Hermin tak pernah merayakan pesta ulang tahun dgn mengundang sobat-sahabat. Setiap ulang tahun Hermin, Mama mengajaknya ke toko buku. Hermin bebas menentukan buku yg ia suka. Mereka pulang menenteng berbagai buku. Begitu terjadi setiap tahun, sampai Hermin kelas VI Sekolah Dasar dikala ini. Para tetangga menyebut mereka keluarga buku.
Kamar Hermin penuh dgn buku. Begitu pula di kamar Mama & Papa, penuh buku. Di ruang tengah, ruang tamu, bahkan di dapur pun ada rak buku. Rumah mereka yaitu rumah buku. Hermin, Mama, Papa, memang gemar membaca buku.
Tiap bulan Papa menyisihkan sebagian gajinya untuk berbelanja buku. Papa pula sering menerima buah tangan berupa buku dr atasan & rekan kerja di kantor.
Mama membuka usaha katering. Mama pula senantiasa menyisihkan sebagian laba usahanya untuk berbelanja buku. Bila sedang mengantar pesanan makanan, dikala pulang, Mama senantiasa menenteng oleh-oleh berbentukbuku. Boleh dikata, nyaris tiap ahad bertambah koleksi buku di rumah mereka.
Hari ini Hermin ulang tahun. Di sekolah, Hermin tak tabah untuk secepatnya pulang. Ia sudah mempersiapkan buku apa saja yg akan ia beli. Saat bel tanda pulang berdering, Hermin berlangsung gegas menuju rumah. Jarak rumah Hermin dgn sekolah tak begitu jauh.
Sesampai di rumah, Hermin menyaksikan lima kardus bekas mi instan di teras. Mama keluar dr rumah, kemudian memeluk & mencium pipi Hermin.
“Selamat ulang tahun, Sayang,” kata Mama.
“Terima kasih, Mama,” sahut Hermin tersenyum, lalu bertanya wacana lima kardus itu.
“Buku-buku siapa di kardus itu, Mama?” tanya Hermin.
“Buku-buku kita, Sayang.”
“Mama berbelanja buku sebanyak ini?”
“Bukan, Sayang,” kata Mama.
“Buku-buku dlm kardus ini akan Mama masukkan ke mobil. Kita akan merayakan
ulang tahunmu dgn cara berlainan.”
“Berbeda bagaimana, Mama?” tanya Hermin.
“Nanti ananda akan tahu,” jawab Mama.
“Sekarang ananda ganti busana, makan, lalu kita berangkat.”
Hermin berdasarkan. Usai ganti busana & makan siang, Hermin membantu Mama mengangkat kardus-kardus itu ke bagasi kendaraan beroda empat. Mobil meninggalkan rumah, menuju entah ke mana, Hermin tak tahu.
Mama menghentikan mobil di halaman sebuah panti asuhan. Mama menyerahkan satu kardus pada pengurus panti tersebut. Setelah itu mereka pergi, melanjutkan perjalanan.
“Kita ke mana lagi, Mama?” tanya Hermin di perjalanan.
Mama cuma tersenyum. Tak usang kemudian, mereka berhenti di suatu Taman Bacaan. Mama memperlihatkan satu kardus pada pengurus taman bacaan itu.
Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Tersisa tiga kardus di bagasi. Ternyata, Mama menuju ke sebuah panti asuhan lagi, suatu taman bacaan lagi, & terakhir ke suatu masjid. Di masjid itu ada perpustakaan. Mama menyerahkan kardus terakhir pada pengelola perpustakaan masjid.
“Sudah selesai. Kita sudah menyumbang buku di lima kawasan. Sekarang dikala bagi kita untuk berpesta,” kata Mama.
“Pesta di mana, Mama?” tanya Hermin.
“Di mana lagi kita berpesta dikala ulang tahunmu, sayang?” Mama balik bertanya.
“Aha! Hermin tahu. Pasti ke…”
“Toko buku!” sahut Mama.
Mereka menuju toko buku. Di sana Hermin memilih buku yg ia suka. Mama pula menentukan buku yg ia suka. Mereka berbelanja berbagai buku. Karena terlalu banyak buku yg mereka beli, pegawai toko memasukkan buku-buku itu ke kardus. Dua pegawai mengangkat kardus itu hingga ke tempat parkir, lalu memasukkannya ke bagasi kendaraan beroda empat Mama.
Riang hati Hermin & Mama. Rasanya tak tabah mereka untuk sampai rumah. Sesampai di rumah, mereka segera membuka kardus, mengeluarkan buku-buku & meletakkannya di lantai ruang tengah.
“Aku mau baca yg ini dulu,” kata Hermin, namun kemudian ia meralatnya.
“Ah, baca yg ini dahulu. Ini buku cerita petualangan. Aku suka sekali petualangan.”
Hermin membuka buku itu, namun ia masih melirik buku lainnya.
“Ah, yg itu tampaknya menarik. Baca yg itu dahulu, ah. Tidak, tidak. Yang di sana pula anggun. Baca itu dulu, ah. Aduh, baca yg mana dulu, Mama? Semua buku ini cantik-elok,” kata Hermin.
Mama tertawa menyaksikan Hermin senang sekaligus galau.
“Mama pula resah mau baca yg mana dahulu. Bagaimana jikalau kita peluk dahulu semua buku ini?” kata Mama.
“Setuju,” sahut Hermin.
Mereka pun merebahkan tubuh, kemudian memeluk semua buku itu. Meski sudah menyumbangkan banyak buku, kini mereka pula mempunyai buku-buku gres. Rumah mereka senantiasa sarat buku, alasannya mereka adalah keluarga buku.