Kekerabatan Ilmu Dan Cahaya

Korelasi Ilmu dan Cahaya
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Membahas kekerabatan antara Al Qur’an dan ilmu pengetahuan bukan dinilai dari banyak atau tidaknya cabang-cabang ilmu wawasan yang dikandungnya, namun yang lebih utama yaitu melihat : adakah Al qur’an atau jiwa ayat-ayatnya menghalangi ilmu pengetahuan atau mendorongnya, sebab perkembangan ilmu pengetahuan tidak cuma diukur lewat pertolongan yang di berikan kepada penduduk atau kumpulan inspirasi dan sistem yang dikembangkannya, tetapi juga pada sekumpulan syarat-syarat psikologis dan social yang diwujudkan, sehingga mempunyai imbas (nyata atau negative) terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. 
B.     Tujuan
1.      Memahami secara biasa   tentang kolerasi ilmu dan cahaya dalam  raangka belajar pengetahuan
2.      Menjelaskan secara biasa wacana kolarasi ilmu dan cahaya yang mencakup proses menerima ilmu pengetahuan
  
BAB II
PEMBAHASAN
A.     PENGERTIAN ALAM
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang mempunyai arti tahu atau mengenali. Dalam bahasa Inggeris Ilmu umumnya dipadankan dengan kata science, sedang wawasan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science biasanya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu paada makna yang sama. Untuk lebih mengetahui pengertian Ilmu (science) di bawah ini akan dikemukakan beberapa pemahaman :
“Ilmu yakni pengetahuan ihwal sesuatu bidang yang disusun secara bersistem berdasarkan tata cara-tata cara tertentu yang mampu dipakai untuk menandakan tanda-tanda-gejala tertentu dibidang (wawasan) itu (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
dari pengertian di atas nampak bahwa Ilmu memang mengandung arti pengetahuan, tapi wawasan dengan ciri-ciri khusus yakni yang tersusun secara sistematis atau menurut Moh Hatta (1954 : 5) “Pengetahuan yang didapat dengan jalan informasi disebut Ilmu”.
Kedudukan Ilmu Menurut Islam
ilmu menempati kedudukan yang sungguh penting dalam fatwa islam , hal ini terlihat dari banyaknya ayat AL qur’an yang memandang orang akil dalam posisi yang tinggi dan mulya disamping hadis-hadis nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menimba ilmu.
Didalam Al qur’an , kata ilmu dan kata-kata jadianya di gunakan lebih dari 780 kali , ini mempunyai arti bahwa pemikiran Islam sebagaimana tercermin dari AL qur’an sungguh kental dengan nuansa nuansa yang berhubungan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dariagama Islam sebagamana dikemukakan oleh Dr Mahadi Ghulsyani9(1995;; 39) selaku berikut ;
‘’Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang yang lain ialah penekanannya kepada dilema ilmu (sains), Al quran dan Al –sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan menerima Ilmu dan kearifan ,serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi’’
ALLah s.w.t berfirman dalam AL qur;’an surat AL Mujadalah ayat 11 yang artinya:
“ALLah meninggikan baeberapa derajat (tingkatan) orang-orang yang berirman diantara kamu dan orang-orang yang bakir (diberi ilmupengetahuan).dan ALLAH maha mengetahui apa yang kau kerjakan”
ayat di atas dengan jelas menunjukan bahwa orang yang beriman dan pintar akan menjadi memperoleh kedudukan yang tinggi. Keimanan yang dimiliki seseorang akan menjadi pendorong untuk menuntut ILmu ,dan Ilmu yang dimiliki seseorang akan membuat dia sadar betapa kecilnya manusia dihadapan ALLah ,sehingga akan berkembang rasakepada ALLah jika melaksanakan hal-hal yang dilarangnya, hal inisejalan dengan fuirman ALLah:
“sebetulnya yang takut terhadap allah diantara hamba –hambanya hanyaklah ulama (orang berakal) ; (surat faatir:28)
Disamping ayat –ayat Qur’an yang memposisikan Ilmu dan orang pintar sungguh istimewa, AL qur’an juga mendorong umat islam untuk berdo’a supaya ditambahi ilmu, seprti tercantum dalam AL qur’an sursat Thaha ayayt 114 yang artinya “dan katakanlah, tuhanku ,tambahkanlah kepadaku ilmu penggetahuan “. dalam korelasi inilah konsep membaca, selaku salah satu wahana memperbesar ilmu ,menjadi sungguh penting,dan islam sudah sejak awal menekeankan pentingnya membaca , sebagaimana terlihat dari firman ALLah yang pertama diturunkan yaitu surat Al Alaq ayat 1sampai dengan ayat 5 yang artuinya:
“bacalah dengan meyebut nama tuhanmu yang menciptakan. Dia
sudah membuat Kamu dari segummpal darah .
Bacalah,dan tuhanmulah yang paling pemurah.
Yang mengajar (manusia ) dengan perantara era .
Dia mengajarkan kepada insan apa yang tidak diketahui.
Ayat –ayat trersebut , terang merupakan sumber motivasi bagi umat islam untuk tidak pernah berhenti belajar,untuk terus membaca ,sehingga posisi yang tinggi dihadapan ALLah akan tetap tersadar, yang berearti juga rasa takut kepeada ALLah akan menjiwai seluruh acara kehidupan insan untuk melakukan amal shaleh , dengan demikian nampak bahwa keimanan yang dibarengi denga ilmu akan membuahkan amal ,sehingga Nurcholis Madjd (1992: 130) meyebutkan bahwa keimanan dan amal perbuatan membentuk sisi tiga teladan hidup yang kukuh ini seolah menengahi antara akidah dan amal .
Di samping ayat –ayat AL qur”an, banyak nyajuga hadisyang memberikan dorongan besar lengan berkuasa untukmenuntut Ilmu antara lain hadis berikut yang dikutip dari kitab jaami’u Ashogir (Jalaludin-Asuyuti, t. t :44 ) :
“Carilah ilmu walai sampai ke negri Cina ,karena bekerjsama belajar itu wajib bagisetuap muslim’”(hadis riwayat Baihaqi).
“Carilah ilmu walau hingga ke negeri cina, alasannya bekerjsama menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim . sebetulnya Malaikat akan meletakan sayapnya bagi penuntut ilmu karena rela atas apa yang beliau tuntut “(hadist riwayat Ibnu Abdil Bar).
Dari hadist tersebut di atas , semakin jelas komitmen ajaran Islam pada ilmu ,dimana menimba ilmu menduduki posisi fardhu (wajib) bagi umat islam tanpa mengenal batas kawasan,
Klarsfikasi Ilmu menurut ulama islam.
Dengan menyaksikan uraian sebelumnya ,nampak jelas bagaimana kedudukan ilmu dalam fatwa islam . AL qur’an sudah mengajarkan bahwa ilmu dan para ulama menempati kedudukan yang sungguh terhormat, sementara hadis nabimenunjukan bahwa belajar ialah sebuah kewajiban bagi setiap muslim. Dari sini muncul persoalan apakah segala macam Ilmu yang mesti dituntut oleh setiap muslim dengan aturan wajib (fardu), atau hanya Ilmu tertentu saja Hal ini mengemuka mengenang sangat luasnya spsifikasi ilmu remaja ini .
Pertanyaan tersebut di atas tampaknya telah mendorong para ulama untuk melaksanakan pengelompokan (penjabaran) ilmu menurut sudut pandang masing-masing, walaupun prinsip dasarnya sama ,bahwa belajar wajib bagi setiap muslim. Syech Zarnuji dalam kitab Ta’liimu AL Muta‘alim (t. t. :4) dikala menerangkan hadis bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim menyatakan :
“Ketahuilah bahwa sesungguhya tidak wajib bagi setiap muslim dan muslimah menuntutsegsls ilmu ,namun yang diwajibkan ialah berguru perbuatan (‘ilmu AL hal) sebagaimana diungkapkan ,sebaik-baik ilmu yaitu Ilmu perbuaytan dan semenarik –anggun amal yakni menjaga perbuatan”.
Kewajiban insan adalah beribadah kepeda ALLah, maka wajib bagi insan(Muslim ,Muslimah) untuk menuntut ilmu yang terkaitkan dengan metode tersebut ,seprti keharusan shalat, puasa, zakat, dan haji ,mengakibatkan wajibnya berguru wacana hal-hal tersebut . Demikianlah kelihatannya semangat pernyataan Syech Zarnuji ,akan namun sungguh di sayangkan bahwa ia tidak menjelaskan wacana ilmu-ilmu selain “Ilmu Hal” tersebut lebih jauh di dalam kitabnya.
Sementara itu Al Ghazali di dalam Kitabnya Ihya Ulumudin mengklasifikasikan Ilmu dalam dua kelompok yaitu 1). Ilmu Fardu a’in, dan 2). Ilmu Fardu Kifayah, kemudian beliau menyatakan pengertian Ilmu-ilmu tersebut selaku berikut :
“Ilmu fardu a’in . Ilmu ihwal cara amal perbuatan yang wajib, Maka orang yang mengetahui ilmu yang wajib dan waktu wajibnya, berartilah ia telah mengetahui ilmu fardu a’in “ (1979 : 82)
“Ilmu fardu kifayah. Ialah tiap-tiap ilmu yang tidak mampu disingkirkan dalam menegakan permasalahan duniawi “ (1979 : 84)
Lebih jauh Al Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in adalah ilmu agama dengan segala cabangnya, mirip yang tercakup dalam rukun Islam, sementara itu yang tergolong dalam ilmu (yang menuntutnya) fardhu kifayah antara lain ilmu kedokteran, ilmu berhitung untuk perdagangan, ilmu pertanian, ilmu politik, bahkan ilmu menjahit, yang intinya ilmu-ilmu yang dapat menolong dan penting bagi perjuangan untuk menegakan urusan dunia.
Klasifikasi Ilmu yang lain dikemukakan oleh Ibnu Khaldun yang membagi kalangan ilmu ke dalam dua golongan adalah :
1. Ilmu yang merupakan sebuah yang alami pada manusia, yang ia mampu menemukannya alasannya kegiatan berpikir.
2. Ilmu yang bersifat tradisional (naqli).
bila kita lihat pengelompokan di atas , barangkali bisa disederhanakan menjadi 1). Ilmu aqliyah , dan 2). Ilmu naqliyah.
Dalam penjelasan selanjutnya Ibnu Khaldun menyatakan :
“Kelompok pertama itu ialah ilmu-ilmu hikmmah dan falsafah. Yaituilmu pengetahuan yang bisa diperdapat manusia alasannya adalah alam berpikirnya, yang dengan indra—indra kemanusiaannya beliau dapat sampai kepada objek-objeknya, persoalannya, sisi-segi demonstrasinya dan aspek-aspek pengajarannya, sehingga observasi dan penyelidikannya itu menyampaikan kepada mana yang benar dan yang salah, sesuai dengan kedudukannya selaku insan berpikir. Kedua, ilmu-ilmu tradisional (naqli dan wadl’i. Ilmu itu secara keseluruhannya disandarkan terhadap isu dari pembuat konvensi syara “ (Nurcholis Madjid, 1984 : 310)
dengan demikian jikalau menyaksikan pengertian ilmu untuk golongan pertama nampaknya mencakup ilmu-ilmu dalam spektrum luas sepanjang hal itu diperoleh lewat acara berpikir. Adapun untuk kelompok ilmu yang kedua Ibnu Khaldun merujuk pada ilmu yang sumber keseluruhannya ialah aliran-aliran syariat dari al qur’an dan sunnah Rasul.
Ulama lain yang membuat klasifikasi Ilmu yaitu Syah Waliyullah, beliau yakni ulama kelahiran India tahun 1703 M. Menurut pendapatnya ilmu mampu dibagi ke dalam tiga kelompok berdasarkan pendapatnya ilmu dapat dibagi kedalam tiga golongan yaitu : 1). Al manqulat, 2). Al ma’qulat, dan 3). Al maksyufat. Adapun pengertiannya sebagaimana dikutif oleh A Ghafar Khan dalam tulisannya yang berjudul   “Sifat, Sumber, Definisi dan Klasifikasi Ilmu Pengetahuan menurut Syah Waliyullah” (Al Hikmah, No. 11, 1993), yaitu sebagai berikut :
1). Al manqulat yaitu semua Ilmu-ilmu Agama yang disimpulkan dari atau mengacu terhadap tafsir, ushul al tafsir, hadis dan al hadis.
2). Al ma’qulat yaitu semua ilmu dimana akal pikiran memegang peranan penting.
3). Al maksyufat ialah ilmu yang diterima langsung dari sumber Ilahi tanpa keterlibatan indra, maupun anggapan spekulatif
Selain itu, Syah Waliyullah juga membagi ilmu pengetahuan ke dalam dua kalangan yaitu : 1). Ilmu al husuli, adalah ilmu wawasan yang bersifat indrawi, empiris, konseptual, formatif aposteriori dan 2). Ilmu al huduri, ialah ilmu pengetahuan yang suci dan absurd yang timbul dari esensi jiwa yang rasional balasan adanya kontak eksklusif dengan realitas tuhan .
Meskipun demikian dua macam pembagian tersebut tidak bersifat kontradiktif melainkan lebih bersifat melingkupi, sebagaimana dikemukakan A.Ghafar Khan bahwa al manqulat dan al ma’qulat dapat tercakup ke dalam ilmu al husuli
B.     MEMAHAMI CAHAYA DALAM AL-QUR’AN
Di periode yang terdapat banyak kegelapan, mirip dalam bentuk kekafiran, kejahatan, dan permusuhan, kita sangat membutuhkan pengetahuan ihwal cahaya (nur) yang difirmankan Allah dan disabdakan RasulNya, hingga mengerti hakikat sesuatu dan perlawanannya, hingga kita tahu apa hakikat cahaya itu, bagaimana mengikutinya dan apa yang semestinya harus dijalankan untuk menuju cahaya tersebut. Dan pada kesannya kita keluar dari kegelapan menuju cahaya yang diridhoi Allah.

Makna nur dalam al-Alquran difirmankan Allah –subhanahu wa ta’ala- dalam banyak makna. Umpama ada seorang peneliti menulis sebuah buku yang berisi hasil observasi perihal nur dalam al-Quran dan sunnah serta dampaknya bagi umat Islam, maka buku tersebut yakni buku yang sangat besar dan tidak akan ada yang bisa menyamainya.
           
Nur dalam al-Alquran ada lima macam; nur Allah, nur al-Alquran, Nur Muhammad, nur dogma dan nur alam semesta. Nur difirmankan Allah untuk dzatNya sendiri terdapat dalam surat An-Nur, ayat 35:
“Allah ialah cahaya bagi langit dan bumi. istilah cahaya Allah, ialah mirip sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seolah-olah bintang (yang bercahaya) mirip mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) nyaris-nyaris menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat ungkapan-perumpamaan bagi insan, dan Allah Maha mengenali segala sesuatu”. (QS. An-Nur: 35)

Menurut Syaikh Ibnu Atha’illah As-Sakandari dalam kitabnya yang terkenal “Al-Hikam”, bahwa seluruh alam semesta diliputi kegelapan. Hanya kehadiran Allah yang membuat alam semesta menjadi jelas. Alam semesta adalah penghalang untuk melihat Allah bagi mereka yang cuma sibuk dengan masalah dunia yang bersifat lahiriyah.
Nur Al-Quran disebutkan Allah dalam banyak ayat, diantaranya ialah firman Allah:
“Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang jelas yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang mujur”. (QS. Al-A’raf: 157)
Al-Quran ialah cahaya di tinjau dari banyak sekali arah. Jika ditinjau dari asal mulanya, maka al-Quran berasal dari Allah yang maha mengenali segala cahaya; wahyu yang suci.
               Karena itu, Allah menyuruh insan yang ingin berada dalam pancaran cahaya ini, untuk membekali diri dengan cahaya yang lain, adalah dengan wudlu’, sebab wudlu yaitu cahaya. Hingga beliau mempunyai kesesuaian dengan Al-Alquran.
Ditinjau dari bahasa, al-Alquran yaitu cahaya, dimana al-Quran sarat dengan keindahan-keindahan bahasa dan kelebihan santra yang tidak tertandingi.
Dari sisi keterjagaanya dari perubahan, al-Alquran yakni cahaya. Mulai semenjak diturunkan sampai ketika ini, al-Alquran tidak kurang dan tidak lebih sedikitpun. Bacaan Al-Alquran diriwayatkan oleh banyak orang, hingga jauh dari kemungkinan perbedaan dan pergeseran (mutawatir).
Dari segi makna, al-Alquran yaitu cahaya. Ia mengandung kaidah-kaidah lazim yang bisa menerangi jalan dan mengontrol akal. Diantara kaidah-kaidah itu adalah firman Allah:
“Dan Dia sekali-kali tidak menyebabkan untuk kau dalam agama suatu kesempitan”. (QS. Al-Hajj: 78)
Ayat ini yaitu dasar dari kaidah fiqh “ad-dharar yuzalu/pengaruh negatif mesti dihilangkan”.
Dari sisi kandungannya al-Alquran merupakan cahaya. Ia memberi sifat lapar bagi insan, menjelaskan pengobatan, menceritakan dongeng-kisah, menetapkan aqidah dan menerangkan hukum. Semuanya disebutkan sempurna oleh Allah, tanpa kelalaian sedikitpun.

Al-Alquran juga akan menjadi cahaya di hari kiamat, bagi orang-orang yang sering membacanya dan menjadi tangga baginya menuju derajat tinggi di nirwana. Semoga Allah melapangkan dada kita dengan cahaya Al-Quran, menjadikannya selaku pendingin hati, cahaya hati, penerang cita-cita dan penghilang kesulitan kita.
C.    KOLERASI ILMU DAN CAHAYA
Pada ayat al-Qur’an yang pembahasannya memerlukan pengetahuan astrofisika, adonan astronomi, fisika dan matematika, yaitu Surat an-Nur atau yang memiliki arti cahaya.
“Allah (pemberi) cahaya (terhadap) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah yaitu mirip sebuah lubang yang tak tembus (misykat), yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam beling (dan) beling itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan pohon yang banyak berkahnya, (ialah) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia inginkan, dan Allah memperbuat ungkapan-istilah bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Qs An-Nur : 35).
Esensi ayat ini yakni bahwa Tuhan ialah (satu-satunya) pemberi cahaya di alam semesta tanpa sentuhan api. Namun menyangkut istilah, mufasir klasik menghadapi kesulitan untuk menjelaskan lebih rinci.
Dengan beberapa pengecualian mereka akan menerangkan bahwa misykat , atau suatu lubang yang tidak dapat ditembus, adalah lubang di rumah-rumah untuk tempat lampu obor, yang ada di dinding rumah. Sedangkan pohon (zaitun) yang dimaksud yaitu pohon (zaitun) yang tumbuh di bukit-bukit, sehingga sinar matahari mampu menyoroti, baik pada saat matahari terbit maupun matahari terbenam.
Mufasir modern, mirip Malik Ben Nabi, menerangkan bahwa misykat yaitu lampu bohlam:
Pohon yang dimaksud yakni kawat wolfram yang berpijar sebab efek listrik tanpa disentuh api, dikemas gelas beling, untuk memantulkan seluruh sinarnya ke segala arah sehingga dapat menerangi seluruh ruangan. Lampu bohlam ialah sekat yang tak mampu ditembus, sebab hampa udara, tidak ada oksigen di sana.
Tetapi, dalam studi yang lebih mendalam ihwal cahaya di langit oleh para astrofisikawan, contohnya Mohamed Asadi dalam bukunya The Grand Unifying Theory of Everything, perumpamaan ayat tersebut lebih mendekati terhadap fenomena quasar dan gravitasi efek lensa yang menciptakan cahaya di atas cahaya. Quasar atau Quasi Stellar yaitu objek di langit yang ditemukan pertama kalinya pada tahun 1963. Mereka mewakili objek yang paling terang di alam semesta, jauh lebih terang dari cahaya matahari atau bintang. Para astronom mendapatkan bahwa objek “seperti bintang’ ini terletak miliaran tahun cahaya dari bumi. Objek ini tentunya memiliki energi yang besarnya sangat luar biasa biar tetap tampakdari sini. Energi mereka berasal dari “pusat lubang hitam yang sangat masif”. Karakter pertama dari ayat ini adalah misykat yakni “lubang hitam”, sedangkan abjad kedua yaitu “pelita dalam kaca” yaitu galaksi yang menciptakan imbas gravitasi lensa seperti quasar (pelita) yang terbungkus oleh kaca (gelas). Coba simak informasi quasar oleh astronom NASA.
“Efek gravitasi pada galaksi, quasar yang jauh, serupa dengan efek lensa suatu gelas minum yang memantulkan sinar lampu jalan yang membuat berbagai image (lapisan cahaya atas cahaya)”
Energi quasar yang berasal (dicatu) dari lubang hitam, terjadi ketika “bintang-bintang dan gas” dari galaksi terhisap di dalamnya. Karakter yang lain yang disebut “pohon” oleh al-Qur’an yakni sebutan yang tidak umum oleh para astronom yang menggambarkan galaksi sebagai “pohon-pohon” yang berisikan bintang-bintang. Lihat saja ungkapan diagram HertzprungRussel, dalam buku Timothy Ferris, The Whole Shebang, 1997.
Barangkali, aksara lainnya yang menawan dari ayat di atas ialah pernyataan “diterangi tanpa tersentuh oleh api”, sebuah fenomena fusi nuklir yang menciptakan cahaya yang sungguh terperinci, di mana di ruang angkasa nyaris tidak ada oksigen untuk pembakaran. Bintang-bintang memulai hidupnya dengan komponen kimia yang paling ringan, yakni hidrogen. Gas berkontraksi, sebab gravitasi, memanas; atom hidrogen bertumbukan dan membentuk helium, bagian yang lebih berat, saat mengeluarkan energinya. Energi inilah yang membuat objek “bintang- bintang” bersinar tanpa “disentuh api’, energi ini juga yang memelihara keseimbangan posisi bintang-bintang di alam semesta. Sepanjang wawasan insan yang ada sekarang, fenomena quasar inilah yang paling tepat untuk menggambarkan ayat di atas. Terlebih lagi ungkapan dalam ayat tersebut: “seolah-olah bintang yang bercahaya mirip mutiara”. Bahkan aslinya lebih jelas dari sinar bintang, dan memang seperti “mutiara” bila kita lihat dari foto-foto NASA yang ada, gemerlapan, sungguh menarik.
Dengan demikian, terjemahan bebas ayat 35 Surat an-Nur dari segi sains yaitu:    
“Allah (pemberi) cahaya (terhadap) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, yakni mirip sebuah lubang (hitam) yang tak tembus (misykat), yang di dalamnya ada pelita besar (quasar). Pelita itu di dalam beling (dan) beling (imbas gravitasi lensa dari galaksi) itu seakan- akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan pohon (galaksi yang dicatu oleh lubang hitam) yang banyak berkahnya, (yakni) pohon (galaksi) yang berkembang tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat (nya), yang minyaknya (fusi nuklir) nyaris-nyaris menerangi, meskipun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (efek gravitasi lensa), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah menciptakan istilah-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam melakukan kehidupan ini setiap manusia pasti tidak terlepas dari ilmu dan juga didalam kehidupan sehari hari kita terdapat pancaraan cahaya yg di sebabkan oleh kekuasaan allah swt. Sehingga menciptakan kehidupan kita lebiih terperinci dan jauh dari kegelapan dunia.
DAFTAR PUSTAKA
http://votreesprit.wordpress.com/2012/08/05/al-quran-sains-dan-alam-semesta/