close

Kecerdasan Spiritual dan Kecerdasan Arbitrasi (SQ: Antara Psikologi dan Psikoanalisa)

SQ: Antara Psikologi & Psikoanalisa
Psikologi, walau fondasinya telah ditaruh semenjak kurun Socrates & Plato, mampu dikatakan gres lahir pada pagi hari tanggal 22 Oktober 1850 sebab kegundahan Profesor Gustav Theodor Fechner atas kecenderungan zamannya yg terlalu materialistis. Pada mulanya ia merasa bahwa asumsi & keterkaitannya dgn materi berada di luar jangkauan pengukuran ilmiah, tetapi pada balasannya ia menuangkan ide penyatuan kedua hal tersebut dlm bukunya Elemente der Psychophysik, suatu buku mengenai “ilmu eksakta hubungan fungsional antara tubuh & anggapan.” 
Dengan melihat kemajuan keilmuan pada hari ini, tampaklah bahwa psikologi pun sudah menjadi salah satu jantung ilmu-ilmu sosial, banyak teori-teori psikologi beserta tokoh-tokohnya menjadi referensi, dikaji & ditafsir ulang terus menerus. Melihat pada definisi psikologi yg diberikan oleh Fechner terlihat bahwa yg dimaksudnya sebagai psyche (jiwa) yaitu sesuatu yg terjadi dr interaksi antara badan & anggapan. Pada generasi berikutnya, bermunculanlah definisi-definisi dr para teoritikus psikologi mengenai disiplin keilmuan tersebut yg dengan-cara singkat kesemuanya tetap menitikberatkan pada permasalahan psikologi selaku ilmu mengenai psyche (jiwa) insan.
Sebenarnya, dr seluruh pertimbangan para teoritikus mengenai psyche tersebut hanya ada satu hal yg pasti: badan (beserta tingkah lakunya). Adapun teori mereka atas yg apa yg terdapat di balik tubuh merupakan tafsir atas tubuh tersebut. Walau psikologi lahir dr keprihatian Fechner akan materialitas zamannya, tetapi sampai hari ini psikologi tetap berangkat dr basis material badan untuk teorinya. Sebatang badan dgn otak di dalamnya yg seringkali dianggap sebagai ruang kontrol merupakan objek observasi dimana gerak-geriknya menjadi sumber penafsiran atas kesadaran, ketaksadaran, kompleks & kepribadian yg akan membentuk sebuah bangunan besar berjulukan psyche.
Jauh sebelum itu, Plato sudah membicarakan mengenai dualitas insan sebagai jiwa (psyché) & tubuh. Analogi yg diberikan: jiwa ialah seorang “sais” yg mengendarai dua “kuda” yg bersayap. Gagasan ini pada masa Renaissance ditolak oleh Rene Descartes dgn mengajukan tubuh & fikiran (menggantikan aspek jiwa yg terlalu absurd dlm pandangan mereka). Pada dualitas manusia Descartes inilah psikologi mengambil pijakannya. Adapun psyche dr semenjak masa Renaissance maknanya jatuh sekadar mutu dr suatu entitas (hidup). Dalam pengertian inilah para psikolog merumuskan (baca: menafsirkan) teori-teori psikologi, di mana dlm basis yg serupa para psikolog Islam melakukan kesalahan yg sama dgn menjajal mengadaptasinya (baca: mengislamisasi psikologi terbaru). 
Sebenarnya melihat karakteristik keilmuan psikologi hari ini yakni lebih tepat menghalangi wilayah kajiannya pada kandungan emosi atau rasa badan yg berkaitan dgn kompleks dlm diri serta cara mengatasi kompleks tersebut sehingga dgn meminjam ungkapan Jung, insan tersebut dapat menjalani proses individuasi. Adapun mulai dr proses individuasi sampai meraih faktor yg lebih dlm dr diri manusia (soul yg dlm hal ini kami bedakan dr pemahaman psyche pada hari ini) & spiritualitasnya ialah daerah agama, utamanya mistisisme.
Dilihat dr sisi sejarah, psikologi telah melahirkan empat mazhab besar yaitu behaviuorisme, psikoanalisa, humanisme & terakhir yg masih memperjuangkan akreditasi adalah transpersonal. Adapun dlm sejarah pertumbuhan psikologi modern titik berat pandangannya mengenai manusia dengan-cara global dapat dibagi dua, yakni : fase kesadaran atau consciousness (Descartes), & fase ketaksadaran atau unconsciousness yg merupakan sumbangan Freud terbesar terhadap psikologi. 
Namun sebagaimana biasanya teori-teori psikologi pascarenaissance, hal yg pasti dr teori psikoanalisa Freud (walaupun Freud menyampaikan bahwa teori psikoanalisanya lahir dr pengalaman empirik di klinik bersama para pasiennya) kekuatannya yaitu pada tafsirannya. Ini mirip tatkala Jung mempunyai ketertarikan kepada mitologi, maka Freud menafsirkannya selaku tanda (ramalan) kematiannya, atau pun tafsiran Freud terhadap surat dr kekasihnya yg suatu hari nanti akan menjadi istrinya. Hal serupa dapat dilihat pula pada para penerusnya seperti Jacques Lacan, Julia Kristeva, Luce Irigaray. Tampaknya sudah menjadi sesuatu yg inheren dlm psikoanalisa, di mana penafsirannya acap kali melompat sehingga membuat terpisah antara praktek-terapi & teoritisasinya. Atau lebih tepatnya, mampu dikatakan bahwa psikoanalisa ialah “ars interpretandi” (seni penafsiran) sebagaimana Freud sendiri pernah berkata bahwa “Saya mempunyai bakat untuk menginterpretasi.”
Melihat pergantian paradigma psikologi tersebut dgn meminjam pemikiran Foucault, dapat dikatakan bahwa psyche selaku suatu wacana memiliki episteme suatu pengetahuan yg berlaku pada suatu masa tertentu yg membentuk lapisan-lapisan arkeologi wawasan sebagaimana lapisan arkeologis bumi yg terpisah antara satu dgn yang lain; suatu lapisan pengetahuan yg mempunyai kuasa untuk mendapatkan atau menolak apa-apa yg mampu dikategorikan selaku objek kajian wacananya.

Dengan melihat uraian di atas, maka letak SQ memang di seputar badan, atau lebih khusus lagi adalah : anggapan selaku pecahan dr kegiatan otak. Walaupun Zohar & Marshall mengatakan bahwa “SQ is the intelligence that rests in that deep part of the self that is connected to wisdom form beyond the ego, or conscious mind, it is the intellignece with which we not only recognize existing values, but with which we creatively discover new values.”, namun dlm hal ini SQ bahwasanya tak berhubungan dgn sesuatu yg lebih dlm dr diri manusia (soul) apalagi spiritualitas dlm artian yg bahwasanya, alasannya adalah wilayah SQ lebih mengarah pada “proses pemaknaan” & perjuangan terapi diri.