Berikut ini hadits Arbain Nawawi 15, klarifikasi & fiqih atau kandungan haditsnya. Arbain Nawawi (الأربعين النووية) ialah kumpulan hadits pilihan yg disusun oleh Imam An Nawawi rahimahullah. Jumlahnya cuma 42 hadits, tetapi mengandung pokok-pokok fatwa Islam.
Daftar Isi
Arbain Nawawi ke-15 & Terjemah
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa beriman pada Allah & hari final, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barangsiapa beriman pada Allah & hari tamat, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman pada Allah & hari simpulan, hendaklah ia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari & Muslim)
Penjelasan Hadits
Sebagaimana hadits Arbain Nawawi ke-11, hadits ke-15 ini pula diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Beliau memang paling banyak meriwayatkan hadits.
Hadits ini mengumpulkan budbahasa mulia seorang muslim terhadap orang lain, terutama terhadap tetangga & tamunya. Perbuatannya pada orang lain dikaitkan erat dgn keimanannya. Imam Muslim memasukkan hadits ini dlm Kitab Iman, meneguhkan bahwa iman itu keyakinan & tindakan. Orang yg imannya tepat, pastilah ia mempertahankan lisan, memuliakan tetangga & memuliakan tamu.
Kata liyashmut (ليصمت) terambil dr kata shamata (صمت) yg artinya membisu.
Kata jaar (جار) artinya ialah tetangga. Ibnu Hajar Al Asqalani dlm Fathul Bari menerangkan, batas-batas tetangga ialah semua orang yg menempati 40 rumah dr rumah kita. Baik ke kanan, ke kiri, ke belakang, maupun ke depan.
Sebagian ulama bahkan berpendapat tetangga yaitu siapa saja yg tinggal satu kampung dengannya. Hal ini menurut firman Allah yg mengisyaratkan seluruh penduduk Madinah sebagai tetangga.
لَئِنْ لَمْ يَنْتَهِ الْمُنَافِقُونَ وَالَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ وَالْمُرْجِفُونَ فِي الْمَدِينَةِ لَنُغْرِيَنَّكَ بِهِمْ ثُمَّ لَا يُجَاوِرُونَكَ فِيهَا إِلَّا قَلِيلًا
“Jika orang-orang munafik, orang-orang yg berpenyakit dlm hatinya & orang-orang yg menyebarkan kabar bohong di Madinah (dari menyakitimu) tak menghentikan aksinya, niscaya Kami perintahkan ananda (untuk memerangi) mereka, kemudian mereka tak menjadi tetanggamu (di Madinah) melainkan dlm waktu yg sebentar.” (QS. Al-Ahzab: 60)
Kata dlaif (ضيف) artinya yaitu tamu. Yakni orang yg datang ke rumah kita, utamanya yg berasal dr luar kota atau luar tempat. Sedangkan orang sekampung yg tiba ke tempat tinggal kita mempunyai ungkapan tersendiri yakni zaa-ir (زائر). Meskipun demikian keduanya tetap harus dimuliakan.
Baca juga: Ayat Kursi
Kandungan Hadits & Pelajaran Penting
Hadits ini mengandung banyak pelajaran penting. Terutama etika dasar seorang mukmin dlm berinteraksi dgn sesama manusia (hablun minan nas).
Ibnu Hajar Al Asqalani mengatakan bahwa hadits ini pula termasuk jawami’ul kalim. Mencakup tiga hal yg mengumpulkan berbagai susila terpuji baik dlm ucapan maupun tindakan.
Berikut ini poin-poin utama kandungan hadits Arbain Nawawi ke-15:
1. Bukti Kesempurnaan Iman
Iman bukan cuma keyakinan. Iman itu kepercayaan dlm hati, perkataan dgn ekspresi & tindakan dgn anggota tubuh.
Hadits Arbain Nawawi 15 ini didahului dgn man kaana yu’minu billaahi wal yaumil aakhir (مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ) yg memperlihatkan bahwa perintah ini dengan-cara khusus ditujukan pada orang yg beriman pada Allah & hari kiamat. Sekaligus menunjukkan bahwa apa yg disebutkan setelahnya ialah bukti kesempurnaan kepercayaan.
Ucapan yg baik, memuliakan tetangga & memuliakan tamu yakni bukti kesempurnaan akidah. Semakin baik seorang mukmin mengamalkan budbahasa ini, semakin tepat imannya.
لَا يَسْتَقِيمُ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ ، وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ
“Tidak akan lurus kepercayaan seseorang hingga lurus hatinya. Dan tak akan lurus hatinya hingga lurus lisannya.” (HR. Ahmad; hasan)
2. Hubungan antar Anggota Masyarakat
Islam bukanlah agama individual. Ia tak cuma menertibkan relasi individu dgn Allah, tetapi pula mengatur kekerabatan antar anggota masyarakat.
Islam menginginkan masyarakat yg rukun, hening serta saling membantu dlm ketaatan & kebaikan. Karenanya ia mengendalikan kekerabatan antar anggota masyarakat dgn aturan yg mulia & sopan santun yg terpuji.
Saling menghormati, saling menghargai, saling memuliakan akan menciptakan masyarakat hidup berdampingan dgn tenang & damai. Sebaliknya, saling mencela & mencemooh membuat penduduk berpecah belah & berselisih. Akhirnya timbul kerusakan besar dlm kehidupan.
Berkata yg baik, memuliakan tetangga & memuliakan tamu yaitu tiga etika utama dlm menjaga hubungan antar anggota penduduk . Sekaligus menjadi pilar utama dlm membentuk penduduk mulia. Masyarakat yg beriman & bertaqwa sebagaimana Allah gambarkan dlm firman-Nya:
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ أَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُورِ
(yaitu) orang-orang yg jikalau Kami teguhkan kedudukan mereka di paras bumi pasti mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, mendelegasikan berbuat ma’ruf & mencegah dr tindakan yg mungkar; & pada Allah-lah kembali segala masalah. (QS. Al Hajj: 41)
3. Berkata yg Baik
Dalam hadits Arbain Nawawi 15 ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyuruh orang-orang yg beriman untuk berkata yg baik atau diam.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
Barangsiapa beriman pada Allah & hari final, hendaklah ia berkata baik atau diam.
Ini merupakan adab mengatakan yg paling utama. Jika mengatakan, maka berbicaralah yg baik. Jika tak mampu bicara yg baik, maka lebih baik diam. Sebab pembicaraan yg tak baik mampu mengotori hati, menyakiti orang lain serta mengakibatkan perpecahan & permusuhan.
Pembicaraan yg tak baik antara lain:
- Dusta, kebohongan, hoax
- Ghibah
- Namimah
- Fitnah
- Mencela, mencibir & sejenisnya
- Menyakiti orang lain
- Pembicaraan yg mengumbar syahwat
Seorang muslim hendaklah menjaga lisannya sehingga hanya pembicaraan baik yg keluar dr lisannya. Tanpa mempertahankan mulut, takkan tercapai kesempurnaan dogma.
Seorang muslim hendaklah mempertahankan lisannya sehingga hanya obrolan baik yg keluar dr lisannya. Jangan sampai ia menciptakan saudaranya terganggu atau merasa tak kondusif. Rasulullah bersabda dlm hadits yg Imam Bukhari & Imam Muslim riwayatkan:
المسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المسْلِمُوْنَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
Muslim sejati yaitu orang yg muslim lainnya selamat dr lisan & tangannya. (HR. Bukhari & Muslim)
Bahkan seorang muslim perlu meninggalkan obrolan yg tak berguna (مالايعنيه) sebagaimana kandungan hadits Arbain Nawawi ke-12. Juga menyingkir dari terlalu banyak bicara.
لاَ تُكْثِرُوا الْكَلاَمَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الْكَلاَمِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللَّهِ قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنَ اللَّهِ الْقَلْبُ الْقَاسِى
Janganlah kalian banyak bicara yg bukan dzikir pada Allah. Karena banyak bicara, yg bukan dzikir pada Allah membuat hati menjadi keras. Dan orang yg paling jauh dr Allah ialah orang yg berhati keras. (HR Tirmidzi)
Maka renungkanlah rekomendasi Amirul Mukminin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu: “Barangsiapa yg banyak bicara, tentu banyak salahnya. Barangsiapa yg banyak salahnya, tentu banyak dosanya. Dan barangsiapa yg banyak dosanya, neraka lebih patut untuknya.”
4. Menghormati Tetangga
Dalam hadits Arbain Nawawi 15 ini, Rasulullah menyuruh orang-orang yg beriman untuk memuliakan tetangganya.
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
Dan barangsiapa beriman pada Allah & hari simpulan, hendaklah ia memuliakan tetangganya.
Sebagaimana diterangkan di atas, tetangga yakni orang yg tinggalnya 40 rumah di kanan, kiri, depan & belakang rumah kita. Bahkan jika mampu lebih luas lagi, mampu berpegang pada pendapat yg menyampaikan tetangga ialah seluruh penduduk di kampung tersebut.
Bagaimana cara memuliakan tetangga? Dengan berbuat baik & tak menyakiti mereka.
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
Sembahlah Allah & janganlah ananda mempersekutukan-Nya dgn sesuatupun. Dan berbuat setuju pada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yg erat & tetangga yg jauh, & sahabat sejawat, ibnu sabil & hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tak menyukai orang-orang yg sombong & membangga-banggakan diri. (QS. An Nisa: 36)
Dalam ayat ini disebutkan dua kategori tetangga yakni tetangga erat (الجار ذي القربى) & tetangga jauh (الجار الجنب). Tetangga bersahabat ialah tetangga yg masih terikat kekerabatan. Sedangkan tetangga jauh adalah tetangga pada umumnya. Pada keduanya, kita mesti berbuat baik.
Ada banyak cara berbuat baik pada tetangga. Pertama, menolong & membantu kebutuhannya.
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وَجَارُهُ جَائِعٌ إِلَى جَنْبِهِ
“Bukanlah mukmin sejati, orang yg kenyang, sementara tetangga di sampingnya kelaparan.” (HR. Abu Ya’la; hasan)
Kedua, membuatkan makanan atau kebaikan yang lain.
إِذَا طَبَخْتَ مَرَقًا فَأَكْثِرْ مَاءَهُ، ثُمَّ انْظُرْ أَهْلَ بَيْتٍ مِنْ جِيرَانِكَ، فَأَصِبْهُمْ مِنْهَا بِمَعْرُوفٍ
“Apabila ananda memasak, perbanyaklah kuahnya. Kemudian perhatian penghuni rumah tetanggamu, & berikan sebagian kuliner itu pada mereka dgn baik.” (HR. Muslim)
Ketiga, tak menyakiti mereka.
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِي جَارَهُ
Siapa yg beriman pada Allah & hari tamat maka janganlah menyakiti tetangganya. (HR. Bukhari & Muslim)
لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
Tidak akan masuk surga, orang yg tetangganya tak merasa kondusif dr gangguannya. (HR. Bukhari & Muslim)
5. Menghormati Tamu
Dalam hadits Arbain Nawawi 15 ini, Rasulullah menyuruh orang-orang yg beriman untuk memuliakan tamu.
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
Dan barangsiapa beriman pada Allah & hari final, hendaklah ia memuliakan tamunya.
Di antara budbahasa dlm memuliakan tamu yaitu menyuguhkan jamuan untuknya. Menurut Imam Ahmad, yg wajib ialah selama sehari semalam. Bahkan ulama yang lain beropini tiga hari tiga malam, sebagaimana sabda Rasulullah:
اَلضِّيَافَةُ ثَلَاثَةُ أَيَّامٍ ، وَجَائِزَتُهُ يَوْمٌ وَلَيْلَةٌ ، وَ لَا يَحِلُّ لِرَجُلٍ مُسْلِمٍ أَنْ يُقِيْمَ عِنْدَ أَخِيْهِ حَتَّى يُؤْثِمَهُ. قَالُوْا : يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَكَيْفَ يُؤْثِمُهُ ؟ قَالَ : يُقِيْمُ عِنْدَهُ وَ لَا شَيْءَ لَهُ يَقْرِيْهِ بِهِ.
“Jamuan untuk tamu adalah tiga hari & hadiah (untuk bekal perjalanan) untuk sehari semalam. Tidak halal bagi seorang muslim menetap di rumah saudaranya kemudian menjadikannya berdosa”.
Para teman dekat mengajukan pertanyaan: “Wahai, Rasulullah! Bagaimana ia menjadikannya berdosa?” Beliau menjawab: “Ia (tamu tersebut) menetap padanya, namun tuan rumah tak mempunyai sesuatu untuk memuliakannya.” (HR. Muslim)
Ini berlaku untuk tamu yg diistilahkan dgn dlaif (ضيف), yakni musafir dr luar kota atau luar daerah. Bukan yg mukim di kampung yg sama.
Di antara adat lain dlm memuliakan tamu yakni menyambutnya dgn wajah berseri-seri. Sebagaimana Rasulullah mencontohkan saat menyambut utusan Abi Qais:
مَرْحَبًا بِالْوَفْدِ الَّذِينَ جَاءُوا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى
Selamat datang pada para delegasi yg tiba tanpa merasa terhina & menyesal. (HR. Bukhari)
Kemudian memperlihatkan jamuan & mendekatkan jamuan tersebut pada tamu.
فَرَاغَ إِلىَ أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِيْنٍ . فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ
Maka Ibrahim pergi pada keluarganya, kemudian ia datang membawa daging anak sapi gemuk kemudian ia mendekatkan kuliner tersebut pada mereka (tamu-tamu tersebut)… (QS. Adz-Dzariyat: 26-27)
Hendaklah mendahulukan yg bau tanah daripada yg muda, mendahulukan tamu yg sebelah kanan dibandingkan dengan yg kiri. Mengajak tamu mengobrol dgn obrolan yg baik sebagaimana poin permulaan hadits Arba’in Nawawi ke-15 ini.
Jika tamu bermalam, hendaklah tuan rumah tak tidur sebelum tamu (bersiap) tidur. Dan jikalau tamu pulang, hendaklah dikirim sampai ke depan rumah.
Demikian luar biasanya Islam dlm memuliakan tamu. Setelah Rasulullah, para Sahabat Nabi menjadi orang terdepan yg menunjukkan keteladanan. Thalhah & Ummu Sulaim radhiyallahu ‘anhum merupakan salah satu pasangan fenomenal dlm memuliakan tamu.
Meskipun tak mempunyai apa-apa, hanya ada kuliner yg sedianya untuk anak, mereka berikan makanan itu pada tamu. Mereka mematikan lampu supaya tak kelihatan bahwa tuan rumah bantu-membantu tak memiliki makanan lain untuk dikonsumsi.
Sebaliknya, bila posisi kita sebagai tamu, kita mesti mengenali kondisi tuan rumah. Jangan hingga menyusahkan mereka.
وَ لَا يَحِلُّ لَهُ أَنْ يَثْوِيَ عِنْدَهُ حَتَّى يُحْرِجَهُ
“… Tidak halal seorang bertamu hingga menyusahkan tuan rumah.” (HR. Bukhari & Muslim)
Inilah indahnya Islam. Inilah indahnya ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga Allah mudahkan kita semua untuk mengamalkan hadits Arbain Nawawi 15 ini. [Muchlisin BK/Wargamasyarakat]