Hikayat Duit ‘Nyasar’ Di Dalam Sepatu Petani

Suatu hari, seorang Guru berjalan bersama muridnya pulang dari sekolah. Keduanya melewati jalanan sepi dan perkebunan. Dalam perjalanan itu, mereka melihat sepsang sepatu lama, sepertinya milik seorang petani miskin yang sedang bekerja di kebun pinggir jalan itu. Karena sudah siang, niscaya petani itu juga akan beristirahat.

Tiba-tiba si Murid terpikir untuk mengerjain si Petani, “Pak, gimana jikalau kita sembunyikan sepatu itu di balik pohon? Kemudian kita bersembunyi, pasti seru tuh ketika menyaksikan petani itu resah.”

“Anakku, dilarang kita mencari hiburan di atas penderitaan orang lain. Apalagi itu orang miskin dan sedang letih karena bekerja. Kamu bisa menerima hiburan lebih besar bila seandainya kau memasukkan uang ke dalam sepatu petani itu. Kemudian, kita sembunyi di balik pohon untuk menyaksikan bagaimana keterkejutannya menyaksikan ada duit di dalam sepatunya,” Kata sang guru.

Si murid tertarik dengan wangsit sang guru. Akhirnya beliau menaruh duit di dalam sepatu petani itu. Mereka pun bersembunyi di balik pohon seberang jalan.

Tak usang kemudian petani itu datang. Wajahnya tampaksungguh lelah. Sepertinya sedang menanggung beban sedunia di atas pundaknya. Bajunya yang compang camping juga turut memperbesar derita. Tapi, dia masih bisa tersenyum. Dia pun menggunakan sepatu tuanya itu. Tiba-datang, ia merasa aneh. Ada sesuatu di ujung sepatunya sebelah dalam. Didorong rasa ingin tau, ia membuka sepatu dan mengambil benda itu. Ternyata, duit. Dia mengambil sepatu sebelah lagi. Ternyata di dalamnya juga terdapat uang.

Dia menyaksikan ke kiri dan kanan kemudian mengamati duit dan sepatunya itu; memastikan kalau ia tidak sedang bermimpi. Dalam pandangannya itu, tak terlihat ada seorang pun. Akhirnya, dia memasukkan uang itu ke dalam sakunya. Lantas, ia menjatuhkan diri seraya berlutut.

Sambil meneteskan air mata beliau berkata, “Ya Allah, cuma Engkaulah yang Maha Mengetahui. Hanya Engkaulah yang Tahu jika istriku sedang sakit dan anak-anakku sedang kelaparan. Engkaulah kawasan kami bersandar dan berharap. Terimakasih ya Allah atas apa yang Engkau berikan…” Dia terus menangis sambil tak henti memuji Allah Swt. Akhirnya ia bangun dan pulang dengan sarat harapan dan syukur.

Si murid melamun membisu. Dia tak kuasa menahan air matanya dikala menyaksikan peristiwa itu. Gurunya pun berkata, “Bukankah kamu lebih bahagia seperti ini? Daripada ilham pertamamu menyembunyikan sepatu?”

“Ya Pak, hari ini saya paham satu hal. Ketika memberi kita akan jauh lebih bahagia dibandingkan dengan saat mengambil.”

Sekarang yang perlu kita tahu yaitu: memberi ada beberapa macam. Memaafkan orang lain termasuk memberi, mendoakan orang lain tanpa sepengetahuannya termasuk memberi, mencari alasan untuk selalu mampu berhusnudhan pada siapa pun termasuk memberi, menjaga kehormatan orang lain dengan tidak menyebar aibnya juga tergolong memberi.

Ini beberapa jenis “memberi”. Supaya yang namanya “memberi” tidak dimonopoli oleh orang kaya yang banyak harta saja.


Editor: Pirman