Para ulama berbeda pertimbangan perihal status Rasm utsmani atau Rasm Al-Qur’an.
Pendapat-pertimbangan tersebut ialah:
1) Sebagian ulama beropini bahwa Rasm Al-Qur’an itu bersifat tauqifi , sehingga wasjib di ikuti oleh siapa pun ketika menulis Al-Qur’an.
Untuk memastikan pendapatnya,mereka merujuk pada sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi pernah bersabda Mu’awiyah, salah seorang sekretatarisnya,”Letakkan tinta. Pegang pena baik-baik. Luruskan abjad ba’.bedakan huruf sin. Jangan butakan abjad min. perbaguslah (tulisan) Allah. Panjangkanlah (tulisan) Ar-Rahman dan perbaguslah (goresan pena) Ar-RAhim. Lalu letakkan penamu di atas pendengaran kirimu, sebab itu akan memuatmu lebih ingat”.
2) Al-Qattan dalam bukunya berpendapat bahwa tidak ada sebuah riwayat dari Nabi yang dijadikan ganjal an untuk mengakibatkan Rasm Utsmani selaku tauqifi.
Rasm Utsmani merupakan kreatif panitia yang sudah di bentuk Utsman sendiri atas persetujuannya. Jika di antara panitia itu ada berlawanan usulan dalam menulis mushaf, maka hendaknya di tulis dengan lisan Quraisy karena dengan verbal itu Al-Qur’an turun.
3) Sebagian besar Ulama beropini bahwa Rasm Utsmani bukan tauqifi, namun ialah janji cara penulisan (ishtilahi) yang di setujui Utsman dan diterima ummat, sehingga wajib di ikuti dan ditaati siapapun saat menulis Al-Qur`an.
Banyak Ulama terkemuka menyatakan perlunya konsistensi memakai Rasm Utsmani.
Asyhab berkata dikala ditanya ihwal penulisan Al-qur`an, apkah perlu menulisnya seperti yang di pakai banyak orang kini, Malik menjawab, “Aku tidak beropini demikian. Seseorang hendaklah menulisnya sesuai dengan goresan pena pertama.” Imam Ahmad bin Hanbal pernah berkata, “Haram hukumnya menyalahi khot Utsmani dalam soal wawu, alif, ya` atau abjad yang lain.”
4) Sebagian dari mereka beropini bahwa Rasm Utsmani bukanlah tauqifi.
Tidak ada halangan untuk menyalahinya tatkala sebuah generasi sepakat memakai cara untuk menuliskan Al-Qur’an ayng berlainan dengan Rasm Utsmani.
Berkaitan dengan ketiga pendapat diatas, Syeikh Manna’ Al-Qatthan menentukan pendapat yang kedua, alasannya lebih memungkinkan untuk memelihara Al-Qur’an dari pergantian dan penggantian hurufnya.
Seandainya setiap masa diperbolehkan menulis Al-Qur’an sesuai dengan demam isu goresan pena pada masanya, pergantian tulisan Al-Qur’an terbuka lebar pada setiap era. Padahal, setiap kurun waktu mempunyai musim tulisan yang berlawanan-beda.
Syeikh Manna’ Al-Qatthan menegaskan bahwa perbedaan Khot pada mushaf-mushaf yang ada ialah hal lain. Yang pertama berhubungan dengan huruf , sedangkan yang kedua berkaitan dengan cara penulisan huruf.
Untuk memperkuat pendapatnya, Al-Qatthan mengutip ucapan Al-Baihaqi di dalam kitab Syu’b Al-Iman: ”Siapa saja yang mau menulis mushaf hendaknya memperhatikan cara mereka yang pertama kali menulisnya. Janganlah berlainan dengannya. Tidak boleh mengganti sedikitpun apa-apa yang telah mereka tulis sebab mereka lebih banyak pengetahuannya, ucapan dan kebenarannya lebih diandalkan, serta dapat memegang amanah dari pada kita. Jangan ada diantara kita yang merasa dapat menyamai mereka.”