Kebiasaan Atau Hukum Tak Tertulis

KEBIASAAN ATAU HUKUM TAK TERTULIS
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, akhlak adalah aturan (perbuatan, dan sebagainya) yang umum diturut atau dilaksanakan sejak dulu kurun; cara (kelakuan, dan sebagainya) yang telah menjadi kebiasaan; wujud gagasan kebudayaan yang terdiri ayas nilai-nilai budaya, norma, aturan dan aturan yang satu dengan lainnya berhubungan menjadi sebuah metode. Karena budpekerti istiadat, maka ungkapan Hukum Adat mampu disamakan dengan Hukum Kebiasaan.

Namun, Menurut Van Dijk, kurang sempurna kalau hukum adab diartikan sebagai aturan kebiasaan. Menurutnya, aturan kebiasaan yakni kompleks peraturan aturan yang timbul alasannya kebiasaan lamanya orang bisa bertingkah laris berdasarkan sebuah cara tertentu sehingga lahir suatu peraturan yang diterima dna juga diharapkan oleh penduduk . Kaprikornus, menurut Van Dijk, aturan adab dan aturan kebiasaan itu mempunyai perbedaan.

Sedangkan, menurut Soerjono Soekanto, aturan yaitu hakikatya merupakan aturan kebiasaan, tetapi kebiasaan yang menmpunyai akibat hukum (das sein das sollen).

Berbeda dengan kebiasaan (dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan penerapan dari hukum etika yakni perbuatan –tindakan yang dilakukan berulang-ulang dalam bentuk yang sama menuju kepada Rechtsvaardige Ordening Der Semenleving.

Menurut Ter Haar, yang terkenal dengan teorinya Beslissingenleer (teori keputusan), diungkapkan bahwa aturan akhlak meliputi seluruh peraturan-peraturan yang berubah menjadi di dalam keputusan-keputusan para pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan efek, serta di dalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta dan dipatuhi dengan sepenuh hati oelh mereka yang diatur oleh keputusan tersebut. Keputusan tersebut mampu berupa sebuah persengketaan, akan namun juga diambil menurut kerukunan dan musyawarah. Dalam tulisannya Ter Haar juga menyatakan bahwa hukum adat dapat muncul dari keputusan warga penduduk .

  Hukum Administrasi Negara: Pengertian, Fungsi, dan Sumbernya

Syaik Jalaluddin menerangkan bahwa aturan adab pertama-tama merupakan persambungan tali antara dulu dengan kemudian, pada hakikatnya adanya atau tiadanya yang dilihat dari hal yang dilakukan berulang-ulang. Hukum etika tidak terletak pada insiden tersebut, melainkan pada apa yang tidak tertulis di belakang kejadian tersebut, sedang yang tidak tertulis itu yaitu ketentuan kewajiban yang berada dibelakang fakta-fakta yang menuntut bertautnya suatu insiden dengan kejadian lain.

Kebiasaan (custom). Kebiasaan merupakan langkah-langkah menurut pola tingkah laris yang tetap, ajeeg dan wajar didalam suatu penduduk atau komunitas hidup tertentu. Sebagai suatu perilaku yang tetap (ajeg) kebiasaan merupakan sikap yang selalu berulang hingga melahirkan satu kepercayaan dan kesadaran bahwa hal itu patut dilakukan dan mempunyai kekuatan normatif yang mengikat.

Tidak semua kebiasaan dapt menjadi sumber hukum, kebiassaan yang mampu menjadi sumber hukum meniscayakan beberapa syarat :
1.    Syarat materiil adanya tindakan tingkah laku yang dilaksanakan berulang-ulang,
2.    Syarat intelektual adanya iman hukum dari penduduk yang bersangkutan.
3.    Adanya balasan aturan apabila kebiassan dilanggar.
Di indonesia kebiasaan dikontrol dalam bebrapa undang-undang:
–    Pasal 15 AB
“Selain pengecualian-pengecualian yang ditetapkan tentang orang-orang Indonesia dan orang-orang yang dipersamakan, maka kebiasaan tidak ialah hukum kecuali bila UU menetapkan demikian”.
–    Pasal 1339 KUHPerdata :
“Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga segala sesuatu yang berdasarkan sifat perjanjiannya diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang.”
–    Pasal 1347 KUH Perdata:
“Hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan, dianggap secara membisu-membisu dimasukkan dalam persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dinyatakan”.
–    Pasal 1571 KUHPerdata:
“Apa yang meragu-ragukan harus ditafsirkan berdasarkan apa yang menjadi kebiasaan dalam negeri atau di kawasan persetujuan telah dibentuk.”
–    Pasal 22 AB:
“Hakim yang menolak untuk mengadili dengan argumentasi undang-undangnya bungkam, tidak, jelas, atau tidak lengkap dapat dituntut alasannya adalah menolah untuk mengadili.”
–    Pasal 14 UU No. 13 Tahun 1970:
“Pengadilan tidak bolehmenolak untuk menyelidiki suatu kasus yang diajukan dengan dalih bahwa aturan tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk menilik dan mengadilinya.”

  Kodifikasi Produk Perbankan Syariah Wacana Pembiyaan Multijasa

Kelemahan Hukum Kebiasaan

1.    Hukum kebiassan bersifat tidak tertulis oleh kesudahannya tidak mampu dirumuskan secara terperinci dan sukar mengubahnya.
2.    Hukum kebiasaan tidak menjamin kepastian aturan dan sering menyusahkan dalam beracara karena kebiasaan sungguh bermacam-macam.
Hubungan aturan kebiasaan dan hukum etika
Adat istiadat ialah peraturan-peraturan atau kebiasaan sosial yang sejak alam ada dalam penduduk dengan maksud mengatur tata tertib. Pada lazimnya budpekerti istiadat bersifat sakra; serta merupakan tradisi. Artinya: hukum budbahasa tergolong bagian hukkum kebiasaan dan tidak semua adat merupakan aturan.
Sumber :
“Pengantar Ilmu Hukum” Oleh : Dr. H. Zainal Asikin, S.H.., S.U. Halaman 81