Janganlah Kamu Menanyakan Hal-hal Yang Menyusahkan Kamu 😀
Apakah ego patut disalahkan atas hal-hal ketidakmampuan kita menerima kritik, bahkan kritik yang konstruktif?
Seperti dijelaskan dengan cermat oleh akademisi Douglas Stone dan Sheila Heen dalam buku mereka Thanks for the Feedback, “Ketika kami memberi masukan, kita menyadari si akseptor tidak berakal menerimanya. Ketika kami mendapatkan masukan, kami menyadari si pemberi masukan tidak pintar memberikannya.” ?
Ada hal yang unik pada insan. Kita semua terdorong untuk meraih sesuatu – kita ingin berlari lebih cepat, menjadi lebih kreatif, memenangkan lebih banyak penghargaan, menyembuhkan lebih banyak penyakit, mendapatkan lebih banyak duit. Tapi satu masalahnya: jikalau orang lain ingin menolong kita mewujudkan potensi dengan menilai apa yang kita kerjakan dan menawarkan kelemahan dalam diri yang dapat kita tingkatkan; bila mereka ingin memberikan kata-kata hangat penuh kecerdikan, kritik konstruktif, atau masukan yang memiliki kegunaan, kebanyakan dari kita lebih suka tidak mendengarnya.
Dalam studi yang dikerjakan di Universitas Waterloo, Kanada, siswa diminta melaporkan nilai yang telah mereka terima di aneka macam mata pelajaran, dan menaksir mutu guru yang memberi mereka nilai tersebut. Hasilnya menawarkan bahwa siswa yang prestasinya buruk condong meminimalisasi rasa malu mereka dan menyalahkan gurunya: kian kecil nilai yang mereka terima, makin mereka menilai pengajarannya berkualitas-rendah.
Apa pendapat anda kepada orang yang menanyakan hal yang sama, saat sudah dijawab masih menanyakan hal-hal yang serupa ?
Janganlah kau menanyakan (kepada Nabimu) hal-hal yang bila dijelaskan terhadap kamu, (justru) at kan menyulitkan kamu. Jika kau menanyakannya ketika al-Qur’an sedang diturunkan, (pasti) akan diterangkan kepadamu, Allah sudah memaafkan (kau) wacana hal itu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyantun.