Daftar Isi
۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا ٢٣. وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ ٢٤. ( الاسراۤء/17: 23-24)
Terjemahan Ayat
23. Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya hingga berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau menyampaikan terhadap keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah terhadap keduanya perkataan yang bagus
24. Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua (menyayangiku ketika) mendidik aku pada waktu kecil.” (Qs. Al-Isra’/17:23-24)
23. Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kepada seluruh insan, supaya mereka mengamati beberapa faktor yang terkait dengan keimanan. Faktor-faktor itu adalah:
Pertama, semoga manusia tidak menyembah dewa selain Allah. Termasuk pada pengertian menyembah dewa selain Allah ialah mempercayai adanya kekuatan lain yang dapat mempengaruhi jiwa dan raga selain yang tiba dari Allah. Semua benda yang ada, yang kelihatan ataupun yang tidak, adalah makhluk Allah.
Kedua, agar insan berbuat baik kepada kedua ibu bapak mereka. Penyebutan perintah ini sesudah perintah beribadah cuma kepada Allah memiliki maksud supaya manusia mengetahui betapa pentingnya berbuat baik terhadap ibu bapak. Juga berencana biar mereka mensyukuri kebaikan kedua ibu bapak.
Allah berfirman:
۞ وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا
Artinya : Dan sembahlah Allah dan janganlah kau mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah terhadap kedua orang bau tanah. (an-Nisa’/4: 36)
Allah swt berfirman:
۞ قُلْ تَعَالَوْا اَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ اَلَّا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًاۚ
Artinya : Katakanlah (Muhammad), ”Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, dan berbuat baik kepada ibu bapak. (al-An’am/6: 151)
1. Kasih sayang dan usaha kedua ibu bapak sudah dicurahkan terhadap anak-anaknya semoga mereka menjadi bawah umur yang saleh, dan terhindar dari jalan yang sesat. Maka sepantasnyalah apabila kasih sayang yang tiada taranya itu, dan usaha yang tak mengenal susah payah itu mendapat balasan dari belum dewasa mereka dengan memperlakukan mereka dengan baik dan mensyukuri jasa baik mereka.
2. Anak-anak yaitu kepingan jiwa dari kedua ibu bapak.
3. Sejak masih bayi hingga dewasa, perkembangan dan pendidikan anak-anak menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya. Maka seharusnyalah bawah umur menghormati dan berbuat baik terhadap orang tuanya.;
Sesudah itu Allah swt memutuskan bahwa kalau salah seorang di antara kedua ibu bapak atau kedua-duanya sudah berumur lanjut, sehingga mengalami kelemahan jasmani, dan tak mungkin lagi berusaha mencari nafkah, mereka harus hidup bersama dengan anak-anaknya, agar mendapatkan nafkah dan pertolongan.
Dalam ayat ini terdapat beberapa ketentuan dan akhlak yang harus diperhatikan anak terhadap kedua ibu bapaknya, antara lain:
1. Seorang anak dilarang mengucapkan kata kotor dan kasar meskipun hanya berupa kata “ah” terhadap kedua ibu bapaknya, alasannya perilaku atau perbuatan mereka yang kurang disukai. Keadaan mirip itu sebaiknya disikapi dengan tabah, sebagaimana perlakuan kedua ibu bapaknya saat merawat dan mendidiknya di waktu masih kecil.
2. Seorang anak tidak boleh menghardik atau membentak kedua ibu bapaknya, alasannya bentakan itu akan melukai perasaan keduanya. Menghardik kedua ibu bapak yaitu mengeluarkan kata-kata berangasan pada dikala si anak menolak atau menyalahkan usulan mereka, alasannya adalah tidak sesuai dengan pendapatnya. Larangan menghardik dalam ayat ini adalah selaku penguat dari larangan mengatakan “ah” yang biasanya diucapkan oleh seorang anak kepada kedua ibu bapaknya pada ketika ia tidak menyepakati pendapat mereka.
3. Hendaklah anak mengucapkan kata-kata yang mulia terhadap kedua ibu bapak. Kata-kata yang mulia yaitu kata-kata yang baik dan diucapkan dengan penuh hormat, yang menggambarkan etika adab dan penghargaan penuh terhadap orang lain. Oleh karena itu, kalau seorang anak berbeda pendapat dengan kedua ibu bapaknya, hendaklah beliau tetap menunjukkan sikap yang sopan dan sarat rasa hormat.
24. Kemudian Allah swt menyuruh kepada kaum Muslimin supaya bersikap rendah hati dan penuh kasih sayang terhadap kedua orang bau tanah. Yang dimaksud dengan sikap rendah hati dalam ayat ini adalah menaati apa yang mereka perintahkan selama perintah itu tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan agama. Taat anak terhadap kedua orang renta ialah tanda kasih sayang dan hormatnya kepada mereka, utamanya pada saat keduanya sangat memerlukan pertolongan anaknya.
Ditegaskan bahwa sikap rendah hati itu haruslah dilakukan dengan sarat kasih sayang, tidak dibentuk-buat untuk sekadar menutupi celaan atau menyingkir dari rasa malu pada orang lain. Sikap rendah hati itu hendaknya betul-betul dilakukan alasannya kesadaran yang muncul dari hati nurani.
Di final ayat, Allah swt memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk mendoakan kedua ibu bapak mereka, supaya diberi limpahan kasih sayang Allah selaku imbalan dari kasih sayang keduanya dalam mendidik mereka saat masih kanak-kanak.
Ada beberapa hadis Nabi saw yang menyuruh biar kaum Muslimin berbakti terhadap kedua ibu bapaknya:
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: أَنَّ رَجُلاً جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَسْتَأْذِنُهُ فِى الْجِهَادِ فَقَالَ أَحَيٌّ وَالِدَاكَ؟ قُلْتُ نَعَمْ، قَالَ فَفِيْهِمَا فَجَاهِدْ. (رواه مسلم والبخاري فى الأدب)
Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Umar bahwa bantu-membantu telah tiba seorang laki-laki terhadap Nabi saw meminta izin kepadanya, biar diperbolehkan ikut berperang bersamanya, kemudian Nabi bersabda, “Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Orang pria itu menjawab, “Ya.” Nabi bersabda, “Maka berjihadlah kamu dengan berbakti terhadap kedua orang tuamu.” (Riwayat Muslim dan al-Bukhari dalam bab al-etika)
لاَ يَجْزِيْ وَلَدٌ وَالِدَهُ إِلاَّ أَنْ يَجِدَهُ مَمْلُوْكًا فَيَشْتَرِيَهُ وَيَعْتِقَهُ. (رواه مسلم و غيره عن أبي هريرة))
Seorang anak belumlah dianggap membalas jasa kedua ibu bapaknya, kecuali jika beliau mendapatkan mereka dalam kondisi menjadi budak, kemudian ia menebus mereka dan memerdekakannya. (Riwayat Muslim dan yang lain dari Abu Hurairah)
سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ؟ قَالَ الصَّلاَةُ عَلَى وَقْتِهَا، قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ. (رواه البخاري و مسلم عن ابن مسعود)
Saya bertanya kepada Rasulullah saw, “Amal yang manakah yang paling dicintai Allah dan Rasul-Nya?” Rasulullah menjawab, “Melakukan salat pada waktunya.” Saya bertanya, “Kemudian amal yang mana lagi?” Rasulullah menjawab, “Berbuat baik kepada kedua ibu bapak.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
Di dalam ayat yang ditafsirkan di atas tidak diterangkan siapakah yang harus didahulukan menerima bakti antara kedua ibu bapak. Akan tetapi, dalam sebuah hadis diterangkan bahwa berbakti terhadap ibu didahulukan daripada kepada bapak, seperti diriwayatkan dalam hadits al-Bukhari dan Muslim:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ مَنْ أَحَقُّ النَّاسِ بِحُسْنِ صَحَابَتِيْ؟ قَالَ أُمُّكَ. قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ. قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أُمُّكَ. قَالَ ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ أَبُوْكَ. (رواه الشيخان)
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw ditanya, “Siapakah yang paling berhak mendapat perlakuan yang paling baik dariku?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya, “Siapa lagi?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Orang itu bertanya, “Siapa lagi?” Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Orang itu mengajukan pertanyaan, “Siapa lagi?” Rasulullah menjawab, “Bapakmu.” (Riwayat al-Bukhari dan Muslim);
أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ: هَلْ بَقِيَ مِنْ بِرِّ أَبَوَيَّ شَيْئٌ أَبِرُّهُمَا بَعْدَ مَوْتِهِمَا؟ قَالَ نَعَمْ، خِصَالٌ أَرْبَعٌ: الصَّلاَةُ عَلَيْهِمَا وَالْإِسْتِغْفَارُ لَهُمَا وَإِنْفَاذُ عَهْدِهِمَا وَإِكْرَامُ صَدِيْقِهِمَا وَصِلَةُ الرَّحِمِ الَّتِى لاَ رَحِمَ لَكَ إِلاَّ مِنْ قِبَلِهِمَا، فَهٰذَا الَّذِى بَقِيَ عَلَيْكَ مِنْ بِرِّهِمَا بَعْدَ مَوْتِهِمَا. (رواه ابن ماجه عن أبي أسيد)
Bahwa Rasulullah saw ditanya, “Masih adakah kebaktian kepada kedua orang tuaku, sesudah mereka meninggal dunia?” Rasulullah saw menjawab, “Ya, masih ada empat kasus, mendoakan ibu bapak itu kepada Allah, memintakan ampun bagi mereka, menunaikan akad mereka, dan meng-hormati teman-teman mereka serta menghubungkan tali persaudaraan dengan orang-orang yang tidak memiliki hubungan keluarga dengan kau kecuali dari pihak mereka. Maka inilah kebaktian yang masih tinggal yang mesti kamu tunaikan, sebagai kebaktian kepada mereka setelah mereka meninggal dunia.” (Riwayat Ibnu Majah dari Abu Usaid)
(Al-Isra’/17:23-24)