close

Hukum Mempelajari Ilmu Tajwid

Salah satu bentuk ibadah yang agung dan tinggi kedudukannya di segi Allah Subhanahu wa ta’ala yakni membaca al qur’an. Tingginya nilai ibadah ini ditunjukkan dengan banyaknya nash dan begitu bersemangatnya kaum muslimin semenjak zaman shahabat untuk membaca, menghafal, mempelajari, memahami, dan mengamalkan kandungan Al qur’an. Bahkan derajat seseorang di alam baka kelak salah satunya dilihat dari interaksinya dengan Al Qur’an. Oleh sebab itu para ulama tajwid menyampaikan bahwa mempelajari ilmu tajwid adlah fardhu kifayah. Apabila sebagian kaum muslimin mempelajarinya maka gugurlah keharusan dari sebagian kaum muslimin lainnya. Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda :

يقال لصاحب القرأن إقرأ وارتق ورتّل فإنّ منزلتك عند أخر أية تقرأها
“Dikatakan terhadap Ashabul Qur’an : Baca, naik dan tartilkanlah, sebab bekerjsama kedudukanmu ada di akhir ayat yang kau baca.” (HR. Ahmad)

Kedudukan ini telah cukup menjadi suatu kemuliaan dan kebanggaan. Ia yaitu keutamaan yang Allah berikan terhadap orang yang diinginkan-Nya dan cuma Allah jualah yang mempunyai keistimewaan yang paling agung. Oleh sebab tingginya kedudukan ibadah ini maka Allah Subhanahu wata’ala memerintahkan membaca Al qur’an tidak hanya asal membaca, akan namun Allah berfirman :

“ …. dan Bacalah Al Quran itu dengan tartil.” (QS. Al Muzzammil [73] : 4)

Maksud dari ayat diatas ialah membacanya dengan mengamati aturan-aturan tajwid, kaidah-kaidah bacaan, mentadabburi kandungannya dan mengamalkan isinya. Anas bin malik radliyallahu ‘anhu ketika ditanya mengenai cara nabi shallallaahu ‘alayhi wa sallam membaca Al qur’an menjawab :

كانت مدا , ثم قرأ : (بسم الله الر حمن الرحيم) يمد بسم الله ويمد الرحمن ويمد الرحيم (رواه البخاري)

“Nabi shallallaahu ‘alayhi wa sallam membaca (al qur’an) dengan madd. Kemudian (anas bin Malik mencontohkan dengan) membaca bismillahirrahmaanirrahiim seraya memanjangkan bismillaah, memanjangkan ar rahmaan dan memanjangkan ar rahiim.” (HR. Bukhari)

Berdasarkan ayat dan hadits diatas maka kita mengenali bahwa Nabi Muhammad shallallaahu ‘alayhi wa sallam mencontohkan tartil dengan cara baca tertentu. Bagaimana kita dapat mengetahui cara baca Rasulullah tersebut? Jawabannya yaitu dengan mempelajari ilmu tajwid. Saking pentingnya ilmu tajwid ini bahkan para ulama menggolongkannya terhadap kewajiban bagi setiap muslim yang mau membaca Al Qur’an. Imam Al Jazari rahimahullah berkata :

والأخذ بالتّجويد حتم لآزم # من لم يجوّدالقرآن أثم
لأنه به الإله أنزل # و هكذا منه إلين وصلا
Membaca Al Qur’an dengan tajwid hukumnya wajib. Siapa saja yang membaca Al Qur’an tanpa menggunakan tajwid hukumnya berdosa. Karena sebetulnya Allah menurunkan Al Qur’an dengan tajwidnya. Demikianlah yang hingga terhadap kita dari-Nya.

Dengan klarifikasi tadi kita faham bahwa membaca dengan tajwid/tahsin merupakan hal yang sangat penting dan salah satu bukti ke-ittiba’an seseorang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alayhi wa sallam. Oleh karena itu aturan dalam praktek membaca Al qur’an seperti Rasulullah membacanya berdasarkan para ulama tajwid yakni fardhu ‘ain. Sekarang mari kita bertanya, sudahkah kita mengikuti Nabi shallallaahu ‘alayhi wa sallam dan para shahabatnya dalam bacaan qur’an kita? Ataukah bacaan qur’an kita masih menyelisihi bacaan Nabi shallallaahu ‘alayhi wa sallam dan para shahabatnya?

Bukankah Allah berfirman :

Orang-orang yang Telah kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang bekerjsama, mereka itu beriman kepadanya. dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, Maka mereka Itulah orang-orang yang rugi. (QS. Al Baqarah: 121)