close

Ironisme Kelompok yang Gampang Membid’ahkan

Ke mana-mana, mereka senantiasa menjinjing slogan ‘kembali pada al-Qur’an al-Karim & as-Sunnah ash-Shahihah’. Di mana-mana, mereka seakan-akan paling mengerti dua petunjuk utama kaum Muslimin ini, kemudian dgn amat mudah menjatuhkan vonis bid’ah, sesat, & label tercela lain pada semua orang yg berlawanan, tanpa pandang bulu.

Akan menjadi lumrah kalau yg dibid’ah & disesatkan ialah orang awam yg baru kemarin mencicipi indahnya Islam. Perkaranya, yg disematkan julukan-julukan tak baik itu sudah lebih dahulu mengawali dakwah, memiliki banyak jamaah dr kaum Muslimin, & masyhur dgn berbagai proyek kebaikannya untuk umat.

Sedangkan mereka, apa karya monumentalnya selain menjelek-jelekan sesama kaum Muslimin?

Mereka beropini, berjabat tangan selepas shalat merupakan bid’ah dholalah yg harus disingkirkan alasannya memiliki potensi menjerumuskan kaum Muslimin menuju kesesatan. Anehnya, mereka pribadi pergi sehabis salam, padahal Nabi mengajarkan biar duduk sejenak-bahkan kalau perlu tak mengubah posisi duduk-untuk berdizkir & memohon keperluan hidup dunia & akhirat pada Allah Ta’ala.

Anehnya lagi, dikala mereka membid’ahkan jabat tangan, mereka malah pribadi membuka ponsel tepat tatkala salam kedua kelar. Apakah ini tak lebih bid’ah dr berjabat tangan sehabis shalat?

Lantaran menghindari jabat tangan sehabis shalat pula, mereka langsung mundur, kemudian duduk santai sembari menyelonjorkan dua kaki tanpa menghadap ke kiblat, kemudian mulutnya komat-komit membaca dzikir. Bukankah Nabi mengajarkan bahwa dzikir lebih utama dibaca dlm keadaan menghadap kiblat dgn posisi duduk yg amat sopan? Apakah selonjor & menghadap ke arah lain selain kiblat bukan merupakan bid’ah?

Parahnya lagi, ke mana-mana & di mana-mana, mereka menjual suatu slogan ‘maulid Nabi itu bid’ah’, lengkap dgn tanda seru. Lantas, mereka menghukumi pelakunya sebagai pelaku kesesatan tak terampuni, & label-label jahat lainnya. Kemudian, mereka pula menyebut jumlah jamaah shalat Subuh yg jauh lebih sedikit dr jumlah pengunjung dikala maulid.

  Refleksi Kepala Sobek Demi Sang Imam

Lah, bukankah urusan jumlah jamaah shalat Subuh pula masalah yg harus mereka kelarkan juga? Apakah mereka menutup mata kepada para penyelenggara maulid yg sudah melakukan aneka macam cara untuk mengajak kaum Muslimin mendirikan Subuh berjamaah di masjid dgn mengadakan banyak kajian bakda Subuh lengkap dgn sajian sarapannya?

Ambigunya, tatkala mereka membid’ahkan maulid Nabi, pada dikala yg sama ikut-ikutan menciptakan status, bahkan merayakan maulid bawah umur, istri-istri, bahkan sesama kelompoknya dgn menyampaikan, “Met milad ya. Moga usianya berkah.”

Emangnya hanya dgn mengganti ‘hari lahir’ dgn ‘milad’, kalian merasa telah bebas dr bid’ah, hah?

Wallahu a’lam. [Pirman/Wargamasyarakat]