Kebijakan Perpajakan Dalam Penyelesaian Sengketa Pajak

Undang-Undang No. 14 Tahun 2002 wacana Pengadilan Pajak bersifat khusus yang menyangkut acara penyelenggaraan persidanggan sengketa perpajakan ialah :
  1. Sidang peradilan Pajak pada prinsipnya dijalankan secara terbuka, namun dalam hal tertentu dan khusus guna menjaga kepentingan pemohon Banding atau tergugat, sidang dapat dinyatakan tertutup, sedangkan pembacaan putusan Hakim Pengadilan Pajak dikerjakan dalam sidang yang terbuka untuk lazim. Lain halnya dengan Badan Penyelesaian Sengketa yang persidangannya dinyatakan tertutup untuk lazim ( Pasal 49 ayat 1 UU No. 17 tahun 1997 ).
  2. Penyelesaian sengketa perpajakan membutuhkan tenaga-tenaga Hakim khusus yang memiliki keterampilan di bidang perpajakan dan berijazah Sarjana Hukum atau Sarjana lain.
  3. Sengketa yang diproses dalam Pengadilan Pajak khusus menyangkut sengketa perpajakan.
  4. Putusan Pengadilan Pajak menampung penetapan besarnya Pajak terutang dari Wajib Pajak, berupa hitungan secara teknis perpajakan, sehingga Wajib Pajak eksklusif mendapatkan kepastian hukum tentang besarnya Pajak terutang yang dikenakan kepadanya. Sebagai hasilnya jenis putusan Pengadilan Pajak, disamping jenis-jenis putusan yang umum diterapkan pada Peradilan Umum, juga berupa mengabulkan sebagian, mengabulkan seluruhnya, atau memperbesar jumlah pajak yang masih mesti dibayar.
       Sebagai konsekuensi dari kekhususan tersebut dalam undang-undang nomor 14 tahun 2002 diatur aturan secara tersendiri untuk menyelenggarakan pengadilan pajak. Proses penyelesaian sengketa perpajakan lewat Pengadilan Pajak perlu dijalankan secara cepat oleh sebab itu dalam undang-undang tersebut diatur pembatasan waktu penyelesaian, baik ditingkat Pengadilan Pajak maupun ditingkat Mahkamah Agung. Selain itu, proses penyelesaian sengketa pajak lewat Pengadilan Pajak hanya mengharuskan kehadiran terbanding atau tergugat, sedangkan pemohon banding atau penggugat dapat menghadiri persidangan atas kehendaknya sendiri kecuali jika diundang oleh Hakim atas dasar argumentasi yang cukup terang. Dalam hal banding diajukan kepada besarnya jumlah pajak yang terutang, penyelesaian sengketa perpajakan lewat Pengadilan Pajak mengharuskan wajib pajak untuk melunasi 50 % ( lima puluh persen ) keharusan perpajakannya terlebih dahulu. Meskipun demikian proses solusi sengketa perpajakan melalui Pengadilan Pajak tidak menghalangi proses penagihan pajak. Dalam BPSP Wajib Pajak diharuskan membayar 100 % ( membayar lunas ) keharusan perpajakannya terlebih dulu. ( Pasal 34 UU No. 17 tahun 1997 ).
       Undang-undang nomor 14 tahun 2002 ihwal Pengadilan Pajak menjelaskan bahwa Pengadilan Pajak memiliki peran dan wewenang menilik dan memutus sengketa pajak. Sengketa Pajak yaitu sengketa yang muncul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang selaku akhir dikeluarkannya keputusan yang mampu diajukan banding atau somasi kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-usul perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan menurut undang-undang penagihan pajak dengan surat paksa.
Pengadilan Pajak ialah tubuh peradilan yang melakukan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadialan kepada sengketa pajak. Pengadilan Pajak berkedudukan di Ibukota Negara sedangkan sidangnya pada hakekatnya dilakukan ditempat kedudukannya tetapi dengan usulanuntuk memperlancar dan mempercepat penanganan sengketa pajak, tempat sidang dapat dijalankan ditempat lain. Hal ini sesuai dengan prinsip penyelesaian perkara yang dijalankan dengan sederhana, cepat dan ongkos ringan.