Puasa asyura (10 Muharram) mempunyai keistimewaan yg hebat. Diantaranya, dihapuskan dosa setahun sebelumnya.
Namun, puasa hanya di hari asyura mempunyai kemiripan dgn orang-orang Yahudi yg mengagungkan hari itu & berpuasa di dalamnya. Karenanya Rasullah shallallahu ‘alahi wasallam menyiapkan akan berpuasa pula di tanggal 9 Muharram. Sayangnya, beberapa bulan sesudah itu dia wafat sebelum berjumpa bulan Muharram selanjutnya.
Bagaimana kalau kita ketinggalan alias kadung tak puasa pada tanggal 9 Muharram. Bagaimana solusinya?
Syaikh DR. Mushthafa Al Bugha, Syaikh DR. Mushthafa Al Khann, & Syaikh Ali al Syurbaji dlm Fikih Manhaji: Kitab Fiqih Lengkap Imam Asy Syafi’i menerangkan bahwa salah satu nasihat puasa tasu’a yakni selaku pembeda antara umat Islam dgn orang Yahudi yg biasa berpuasa pada hari ke-10. Oleh sebab itu, disunnahkan berpuasa pada dua hari. Dan jikalau seseorang luput menjalankan puasa pada hari ke-9, maka direkomendasikan baginya untuk berpuasa pada hari ke-11 demi mempertahankan perbedaan dgn orang Yahudi.
Dalam Fikih Sunnah, Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa puasa Asyura ada tiga tingkatan. Pertama, berpuasa selama tiga hari, yakni hari ke-9, ke-10 & ke-11. Kedua, berpuasa pada hari ke-9 & ke-10. Dan ketiga, berpuasa cuma pada hari ke-10.
Jadi, jikalau tanggal 9 Muharram kadung tak berpuasa tasu’a, sebaiknya puasa pada tanggal 10 Muharram (puasa asyura) & puasa pada tanggal 11 Muharram (mirip ajaran pada Fikih Manhaji Mazhab Syafi’i). Jika tak bisa, maka tak kenapa hanya menjalankan puasa 10 Muharram saja (seperti tingkatan ketiga puasa asyura menurut Fikih Sunnah). Sebab, sekali lagi, puasa 10 Muharram ini memiliki keistimewaan yg luar biasa, sungguh sayang kalau dilewatkan. (Baca: 3 Keutamaan Puasa Asyura)
Wallahu a’lam bish shawab. [Muchisin BK/wargamasyarakat]