إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَسْتَهْدِيْهِ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَهُوَ الْمُهْتَدُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ وَلِيًا مُرْشِدًا. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَي حَبِيْبِنَا وَشَفِيْعِنَا وَمَوْلَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأصَحابهِ اْلأَخْيَارِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
قَالَ تَعَالَي عَزَّ مِنْ قَائِلٍ: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. أَمَّا بَعْدُ.
Hadirin jamaah jum’ah rokhimakumullah
Segala puji bagi Allah, Tuhan dan sesembahan seluruh makhluk, yang telah mencurahkan lezat dan karunia-Nya yang tak terhingga dan tak pernah putus. Baik berbentukIman, Islam, maupun kesehatan. Sehingga pada ketika ini, kita mampu menunaikan ibadah shalat Jum’at secara tolong-menolong.
Shalawat dan salam kita sanjungkan ke haribaan junjungan besar kita, Nabi Agung, Nabi Mulia, Nabi Muhammad SAW. Dialah sebagai seorang pendobrak dekadensi moral insan. Melalui perjuangan, pengorbanan, dan usaha beliaulah, kita dapat terbebas dari kekufuran, kejahiliyahan dan kehinaan. Demikian halnya, semoga shalawat dan salam tetap tercurahkan untuk keluarganya, para sobat dan pengikutnya hingga akhir zaman. Atas kerja keras, pengorbanan dan keikhlasan merekalah, cahaya Islam dapat terbit di kepingan timur bumi ini, “Indonesia”, tanpa kekerasan, tanpa pemaksaan dan tanpa penjajahan.
Dari mimbar Jum’at ini, kita mengajak kepada kita sekalian untuk memajukan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. Peningkatan iman yang terus dikerjakan dengan peningkatan amal shaleh. Karena derajat kemuliaan seorang hamba di sisi Allah hanyalah dinilai dengan ketakwaannya.
إِنَّ أَڪۡرَمَكُمۡ عِندَ ٱللَّهِ أَتۡقَٮٰكُمۡۚ
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di segi Allah yakni orang yang paling bertaqwa”. (QS. Al Hujarat: 13).
Memang kata-kata taqwa teramat mudah diucapkan, teramat ģampang bagi seseorang untuk mengaku dan merasa sebagai insan yang bertaqwa, tergolong kita. Dan memang ketaqwaan seseorang itu sulit dikenali oleh orang lain. Karena letak taqwa itu sendiri berada di dalam relung hati terdalam.
ﺍﻟﺘَّﻘﻮَﻯ ﻫَﺎﻫُﻨَﺎ – ﻭَﻳُﺸﻴﺮُ ﺇِﻟَﻰ ﺻَﺪﺭِﻩِ ﺛَﻼَﺙَ ﻣَﺮﺍﺕٍ – ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ
“Taqwa itu di sini” kata Nabi SAW sambil ia menunjuk dadanya tiga kali”.
Artinya bahwa, intinya ketaqwaan seseorang itu tidak dikenali orang lain, karena taqwa itu tersembjnyi di balik dada. Namun demikian, hadlirin yang berbahagia. Allah pernah menawarkan moral orang yang taqwa.
ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَـٰهُمۡ يُنفِقُونَ
“(ialah) mereka yang beriman terhadap yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan terhadap mereka” (QS. Al-Baqarah :3)
Hadirin jamaah jum’ah rokhimakumullah
Tiga aksara yang tak lepas dari orang yang taqwa itu tadi, dapat disederhanakan bahwa orang yang bertaqwa itu sama dengan orang yang beriman, sedangkan orang yang mengaku beriman mesti dibuktikan dengan membangun relasi yang bagus dengan Allah SWT dengan melaksanakan shalat dan juga dibarengi dengan membangun hubungan baik dengan sesama insan dengan melaksanakan petintah zakat
Taat Zakat atau sadar infaq dan shadaqah, akan menciptakan seseorang mempunyai kepekaan kepada kesetiakawanan dan akan membentuk kepribadian jiwa. Keadilan Sosial yang faktual akan menjauhkan seseorang dari jiwa individualis yang merupakan cikal bakal dari jiwa kapitalis.
Islam sungguh menekankan betapa pentingnya keadilan sosial ini. Karena pentingnya keadilan sosial dan kepedulian terhadap sesama manusia, hingga-sampai Allah memperingatkan dengan keras sebagaimana yang tersebut dalam Al- Quran Surat Al-Ma’un ayat 1-7 :
أَرَءَيۡتَ ٱلَّذِى يُكَذِّبُ بِٱلدِّينِ (١) فَذَٲلِكَ ٱلَّذِى يَدُعُّ ٱلۡيَتِيمَ (٢) وَلَا يَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِينِ (٣) فَوَيۡلٌ۬ لِّلۡمُصَلِّينَ (٤) ٱلَّذِينَ هُمۡ عَن صَلَاتِہِمۡ سَاهُونَ (٥) ٱلَّذِينَ هُمۡ يُرَآءُونَ (٦) وَيَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ (٧)
“Tahukan kau (orang) yang mendustakan Agama ?. Ialah yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan membeir makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang yang shalat. (ialah) orang-orang yang ceroboh dalam shalatnya. Orang yang berbuat riya’. Dan enggan (membantu dengan ) barang berkhasiat”.
Dalam surat ke 107 ini, Allah mengawali dengan sebuah pertanyaan: siapa sesungguhnya yang telah mendustakan agama? yaitu mereka yang tidak menghiraukan terhadap orang-orang miskin dan tidak ambil sakit kepala dengan kehidupan anak-anak yatim.
Selain itu, Islam adalah agama yang paling konprehensif dan sangat mengamati solidaritas social. Tidak ada satu ibadah pun yang tidak memiliki tujuan dan dampaknya untuk kepentingan social secara nyata. Sebab dari segi makna, Islam memiliki arti “menyerahkan” atau “memasrahkan” sesuatu yang sungguh mulia. Dalam Al Alquran pengertian tersebut di transpormasikan menjadi tindakan penyerahan diri yang mengandung otonomi demi kepentingan diri atau ego insan sendiri. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Nurcholis Majid, bahwa Islam adalah agama al-hanifiyyat as-samha’ – agama yang cenderung pada kebenaran dan sarat toleransi.
لَآ إِكۡرَاهَ فِى ٱلدِّينِۖ قَد تَّبَيَّنَ ٱلرُّشۡدُ مِنَ ٱلۡغَىِّۚ فَمَن يَكۡفُرۡ بِٱلطَّـٰغُوتِ وَيُؤۡمِنۢ بِٱللَّهِ فَقَدِ ٱسۡتَمۡسَكَ بِٱلۡعُرۡوَةِ ٱلۡوُثۡقَىٰ لَا ٱنفِصَامَ لَهَاۗ وَٱللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar ketimbang jalan yang salah. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka bekerjsama beliau sudah berpegang terhadap buhul tali yang amat besar lengan berkuasa yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah : 256).
Islam, tidak hanya berarti penyerahan diri secara diktatorial terhadap hasratAllah, akan tetapi juga memiliki arti berusaha sekuat-kuatnya untuk melaksanakan kebaikan, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Makna dari pelaksanaan kebaikan inilah di maksudkan sebagai solidaritas social. Karena itu sejarah telah menandakan bahwa di tengah kompleksitas dan keanekaragaman agama, etnis dan kepentingan-kepentingan yang berbeda, Nabi Muhammad selaku pembawa ajaran Islam sudah sukses menciptakan sebuah rancangan solidaritas social sebagaimana yang tertgambar dalam “piagam madinah”, dengan prinsip saling tolong membantu selaku aktualisasi dari adanya kebersamaan, relasi dan persahabatan yang serasi diantara kelompok-kalangan social.
Hadirin jamaah jum’ah rokhimakumullah
Apabila msyarakat mempunyai komitmen yang kuat kepada tegaknya solidaritas dan keadilan sosial, maka pergantian struktur didalam penduduk tidak harus disertai dengan pergolakan, anarkhis yang justru menenteng pengaruh negatip yang sungguh hebat didalam masyarakat. Sehingga maksud penegakan keadilan justru berakibat kesengsaraan dan timbulnya rasa takut, ketidak pastian aturan dan krisis akidah yang berkepanjangan. Dan sebaliknya perombakan harus dilandasi oleh kesadaran agama yang berpengaruh. Terjadinya pergolakan itu kalau insan mengedepankan penyakit manusiawinya (hawa nafsu), mirip rakus, angkuh, kemunafikan, fasik, kekufuran dan musyik (dholim).
وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلظَّـٰلِمِينَ
“Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim” (QS.Ali Imran : 57 )
Oleh karena solidaritas bersipat kemanusiaan dan mengandung nilai “adiluhung”, maka tidaklah asing jika solidaritas dan keadilan ini ialah kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi !. Memang mudah mengucapkan kata solidaritas tetapi kenyataannya dalam kehidupan manusia sangat jauh sekali. Kita selaku bangsa Indonesia yang didera multi krisis jangan berkecil hati untuk memperbaiki ke arah yang lebih baik lagi. Perjuangan solidaritas ala Islam salah satu wahana untuk mengembangkan ketakwaan dan keshalehan sosial. Di alam yang serba komplek ini untuk menuju tangga ketakwaan (solidaritas) memang memerlukan perjuangan yang tidak remeh sebab berkaitan dengan hati dan kesiapan. Tapi tidaklah kita mengamati pola Nabi Muhammad SAW dan sebagian para sahabat Nabi yang dijamin masuk nirwana, mereka melakukan amalan-amalan yang terpuji alasannya mengharap ridha Allah SWT.
Semoga lewat Khutbah Jumat yang Praktis Dipahami ini kita bisa mengimplementasikan keshalehan sosial ini dalam kehidupan kita sehari-hari dan menjaganya, sehingga menjadikan cermin yang baik terhadap kehidupan sosial disekitar kita. Dan agar kita semua mampu betul-betul menjadi hamba Allah yang bertaqwa sehingga bisa meraih kebahagiaan di dunia sampai di alam baka. Aamiin yaa mujibas saailiin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.