A. Pendahuluan
Sejak pertama kali insan diciptakan Tuhan, dia telah diberi bekal kesanggupan unutk mengenali. Kemampuan tersebut sungguh penting artinya bagi kedudukan insan selaku pemimpin alam raya ini. Dalam pemahaman ini, insan tidak hanya mampu berkuasa atas makhluk-
makhluk Tuhan yang yang lain; namun lebih dari itu manusia dapat memakai dan menerapkan logika pikirannya bagi pengembangan dan pelestarian alam raya ini.
Dalam pengembangan dan pelestarian alam, tentu saja sungguh dituntut adanya kesanggupan nalar untuk membuatkan dan mencari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan kepentingan dan bidangnya masing-masing. Dari konteks ini tampakbagaimana pentingnya ilmu dalam pengembangan dan pelestarian alam sebagai sumber daya bagi hidup dan kehidupan insan.
Karena pentingnya ilmu tersebut, maka ilmu mesti dikaji, dipelajari dan dikembangkan dengan betul-betul . Tindakan demikian ini diarahkan supaya ilmu dapat dipraktekkan dalam perspektif insan, sehingga berfaedah bagi insan itu sendiri. Ilmu diharapkan dapat memajukan harkat dan martabat baik selaku makhluk individu, makhluk sosial dan apalagi lagi sebagai makhluk Tuhan.
Ilmu, wawasan, filsafat ilmu yang mempunyai kekerabatan dan keterkaitan, juga ialah referensi dari insan. Untuk memudahkan pemahaman dalam pembahasan akan diuraikan secara rinci satu persatu.
B. Pengetahuan, Ilmu dan ilmu pengetahuan
1. Pengertian ilmu
Pada dasarnya ilmu mempunyai dua macam objek ialah objek material dan objek formal. Objek material adalah sesuatu yang dijadikan target penyelidikan, mirip manusia adalah sasaran dari penyelidikan ilmu pendidikan, ilmu sosial, ilmu sosial, psikologi. Tubuh manusia menjadi target ilmu kedokteran, ilmu farmasi, dan ilmu-ilmu lainnya yang bekerjasama. Objek formal itu berhubungan dengan pendekatan dan sistem yang digunakan dalam melakukan pengertian dan penyelidikan terhadap material ilmu.[1]
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘Alima, ya’lamu, ‘lman dengan wazan fa’ila, yaf’alu yang memiliki arti mengerti, mengetahui betul-betul . Ilmu yang terdapat dalam kamus bahasa Indonesia adalah pengetahuan perihal sebuah bidang yang disusun secara bersistem menurut sistem-sistem tertentu dibidang wawasan itu.[2]
Adapun beberapa defenisi ilmu berdasarkan para mahir, diantaranya yakni :
a. Muhammad Hatta, mendefenisikan ilmu ialah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam sebuah kalangan dilema yang serupa tabiatnya, maupun menurut kedudukannya terlihat dari luar maupun menurut bangunannya dari dalam.
b. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, menyatakan ilmu yakni yang empiris, rasional, biasa dan sistematik dan keempatnya serempak.
c. Karl Pearson, menyatakan ilmu ialah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten perihal fakta pengalaman dengan perumpamaan yang sederhana.
d. Ashley Montagu, Guru besar Antropologi di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu yaitu pengetahuan yang disusun dalam satu system yang berasal dari observasi, study dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip wacana hal yang sedang dikaji.
e. Harsojo, Guru besar Antropologi di Universitas Pajajaran menerangkan bahwa ilmu yakni:
1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan
2. Suatu pendekatan atau tata cara pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, adalah dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya mampu diamati oleh panca indra insan.
f. Afanasyef, seorang pemikir Marxist bangsa Rusia mendefenisikan ilmu adalah pengetahuan insan perihal alam, penduduk dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan rancangan-desain, klasifikasi hukum, yang ketetapannya dan kebenaran diuji dengan penglaman simpel.[3]
Dari informasi para hebat perihal ilmu diatas, penulis mampu menyimpulkan bahwa ilmu ialah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda, syarat tertentu, ialah sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat diukur, terbuka dan komulatif (bersusun timbun).
2. Epistemology/wawasan
a. Pengertian Epistemology
Epistemology dalam bahasa ingris dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemology berasal dari asal kata “episteme” dan “logos”. Episteme memiliki arti wawasan, dan logos memiliki arti teori. Yang lebih rinci disebutkan bahwa epistemology ialah salah satu cabang filsafat yang mengkaji secara mendalam dan radikal perihal asal mula pengetahuan, struktur, sistem, dan validitas wawasan. [4] Kaprikornus yang dimaksud dengan epistemology adalah cabang filsafat yang mempelajari soal ihwal sopan santun, batas-batas dan berlakunya ilmu pengetahuan.
b. Macam-macam pengetahuan manusia
Macam wawasan
|
Objek
|
Paradigma
|
Metode
|
Ukuran
|
Sains
Filsafat
Mistik
|
Empiris
Abstrak logis
Abstrak supra logis
|
Positivistis
Logis
Mistis
|
Sains
Rasio
Latihan mistik
|
Logis dan bukti empiris
Logis
Rasa yakin,kadang- dang empiris
|
Sekarang kita mampu mengenali tiga macam wawasan manusia. Masing-masing jelas paradigmanya, metodenya dan objeknya. Jadi terperinci bedanya dan terperinci kaplingnya. Tabel wawasan insan berikut bermaksud meringkaskan pengetahuan itu. Kalau begitu, filsafat adalah sejenis pengetahuan yang diperoleh dengan cara berpikir logis perihal objek yang absurd logis. Salah satu ciri filsafat yang yang gampang dilihat yaitu kenarannya cuma diukur dengan kelogisan argumennya, beliau tidak dapat diukur secara empiris.[5]
Proses terjadinya wawasan masalah fundamental dalam efistemologi karena hal ini akan mewarnai fatwa kefilsafatannya. Didalam mengetahui memerlukan alat yaitu, pengetahuan didapatkan dari pengalaman indera, nalar, otoritas, intuisi, wahyu dan iman. Sepanjang sejarah kefilsafatan alat-alat untuk mengetahui tersebut memiliki peranan masing-masing baik secara sendiri-sendiri maupun berpasangan satu sama lain tergantung terhadap filsuf atau faham yang dianutnya.
Pengetahuan yang ditemukan dari observasi. Di dalam observasi inderawi tidak mampu ditetapkan apa yang subyektif dan apa obyektif. Jika kesan-kesang subyektif dianggap selaku kebenaran, hal itu menyebabkan adanya gambaran-citra yang semrawut dalam imajinasi. Segala pengetahuan dimulai dari gambaran-citra inderawi. Gambaran-gambaran itu kemudian di optimalkan hingga sampai tingkatan-tingkatan yang lebih tinggi, yakni wawasan rasional dan pengetahuan intuitif. Didalam pengetahuan rasional orang cuma mengambil kesimpulan-kesimpulan, tetapi didalam pengetahuan intuitif orang memandang kepada idea-idea yang berkaitan dengan Allah. Disini orang dimasukkan kedalam keharusan Ilahi yang awet.[6]
3. Ilmu wawasan
Terdapat beberapa definisi ilmu wawasan, di antaranya ialah:
a) Ilmu pengetahuan yaitu penguasaan lingkungan hidup manusia.
Definisi ini tidak diterima karena mencampuradukkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b) Ilmu wawasan yaitu kajian wacana dunia material.
Definisi ini tidak dapat diterima alasannya adalah ilmu wawasan tidak terbatas pada hal-hal yang bersifat materi.
c) Ilmu pengetahuan ialah definisi eksperimental.
Definisi ini tidak dapat diterima sebab ilmu wawasan tidak hanya hasil/sistem eksperimental semata, tetapi juga hasil pengamatan, wawancara. Atau mampu dikatakan definisi ini tidak menawarkan tali pengikat yang berpengaruh untuk menyatukan hasil eksperimen dan hasil observasi (Ziman J. dalam Qadir C.A., 1995).
d) Ilmu pengetahuan mampu hingga pada kebenaran melalui kesimpulan logis dari pengamatan empiris.
Definisi memanfaatkan tata cara induksi yaitu membangun prinsip-prinsip biasa berdasarkan aneka macam hasil observasi. Definisi ini memperlihatkan tempat adanya hipotesa, sebagai ramalan akan hasil pengamatan yang mau datang. Definisi ini juga mengakui pentingnya pedoman spekulatif atau metafisik selama ada kesesuaian dengan hasil observasi. Namun demikian, definisi ini tidak bersifat hitam atau putih. Definisi ini tidak memberi tempat pada pengujian pengamatan dengan penelitian lebih lanjut.
Kebenaran yang disimpulkan dari hasil pengamatan empiris cuma berdasarkan kesimpulan logis memiliki arti hanya berdasarkan kesimpulan nalar sehat. Apabila kesimpulan tersebut cuma ialah akal sehat, walaupun itu menurut observasi empiris, tetap belum mampu dikatakan sebagai ilmu pengetahuan namun masih pada taraf wawasan. Ilmu wawasan bukanlah hasil dari kesimpulan logis dari hasil observasi, namun haruslah merupakan kerangka konseptual atau teori yang memberi daerah bagi pengkajian dan pengujian secara kritis oleh mahir-ahli lain dalam bidang yang serupa, dengan demikian diterima secara universal. Ini memiliki arti terdapat adanya janji di antara para andal kepada kerangka konseptual yang telah dikaji dan diuji secara kritis atau sudah dilakukan penelitian akan percobaan terhadap kerangka konseptual tersebut.
Berdasarkan pemahaman tersebut maka pandangan yang bersifat statis ekstrim, maupun yang bersifat dinamis ekstrim harus kita tolak. Pandangan yang bersifat statis ekstrim menyatakan bahwa ilmu wawasan merupakan cara menerangkan alam semesta di mana kita hidup. Ini mempunyai arti ilmu wawasan dianggap sebagai pabrik wawasan. Sementara persepsi yang bersifat dinamis ekstrim menyatakan ilmu pengetahuan ialah kegiatan yang menjadi dasar munculnya kegiatan lebih lanjut. Kaprikornus ilmu pengetahuan mampu diumpamakan dengan sebuah laboratorium. Bila kedua persepsi ekstrim tersebut diterima, maka ilmu wawasan akan hilang musnah, saat pabrik dan laboratorium tersebut ditutup.
Ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan pengetahuan semesta alam atau acara yang mampu dijadikan dasar bagi acara yang lain, tetapi merupakan teori, prinsip, atau dalil yang memiliki kegunaan bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil lebih lanjut, atau dengan kata lain untuk menemukan teori, prinsip, atau dalil baru. Oleh karena itu, ilmu wawasan dapat didefinisikan sebagai berikut:
Ilmu pengetahuan yakni rangkaian rancangan dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan sudah meningkat sebagai hasil percobaan dan observasi yang berguna untuk percobaan lebih lanjut. Pengertian percobaan di sini adalah pengkajian atau pengujian kepada kerangka konseptual, ini dapat dijalankan dengan penelitian (observasi dan wawancara) atau dengan percobaan (eksperimen).
Selanjutnya menjelaskan bahwa definisi tersebut memberi tekanan pada makna manfaat, mengapa? Kesahihan gagasan gres dan makna penemuan eksperimen baru atau juga inovasi penelitian gres (berdasarkan penulis) akan diukur karenanya yakni hasil dalam kaitan dengan gagasan lain dan eksperimen lain. Dengan demikian ilmu wawasan tidak dipahami selaku pencarian kepastian, melainkan selaku penyelidikan yang sukses cuma hingga pada tingkat yang bersinambungan.
Bila kita analisis lebih lanjut perlu dipertanyakan mengapa definisi ilmu wawasan di atas menekankan kemampuannya untuk menciptakan percobaan gres, berarti juga menciptakan observasi gres yang pada gilirannya menghasilkan teori baru dan seterusnya – berjalan tanpa berhenti. Mengapa ilmu wawasan tidak menekankan penerapannya? Seperti yang dilakukan para jago fisika dan kimia yang cuma menekankan pada penerapannya ialah dengan mempertanyakan bagaimana alam semesta dibentuk dan berfungsi? Bila hanya itu yang menjadi pemfokusan ilmu wawasan, maka kalau pertanyaan itu sudah terjawab, ilmu pengetahuan itu akan berhenti. Oleh sebab itu, definisi ilmu pengetahuan tidak berorientasi pada penerapannya melainkan pada kemampuannya untuk menciptakan percobaan baru atau observasi baru, dan pada gilirannya menciptakan teori baru.
Para mahir fisika dan kimia yang menekankan penerapannya pada hakikatnya bukan ialah ilmu pengetahuan, tetapi ialah nalar sehat (common sense). Selanjutnya untuk membedakan hasil nalar sehat dengan ilmu wawasan William James yang menyatakan hasil logika sehat ialah tata cara perseptual, sedang hasil ilmu pengetahuan ialah metode konseptual (Conant J. B. dalam Qadir C. A., 1995). Kemudian bagaimana cara untuk memantapkan atau membuatkan ilmu pengetahuan? Berdasarkan definisi ilmu wawasan tersebut di atas maka pemantapan dikerjakan dengan penelitian-penelitian dan percobaan-percobaan.
Perlu dipertanyakan pula bagaimana kekerabatan antara nalar sehat yang menciptakan perseptual dengan ilmu wawasan selaku konseptual. Jawabannya yakni akal sehat yang menghasilkan pengetahuan ialah premis bagi pengetahuan eksperimental, mempunyai arti wawasan ialah masukan bagi ilmu wawasan, masukan tersebut selanjutnya diterima selaku dilema untuk diteliti lebih lanjut. Hasil observasi dapat berbentuk teori baru.[7]
C. Pengertian filsafat dan filsafat ilmu
1. Pengertian filsafat
Hatta mengemukakan pengertian filsafat itu lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu. Nanti jikalau orang telah banyak membaca atau mempelajari filsafat, orang itu akan memahami dengan sendirinya apa filsafat itu menurut konotasi filsafat yang ditangkapnya. Lengeveld juga berpendapat begitu. Katanya, sesudah orang berfilsafat sendiri, gres ia maklum apa filsafat itu, dan semakin dalam beliau berfilsafat, akan mengerti ia apa filsafat itu.
Poedjawijatna menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari kata Arab yang bekerjasama rapat dengan kata Yunani, bahkan asalnya memang dari kata Yunan. Kata Yunaninya adalah philosophia. Dalam bahasa Yunani kata philosophia ialah kata majemuk yang terdiri atas philo dan sophia; philo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dan sebab itu kemudian berusaha mencapai yang diharapkan itu. Sophia artinya kebijakan yang artinya bakir, pemahaman yang mendalam. Jadi berdasarkan namanya saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai berakal, cinta pada kebijakan.[8]
Para filsuf telah merumuskan pemahaman filsafat sebagai berikut:
a. Plato
Filsafat ialah wawasan yang berminat meraih wawasan kebenaran yang asli.
b. Aristoteles
Filsafat ialah ilmu (pengetahuan) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
c. Al Farabi
Filsafat yakni ilmu (wawasan) wacana alam maujud bagaimana hakikat yang bekerjsama.
d. Rene Descartes
Filsafat adalah kumpulan segala pengetahuan di mana Tuhan, alam dan insan menjadi pokok pengusutan.
e. Immanuel Kant
Filsafat yaitu ilmu (wawasan) yang menjadi pokok pangkal dari segala pengetahuan, yang didalamnya tercakup dilema epistemologi (filsafat pengetahuan) yang menjawab problem apa yang dapat kita pahami? Masalah budpekerti yang menjawab duduk perkara apa yang harus kita kerjakan? Masalah ke Tuhanan (keagamaan) yang menjawab duduk perkara cita-cita dan kita dan problem manusia.[9]
Rumusan perihal filsafat sebagaimana diuraikan diatas pada prinsipnya ialah menegaskan bahwa filsafat adaalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan mempertimbangkan segala sesuatu secara mendalam dan benar-benar, radikal, keginginan yang mendalam untuk meraih bijak sehingga meraih hakikat segala sesuatu tersebut.
2. Pengertian filsafat ilmu
Filsafat ilmu ialah bagian dari filsafat wawasan yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu atau wawasan ilmiah. Ilmu ialah cabang dari wawasan. Ilmu atau pengetahuan ilmiah dalam bahasa inggris science dalam bahasa Yunani episteme. Filsafat ilmu berdasarkan Mohar mirip yang dikutip oleh Andi Hakim Nasoetion ialah sebuah usaha logika insan yang teratur dan taat asas menuju inovasi informasi wacana wawasan yang benar. Sasaran filsafat ilmu ialah menyelenggarakan penataan dan wawasan atas dasar asas-asas yang mampu menandakan terjadinya ilmu pengetahuan.
Filsafat ilmu mampu dibagi ke dalam dua bagian, yakni filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Pembagian tersebut dikerjakan berdasarkan objek telaahan ilmu ialah ilmu-ilmu yang terkonsentrasi pada alam dan caranya dalam mendapatkan wawasan ilmiah; dan ilmu-ilmu sosial yang terfokus terhadap insan itu sendiri yang dianggap selaku pencipta, penemu, dan pemilik wawasan.[10]
D. Objek Pembahasan Filsafat Ilmu
Filsafat sebagai proses berfikir yang sistematis dan radikal juga mempunyai objek material dan objek formal. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada meliputi ada yang terlihat dan ada yang tidak tampak. Yang terlihat yakni dunia empiris, sedangkan yang tidak terlihat yaitu alam metafisika.
Contoh objek material filsafat yaitu:
a. Aliran rasionalisme berpendapat, bahwa sumber pengetahuan yang mencukupi dan yang sanggup menerima amanah yaitu rasio (akal). Hanya wawasan yang diperoleh lewat akallah yang menyanggupi syarat yang dituntut oleh sifat lazim dan yang perlu mutlak, ialah syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah.
b. Aliran empirisme beropini, bahwa empiris atau pengalamanlah yang menjadi sumber pengetahuan, baik pengalaman yang batiniah maupun yang lahiriah. Akal bukan menjadi sumber pengetahuan, logika tetap akal menerima tugas untuk mengolah bahan-bahan yang diperoleh dari pengalaman.
c. Obyek material filsafat ialah segala sesuatu yang ada (baik ada dalam kenyataan, ada dalam anggapan dan ada dalam kemungkinan). Sedangkan obyek formal filsafat yakni merupakan sudut pandang atau cara memandang terhadap obyek material, tergolong prinsip yang digunakan.[11]
Kesimpulan
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa antara ilmu dan filsafat ada persamaan dan perbedaannya. Perbedaannya ilmu bersifat Posterior kesimpulannya ditarik sesudah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan filsafat bersifat priori kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian, karena filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris mirip yang dimiliki ilmu karena filsafat bersifat spekulatif.
Di samping adanya perbedaan antara ilmu dengan filsafat ada sejumlah persamaan adalah sama-sama mencari kebenaran. Ilmu mempunyai peran melukiskan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan acara ilmu digerakan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta, sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana bahu-membahu fakta itu dari mana awalnya dan akan ke mana akibatnya. Selanjutnya kritik dan anjuran kami inginkan dari semua pihak demi perbaikan penulisan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bakti Nasutian Hasan, filsafat lazim, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001
Verhak, Filsafat Ilmu Pengetahuan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995
Akhadiah Sabarti, Filsafat Ilmu Lanjutan, Jakarta: Kencana, 2011
Bakhtia Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali Pers,2012
Tafsir Ahmad, Filsafat Umum, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009
Sudarsono, Ilmu Filsafat, Jakarta : Rineka Cipta, 2008