan berpengaruh.
Pesan dan etika Islam supaya umat Islam menempuh jalan mendaki dalam keberagamaan dan kehidupan sungguh berhubungan dengan tantangan yang dihadapi umat Islam dan bangsa sampaumur ini. Pada abad moderen dan global akil balig cukup akal ini, setiap Muslim dituntut untuk mampu menampilkan komitmen ketauhidan dan kehanifan, adalah berpegang teguh pada nilai-nilai agama dan bersikap konsekwen serta konsisten dalam menjalankannya. Tentu dengan tidak mengabaikan nilai-nilai positif dari perkembangan zaman. Islam adalah agama pertumbuhan dan mendorong pemeluknya untuk berkehidupan yang berkemajuan. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya agama yang diminati di segi Allah adalah beragama dengan sarat kehanifan yang berlapang dada”.
Mengamalkan kehanifan yang berlapang dada (penuh keterbukaan dan toleransi) adalah sejalan dengan predikat umat Islam sebagai “umat tengahan” (ummatan wasathan). Akidah Islam adalah “doktrin tengahan”, yakni iktikad yang mengedepankan wasathiyah atau orientasi hidup moderat, penuh toleransi, keseimbangan, dan kelapangan dada. Orientasi hidup ini menjinjing kita untuk teguh dalam prinsip tetapi terbuka kepada kebenaran dan kebaikan yang tiba dari luar diri kita.
Dalam kaitan ini, yakni penting bagi umat Islam dan bangsa Indonesia untuk mengamalkan pengetahuan baru dalam kehidupan kebangsaan kita, yang mungkin dapat disebut selaku Wawasan Jalan Tengah. Wawasan ini merupakan kristalisasi nilai-nilai Islam selaku “agama jalan tengah” yang menurut pada al- ‘aqidahal- wasithiyyah, dan umat Islam selaku umat tengahan (ummathan wasathan). Inilah Wawasan Jalan Tengah (the middle path), yang ialah nilai-nilai Islam Berkemajuan. Sebagai ”umat tengahan” umat Islam diserukan untuk memberi kesaksian kepada dunia, ialah dengan memperlihatkan bukti-bukti perkembangan kebudayaan dan peradaban. Islam Jalan Tengah sepertiitu mungkin bisa menjadi solusi bagi Indonesia menuju kebangkitan, perkembangan dan kelebihan. Jalan Tengah ini perlu menjadi bab dari kesadaran umat Islam dan bangsa Indonesia. Jalan Tengah perlu mengkristal menjadi tabiat bangsa merdeka.
Dalam kaitan ini, paling tidak ada sepuluh moral budaya merdeka yang perlu menjadi budaya baru bangsa Indonesia. Dasa Watak Budaya Merdeka itu ialah selaku berikut:
kepentingan publik dan kepentingan bangsa yang lebih luas;
2. Merdeka dari tirani perasaan benar sendiri menjadi anak bangsa yang toleran dan menghargai perbedaan;
3. Merdeka dari sifat-sifat feodalisme dan primordialisme menjadi egalitarian yang menempatkan sesama anak bangsa dalam posisi dan perlakuan yang serupa;
4. Merdeka dari budaya yang cuma mencela belaka dengan membangun budaya menghargai upaya dan hasil karya orang lain;
5. Merdeka dari budaya nepotisme dengan mengedepankan budaya meritokrasi atau prestasi;
6. Merdeka dari budaya kekerasan menjadi bangsa yang beradab dalam menyelesaikan setiap dilema;
7. Merdeka dari kebiasaan korupsi dan mulai bekerja membangun prestasi dan menuai karya dari hasil keringat sendiri;
10. Merdeka dari kecintaan pada dunia fana belaka dan mulai menyeimbangkan kehidupan dengan melakukan ajaran agama yang bagus (agama yang fungsional yang tidak cuma berhenti pada spiritualisme pasif namun berlanjut pada spiritualisme aktif dan dinamis yang mendorong daya saing, etos kerja dan produktifitas sehingga bangsa dapat bersaing di pentas global).
Kaum Muslimin dan Muslimat yang dirahmati,
Adalah saatnya bagi umat Islam untuk bangkit menampilkan wawasan Islam Berkemajuan untuk menjadi pilar terwujudnya Indonesia Berkemajuan, dengan mengaktualisasikan akhlak-etika insan tauhidi yang merdeka. Semoga segala amal ibadah kita pada bulan suci Ramadhan mampu menghantarkan kita pada momentum Idul Fitri, abad kita terlahir kembali sebagai insan fitri dengan kepribadian paripurna yang suci dan berpengaruh, guna dapat memperlihatkan hidup berkemajuan.
Ya Allah, terima segala amal ibadah Ramadhan kami, jadilah kami hamba-hambaMu yang dapat kembali ke fitrah kemanusiaan sejati dengan kepribadian paripurna, sehingga kami dapat mengemban misi sebagai khalifahMu membangun kebudayaan dan peradaban utama di wajah bumiMu, Ya Allah, limpahkanlah bagi kami kebaikan di dunia dan kebaikan di alam baka, serta bebaskanlah kami dari siksa neraka. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.