Kehidupan Permulaan, Dogma 1989 – 2008 Dan Politik Kota Pontianak, Krisis Ekonomi 1999 Yang Menguat

Berbagai gejolak politik selama di Pontianak, menjadi awal dari kebertahanan saya selama di kota terkecil di Indonesia. Dengan budaya dan politik yang begitu bringas pada masyarakat suku Batak, ialah hasil dari pembangunan Pontianak, di Indonesia pada abad 1990an – 2002 berlangsung, menjadi awal dari penguatan kepercayaan oleh Uskup Agung di Pontianak ketika itu.

Sejak tahun 1990an yang berjalan dengan adanya duduk perkara konflik sosial (etnik), muncul suatu dinamika kehidupan saya dengan pasokan masakan yang di rencanakan oleh pemerintah selama itu di Pontianak. 

Dalam beberapa dekade itu muncul dengan adanya politik kota dipimpin oleh banyak sekali golongan yang memang berada pada keadaan sosial budaya dan ekonomi serta pertentangan etnik Dayak – Madura 1998 – 1999 selama di Pontianak,  Kalimantan Barat.

Memungkinkan pengaruh kepada duduk perkara urbansiasi di Jakarta terjadi, pada tahun 1990an itu berjalan dengan politik ekonomi yang memang sarat dengan problem manusia, begitu pula terhadap pendidikan dan kesehatan di Kota Pontianak – Jakarta.

Dengan kepatuhan yang dimiliki hendaknya diketahui dengan baik, adanya persoalan politik yang memiliki imbas kepada duduk perkara insan, sejak 90an dengan adanya politik identitas selaku tata cara politik kota mulanya, menjadi pembelajaran yang menarik selama aku disini (Pontianak).

Pembangunan ekonomi sosial, dan  naik turun dengan hasil krisis ekonomi 1990an yang mempunyai efek pada pembangunan insan. Hendaknya diketahui bagaimana tata cara budaya politik muncul kembali pada tahun 2008 – 17 di Kalimantan Barat.

Berbagai kebudayaan yang menyangkut adanya tata cara pembangunan manusia yang mempunyai dampak pada tata cara birokrasi yang lekat pada kala Orde Baru, menerangkan hal ini dengan awal dari kehidupan dan politik di penduduk Pontianak, Kalimantan Barat saat itu.

  Puisi Hampa Hatiku- Oleh Arjun Zazaq

Setelah menyelesaikan sekolah dengan hasil yang buruk, pastinya dengan adanya tata cara pergantian yang memiliki dampak pada pembangunan dan pendidikan dalam menekan kekuasaan, dan ekonomi Barat hendaknya di pahami baik, adanya agama dan budaya hal ini yang melekat pada pembangunan setempat dikala itu.

Tidak ada memori yang baik selama berada di Kalimantan Barat, tepatnya di Kota Pontianak, pastinya dengan pertemanan tidak akrab, dan banyak sekali kepentingan ekonomi politik, serta kebijakan upah yang rendah mulai berkembangpada tahun 2008 – 21 utamanya pada orang Tionghoa (hulu – hilir) Batak – Jawa dan Dayak serta Melayu (orang) dikala itu.

Berlanjut di media umum interaksi dan tentunya sering berada pada jalur tidak baik, dan menyimpang Pontianak – Jakarta terperinci pada petugas partai Kota Pontianak – Provinsi PDI Perjuangan yang biadab itu hasil dari partai pengusung.

Hal ini menetapkan interaksi saya untuk berkata bahwa orang Indonesia dan Kalimantan Barat dahulu dihasilkan dari pembangunan ekonomi Barat dan Rakyat di Jakarta, menjadi permulaan dari sistem ekonomi pembangunan,  dan pajak dimulai. 

Sebagai bab dari kehidupan penduduk Jakarta – Jawa dan Pontianak, dan usaha kelas sosial yang brutal, termasuk seksualitas, serta agama Islam – Kristen – Kristen Protestan (Indonesia), Budha utamanya berkaitan dengan Tionghoa.

Sejak itu, berbagai kegiatan pendidikan, dan kesehatan sangat bagus dikaji kembali kepada prinsip akidah, dan kelayakan mereka dalam setiap pekerjaan dan doa mereka selaku insan berbudaya dan agama di Lokal – Indonesia, baik itu secara pribadi saya sendiri.

Bagaimana Ekonomi Politik DKI?

Pada permulaan sesudah simpulan lulus sekolah, pastinya resah untuk kembali lanjut pada Perguruan Tinggi, dan Universitas di Untan tahun 2008. Ketika itu, pernah mendaftar tetapi tidak lolos, ha..ha..ha… di Pontianak. 

  Puisi Dunia Aksara - Ahmad Nasution

Tidak usang, lebih baik kerja dulu deh, ntah itu sebagai marketing sales, atau urus toko orang, dan ngojek pernah dialami (Mio Sporty). Karakteristik Batak – Tionghoa – Dayak disini, itu perlakukannya selama disini.

Tidak jauh – jauh dari lingkungan kampus – dan gereja Keuskupan Agung Pontianak, sambil mengetahui budaya organisasi di Pontianak, sungguh mempesona sekali, tetapi aneka macam kondisi dan aktivitas apa yang terselenggara ketika itu tentunya saya lebih baik membisu, itu saja.

Di kampus bisnis aku mencoba masuk di (bisnis inggris & Manajemen), di Pontianak namun hingga ketika ini belum tamat, dan masih belum di tuntaskan alasannya adalah masih banyak pekerjaan, tergolong riset, organisasi perjaka Katolik, Kerja, dan Kampus, kebetulan ketika itu ngampus malam. Balik tidak jauh malam hari dikala itu, itu pun jikalau tidak ada acara di gereja.

Yang menarik adalah, ketika itu pada tahun 2009 – 2010 lagi sibuknya riset, pastinya dengan kapasitas pengalaman, dan pengetahuan yang sebelumnya diketahui dikala dibangku sekolah, dan kampus sebagai bobot untuk berpengetahuan lebih baik, pada politik ekonomi kota Pontianak.

Tetapi keasikan riset dengan, peneliti kompas (Assisten), Elsam (Kontributor), dan Pontianak Institute, Orang Indonesia. tidak usang setelah itu masuk pada media seperti Tempo (Cegah Deforestasi Hutan Untuk Indonesia Sehat, Januari 2021), dan Jawa Pos, termasuk keterlibatan dalam hal olahraga mirip sepeda, dan basket Surabaya – Jakarta, dan Pontianak, bareng kolega. 

Di teruskan dengan acara yang lain, kebetulan di Jakarta ada kolega atau siapa itu, masuk dalam jajaran badan legislatif, dan MPR RI, dan kementerian pada Kabinet kerja, Himpunan Pengusaha di Indonesia, sampai ketika ini pada era pemerintahan Revolusi Mental dan industry, menjadi usul tersendiri dikala itu (tidak hadir).

  Norma Kesusilaan

Keluarga, mengisi posisi penting di DKI Jakarta, termasuk saya mengabari di paman sam, seorang instruktur dan juga prof, dan dokter selaku jago kesuburan dan gigi diberbagai Negara bagian di Eropa, dan Amerika Serikat – Brazil, dan Jepang untuk tunjangan pada  pendidikan aku, termasuk di Indonesia, kebetulan bule – bule.

Hidup sebagai WNA dan imigran sebelumnya, dengan situasi ekonomi politik, tidak menentu dalam tata cara Demokrasi di Indonesia, terlebih saya dan keluarga seorang Tionghoa Hokkien – Kanton (Jakarta) jikalau diundang teman-teman itu “Cik” ha…ha….ha, dan bertemu Ibu asal hulu di Kalimantan Barat, dan tinggal di Pontianak. 

Hal yang mempesona tentunya menarik saya untuk menentukan kampus yang memiliki dapat dipercaya yang baik, dan sesuai dengan style namun baik sekali lingkungannya. Tidak lupa juga saya menanyakan lingkungan pergaulan, dan kerja baik tentunya, begitu juga iklim pertemanan, komunikasi yang baik ialah facebook, dan media sosial, tergolong IG tentunya, inovasi buatan Amerika Serikat.

Teman – teman di Jakarta, pastinya akan oke dengan masalah aku, dan berbagai kekurangan saya secara baik. Tidak lupa juga, hal ini menguatkan aku untuk kembali berguru Bahasa di RI, termasuk di Indonesia, melalui buku Indonesia tentunya.

Dari kecil aku telah di tentukan untuk berbahasa lain, termasuk bahasa Ibu. Ibadah merupakan kerja rutin saya setiap dikala ini, dimanapun aku berada, sekurang-kurangnyaada di Goa Maria. Tingkat kedisplinan menjadi penting dalam melihat aneka macam kegiatan saya sebagai manusia yang perlu berguru kembali.