Aku tidak ingin lagi gagal kedua kali untuk menanam cabe pada kampung kita ini. Tahun lalu, semua warga mesti menjual lahan untuk bayar utang karena musim kemarau lebih panjang dr pada biasanya. “Aku khawatir akan terjadi lagi tahun ini,” kata Tohir pada Sobir. Perbincangan mereka berada di suatu gubuk tua di tengah-tengah sawah setelah.
Tohir mendatangi Sobir di tengah sawah. Mereka kesudahannya berbincang sungguh serius. Kata Sobir, jika gue tetap menanam cabe & semangka pada ekspresi dominan kemarau ini. Kalkulator Tuhan berlawanan dgn perhitungan manusia. Iya, namun alam itu niscaya sama saja seperti tahun kemudian. Bahkan, bisa lebih buruk alasannya terjadi perubahan iklim.
“Lantas apa rencanamu kalau kau tak bertani lagi”?
“Aku mau berjualan bakso ikan saja di desa. Aku percaya banyak ikan terperangkap di rawa-rawa & di sawah saat mulai mengering. Aku manfaatkan saja nanti semua daging ikan itu. Idemu bagus, namun gue tetap tak mau pergi meninggalkan aktivitas bertani. Aku percaya menanam cabe pada isu terkini kemarau ada berkahnya.”
“Sebagai seorang teman, gue menasihatimu karena siapa saja mengeluh dgn isu terkini El-nino setiap tahun. Musim di mana terjadi perubahan setiap tahun, kadang demam isu penghujan lebih panjang & sebaliknya.”
Pada dikala mereka asik berbincang-bincang. Tiba-tiba saja petani sebelah desa pak Ahmad kebetulan lewat dr depan gubuk renta tersebut.
Dia kemudian ikut bergabung untuk bercerita. Pak Ahmad bilang jikalau cabe di desanya sudah mendekati berbunga. Sayangnya, cabai-cabai tersebut daun-daunnya meringkel dan banyak kutu-kutu. Semua orang sudah mulai stres karena hutang tak terbayar. Pihak bank berkali-kali mendatangi mereka ke kebun lantaran nunggak tak bayar utang.
Mendengar itu Tohir kembali membujuk Sobir agar meninggalkan bertani biar ikut berjualan saja. Bahkan, ia bilang hal ini tergolong taktik bertahan hidup. Saat kemarau jangan bertani, namun berjualan. Kalau animo penghujan barulah bertani lagi. Perbincangan mereka sungguh ramai & kadang berdebat. Meskipun demikian, Sobir tetap kukuh.
Semuanya kesannya membubarkan diri. Setelah selesai perbincangan tersebut, Sobir mempertimbangkan kembali keputusannya itu. ia tidur gelisah dr malam hingga pagi. Istrinya sempat bertanya perihal tersebut, namun ia bilang ia tak mampu tidur lantaran banyak minum kopi. Padahal, nalar ilmiah para sahabatnya sempat memengaruhi jiwanya.
Begitu pagi tiba, Sobir menyiapkan polybag ukuran kecil untuk penyemaian eksklusif bibit cabe & semangka. Sebagian lagi ia rencanakan untuk membibitkan tanaman tomat. ia sungguh andal dlm bertani, media tanam seperti kombinasi tanah, pupuk, & pasir ia buat perbandingan (3:2:1). Tanah & pupuk mesti lebih banyak dr pasir.
Tanpa pasir nanti air siraman tak mudah terserap. Kalau tanpa pupuk kandang nanti kurang subur media tanamnya. Sekitar 3.000 polybag terdiri dari benih cabe, 1.000 polybag untuk semangka & 500 polybag untuk tomat. Pak Dadang sempat melihat agresi dr pak Sobir tadi & ia memberikan anjuran lagi. Intinya ia melarang untuk melanjutkan.
Bahkan, saat asosiasi warga & ronda-ronda malam. Pak Sobir sudah jadi omongan & dapat gelar gres, yakni orang keras kepala. Kadang sebagian lagi mengejek lantaran dianggap tak sesuai dgn namanya. Kali ini istrinya menjadi musuhnya, padahal tak pernah istrinya tak sejalan langkah dengannya. Umur bibit tadi tak terasa sudah sebulan.
Ukuran bibit cocok pindah tanam. Sawah tadi memang sudah berkembang menjadi lahan kering. ia gali lubang dgn kedalaman 10 cm, ia isi lubang tersebut dgn pupuk sangkar matang, & tanah. Bibit cabai satu per satu, hari demi hari, hingga hingga seluruh bibit tersebut habis. ia mulai frustasi karena semua sudah mulai kering.
Air irigasi tak pula lagi jalan karena waduk sudah berubah menjadi ladang kering. Kalau sungai sudah duluan pula menjadi lahan tegalan karena kering. Sedangkan, pada malam harinya, ia mesti berkelahi dgn istrinya lantaran uang habis buat modal usaha bertani. Kalau ikut ngeronda jadi buah bibir orang lain sebab siapa saja di kampung itu tidak mau bertani.
Hanya ia tetap konsisten. Tatkala esok hari sehabis satu bulan bibit di tanam, air harus mulai membeli dr tangki-tangki mobil pemerintah. Pengeluaran hasilnya kian membengkak. Rupanya saat mirip itu, ia ingat pesan dr guru ngajinya. Kalau trend sudah kering, ajaklah seluruh warga untuk shalat minta hujan. Hujan itu akan segera datang.
Pak Sobir mengunjungi pak RT, tetapi pak RT gagal mengumpulkan warga. Shalat minta hujan itu balasannya dikerjakan. Sambil berdoa agar hujan secepatnya turun. Kejadian banyak sekali peristiwa tak terhindarkan saat demam isu kemarau di kampung itu. Ibu-ibu ribut lantaran harga cabe sudah meraih 100 ribu rupiah. Mereka semua petani tetapi mesti beli cabe.
Kadang pak Sobir tertawa dlm hati. Kadang ia pula sedih, menyaksikan sahabatnya pak Ahmad & pak Tohir tak mengeluarkan uang justru memproduksi uang. Entah apa yg terjadi dikala itu, tiba-tiba saja Badan Meteorologi Geofisika mengumumkan bahwa perubahan iklim sedang melanda dunia. Jadi, ekspresi dominan kemarau lebih pendek dr tahun lalu.
Itu artinya isu terkini penghujan secepatnya pula tiba. Mendengar berita itu, pak Sobir bergembira. Saat shalat jumat digelar maka pribadi ia cabut uang sebesar 150 ribu dimasukkannya ke kotak amal. ia percaya sekali jikalau Tuhan bersamanya. Sekitar 1,5 bulan umur cabe, tomat & semangka. Angin sejuk menerpa Tubuh pak Sobir & mencium bacin tanah dibarengi dgn air.
Benar saja awan sudah mendung, petir bergemuruh di mana-mana, & hujan deras tiba, tetapi angin berhenti saat itu. Ladang pak Sobir jadinya disirami air hujan. Sambil gumam, ia berlangsung di tengah hujan menuju ke tempat tinggal. Begitu sampai di rumah, istrinya tersenyum karena ia tak jikalau ke putusan suaminya benar.
Dia merasa bersalah besar. Kata istrinya, harga cabai sudah meraih 180 ribu & dijuluki si emas merah bukan lagi emas kuning. Pak Ahmad & pak Tohir pribadi mengikuti langkah pak Sobir. Mereka kerja bakti untuk turun ke sawah & tak ingin lagi berjualan. Kini giliran pak Tohir pula yg menasihati.
Dia bilang waktu animo penghujan bisa lebih pendek sehingga bisa langsung kemarau sesudah tiga bulan. Sementara itu, tumbuhan mereka belum tentu bisa panen sekitar 3 bulan lagi. Omongan tadi tak dihiraukan oleh warga. Sementara itu, cabe pak Sobir sudah mulai berbunga, semangka sudah mulai bercabang tiga, & tomat pula sudah berbunga. Kebun tersebut menjadi perbincangan alasannya cabe tak diserang hama. Saat, kemarau kutu daun senantiasa menyerang. Banyak warga tiba untuk meminta ilmu pengetahuan tersebut, namun pak Sobir tak pula menjawabnya.
Dia bilang jika tak tahu kenapa demikian. Setelah seminggu, gres ia tahu jawabannya tatkala ada penyuluhan pertanian di balai desa oleh Ir. pertanian. Aroma tak sedap dr daun-daun tomat mengusir kutu-kutu daun karena pak Sobir menanam metode tumpang sari. Satu baris tomat, barisan berikutnya cabe, berikutnya tomat, & cabai lagi.
Begitulah metodenya dlm satu bedangan. Sekitar 3 bulan berlalu, cabe merah hijau berubah warna menjadi merah, Buah tomat sudah pula mulai menguning & semangka sudah mulai berukuran 4 Kg. Tengkulak dr pasar sudah menawar buah-buah itu sebelum waktu panen. Tohir menolaknya lantaran cara demikian dapat merugikan.
Pedagang-pedagang tersebut pula menawar dgn aneka macam tingkatan harga. Ada pedagang menawar 1 kilo gram cabai seharga 170 ribu & ada pedagang datang menawar harga lebih tinggi sekitar 180 ribu. Puncak panen cabai akhirnya tiba setelah kurang lebih 3,5 bulan. Pohon cabai hingga merunduk karena buah-buah pada ketiak pohon bergantungan.
Kebun Sobir seakan-akan jadi pemandangan orang-orang kampung. Setiap petani melalui di samping kebunnya, tak lupa mengambil gambar. Setiap kali isu terkini panen, pak Sobir mengantongi duit sebesar 25 juta rupiah. Kerja keras berkeringat terbalas dgn materi & utang-utang bisa dilunasi. Sekitar 2 bulan masa panen, hujan tak lagi intensif.
Kadang sepekan cuma sekali hujan. Kemudian, berlanjut cuma sekali dlm tiga minggu. Meskipun demikian, cadangan air masih mampu dipakai untuk mengairi ladang pak Sobir. ia tak rugi. Sedangkan, para petani lain, pohon-pohon cabe mereka sudah mulai layu padahal sudah memasuki demam isu berbunga.
Hujan karenanya tak datang berbulan-bulan hingga mengeringkan cabe-cabe para tetangga pak Sobir. Petani-petani itu menyesali tindakan mereka kenapa mereka tak mengikuti pak Sobir dr permulaan. Atau mereka tetap pada jalan mereka, yaitu berdagang bakso. Pak Sobir merasa sungguh duka dgn melihat suasana para petani tersebut di mana tak lain temannya sendiri.
Dia mampu membayangkan bila berada pada posisi mereka. Setelah animo panen selesai, pak Sobir kaget dgn rezeki yg ia peroleh. Istrinya menyuruh pak Sobir untuk berzakat & diiris sebanyak 15 persen dr total pemasukan. Pak Sobir kemudian pergi ke suatu kampung, daerah ini masih tahap membangun masjid.
Dia sumbangkan sejumlah uang tersebut. Tohir & istrinya mengetahui bila duit tersebut duit halal mulai dr proses mendapatkannya sampai dgn uang tersebut didapatkan. Setelah beberapa bulan berlalu, para tetangga datang ke rumah pak Tohir.
Mereka berduyun-duyun untuk meminta maaf atas kekhilafan mereka. Para tetangga menyadari bahwa kekuatan Tuhan menyertai kehidupan manusia. Apa pun mungkin terjadi diluar kecerdikan walaupun tak masuk akal dengan-cara ilmiah. Fakta alam dengan-cara ilmiah tadi rupanya kalah dgn kehendak Tuhan. (*)