close

Khadijah Binti Khuwailid Istri Rasulullah Yang Agung

Khadijah binti Khuwaild ialah sebaik-baik perempuan mahir nirwana. Ini sebagaimana sabda Rasulullah,;“Sebaik-baik perempuan andal surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.” Khadijah yakni wanita pertama yang hatinya tersirami keimanan dan dikhususkan Allah untuk memberikan keturunan bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam., menjadi perempuan pertama yang menjadi Ummahatul Mukminin, serta turut merasakan banyak sekali kesulitan pada fase permulaan jihad pcnyebaran agarna Allah kepada seluruh umat manusia.
Khadijah ialah wanita yang hidup dan besar di lingkungan Suku Quraisy dan lahir dari keluarga terhormat pada lima belas tahun sebelum Tahun Gajah, sehingga banyak pemuda Quraisv yang ingin mempersuntingnya. Sebelum menikah dengan Rasulullah, Khadijah pernah dua kali menikah. Suami pertama Khadijah yaitu Abu Halah at-Tamimi, yang wafat dengan meninggalkan kekayaan yang banyak, juga jaringan perniagaan yang luas dan berkembang. Pernikahan kedua Khadijah yaitu dengan Atiq bin Aidz bin Makhzum, yang juga wafat dengan meninggalkan harta dan perniagaan. Dengan demikian, Khadijah menjadi orang terkaya di kalangan suku Quraisy. 
baik wanita ahli surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid Khadijah Binti Khuwailid Istri Rasulullah yang Agung
  • A. Wanita Suci
Sayyidah Khadijah diketahui dengan julukan perempuan suci sejak perkawinannya dengan Abu Halah dan Atiq bin Aidz alasannya adalah keutamaan ãkhlak dan sifat terpujinya. Karena itu, tidak heran jikalau golongan Quraisy memperlihatkan penghargaan dan berupa penghormatan yang tinggi kepadanya.
Kekayaan yang berlimpahlah yang menimbulkan Khadijah tetap berjualan. Akan tetapi, Khadijah merasa tidak mungkin bila sernua dikerjakan tanpa sumbangan orang lain. Tidak mungkin bila ia mesti menggeluti langsung dalam berniaga dan bepergian menjinjing barang barang jualan ke Yaman pada animo cuek dan ke Syam pada animo panas. Kondisi itulah yang menyebabkan Khadijah mulai memberdayakan beberapa karyawan yang mampu menjaga amanah atas harta dan dagangannya. Untuk itu, para karyawannya menerima upah dan bab laba sesuai dengan janji. Walaupun pekerjaan itu cukup sulit, bermodalkan kemampuan intelektual dan kecemer1angan asumsi yang disokong oleh pengetahuan dasar wacana bisnis dan bekerja sama, Khadijah bisa menyeleksi orang-orang yang mampu diajak berbisnis. Itulah yang mengantarkan Khadilah menuju kesuksesan yang gemilang.
  • B. Pemuda yang Jujur
Khadijah memiliki seorang pegawai yang dapat diandalkan dan dikenal dengan nama Maisarah. Dia diketahui selaku cowok yang nrimo dan berani, sehingga Khadijah pun berani melimpahkan tanggung jawab untuk pengangkatan pegawai baru yang hendak mengiring dan menyiapkan kafilah, memilih harga, dan menentukan barang dagangan. Sebenarnya itu yakni pekerjaan berat, namun penugasan kepada Maisarah tidaklah tidak berguna.
  • C. Pemuda Pemegang Amanah
Kaum Quraisy tidak memedulikan cowok mana pun yang wara, takwa, dan jujur selain Muhammad bin Abdullah, yang semenjak usia lima belas tahun telah diajak oleh Maisarah untuk menyertainya berjualan.
Seperti lazimnya , Maisarah menyertai Muhammad ke Syam untuk membawa barang jualan Khadijah, sebab memang keduanya telah setuju untuk melakukan pekerjaan sama. Perniagaan mereka dikala itu memperlihatkan keuntungan yang sungguh banyak sehingga Maisarah kembali menenteng laba yang berlipat ganda. Maisarah mengatakan bahwa laba yang mereka peroleh itu berkat Muhammad yang berniaga dengan sarat kejujuran. Maisarah menceritakan kejadian asing selama melaksanakan perjalanan ke Syam dengan Muhammad. Selama perjalanan, dia melihat gulungan awan tebal yang selalu mengiringi Muhammad yang seolah-olah melindungi beliau dari sengatan matahari. Dia pun mendengar seorang rahib yang berjulukan Buhairah, yang menyampaikan bahwa Muhammad ialah laki-laki yang mau menjadi nabi yang dinantikan-tunggu oleh orang Arab sebgaimana telah tertulis di dalam Taurat dan Alkitab.
Cerita-kisah tentang Muhammad itu meresap ke dalam jiwa Khadijah, dan intinya Khadijah pun telah merasakan adanya kejujuran, amanah, dan cahaya yang senantiasa menerangi muka Muhammad. Perasaan Khadijah itu menjadikan kecenderungan kepada Muhammad di dalam hati dan pikirannya, sehingga ia menemui anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang diketahui dengan pengetahuannya tentang orang- orang terdahulu. Waraqah menyampaikan bahwa akan muncul nabi besar yang dinanti-nantikan manusia dan akan mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya Allah. Penuturan Waraqah itu mengakibatkan niat dan kecenderungan Khadijah kepada Muhammad makin bertambah, sehingga ia ingin menikah dengan Muhammad. Setelah itu dia mendelegasikan Nafisah, kerabat wanita Ya’la bin Umayyah untuk meneliti lebih jauh perihal Muhammad, sehingga kesudahannya Muhammad diminta menikahi dirinya.
Ketika itu Khadijah berusia empat puluh tahun, namun ia ialah wanita dari golongan keluarga terhormat dan kaya raya, sehingga banyak cowok Quraisy yang ingin menikahinya. Muhammad pun menyetujui permintaan Khadijah tersebut. Maka, dengan salah seorang pamannya, Muhammad pergi menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin As’ad untuk meminang Khadijah.
  • D. Istri Pertama Rasulullah
Allah menghendaki pernikahan hamba pilihan-Nya itu dengan Khadijah. Ketika itu, usia Muhammad baru menginjak dua puluh lima tahun, sementara Khadijah empat puluh tahun. Walaupun usia mereka terpaut sangat jauh dan harta kekayaan mereka pun tidak seimbang, akad nikah mereka bukanlah akad nikah yang ajaib, karena Allah Subhanahu wa ta’ala telah memberikan keberkahan dan kemuliaan kepada mereka.
Khadijah yaitu istri Nabi yang pertama dan menjadi istri satu-satunya sebelum beliau rneninggal. Allah menganugerahi Nabi Shallallahu alaihi wassalam. lewat rahirn Khadijah beberapa orang anak dikala diperlukan persatuan dan banyaknya keturunan. Dia telah mernberikan cinta dan kasih sayang terhadap Rasuluflah Shallallahu alaihi wassalam. pada dikala-ketika yang sulit dan tindak kekerasan dan kekejaman tiba dari kerabat bersahabat. Bersama Khadijah, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. mernperoleh per1akuan yang baik serta rumah tangga yang nyaman damai, dan sarat cinta kasih, sesudah sekian lama ia mencicipi pahitnya menjadi anak yatirn piatu dan miskin.
  • E. Putra-putri Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam
Khadijah melahirkan dua orang anak laki-laki, adalah Qasim dan Abdullah serta empat orang anak perempuan, yakni Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Seluruh putra dan putrinya lahir sebelum kurun kenabian, kecuali Abdullah. Karena itulah, Abdullah lalu dijuluki ath-Thayyib (yang balk) dan ath-Thahir (yang suci).
Zainab banyak rnenyerupai ibunya. Setelah besar, Zainab dinikahkan dengan anak bibinya, Abul Ash ibnur Rabi’. Pernikahan Zainab ini ialah kejadian pertama Rasulullah rnenikahkan putrinya, dan yang terakhir dia menikahkan Ummu Kultsum dan Ruqayah dengan dua putra Abu Lahab, yaitu Atabah dan Utaibah. Ketika Nabi Shallallahu alaihi wassalam. diutus menjadi Rasul, Fathimah az-Zahra, putri bungsu beliau rnasih kecil.
Selain mereka ada juga Zaid bin Haritsah yang sering disebut putra Muhammad. Semula, Zaid dibeli oleh Khadijah dari pasar Mekah yang lalu dijadikan budaknya. Ketika Khadijah menikah dengan Muhammad, Khadijah memperlihatkan Zaid kepada Muhammad sebagai hadiah. Rasulullah sangat menyayangi Zaid sebab beliau mempunyai sifat-sifat yang terpuji. Zaid pun sungguh mengasihi Rasulullah. Akan tetapi di daerah lain, ayah kandung Zaid senantiasa mencari anaknya dan alhasil ia menerima kabar bahwa Zaid berada di daerah Muhammad dan Khadijah. Dia mengunjungi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam untuk memohon semoga dia mengembalikan Zaid kepadanya meskipun ia mesti membayar mahal. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam menawarkan keleluasaan penuh terhadap Zaid untuk menentukan antara tetáp tinggal bersamanya dan ikut bersama ayahnya. Zaid tetap memilih hidup bersama Rasulullah, schingga dan sinilah kita dapat mengetahuisifat mulia Zaid.
Agar pada kemudian hari nanti tidak menjadi persoalan yang akan memberatkan ayahnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan Zaid bin Haritsah menuju halaman Ka’bah untuk mengummkan keleluasaan Zaid dan pengangkatan Zaid selaku anak. Setelah itu, ayahnya merelakan anaknya dan merasa hening. Dari situlah mengapa banyak yang menjuluki Zaid dengan sebutan Zaid bin Muhammad. Akan tetapi, hukum pengangkatan anak itu gugur sesudah turun ayat yang membatalkannya, sebab hal itu merupakan adat jahiliah, sebagaimana firman Allah berikut ini: ” … jikalau kamu mengenali bapak-bapak mereka, maka (panggillah merela selaku ) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu … ” (QS. At-Taubah:5)
  • F. Pada Masa Kenabian Muhammad Shallallahu alaihi wassalam.
Muhammad bin Abdullah hidup berumah tangga dengan Khadijah binti Khuwailid dengan tenterarn di bawah naungan adat mulia dan jiwa suci sang suami. Ketika itu, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. menjadi daerah mengadu orang-orang Quraisy dalam menyelesaikan pertikaian dan kontradiksi yang terjadi di antara mereka. Hal itu menawarkan betapa tinggi kedudukan Rasulullah di hadapan mereka pada era prakenabian. Beliau menyendiri di Gua Hira, menghambakan din kepada Allah yang Maha Esa, sesuai dengan pedoman Nabi Ibrahim a.s.
Khadijah sangat ik.hlas dengan segala sesuatu yang dilakukan suaminya dan tidak cemas selama ditinggal suaminya. Bahkan dia menjenguk serta menyiapkan makanan dan minuman selama beliau di dalam gua, karena beliau yakin bahwa apa pun yang dilakukan suaminya ialah problem penting yang mau mengganti dunia. Ketika itu, Nabi Muhammad berusia empat puluh tahun.
Suatu dikala, mirip lazimnya beliau menyendiri di Gua Hira –waktu itu bulan Ramadhan–. Beliau sungguh gemetar saat mendengar bunyi mistik Malaikat Jibril mengundang beliau. Malaikat Jibril menyuruh ia membaca, tetapi beliau cuma menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Akhirnya, Malaikat Jibril mendekati dan mendekap dia ke dadanya, seraya berkata, “Bacalah, wahai Muhammad!” Ketika itu Muhammad sungguh bingung dan ketakutan, seraya menjawab, “Aku tidak dapat membaca.” Mendengar itu, Malaikat Jibril mempererat dekapannya, dan berkata, “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang membuat insan dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Dia mengajari insan dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan segala sesuatu yang belum mereka pahami.” Rasulullah Muhammad mengikuti bacaan tersebut. Keringat deras mengucur dari seluruh tubuhnya sehingga ia kepayahan dan tidak menemukan jalan menuju rumah. Khadijah menyaksikan beliau dalam keadaan terguncang mirip itu, kemudian memapahnya ke tempat tinggal, serta berupaya menetralisir ketakutan dan kegalauan yang menyanggupi dadanya. “Berilah aku selimut, Khadijah!” Beberapa kali dia meminta istrinya menyelimuti tubuhnya. Khadijah menawarkan ketenteraman terhadap Rasulullah dengan segala kelembutan dan kasih sayang sehingga dia merasa nyaman dan aman. Beliau ridak langsung menceritakan peristiwa yang menimpa dirinya kepada Khadijah karena khawatir Khadijah menganggapnya selaku ilusi atau khayalan dia belaka.
  • G. Pribadi yang Agung
Setelah rasa takut dia hilang, Khadilah berusaha agar Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. mengutarakan apa yang telah dialaminya, dan risikonya ia pun menceritakan kejadian yang baru dialaminya. Khadijah mendengarkan kisah suaminya dengan sarat minat dan mempercayai seluruhnya, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. merasa bahwa istrinya pun menerka akan terjadinya hal-hal mirip itu.
Sejak semula Khadijah telah yakin bahwa suaminya akan menerima amanat Allah Yang Maha Besar untuk seluruh alam semesta. Kejadian tersebut ialah permulaan kenabian dan tugas Muhammad menyampaikan amanat Allah kepada manusia. Hal itu pun ialah babak gres dalam kehidupan Khadijah yang dengannya ia harus mempercayai dan meyakini pemikiran Rasulullah Muhammad, sehingga Rasulullah menyampaikan, “Aku rnengharapkannya menjadi benteng yang kuat bagi diriku.”
Di sinilah tampak kebesaran pribadi serta kematangan dan kecerdikan aliran Khadijah. Khadijah telah meraih derajat yang tinggi dan tepat, yang belum pernah diraih oleh wanita mana pun. Dia telah berkata terhadap Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, “Demi Allah, Allah tidak akan menyia nyiakanrnu Engkau senantiasa menghubungkan silaturahim, mengatakan benar, memikul beban orang lain, menolong orang papa, menghorrnati tamu, dan menolong merenggangkan derita dan musibah orang lain.”
Setelah Rasulullah merasa tenteram dan mampu tidur dengan damai, Khadijah mengunjungi anak pamannya, Waraqah bin Naufal, yang tidak tergoda tradisi jahiliah. Khadijah menceritakan kejadian yang dialami suaminya. Mendengar cerita tentang Rasulullah, Waraqah berseru, “Maha Mulia…Maha Mulia…. Demi yang jiwa Waraqah dalam genggaman-Nya, bila kau percaya pada ucapanku, maka apa yang diihat Muhammad di Gua Hira itu ialah suratan yang turun kepada Musa dan Isa sebelumnya, dan Muhammad ialah nabi kiamat, dan namanya tertulis dalam Taurat dan Alkitab.” Mendengar kabar itu, Khadijah segera menemui suaminya (Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam) dan menyampaikan apa yang dikatakan oleh Waraqah.
  • H. Awal Masa Jihad di Jalan Allah
Khadijah meyakini seruan suaminya dan menganut agarna yang dibawanya sebelum diumumkan terhadap rnasyarakat. Itulah langkah pertama Khadijah dalam menyertai suaminya berjihad di jalan Allah dan turut menanggung pahit getirnya gangguan dalam mengembangkan agama Allah.
Beberapa waktu kemudian Jibril kembali mengunjungi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. untuk menenteng wahyu kedua dari Allah: “Hai orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, kemudian berilah perayaan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah, dan tindakan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah, dan janganlab kau memberi (dengan maksud) memperoleb (balasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah” (QS. Al-Muddatstir:1-7)
Ayat di atas merupakan perintah bagi Rasulullah untuk mulai berdakwah kepada golongan saudara dekat dan ahlulbait ia. Khadijah yakni orang pertama yang menyatap kan beriman pada risalah Rasulullah Muhammad dan menyatakan kesediaannya menjadi pembela setia Nabi. Kemudian menyusul Ali bin Abi Thalib, anak paman Rasulullah yang sejak kecil diasuh dalam rumah tangga dia. Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang masuk Islam dari kelompok belum dewasa, kemudian Zaid bin Haritsah, hamba sahaya Rasulullah yang ketika itu dijuluki Zaid bin Muhammad. Dari golongan laki-laki sampaumur, mulailah Abu Bakar masuk Islam, dibarengi Utsman bin Affan, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash, az-Zubair ibnu Awam, Thalhah bin Ubaidilah, dan sahabat-sahat lainnya. Mereka masuk menyatakan Islam secara sembunyi-sembunyi sehingga harus melaksanakan shalat di pinggiran kota Mekah.
  • I. Masa Berdakwah Terang-terangan
Setelah berdakwah secara sembunyi- sembunyi, turunlah perintah Allah terhadap Rasulullah untuk mengawali dakwah secara terperinci-terangan. Karena itu, datanglah dia ke tengah-tengah umat seraya berseru lantang, “Allahu Akbar, Allahu Akbar… Tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya, Dia tidak melahirkan, juga tidak dilahirkan.” Seruan beliau sangat ajaib terdengar di indera pendengaran orang-orang Quraisy. Rasulullah Muhammad memanggil manusia untuk beribadah kepada Tuhan yang satu, bukan Laata, Uzza, Hubal, Manat, serta ilahi-ilahi lain yang mernenuhi pelataran Ka’bah. Tentu saja mereka menolak, mencaci maki, bahkan tidak segan-segan menyiksa Rasulullah. Setiap jalan yang ia lalui ditaburi kotoran binatang dan duri.
Khadijah tampil mendampingi Rasulullah dengan sarat kasih sayang, cinta, dan kelembutan. Wajahnya selalu membiaskan keceriaan, dan bibirnya meluncur kata-kata jujur. Setiap kegalauan yang Rasulullah lontarkan atas perlakuan orang-orang Quraisy senantiasa didengarkan oleh Khadijah dengan penuh perhatian untuk kemudian ia memotivasi dan rnenguatkan hati Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassalam. Bersama Rasulullah, Khadijah turut menanggung kesulitan dan kesedihan, sehingga tidak jarang beliau harus mengendapkan perasaan semoga tidak terekspresikan pada tampang dan mengusik perasaan suaminya. Yang keluar adalab tutur kata yang lemah lembut selaku penyejuk dan penawar hati.
Orang yang paling keras menyakiti Rasulullah yakni paman beliau sendiri, Abdul Uzza bin Abdul Muthalib, yang lebih diketahui dengan sebutan Abu Lahab, beserta istrinya, Ummu Jamil. Mereka memerintah anak-anaknya untuk memutuskan pertunangan dengan kedua putri Rasulullah, Ruqayah dan Ummu Kultsum. Walaupun begitu, Allah sudah menyediakan pengganti yang lebih mulia, adalah Utsman bin Affan bagi Ruqayah. Allah mengutuk Abu Lahab melalui firman-Nya: “Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya ia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang beliau usahakan. Kelak dia akan masuk ke dalam api yang bergejolak. Dan (begitu juga) istrinya, pembawa kayu bakar. Yang di lehernya ada tali dan sabut.“ (QS. Al-Lahab:1-5)
Khadijah yakni tempat berlindung bagi Rasulullah. Dari Khadijah, dia menemukan keteduhan hati dan keceriaan wajah istrinya yang senantiasa menambah semangat dan kesabaran untuk terus berjuang menyebarluaskan agama Allah ke seluruh penjuru. Khadijah pun tidak memperhitungkan harta bendanya yang habis digunakan dalam usaha ini. Sementara itu, Abu Thalib, parnan Rasulullah, menjadi benteng pertahanan ia dan menjaga ia dari siksaan orang-orang Quraisy, alasannya adalah Abu Thalib adalah figur yang sangat disegani dan diperhitungkan oleh kaum Quraisy.
  • J. Pemboikotan Kaum Quraisy terhadap Kaum Muslimin
Setelah aneka macam upaya gagal dijalankan untuk menghentikan dakwah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, baik itu berbentukrayuan, intimidasi, dan penyiksaan, kaum Quraisy menetapkan untuk memboikot dan mengepung kaum muslimin dan menulis deklarasi yang kemudian digantung di pintu Ka’bah agar orang-orang Quraisy memboikot kaum muslimin, tergolong Rasulullah, istrinya, dan juga pamannya. Mereka terisolasi di pinggiran kota Mekah dan diboikot oleh kaum Quraisy dalam bentuk embargo atas transportasi, komunikasi, dan keperluan sehari-hari yang lain.
Dalam kondisi seperti itu, Rasulullah dan istrinya mampu bertahan, walaupun kondisi fisiknya telah renta dan lemah. Ketika itu kehidupan Khadijah sangat jauh dan kehidupan sebelumnya yang bergelimang dengan kekayaan, kesejahteraan, dan ketinggian derajat. Khadijah rela didera rasa haus dan lapar dalam mendampingi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan kaum muslimin. Dia sangat yakin bahwa tidak usang lagi tunjangan Allah akan tiba. Keluarga mereka lainnya, sekali-kali dan secara sembunyi-sembunyi, mengantarkan masakan dan minuman untuk menjaga hidup. Pemboikotan itu berjalan selama tiga tahun, namun tidak sedikit pun menggoyahkan keyakinan mereka, bahkan yang mereka rasakan ialah bertambah kokohnya keimanan dalam hati. Dengan demikian, perjuangan kaum Quraisy telah gagal, sehingga mereka menyelesaikan pemboikotan dan membiarkan kaum muslimin kembali ke Mekah. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. pun kembali menyeru nama Allah Yang Mulia dan melanjutkan jihad ia.
  • K. Wafatnya Khadijah
Beberapa hari sesudah pemboikotan, Abu Thalib jatuh sakit, dan siapa pun meyakini bahwa sakit kali mi merupakan final dan hidupnva. Dalam keadaan mirip itu, Abu Sufjan dan Abu Jahal membujuk Abu Thalib untuk menasehati Muhammad biar menghentikan dakwahnya, dan sebagai gantinya yakni harta dan pangkat. Akan tetapi, Abu Thalib tidak bersedia, dan dia mengenali bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tidak akan bersedia menukar dakwahnya dengan pangkat dan harta sepenuh dunia.
Abu Thalib meninggal pada tahun itu pula, maka tahun itu disebut selaku ‘Aamul Huzni (tahun kesedihan) dalam kehidupan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Sebaliknya, orang-orang Quraisy sungguh bangga atas maut Abu Thalib itu, karena mereka akan lebih leluasa mengintimidasi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan pengikutnya. Pada saat kritis menjelang ajal pamannya, Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membisikkan sesuatu, Secepat ini saya kehilangan engkau? Pada tahun yang sama, Sayyidah Khadijah sakit keras akibat bertahun-tahun menderita kelaparan dan kehausan sebab pemboikotan itu. Semakin hari, keadaan badannya makin menurun, sehingga Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. kian duka. Bersama Khadijahlah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. membangun kehidupan rumah tangga yang bahagia. Dalam sakit yang tidak terlampau usang, dalam usia enam puluh lima tahun, Khadijah meninggal, menyusul Abu Thalib. Khadijah dikuburkan di dataran tinggi Mekah, yang dikenal dengan istilah al-Hajun. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. sendiri yang mengelola mayit istrinya, dan kalimat terakhir yang ia ucapkan ketika melepas kepergiannya yaitu: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalab Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid.”
Khadijah meninggal setelah menerima kemuliaan yang tidak pernah dimiliki oleh wanita lain, Dia adalah Ummul Mukminin istri Rasulullah yang pertama, perempuan pertama yang mernpercayai risalah Rasulullah, dan perempuan pertama yang melahirkan putra-putri Rasulullah. Dia merelakan harta benda yang dimilikinya untuk kepentingan jihad di jalan Allah. Dialah orang pertama yang menerima kabar besar hati bahwa dirinya adalah mahir nirwana. Kenangan kepada Khadijah selalu lekat dalam hati Rasulullah hingga ia wafat. Semoga rahmat Allah selalu menyertai Sayyidah Khadijah binti Khuwailid dan supaya Allah memberinya tempat yang patut di segi-Nya. Amin.