Hak-Hak Narapidana Penderita Hiv/Aids Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Perihal Pemasyarakatan

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pidana penjara merupakan salah satu jenis sanksi pidana yang paling sering dipakai selaku sarana untuk mengatasi problem kejahatan. Penggunaan pidana penjara selaku sarana untuk menghukum para pelaku tindakan melawan hukum gres dimulai pada tamat abad ke-18 yang bersumber pada faham individualisme dan gerakan perikemanusiaan, maka pidana penjara ini semakin memegang peranan penting dan menggeser kedudukan pidana mati dan pidana badan yang dipandang kejam.
Sistem pemasyarakatan yang dianut oleh Indonesia, dikontrol dalam Undang-undang No. 12 Tahun 1995, hal ini merupakan pelaksanaan dari pidana penjara, yang merupakan pergantian ilham secara yuridis filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi ke metode pemasyarakatan. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada komponen balas dendam dan penjeraan yang diikuti dengan forum “rumah penjara” secara berangsur-angsur dipandang sebagai sebuah metode dan fasilitas yang tidak sejalan dengan rancangan rahabilitasi dan reintegrasi sosial, agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak kriminal dan kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga, dan lingkungannya.
Sistem pemasyarakatan merupakan satu rangkaian kesatuan penegakan aturan pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak mampu dipisahkan dari pengembangan konsepsi umum perihal pemidanaan.
Narapidana bukan saja objek melainkan juga subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang ketika-waktu mampu melaksanakan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak mesti diberantas. Yang mesti diberantas adalah faktor-aspek yang mampu dikenakan pidana. Pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan narapidana atau anak pidana semoga menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat terhadap hukum, menujunjung tinggi nilai-nilai susila, sosial dan keagamaan, sehingga tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan damai.
Menyadari hal tersebut maka sudah semenjak lama metode pemasyarakatan Indonesia lebih ditekankan pada faktor training narapidana, anak bimbing Pemasyarakatan, atau klien Pemasayarakatan yang mempunyai ciri-ciri preventif, kuratif, rehabilitatif, dan edukatif.
Meskipun sistem pemasyarakatan selama ini telah dikerjakan, namun berbagai masalah narapidana sering menjadi sorotan media massa, seperti meninggalnya para narapidana yang dilatarbelakangi aneka macam masalah. Seperti yang terjadi di LP Narkotika Cipinang, Kamis, 5 September 2013 yang lalu bahwa ada narapidana yang meninggal dunia di LP Cipinang dikarenakan menderita HIV/AIDS.
Hal ini terjadi disebabkan kurang maksimalnya upaya penanganan bagi narapidana yang menderita HIV/AIDS dari pihak LP. Hak-hak narapidana tidak dipenuhi sesuai aturan yang ada, tata cara pembinaan yang kurang tepat sasaran dan berbagai aspek yang lain.Tidak menutup kemungkinan hal tersebut bisa terjadi di LP Tanjung Gusta Medan, karena menurut hasil wawancara dengan petugas LP Tanjung Gusta Medan ada beberapa narapidana yang menderita penyakit HIV/AIDS.
Mengenai pembinaan dan perawatan narapidana dikelola dalam Pasal 51 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 wacana Pemasyarakatan, ialah:
1.    Wewenang, peran, dan tanggung jawab perawatan tahanan ada pada Menteri.
2.    Ketentuan tentang syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan wewenang, peran, dan tanggung jawab perawatan tahanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikelola lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Sedangkan Peraturan Pemerintah yang mengendalikan perihal perawatan kesehatan tahanan/narapidana dikontrol dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 wacana Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Dalam Pasal 14 diterangkan bahwa setiap narapidana dan anak ajar pemasyarakatan berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang layak.
Sedangkan dalam Keputusan Menteri Nomor 31 Tahun 1990 Bab VII point B menerangkan bahwa “tahanan yang berpenyakit menular mesti dikarantinakan dan dibuatkan catatan wacana penyakitnya, demikian juga terhadap tahanan yang berpenyakit lain dicatat dalam buku khusus untuk keperluan tersebut (Register G).
Dari uraian tersebut diatas saya terpesona untuk menggali lebih dalam tentang hak-hak narapidana penderita HIV/AIDS dengan menuangkannya dalam sebuah observasi hukum dengan judul: HAK-HAK NARAPIDANA PENDERITA HIV/AIDS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN(Studi Di Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan).
1.    Rumusan Masalah
Permasalahan ialah dasar dari sebuah kerangka pedoman sehingga adanya urusan tersebut,  maka dari itu dirumuskan beberapa masalah yang menjadi pokok pembahasan dalam skripsi ini. Permasalahan tersebut yakni sebagai berikut:
  1. Bagaimanakah pengaturan aturan wacana hak-hak narapidana penderita HIV/AIDS?
  2. Bagaimana pelaksanaan pembinaan narapidana penderita HIV/AIDS di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan?
  3. Apa sajakah hak-hak narapidana penderita HIV/AIDS di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan?
  Hak-Hak Narapidana Penderita Hiv/Aids Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Wacana Pemasyarakatan

2.    Faedah Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diperlukan mampu berfaedah secara teoritis dan mudah, yaitu:
  1. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur di bidang hukum utamanya bagi training narapidana penderita HIV/AIDS.
  2. Secara simpel, melalui observasi ini dibutuhkan dapat menjadi sumbangsih pemikiran dan masukan bagi mahasiswa fakultas hukum, civitas akademika, praktisi aturan, dan masyarakat luas pada umumnya, serta mengembangkan pengetahuan dalam pengembangan wawasan bagi peneliti akan problem yang diteliti.

B.  Tujuan Penelitian
Adapun tujuan observasi yang dikemukakan dalam penelitian ini ialah:
  1. Untuk mengetahui pengaturan hukum tentanghak-hak narapidana penderita HIV/AIDS.
  2. Untuk mengetahui pelaksanaan training narapidana penderita HIV/AIDS di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan.
  3. Untuk mengenali hak-hak narapidana penderita HIV/AIDS di Lembaga Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan.

                                                     
C.  Metode Penelitian
Guna memudahkan dan mendapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria penulisan skripsi sebagai sebuah karya ilmiah, maka dibutuhkan suatu observasi yang optimal yang memerlukan kecermatan, kecermatan dan perjuangan gigih. Seiring dengan topik judul dan juga problem yang diangkat, maka penulisan akan memakai metode observasi sebagai berikut:
1.    Sifat/Materi Penelitian
Berdasarkan penelitian judul dan rumusan dilema, sifat observasi yang dilakukan tergolong dalam klasifikasi penelitian HukumEmpirisatau observasi hukum riset ke lapangan.Metode pendekatan yang digunakan dalam observasi ini yaitu pendekatan kualitatif.
2.    Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari data Primer dan data Sekunder. Data Primer adalah data berupa informasi-keterangan yang berasal dari pihak yang terlibat dalam objek observasi ini untuk memperjelas data sekunder, yakni hasil dari wawancara yang dilaksanakan di Lapas Kelas I Tanjung Gusta Medan. Data sekunder yakni data yang diperoleh dari materi-bahan kepustakaan. Data sekunder yang dimaksudkan dalam penelitian ini bersumber pada:
  • Bahan hukum primer adalah aturan yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-seruan. Dalam penelitian ini materi aturan primer bersumber dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
  • Bahan hukum sekunder, yakni bahan perpustakaan yang berisikan gosip wacana bahan hukum primer yang berbentukbuku-buku, hasil observasi, karya ilmiah dari kalangan aturan serta yang berupa hasil penelitian yang ada relevansinya dengan training narapidana penderita HIV/AIDS.
  • Bahan hukum tersier atau materi penunjang, adalah bahan yang menunjukkan isyarat maupun penjelasan terhadap materi hukum primer dan sekunder yang berbentukkamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal ilmiah lainnnya.
  Pemikiran Penulisan Tesis

3.    Alat Pengumpul Data
Pengumpul data dalam penelitian ini dikerjakan dengan 2 (dua) cara yakni sebagai berikut:
  1. Wawancara untuk mengenali atau mendapatkan usulan yang lebih mendalam wacana bahan observasi.
  2. Penelitian kepustakaan (Library Research) dijalankan untuk mengumpulkan data skunder dengan membaca dan memahaminya.

4.    Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dalam observasi ini sebelum dianalisis, apalagi dulu data yang diperoleh dikumpulkan, dikualifikasi sesuai dengan kelompok pembahasan, dianalisis secara mendalam berikutnya hasil analisis dideskripsikan lalu ditarik kesimpulan secara deduktif yang merupakan balasan dari perumusan persoalan yang diteliti sesuai dengan tujuan penelitian tersebut.
D.  Definisi Operasional
Adapun pemahaman definisi dalam skripsi ini yaitu definisi analitis. Definisi analitis, adalah definisi yang ruang lingkupnya luas, akan tetapi sekaligus menawarkan batas-batas yang tegas, dengan cara memberikan ciri-ciri khas dari perumpamaan yang ingin didefinisikan.[4]
Defenisi operasional atau kerangka desain yakni kerangka yang menggambarkan korelasi antara definisi-definisi/desain-konsep khusus yang mau diteliti.[5] Definisi operasional ini memiliki kegunaan untuk menghindari perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dari suatu ungkapan yang digunakan. Oleh karena itu untuk menjawab persoalan yang ada dalam observasi ini harus diberikan beberapa definisi dasar, agar secara operasional mampu diperoleh hasil penelitian yang cocok dengan tujuan yang telah ditentukan antara lain:
  1. Hak ialah segala sesuatu yang harus ditemukan oleh setiap orang yang telah ada sejak lahir bahkan belum lahir.[6] Yaitu segala sesuatu yang mesti didapatkan seorang narapidana dikala dia berada dalam Lembaga Pemasyarakatan(LAPAS).
  2. Narapidana adalahterpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).
  3. Penderita HIV/AIDS adalahorang yang menderita (kesulitan, sakit) sebab terinfeksi oleh virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan virus yang mampu melemahkan kekebalan tubuh pada manusia.
  4. Pemasyarakatan adalah aktivitas untuk melaksanakan training warga binaan pemasyarakatan menurut sistem, kelembagaan, dan cara pelatihan yang merupakan bab akhir dari metode pemidanaan dalam peradilan pidana.
>>>>>>>selanjutnya klik dibawah<<<<<<<