Kebisingan Kota Pontianak, Kuliner, Politik & Ideologi ?

Kalau tidak salah, untuk mencari makan ketika malam ada gado – gado di tengah kota kawasan kuliner yang umum orang tongkrongin di jalan gajah mada Pontianak. Jualnya, dipinggir jalan, khas sekali dengan situasi malam, dikala untuk berlangsung kaki, dan berkendara.

Untuk menikmati tempat masakan itu, cukup dengan pesan perporsi. Semantara, itu aktivitas yang malam yaitu nongkrong, terutama sambil liatin tuh berbagai karakteristik masyarakatnya, khususnya pada kegaduhan ekonomi politik, dan pekerjaan yang melelahkan dan dengan upah yang rendah pada tahun 2008.

Sebelum artis Ibukota datang untuk membuka daerah music, perhotelan dan kuliner pastinya menjadi sempurna sekali saat berada pada kepentingan bangunan Tionghoa Khek, nah disitu juga ada bangunan yang paling rendah sekurang-kurangnya2 tingkat.

Kalau aneka macam kegiatan kota, hingga ada kontainer itu yakni orang – orangnya perompak kapal, Sihombing itu hanya orang suku yang datang lalu ngaku-ngaku akan bangunan dan donasi terhadap pembangunan kota Pontianak. 

Sementara, dengan tata cara ekonomi politik, dan seksualitas, tidak berlawanan jauh dengan seorang petugas partai Gubernur Cornelis itu (petugas partai), ahli mobilisasinya, dan rencana kejahatan di ubah menjadi seksualitas pada perkampungan sebelumnya.

Berjalan lagi liat pembangunan kota Pontianak, dengan kepentingan seksualitas Pontianak – Jakarta. Memang betul orang tersebut tidak jauh berlawanan dengan orang kampung di Kapuas hulu, yang bahagia dengan iseng, Misalnya hasil seksualitas genetika Batak – Jawa, dan Jawa – Dayak.

Tanpa menyadari vitalis mereka terhadap perubahan manusia, sebagai kelas sosial rendah, dan hasil dari pencapaian dan perjuangan kelas, selaku orang Indonesia – Lokal. Itu biasa, namanya aja orang iseng toh, maklum dari kampung jauh sebagai perompak kapal – dan tidak ada aktivitas sebagai Ibu rumah tangga Sihombing – Marpaung itu.

  Kalender 2020 Indonesia Lengkap Dengan Kamariah, Hijriah, Pasaran Jawa Dan Hari Libur

Sehingga, masalah penghasilan dan upah di mainkan oleh orang Tionghoa Khek di Pontianak, tidak jauh dari kuburan Orang Tionghoa Budha – Sihombing HKBP itu. Hasil dari ekonomi seksualitas Pontianak- Jakarta.

Hasil dari penyimpangan itu, maka yang bisa menampung mereka dengan cara kotor adalah orang MRPD Pancasila, lewat sekolahan, dan pendidikan di Gembala Baik, padahal bacin orang itu kayak buah, kepada budayanya Batak (Makan orang) Jawa Lokal.

Ketika mereka kehilangan logika (kitab suci), dan berlindung dibalik tembok agama,  kekuasaan, ekonomi dan yang lain khususnya profesi mereka pada kedokteran dan pendidikan Pontianak (Untan), yang dijual ialah vitalis – pekerjaan dan mereka secara ngotot seperti HKBP – Islam Indonesia, Marpaung – Jawa, Sihombing – Mrpd Pancasila (Siregar) 2011 – 2019 (Petugas partai dapil kota dan provinsi, PDI Perjuangan). 

Ambisi ingin berkuasa tanpa memahami kehidupan sosial, dan ekonomi mereka seperti (djan & bong), hasil genetika selain masakan, maka dilanjutkan dengan pekerjaan mirip UMKM, dan, gas hasil kepentingan ekonomi politik di rumah militer, setelah melakukan kekerasan dan masuk ke kantor polisi Kota Pontianak 2016 – 2017, dan berani untuk menjamah aku, muncul pertanyaan apa agama mereka Nasrani atau Budha?.

Begitu juga, dengan Tionghoa Khek – Tiochu, yang punya orang renta angkat dan hasil asimilasi budaya di Kalimantan Barat yang brutal, terang Jawa – Dayak, begitu juga Tionghoa pada Jawa. Begitu juga sebaliknya, takjub melihatnya, dan mengetahui budaya dan kebrutalan mereka selama hidup di Pontianak – Jakarta, pokoknya di Kalimantan Barat.