close

Kenangan Kemerdekaan | Cerpen Junaidi Khab

Pada masa penjajahan Jepang, sikap remajaku sangat menggebu-gebu. Aku selalu ingin berperang & menantang orang-orang Jepang. Tapi, kadang nyaliku bagai kain berair karena tak mempunyai senjata tajam mirip pedang atau keris. Aku dengar-dengar dr banyak taman & tetangga, mereka memakai bambu untuk membunuh orang-orang Jepang. Pada awalnya gue mewaspadai ihwal penggunaan bambu selaku alat untuk membunuh orang. “Masak hanya dipentungkan?” gumamku setangah heran & tak yakin dgn apa yg dikerjakan oleh para tetangga.

Aku pun menyimak & banyak bertanya perihal bambu yg digunakan untuk membunuh tentara Jepang. Aku baru menyadari sehabis melihat dgn mata kepala sendiri. Bambu itu diruncingkan. Seruncing kuku serigala di hutan. Aku secepatnya melambung ke pagar-pagar rumah untuk menebang pohon bambu untuk diruncingkan.

“Eh, Kasman. Kamu buat bambu runcing kok menggunakan bambu duri?” celutuk Saprawi yg memergokiku sedang meruncingkan bambu.

“Kenapa emangnya?” sergahku dgn angkuh.

“Itu tak cepat membunuh serdadu Jepang,” nasihatnya dgn lembut.

“Lha, terus pakai bambu apa? Bambu kuning atau bambu bulu?” tanyaku tak kalah ketus pada Saprawi.

“Pakai bambu bulu lah,” katanya sembari memalingkan wajah & membalikkan badannya lalu pergi meninggalkanku.

Setelah gue banyak mengorek berita ihwal bambu runcing yg dibuat dr bambu bulu, gue memperoleh keistimewaan bambu bulu. Bambu bulu tak jauh berlawanan dgn bambu kuning. Sama-sama tak berduri. Namun, keuntungannya untuk membunuh orang lebih ampuh bambu bulu.

Seperti kabar yg kudengar dr sahabat-sobat & para tetangga, bambu bulu katanya memang sangat gampang menciptakan orang cepat mati. Selain lebih tajam sembilunya dibandingkan dengan bambu duri & bambu kuning, rongganya lebih besar. Rongga inilah yg mempercepat pemikiran darah. Orang yg tertusuk bambu bulu runcing akan segera mati. Dan tidak aneh kalau sahabat-temanku tatkala berburu hewan memakai bambu runcing. Sekali kena, darah mengucur & hewan segera mati untuk dibawa pulang. Berbeda dgn bambu duri & bambu kuning. Dua bambu ini rongganya sungguh sempit, tak mudah untuk mengalirkan darah & susah mempercepat ajal.

  Kenangan Hari Raya | Cerpen Indrian Koto

***

Diam-diam tanpa sepengatahun Kaprawi gue menciptakan bambu runcing dr bambu bulu. Ada sekitar lima bambu runcing yg kubuat sebagus mungkin. Tapi, gue pula membuat bambu runcing dr bambu kuning & bambu duri. Mungkin saja manfaatnya ada, tapi berlawanan dgn faedah bambu bulu.

“Man, sobat-temanku besok lusa mau masuk hutan.” Tiba-tiba Samsi berucap di tengah gue meruncingkan satu bambu kuning.

“Kamu ikut juga?” tanyaku menentukan keikutsertaannya.

“Iya. Tentu saja gue ikut. Aku punya pistol yg kucuri dr prajurit Jepang.”

Aku terperangah menyaksikan Samsi yg mengeluarkan senapan laras sekitar tiga puluh sentimeter. ia membolak-balikkan di hadapannya sembari melirik ke arahku. Aku tak bisa berkata apa-apa tentang keberaniannya mencuri pistol dr prajurit Jepang.

“Bagaimana caranya ananda bisa mampu itu?” tanyaku heran tanpa aib.

“Beginilah orang pemberani,” katanya dgn angkuh di depanku.

Aku cuma diam. Pikiranku sudah tak memikirkan bambu runcing. Seakan-akan ia mengejek alasannya gue tidak memiliki pistol. Sudah tentu gue dianggap pengecut. Aku tak ingin kalah dgn Samsi yg pemberani & punya pistol dr hasil curian. Aku harus lebih berani darinya. Pikiranku sudah berusaha mencari cara untuk mencuri pistol mirip yg dipamerkan oleh Samsi.

“Hei, tak usah mempunyai pistol semacam ini. Bambu runcing yg terbuat dr bambu bulu sudah cukup. Ini gue hanya untuk jaga-jaga. Aku pula memakai bambu runcing yg yang dibuat dr bambu bulu.”

Samsi seakan bisa membaca pikiranku. Aku cuma bengong memikirkan kata-katanya yg kembali melembekkan nyaliku untuk mencuri pistol. Tapi, gue akan tetap bersikukuh untuk mencuri dr para tentara.

“Ini gue dapat tatkala ada tentara bermain wanita & tertidur,” imbuhnya.

  Penggali Pasir | Cerpen Mashdar Zainal

“Halah… Aku pikir ananda masuk markasnya.” Aku mengejek & mengurungkan tekadku untuk mencuri senjata api.

Hari sudah gelap. Ronda malam yg dilakukan dengan-cara intens oleh para prajurit Jepang dimulai. Masyarakat tak ada yg berani keluar rumah. Mereka khawatir didugapara gerilyawan yg akan menyerang di malam hari. Pada masa itu, masyarakat tak berani membunuh serdadu pada siang hari & di kawasan terbuka. Pernah suatu tatkala ada yg membunuh serdadu di siang hari, bersama-sama itu pula nyawanya melayang sebab gampang untuk didapatkan & ditembak.

Suasana malam yg temaram memang sungguh tepat untuk menghabisi bangsa yg laknat itu. Di tengah hutan, penyeranganku bareng sahabat-temanku dimulai. Tentara Jepang yg beronda di area hutan dgn posnya berhasil gue bunuh dgn bambu runcing. Benar apa yg dibilang oleh teman-sobat & para tetanggaku. Pertama gue menusuk tentara memakai bambu duri. Kedua gue menggunakan bambu kuning. Dua serdadu yg kutusuk memang berhasil mati, tapi sesudah kutindih kepalanya berkali-kali dgn pentungan. Itu pun masih mampu mengundang temannya.

Berbeda dgn yg ketiga kali & seterusnya. Aku menggunakan bambu bulu yg runcing untuk menusuk para tentara yg mempertahankan pos di tengah hutan. Tak usang darah mengalir deras, kemudian mati tanpa bersuara. Aku baru percaya dgn keunggulan bambu bulu yg diruncingkan kalau digunakan untuk membunuh orang.

Tentara Jepang terbunuh di hutan, gue pula bisa merampas banyak pistol yg kuinginkan sebelumnya. Ada sekitar sembilan pistol yg kusandang di sekeliling perut & pinggangku berikut dgn misilnya. Aku merasa sangat gagah & berani menyandang banyak pistol dr hasil perjuanganku membunuh para prajurit memakai bambu bulu runcing.

  Senja Wabah | Cerpen Dadang Ari Murtono

Kini, gue hanya menjadi orang bau tanah renta dgn uang bulanan dr pemerintah. Tapi, ada pula kawan-kawanku yg tak menerima apa-apa, mirip Kaprawi & Samsi. Kubagikan saja sebagian uang bulananku pada mereka. Sembilan pistol kupajang berjejer di dinding rumah. Di atasnya berderet pula tiga bambu runcing yg pernah kugunakan berperang di hutan. Bambu duri runcing kuletakkan paling bawah. Di samping kanannya sedikit lebih tinggi kuletakkan bambu kuning runcing. Terakhir paling kanan & paling atas kuletakkan bambu bulu runcing, bambu andalanku dlm berperang melawan serdadu Jepang. Kenangan itu berlalu & usai, kemenangan pada 17 Agustus 1945 diraih. (92)