Hakikat Kepemimpinan

A.    Hakikat Kepemimpinan
1.      Pengertian Kepemimpinan
Hampir setiap literatur-literatur wacana kepemimpinan menawarkan citra yang ideal wacana kepemimpinan. Hal ini dapat diketahui, alasannya masnusia membutuhkan kepemimpinan itu. Dan dari waktu ke waktu kepemimpinan menjadi acuan harapan dari manusia, sehingga dewasa ini problem kepemimpinan makin menarik perhatian banyak golongan utamanya dalam kajian komtemporer, sebab kepemimpinan memiliki dimensi yang luas.
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kepemimpinan adalah wacana memimpin; cara memimpin. Rebecca (dalam http://vianney-jkt.sch.id/a185m23s/ kepemimpinan-yang-efektif.html) kepemimpinan bisa dirumuskan sebagai kiat menghipnotis orang banyak supaya mau berhubungan memperjuangkan tujuan-tujuan yang ingin mereka capai. Rebecca kemudian menambahkan bahwa seoarng pemimpin ialah penggagas ke arah usaha bersama yang terorganisasi. Ia ialah biro atau pelaksana dari suatu kekuasaan yang menggunakan dirinya.
Berdasarkan paradigma tersebut mempengaruhi persepsi atau cara pandang kita perihal orang-orang yang menempati posisi istimewa dan menjadi boss untuk mempengaruhi orang banyak. Hal ini tidak terlepas dari karateristik kualitas IQ dan Emotional Inteligent seorang pemimpin selaku eksklusif yang luar biasa yang membedakannya dari insan-insan lain.
Kusnadi (2005:353) mengemukakan bahwa kepemimpinan tidak saja bermakna pemimpin dan mempengaruhi orang-orang, tetapi juga pemimpin terhadap perubahan dan sumber aspirasi serta motivasi bawahan.
Winardi (2000:47) mengartikan bahwa kepemimpinan ialah sebuah kesanggupan yang menempel pada diri seseorang yang memimpin, yang tergantung dari macam-macam, faktor-faktor intern maupun ekstern, diantaranya mencakup orang-orang; bekerja dari suatu posisi organisatoris; dan muncul dalam suatu suasana yang spesifik. Sehingga kepemimpinan timbul, jika ketiga aspek tersebut saling mensugesti satu sama lain adalah suasana dan posisi ada,              orang-orangnya juga ada.
Beberapa implikasi dari banyak sekali definisi ialah : (1) kepemimpinan melibatkan orang lain yaitu pengikut. Sebagai akhir dari kesediaan mendapatkan petunjuk dari seorang pemimpin. Anggota golongan harus dapat memahami status pemimpinnya yang memungkinkan proses kepemimpinan berjalan dengan baik. (2) Kepemimpinan melibatkan kekuasaan yaitu kesanggupan untuk memakai dampak artinya kesanggupan untuk mengganti sikap dan tingkah laku individu atau kalangan. (3) Kepemimpinan melibatkan pengaruh (influence) yaitu tindakan tingkah laku yang menimbulkan pergeseran perilaku dan tingkah laris individu dan kalangan.
Gitosudarmo dan Sudita (2000:127) mengartikan bahwa kepemimpinan merupakan aspek yang sungguh penting dalam menghipnotis prestasi organisasi, alasannya kepemimpinan ialah acara yang utama, untuk dicapainya tujuan organisasi. Dari pengertian ini kepemimpinan didefinisikan selaku salah satu proses mempengaruhi acara dari individu atau golongan untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
Dari definisi ini, nampak bahwa kepemimpinan yakni sebuah proses, bahwa orang yang meliputi aspek pemimpin pengikut dan aspek suasana untuk menciptakan prestasi dan kepuasan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kusnadi dkk (2005:354) bahwa : kepemimpinan ialah selaku langkah-langkah atau upaya untuk memotivasi atau mempengaruhi orang lain biar mau bekerja atau bertindak ke arah pencapaian tujuan organisasi yang sudah ditetapkan atau kepemimpinan merupakan langkah-langkah membuat sesuatu menjadi kenyataan.
Anoraga (2001:20) mengemukakan bahwa idealnya seorang pemimpin itu memegang kekuasaan sesuai dengan bidang dan kemampuan dan bakatnya. Sebab tanpa hal tersebut, seorang pemimpin akan menemui kesulitan dalam melaksanakan koreksi kepada dirinya sendiri, kesulitan mawas diri dan kesusahan membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sehingga secara rasional pemimpin dituntut kepandaiannya untuk memimpin jalannya asosiasi yang berada dalam wewenangnya sesuai dengan misi perkumpulan itu dibentuk secara bersama, contohnya suatu desa idealnya dipimpin oleh kepala desa
Berdasarkan pemahaman yang dikemukakan tersebut, esensi kepemimpinan adalah ”Kepengikutan”, dalam arti bahwa yang menyebabkan seseorang menjadi pemimpin ialah jika adanya kemauan orang lain untuk mengikutinya. Dengan demikian secara lazim dan sederhana kepemimpinan didefinisikan selaku seni atau proses mempengaruhi orang lain sedemikian rupa, sehingga mereka mau melaksanakan perjuangan atau impian perjuangan atau cita-cita untuk bekerja dalam rangka pencapaian sebuah tujuan.


2.      Teori-Teori Kepemimpinan
Kemampuan seseorang dalam mengadakan berbagai fungsi manajerial, sesungguhnya merupakan bukti yang paling positif dari efektivitasnya sebagai seorang pemimpin sehingga cukup umur ini banyak gaya yang dipakai untuk mengidentifikasi tipe-tipe kepemimpinan. Teori kepemimpinan intinya ada tiga ialah : (1) Trait theories, (2) Style theories, (3) Contingency theories.(Veryard Projects Ltd & Antelope Projects Ltd, dalam Robbin, 2002:1).
Teori Karakter ( Trait theories) ialah untuk menjadi seorang pemimpin, mesti memiliki kesanggupan : intelegensi (kemampuan mengerti dan memecahkan duduk perkara), abjad (inisiatif dan yakin diri), fisik, (sehat), klasifikasi sosial (jender, kelas sosial atau etnik). Robbins (2002:40) mengemukakan teori ciri kepemimpinan ini mencari ciri kepribadian, sosial, fisik, atau intelektual yang membedakan pemimpin dari bukan pemimpin.
Teori ini menjajal untuk mencari huruf yang konsisten dan unik yang berlaku secara universal yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang efektif. Karakter yang dimaksud meliputi ambisi dan energi, keinginan untuk memimpin, kejujuran dan integritas (keutuhan), yakin diri, kecerdasan, dan pengetahuan yang berhubungan dalam pekerjaan.
Style theories yaitu gaya kepemimpinan yang baik yakni mencakup : kepemimpinan yang autokratik (eksploitatif, partisipatif dan demokratif), mengumumkan, menjajakkan, mengikutsertakan, mendelegasikan.
Contingency theories yaitu teori ini versi kepemimpinan ada dua yakni : (1) style depends on circumstance yang berisikan : pemimpin bawahan yang menjalin kekerabatan, struktur tugas, tinggi rendahnya posisi dan otoritas kekuasaan. (2) gauge situasion favourableness yang berisikan : Pemimpin selalu berorientasi peran, orientasi anggota.
Gitosudarmo dan Sudita (2000:132) mengemukakan dasar dari pendekatan gaya kepemimpinan ini diyakini bahwa pemimpin yang efektif menggunakan gaya (style) tertentu untuk mengarahkan individu atau golongan untuk meraih tujuan tertentu. Teori ini pendekatannya lebih dipusatkan pada efektivitas pemimpin, yang menekankan pada dua gaya kepemimpinan yakni gaya kepemmpinan berorientasi tugas (task orientation) dan orientasi pada bawahan (employ orientation). Di mana orientasi tugas ialah sikap pimpinan yang menekankan bahwa tugas-tugas mesti dilakukan dengan baik dengan cara mengarahkan dan mengatur secara ketat bawahannya. Sedangkan orientasi bawahan yakni sikap pimpinan yang menekankan pada memberikan motivasi kepada bawahan dalam melakukan tugasnya dengan melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan tugasnya, dan membuatkan relasi yang bersahabat saling yakin dan saling menghormati diantara anggota kalangan. Teori kontingensi ini meliputi :
Robbins (2002:47) mengemukakan terdapat tiga dimensi kemungkinan suasana yang dapat mensugesti efektifitas kepemimpinan adalah :                       (1) Hubungan pemimpin dengan anggota meliputi tingkat doktrin, kepercayaan dan faktor bawahan kepada pemimpin. (2) Struktur tugas meliputi tingkat                   di mana peran pekerjaan terencana atau tidak berstruktur.  (3) Kekuasaan jabatan mencakup tingkat di mana seorang pemimpin mempunyai variabel seperti memberdayakan, memecat, mendisiplinkan, mengiklankan, serta memaksimalkan gaji.
Teori Situasional Hersey dan Blanchard yaitu teori yang memfokuskan kepada pengikut. Menurut teori ini bahwa kepemimpinan yang sukses dicapai dengan menentukan gaya kepemimpinan yang sempurna, bersifat tergantung pada kesiapan atau kedewasaan para pengikutnya. (Robbins, 2002:49) mengemukakan kepemimpinan situasional lebih menekankan pada pengikut yaitu pada kesiapan atau kematangan pengikut.
Menurut Paul Hersey dan Blachard (1995:34) mengemukakan bahwa korelasi antara pemimpin dengan bawahannya berjalan lewat 4 (empat) tahap menurut pertumbuhan dan kematangan bawahan ialah :
a.       Gaya Penjelasan (telling style) ialah pada ketika bawahan pertama kali memasuki organisasi, orientasi peran yang tinggi dan orientasi korelasi yang rendah paling tepat. Bawahan harus lebih banyak diberi perintah dalam pelaksanaan tugasnya dan diperkenalkan dengan aturan-hukum dan mekanisme organisasi.
b.      Gaya Menjual (selling style) yakni pada tahap ini bawahan mulai mempelajari peran-tugasnya. Kepemimpinan orientasi peran yang tinggi masih diharapkan, alasannya bawahan belum  bersedia menerima tanggung jawab yang sarat . Tetapi iktikad dan pinjaman pemimpin terhadap bawahan mampu meningkat. Di mana pemimpin mampu mulai memakai perilaku yang berorientasi korelasi yang tinggi.
c.       Gaya Partisipasi (participating style) ialah tahap ini kemampuan dan motivasi pestasi bawahan meningkat, dan bawahan secara aktif mulai mencari tanggung jawab yang lebih besar. Di mana perilaku pemimpin yaitu orientasi korelasi tinggi dan orientasi peran rendah.
d.      Gaya Pendelegasian (delegating style) yakni tahap ini bawahan secara berangsur-angsur menjadi lebih yakin diri, mampu mengarahkan diri sendiri, cukup berpengalaman, dan tanggung jawabnya dapat diandalkan. Di mana gaya pendelegasian yang tepat yaitu orientasi tugas dan korelasi rendah.
Teori jalur tujuan yaitu sikap seorang pemimpin dapat diterima baik oleh bawahan sejauh mereka pandang selaku suatu sumber dari atau kepuasan secepatnya atau kepuasan abad depan. Jadi hakekatnya teori ini yaitu tugas pemimpin untuk menolong pengikutnya dalam mencapai tujuan mereka, memperlihatkan arahan atau santunan yang dibutuhkan guna memutuskan apakah tujuan mereka sesuai dengan target keseluruhan kalangan atau organisasi.
Teori versi partisipasi pemimpin ialah suatu teori kepemimpinan yang memperlihatkan seperangkat hukum untuk menentukan ragam dan banyaknya pengambilan keputusan partisipatif dalam suasana-situasi yang berlawanan. (Robbins, 2002:55). Model partisipasi pemimpin mengandalkan bahwa pemimpin dapat menyesuaikan dirinya dengan suasana yang berlainan.
Teori atribusi pemimpin ialah bahwa kepemimpinan semata-mata sebagai atribusi yang dibuat orang tentang individu-individu lain. Atribusi-atribusi yang dimaksud seperti kecerdasan, kepribadian ramah-tamah keterampilan lisan yang berpengaruh, keagresifan, pengertian dan kerajinan. Salah satu tema yang menarik dalam teori atribusi kepemimpinan yakni persepsi bahwa kepemimpinan yang efektif umumnya dinggap konsisten dalam keputusan mereka.
Teori kepemimpinan kharismatik, yakni para pengikut membuat atribusi (penghubungan) dari kesanggupan pemimpin yang heroik atau hebat jika mereka mengamati sikap-perilaku tertentu. Menurut House, seorang pemimpin kharismatik memiliki dampak yang dalam dan tidak hebat terhadap pengikut, mereka merasakan bahwa dogma-kepercayaan pemimpin tersebut yaitu benar maka mereka menerima pemimpin tersebut tanpa mempertanyakan lagi, mereka tunduk kepada pemimpin  dengan bahagia hati, mereka merasa sayang terhadap pemimpin tersebut, mereka terlibat secara emosional dalam misi golongan atau organisasi dan mempunyai tujuan-tujuan kinerja tinggi.
Teori transaksional musuh transformasional adalah memandu atau memotivasi pengikut mereka ke arah tujuan yang telah ditetapkan dengan memperjelas tugas dan permintaan peran, sedangkan kepemimpinan transaksional, pemimpin memperlihatkan pendapatdan rangsangan intelektual perorangan, dan memiliki kharisma. Pemimpin mentransformasi dan memotivasi para pengikut dengan jalan membuat mereka lebih sadar perihal pentingnya hasil-hasil sebuah pekerjaan, mendorong mereka untuk lebih mementingkan organisasi daripada diri sendiri dan mengaktifkan keperluan-keperluan mereka pada yang lebih tinggi.
Teori kepemimpinan visioner yaitu kemampuan untuk membuat dan mengartikulasikan suatu visi yang atraktif, terpercaya, realistik tentang kala depan sebuah organisasi atau sebuah unit organisasi yang terus berkembang dan membaik pada saat ini.
Teori kepemimpinan situasional didasarkan atas hubungan antara kadar bimbingan dan instruksi (perilaku peran), kadar relasi sosio emosional (perilaku hubungan), level kesiapan (kematangan). Dengan demikian kepemimpinan memiliki tiga dimensi yakni sikap peran, perilaku korelasi dan kematangan anggota. Perilaku tugas  diartikan sebagai kadar sejauhmana pemimpin menyediakan aba-aba terhadap pengikut. Arahan yang dimaksud mencakup apa yang mesti dijalankan, kapan dimana melakukannya, cara melaksanakan pekerjaan. Sedangkan sikap hubungan diartikan kadar sejauhmana pemimpin melakukan relasi dua arah dengan pengikut. Pemimpin dalam hal ini menawarkan perlindungan, dorongan, memberikan kemudahan terhadap pengikutnya. Dengan demikian pemimpin secara aktif menyimak dan memberikan perlindungan kepada upaya pengikut dalam melaksanakan pekerjaan mereka (Gibson, 1992 : 124).
Kombinasi dari perilaku peran dan sikap relasi menciptakan gaya kepemimpinan situasional sebagai berikut :
a.       Telling (mengumumkan) yakni gaya bagi pengikut yang mempunyai tingkat kematangan yang rendah. Maksudnya orang-orang tidak memiliki kesanggupan dan kemauan memikul tanggung jawab untuk melakukan sesuatu adalah tidak kompoten atau tidak percaya. Peran pemimpin dalam hal ini menawarkan arahan, suvervisi. Gaya ini dicirikan oleh sikap pemimpin yang menetapkan peranan dan memberitahu orang-orang ihwal apa, bagaimana, kapan, dan dimana melakukan peran.
b.      Selling (menjajakan) gaya ini diterapkan bagi pengikut yang mempunyai tingkat kematangan rendah ke sedang, orang-orang tidak memiliki kesanggupan tetapi juga mau memikul tanggung jawab untuk melakukan sesuatu peran adalah percaya namun kurang memilki keahlian. Hal ini disebut “Menjajakan” sebab pemimpin menawarkan hampir seluruh aba-aba. Tetapi lewat komunikasi dua arah dan penjelasan, dibutuhkan pengikut turut mengambil bagian dalam perilaku yang dikehendaki.
c.       Participating “mengikutsertakan” gaya kepemimpinan ini dipraktekkan bagi pengikut yang memiliki tingkat kematangan dari sedang ke tinggi. Orang-orang pada tingkat kematangan ini mempunyai kemampuan tetapi tidak mau melaksanakan hal-hal yang dikehendaki pemimpin. Disebut Participating artinya pemimpin dan pengikut mengembangkan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan, dan peranan pemimpin dalam hal ini adalah membuat lebih mudah dalam berkomuniksi dengan pengikut
d.      Delegation (mendelegasikan) ialah gaya kepemimpinan yang diterapkan bagi pengikut yang memiliki tingkat kematangan yang tinggi. Orang-orang dengan tingkat kematangan mirip ini mempunyai kemauan dan kemampuan atau iktikad untuk memikul tanggung jawab. Pada gaya ini kode dan sumbangan pemimpin yaitu rendah, pemimpin menyerahkan tanggung jawab melakukan planning kepada pengikut yang masak untuk melaksanakan sendiri pekerjaan.
Makara pementingan sikap kepemimpinan situasional yaitu pada acuan membangun hubungan antara pemimpin dan bawahannya. Sebagai pemimpin kepala desa menurut teori kepemimpinan situasional idealnya mengedepankan kebiasaan mendengar, berkomunikasi multi arah, memfasilitasi, mengklarifikasi, dan menawarkan perlindungan sosial atau emosional terhadap  masyarakatnya.
Menurut Robbins (1996:52) ketepatan penerapan gaya kepemimpinan didasarkan pada tingkat kematangan (maturity) atau kesiapan (readiness) para pengikut ialah kemampuan dan kemauan (ability and willingness) para pengikut dalam hal ini memikul tanggung jawab untuk mengarahkan perilaku para pengikut itu sendiri. Kematangan para pengikutnya terdiri dari : (1) Kematangan rendah, dalam hal ini pengikut tidak mempunyai kemampuan dan kemauan untuk memikul tanggung jawab. (2) Kematangan rendah ke sedang, artinya anggota tidak mempunyai kesanggupan akan tetapi mempunyai harapan untuk memikul tanggung jawab. (3) Kematangan sedang ke tinggi, dalam hal ini anggota mempunyai kemampuan akan tetapi tidak memiliki kemauan untuk memikul tanggung jawab. (4) Kematangan tinggi, artinya anggota memiliki kesanggupan dan kemauan untuk memikul tanggung jawab.
Berbicara tentang kepemimpinan, hal yang perlu dipertimbangkan yakni kesuksesan seorang pemimpin untuk mencapai tujuan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh  Robbins (1996:50) bahwa kepemimpinan yang berhasil diraih dengan menentukan gaya yang sempurna, tergantung pada kesiapan dan kedewasaan para pengikutnya. Dalam kepemimpinan situasional, variabel situasional dititik beratkan pada perilaku seorang pemimpin dalam keterkaitannya dengan pengikut, yang didasarkan pada pendekatan  pengarahan (sikap peran), bantuan sosio emosional (sikap korelasi), dan tingkat kematangan pengikut.
B.     Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas Kepemimpinan Dalam Manajemen Pendidikan
Pemimpin pada hakikatnya ialah seorang yang mempunyai kesanggupan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan memakai kekuasaan. Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mensugesti bawahannya sehubungan dengan peran-peran yang mesti dilaksanakan. Pada tahap tunjangan tugas pemimpin harus memperlihatkan suara isyarat dan tutorial yang jelas, agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya mampu dengan mudah dan hasil yang diraih sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dengan demikian kepemimpinan meliputi distribusi kekuasaan yang tidak sama di antara pemimpin dan anggotanya. Pemimpin memiliki wewenang untuk mengarahkan anggota dan juga dapat memperlihatkan dampak, dengan kata lain para pemimpin tidak cuma mampu memerintah bawahan apa yang harus dilaksanakan, tetapi juga dapat mempengnaruhi bagaimana bawahan melaksanakan perintahnya. Sehingga terjalin suatu kekerabatan sosial yang saling berinteraksi antara pemimpin dengan bawahan, yang kesudahannya terjadi sebuah relasi timbal balik. Oleh karena itu bahwa pemimpin dibutuhkan mempunyai kemampuan dalam menjalankan kepemimpinannya, kareana jika tidak memiliki kesanggupan untuk memimpin, maka tujuan yang ingin diraih tidak akan mampu tercapai secara optimal
Dalam melakukan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Jodeph Reitz (dalam Nanang, 2003:24) selaku berikut : (1) Kepribadian (personality), pengalaman era kemudian dan cita-cita pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya kepemimpinan; (2) Harapan dan sikap atasan; (3) Karakteristik, cita-cita dan sikap bawahan menghipnotis kepada apa gaya kepemimpinan;                        (4) Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan mempengaruhi gaya pemimpin. (5) Iklim dan kebijakan organisasi mempengaruhi cita-cita dan sikap bawahan. (6) Harapan dan sikap rekan.
Berdasarkan aspek-aspek tersebut, maka jelaslah bahwa keberhasilan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh aspek-aspek yang dapat menunjang untuk berhasilnya sebuah kepemimpinan, oleh karena itu suatu tujuan akan tercapai jika terjadinya keserasian dalam kekerabatan atau interaksi yang bagus antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam korelasi social dengan sikap-perilaku korelasi manusiawi.
Selanjutnya peranan seorang pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh Kartono (http://kawakib06.multiply.com/journal/item/6/Makalah-Kepemimpinan-dalam-Manajemen-Pendidikan), sebagai berikut : (1) Sebagai pelaksana (executive); (2) Sebagai perencana (planner); (3) sebagai spesialis (expert);                  (4) Sebagai mewakili golongan dalam tindakannya ke luar (external group representative); (5) Sebagai memantau relasi antar anggota-                           anggota kelompok (controller of internal relationship); (6) Bertindak selaku                    pemberi gambaran/pujian atau eksekusi (purveyor of rewards and punishments);                     (7)  Bertindak selaku wasit dan penengah (arbitrator and perantara); (8)      Merupakan bagian dari kelompok (exemplar); (9) Merupakan lambing dari pada kelompok (symbol of the group); (10)  Pemegang tanggung jawab para anggota kelompoknya (surrogate for perorangan responsibility); (11) Sebagai pencipta/mempunyai cita-cita (ideologist); (12) Bertindak sebagai seorang ayah (father figure); (13) Sebagai kambing hitam (scape goat).
Berdasarkan dari peranan pemimpin tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan mesti memiliki peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin mempunyai peran yang embannya, adalah sebagai berikut :              (1) Menyelami keperluan-keperluan kelompok dan harapan kelompoknya;             (2) Dari impian itu mampu dipetiknya kehendak-keinginanyang realistis dan yang benar-benar mampu diraih; (3)  Meyakinkan kelompoknya perihal apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang kongkret dan mana yang bantu-membantu merupakan imajinasi.
Tugas pemimpin tersebut akan berhasil dengan baik bila setiap pemimpin memahami akan peran yang harus dilaksanakannya. Oleh alasannya itu kepemimpinan akan terlihat dalam proses di mana seseorang mengarahkan, membimbing, menghipnotis dan atau menguasai fikiran-asumsi, perasaan-perasaan atau tingkah laku orang lain.
Untuk keberhasilan dalam pencapaian suatu tujuan dibutuhkan seorang pemimpian yang efektif, di mana ia mengerti akan peran dan kewajibannya selaku seorang pemimpin, serta melaksanakan peranannya selaku seorang pemimpin. Di samping itu pemimpin mesti menjalin korelasi kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya situasi kerja yang menciptakan bawahan merasa aman, tentram, dan mempunyai sebuah kebebsan dalam berbagi gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang sudah ditetapkan.
C.    Strategi Kepemimpinan Yang Efektif
Kepemimpinan ialah acara untuk mempengaruhi perilaku orang lain supaya mereka mau diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Disini dapat ditangkap sebuah pemahaman bahwa kalau seseorang sudah mulai berkeinginan untuk mensugesti sikap orang lain, maka di sini acara kepemimpinan itu sudah dimulai.
Banyak sekali faktor yang harus dipertimbngkan untuk menciptakan kepemimpinan yang efektif. Berbagai aspek yang perlu diperhitungkan tersebut biasanya sungguh susah untuk diukur dan sebagian lagi sungguh susah pula untuk diketahui.
Kusnadi, dkk (2005:354) menyatakan bahwa di dalam mengembangkan profil kepemimpinan, maka sangat penting untuk mengamati posisi pemimpin di dalam organisasi. Asumsi apa yang hendak dipegang oleh pemimpin dalam mengurus anak buahnya di dalam organisasi agar mau bekerja secara efektif dan efisien
Dalam kedudukannya sebagai pemimpin di dalam kelompok sosial termasuk penduduk , seorang pemimpin akan dituntut oleh beberapa hal, yang meliputi kumpulan tugas yang kompleks, dan demikian pula fungsinsya. Dalam keluasan fungsi dan tugas, seorang pemimpin mampu mewakilkan wewenang dan tanggung jawab kepada para pengikutnya, sesuai dengan kedudukan yang ada dan berlaku.
Dalam relevansinya dengan sikap pemimpin ini, Goleman (2003:2, ) menerangkan ada dua hal yang biasanya dilaksanakan olehnya kepada pengikut, adalah : sikap mengarahkan dan perilaku mendukung. Perilaku mengarahkan hanya dalam komunikasi satu arah, sedangkan sikap mendukung diartikan dalam komunikasi dua arah. Oleh alasannya fungsi kepemimpinan yang biasa yaitu membuat keputusan, maka gaya kepemimpinan tersebut akan terlihat bila diterapkan dalam hal melakukan pengerjaan keputusan. Posisi kontrol atas pemecahan duduk perkara atau pembuatan keputusan dipegang bergantian antara pemimpin dan bawahannya, sehingga performa, bobot, dan perilakunya diminati dan diterima oleh bawahannya. Bawahan menyukainya dan menganggapnya selaku sumber gosip, dan kawasan bertanya. Pemimpin sering mendiskusikan problem gotong royong bawahan, sehingga tercapai janji. Pembuatan keputusan didelegasikan terhadap bawahan. Sumber kekuasaan yang ada padanya kekuasaan keterampilan dan berita.
Demikianlah inti pokok obrolan kepemimpinan dalam hubungannya dengan kekuasaan. Kedua istilah ini pemimpin atau kepemimpinan dengan kekuasaan mempunyai relevansi yang sukup tinggi. Kepemimpinan adalah suatu proses untuk menghipnotis perilaku orang lain. Untuk mempengaruhi memerlukan kekuasaan. Sedangkan kekuasaan itu sendiri ialah potensi imbas dari seorang pemimpin.
Anoraga (2001:22) mengemukakan bahwa pemimpin mempunyai peran untuk memimpin dan mengatur hal-hal rincian dan spesifik, juga dia mengontrol kekerabatan internal di dalam kelompoknya, sebab pada dasarnya dalam suatu kalangan manusia selalu menyelenggarakan interaksi. Pemimpin memiliki peran untuk menjadi pengamat dan pengendali kelancaran kekerabatan-relasi yang terjadi. Melalui kelancaran dan kebaikan kekerabatan-kekerabatan antar insan, kecakapan untuk mengadakan komunikasi dan mendidik, kecakapan sosial, serta kesanggupan teknis yang meliputi penganalisass suasana menjadi tuntutan bagi dirinya selaku pemimpin.
Di dalam kedudukan sebagai seorang pemimpin, pengaruh kondisi sekitar tetap tidak mampu dilepaskan sama sekali, baik pengaruh dari dalam, maupun dampak dari luar kalangan atau organisasinya. Atas efek-dampak  yang ada, maka dalam pengerjaan kebijakan akan terdapat tiga sumber penting. Sebagaimana yang dikemukakan Anoraga (2001:23)  yaitu : (1) Bersumber dari pihak yang lebih berkuasa, termasuk di dalamnya hukum-hukum yang berada               di luar kelompoknya akan namun tetap menawarkan imbas terhadap kehidupan kelompoknya, (2) Bersumber dari pihak bawahan, bagaiman juga bawahan selaku pengikut, tetap memegang peran yang tidak kecil dalam menentukan pencapaian tujuan bareng , (3) Bersumber dari dirinya sebagaipemimpin, maka sebagai seorang pemimpin otonomi dipegangnya untuk menetapkan keputusan tentang sebuah kebijakan yang hendak diambil.
Dari pertimbangan tersebut dapat dikatakan bahwa lewat wewenang yang luas, pemimpin mempunyai ruang gerak yang luas pula. Ketajaman pandangan pengikut terhadap pimpinannya bukan merupakan hal yang hebat. Sorotan dan penilaian terhadap diri pemimpin mampu terjadi. Sejauh itu pula kebaikan dan keburukan yang dikerjakan pimpinan menjadi perhatian para pengikut. Terlepas dari baik dan jelek, tentunya sikap, tindak dan cara dari seseorang pemimpin, diperlukan dapat dijadikan acuan atau contoh untuk ditiru dan diikuti oleh para pengikutnya. Tingkat penilaian yang dihasilkan oleh para pengikut, dapat mencerminkan akan kebaikan atau keburukan kalangan secara keseluruhan. Atas dasar pandangan-pandangan ini pemimpin sebagaitokoh dengan tingkat wewenang yang tinggi mendapatkan evaluasi dari para pengikut lewat pencerminannya, maka mampu dianggap bahwa seorang pemimpin meraih menempati kedudukan selaku lambang dari kelompoknya. Cap kepada golongan secara menyeluruh, dapat muncul dan terbentuk dari cap yang diterapkan terhadap pimpinannya secara tersendiri.
Dalam kondisi yang demikian turut memegang peran dalam dilema kedudukan seorang pemimpin. Kesediaannya mendapatkan kesalahan turut memegang tugas dalam problem kedudukan sebagai pemimpin. Mengakui kesalahan tidak berarti pula menurunkan derajat pimpinan, melainkan menaikkan tingkat derajat seorang pemimpin, daripada mencari alasan-alasan yang tidak masuk akal cuma untuk menutupi kesalahan yang memang salah.
Anoraga (2001:24) berpendapat bahwa kecakapan-kecakapn yang diharapkan untuk menjadi seorang pemimpin, tidak terlepas pula dari masalah kepribadian itu sendiri. Masalah kepribadian pemimpin, mempunyai kemungkinan pula untuk dibuat dalam diri setiap orang, demikian dengan kecakapan-kecakapan yang diharapkan untuk menjadi pemimpin.
Dengan demikian peran-tugas dari seorang pemimpin seperti disebutkan di atas, mampu dikatakan sebagai sebuah bagian terkecil dari tunututan-tuntan yang timbul terhadap dirinya. Peran-peran itupun menuntut pula berbagai persoalan yang menyangkut kecakapan dan kesanggupan, serta kepribadian tertentu yang kompleks sifatnya. 
John Kotter, (dalam ) menyampaikan bahwa kepemimpinan yang efektif pada tingkat manajemen senior membutuhkan pengetahuan yang luas wacana dunia usaha, kedekatan dengan bawahan, reputasi yang tak tercela, mempunyai pengalaman yang berpengaruh, integritas yang tinggi, enerjetik dan memiliki kemauan yang keras untuk memimpin. Pemimpin tipe-tipe ini, juga mesti mampu mengantisipasi kondisi yang mau datang, membangun gambaran budaya korporat, serta bisa mengembangkan motivasi dan partisipasi yang optimal. Untuk menjadi pemimpin yang efektif                di era mendatang diharapkan kriteria yang lebih komplek
Untuk menjembatani antara keberhasilan sesaat dan keefektifan jangka panjang, Seorang pemimpin  mesti berbagi 3 (tiga) kesanggupan dalam bekerja sama dengan sejumlah orang. Kemampuan ini sangat penting bagi seorang manager di tempat kerja, orang tua di rumah, ataupun guru saat mengajar                 di kelas. Karena itu, jenis kemampuan yang dibutuhkan para pemimpin yang efektif dalam mempengaruhi sikap orang lain dan berafiliasi dengan orang lain ialah : (1) Pemahaman perilaku di waktu yang kemudian; (2)  Memperkirakan sikap di kala mendatang; (3) Memimpin, mengganti dan mengatur sikap.
Dari sini, mampu dilihat bahwa tanpa acara, memimpin, mengubah dan mengendalikan perilaku bawahan, maka seorang bawahan akan bersikap terus selamanya seperti di abad lampaunya. Organisasi yang sukses memiliki suatu siri utama yang membedakannya dengan organisasi yang tidak berhasil yaitu kepemimpinan yang dinamis dan efektif.
Kepemimpinan yang konsisten memberikan keteladanan dalam menghipnotis orang lain bermakna menunjukkan daya dorong untuk memotivasi dirinya dalam membangun integritas, yang secara tak langsung mendorong orang lain untuk memahami secara mendalam prinsip dalam menumbuh kembangkan integritas yang kita sebut dengan prinsip pertama yakni menumbuh kembangkan kepercayaan dan akidah dalam mengganti kesadaran inderawi ke tingkat yang lebih baik ; prinsip kedua ialah memberi saling menghormati dan menghargai orang lain ; prinsip ketiga adalah memiliki kemampuan dalam kedewasaan rohaniah, sosial, emosional dan intelektual.

Dengan pemahaman itu diharapkan menjadi daya dorong untuk bersikap dan bertingkah bahwa “dapatkah kepemimpinan anda dan pengikutnya meraih kesuksesan untuk tetap mempunyai “integritas” dalam perjuangan-perjuangan membangun budaya organisasi yang besar lengan berkuasa selaku wahana untuk melaksanakan transformasi dalam perubahan sikap dan sikap untuk mengikat diri kita bareng dan membangkitkan jiwa kepuasaan di dalam diri kita.