PELAJARANCG: Berdasarkan kata sambutan menteri pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) yang ditandatangani oleh Bpk Muhadjir Effendy September 2017 wacana Gerakan Literasi Nasional (GLN). Sejarah peradaban umat manusia menunjukkan bahwa bangsa yang maju tidak dibangun hanya dengan mengandalkan kekayaan alam yang melimpah dan jumlah masyarakatyang banyak. Bangsa yang besar ditandai dengan masyarakatnya yang literat, yang mempunyai peradaban tinggi, dan aktif mengembangkan masyarakat dunia. Keberliterasian dalam konteks ini bukan cuma persoalan bagaimana suatu bangsa bebas dari buta abjad, melainkan juga yang lebih penting, bagaimana warga bangsa mempunyai kecakapan hidup supaya mampu berkompetisi dan bersanding dengan bangsa lain untuk membuat kemakmuran dunia. Dengan kata lain, bangsa dengan budaya literasi tinggi memperlihatkan kemampuan bangsa tersebut berkolaborasi, berpikir kritis, kreatif, komunikatif sehingga mampu memenangi kompetisi global.
Sebagai bangsa yang besar, Indonesia mesti mampu membuatkan budaya literasi selaku prasyarat kecakapan hidup periode ke-21 lewat pendidikan yang terintegrasi, mulai dari keluarga, sekolah, hingga dengan masyarakat. Penguasaan enam literasi dasar yang disepakati oleh World Economic Forum pada tahun 2015 menjadi sungguh penting tidak cuma bagi akseptor latih, tetapi juga bagi orang bau tanah dan seluruh warga masyarakat. Enam literasi dasar tersebut mencakup literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.
Gambar: Logo dan Maskot Gerakan Literasi Nasional (GLN) kemendikbud |
Pintu masuk untuk membuatkan budaya literasi bangsa yaitu lewat penyediaan bahan bacaan dan peningkatan minat baca anak. Sebagai bagian penting dari penumbuhan budi pekerti, minat baca anak perlu dipupuk semenjak usia dini mulai dari lingkungan keluarga. Minat baca yang tinggi, disokong dengan ketersediaan materi bacaan yang bermutu dan terjangkau, akan mendorong adaptasi membaca dan menulis, baik di sekolah maupun di masyarakat. Dengan kesanggupan membaca ini pula literasi dasar selanjutnya (numerasi, sains, digital, finansial, serta budaya dan kewargaan) mampu ditumbuhkembangkan.
Untuk membangun budaya literasi pada seluruh ranah pendidikan (keluarga, sekolah, dan masyarakat), sejak tahun 2016 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menggiatkan Gerakan Literasi Nasional (GLN) selaku bab dari implementasi Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 wacana Penumbuhan Budi Pekerti. Layaknya suatu gerakan, pelaku GLN tidak didominasi oleh jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tetapi digiatkan pula oleh para pemangku kepentingan, seperti pegiat literasi, akademisi, organisasi profesi, dunia usaha, dan kementerian/ lembaga lain. Pelibatan ekosistem pendidikan semenjak penyusunan konsep, kebijakan, penyediaan materi pendukung, hingga pada kampanye literasi sungguh penting semoga kebijakan yang dijalankan sesuai dengan impian dan kebutuhan masyarakat. GLN diperlukan menjadi penunjang keluarga, sekolah, dan masyarakat mulai dari perkotaan hingga ke wilayah terjauh untuk berperan aktif dalam menumbuhkan budaya literasi.
Buku Peta Jalan, Panduan, Modul dan Pedoman Pelatihan Fasilitator, Pedoman Penilaian dan Evaluasi, dan Materi Pendukung Gerakan Literasi Nasional ini diterbitkan selaku referensi untuk mewujudkan ekosistem yang kaya literasi di seluruh wilayah Indonesia. Penghargaan yang tinggi aku sampaikan terhadap tim GLN dan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku ini. Semoga buku ini tidak hanya berguna bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan selaku penggerak dan pelakunya, namun juga bagi penduduk dan seluruh pemangku kepentingan dalam upaya membangun budaya literasi.
Daftar Isi
BAB 1 MENYIAPKAN GENERASI INDONESIA ABAD XXI
1.1 Tantangan dan Peluang
Indonesia ialah salah satu negara dengan jumlah pengguna internet paling besar di dunia. Menurut hasil riset yang dijalankan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bersama dengan Pusat Kajian Komunikasi (Puskakom) Universitas Indonesia, total jumlah pengguna Internet di Indonesia per awal 2015 yakni 88,1 juta orang. Akan namun, sesuai dengan riset yang dilansir oleh wearesocial.sg pada tahun 2017 tercatat ada sebanyak 132 juta pengguna internet di Indonesia dan angka ini berkembang sebanyak 51 persen dalam kurun waktu satu tahun.
Perkembangan dunia digital mampu menyebabkan dua segi yang berlawanan dalam kaitannya dengan pengembangan literasi digital. Berkembangnya peralatan digital dan susukan akan isu dalam bentuk digital memiliki tantangan sekaligus kesempatan. Salah satu kehawatiran yang timbul ialah jumlah generasi muda yang mengakses internet sangat besar, ialah kurang lebih 70 juta orang. Mereka menghabiskan waktu mereka untuk berinternet, baik lewat telepon genggam, komputer personal, atau laptop, mendekati 5 jam per harinya. Tingginya penetrasi internet bagi generasi muda pasti meresahkan banyak pihak dan fakta memberikan bahwa data jalan masuk anak Indonesia terhadap konten berbau pornografi per hari rata-rata meraih 25 ribu orang (Republika, 2017). Belum lagi sikap berinternet yang tidak sehat, ditunjukkan dengan menyebarnya gosip atau berita hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi di media umum. Hal-hal tersebut pasti menjadi tantangan besar bagi orang bau tanah, yang memiliki tanggung jawab dan tugas penting dalam menyiapkan generasi era ke-21, generasi yang memiliki kompetensi digital.
Hasil riset yang dilansir oleh Mitchell Kapoor memberikan bahwa generasi muda yang mempunyai keterampilan untuk mengakses media digital, saat ini belum mengimbangi kemampuannya menggunakan media digital untuk kepentingan memperoleh isu pengembangan diri. Hal ini juga tidak disokong dengan bertambahnya bahan/gosip yang dihidangkan di media digital yang sungguh beragam jenis, relevansi, dan validasinya (Hagel, 2012). Di Indonesia dikala ini, pertumbuhan jumlah media tercatat berkembangpesat, yakni meraih sekitar 43.400, sedangkan yang terdaftar di Dewan Pers cuma sekitar 243 media. Dengan demikian, penduduk dengan mudah mendapatkan gosip dari aneka macam media yang ada, terlepas dari resmi atau tidaknya berita tersebut (Kumparan, 2017). Hal ini terindikasi dari makin merosotnya budaya baca masyarakat yang memang masih dalam tingkat yang rendah. Kehadiran banyak sekali gawai (gadget) yang mampu terhubung dengan jaringan internet mengalihkan perhatian orang dari buku ke gawai yang mereka miliki.
Di segi lain, perkembangan media digital menunjukkan potensi , mirip meningkatnya peluang bisnis e-commerce, lahirnya lapangan kerja gres berbasis media digital, dan pengembangan kemampuan literasi tanpa menegasikan teks berbasis cetak. Perkembangan pesat dunia digital yang dapat dimanfaatkan yakni munculnya ekonomi inovatif dan usaha-usaha baru untuk menciptakan lapangan pekerjaan. Indonesia merupakan salah satu pengguna internet paling besar di dunia dan pemerintah menyaksikan ini selaku potensi untuk menciptakan 1.000 technopreneurs dengan nilai bisnis sebesar USD 10 miliar dengan nilai e-commerce mencapai USD 130 miliar pada tahun 2020. Pemanfaatan e-commerce menawarkan peluang kepada perusahaan untuk mengembangkan pemasaran barang dan jasa secara global, mengurangi waktu dan ongkos penawaran spesial dari barang dan jasa yang dipasarkan alasannya adalah tersedianya informasi secara menyeluruh di internet sepanjang waktu. Selain itu, jenis lapangan pekerjaan yang memanfaatkan dunia digital makin bertambah, mirip ojek atau taksi daring, media umum analisis, dan pemasaran media sosial.
Selain itu, perlengkapan dan jaringan internet yang ada mampu dijadikan media yang dapat membantu mereka untuk membuatkan kemampuan literasi mereka tanpa menegasikan teks berbasis cetak. Justru digitalisasi bisa dijadikan media mediator untuk menuju praktik literasi yang dapat menghasilkan teks berbasis cetak. Sebagai contoh, acara menulis di blog eksklusif mampu diarahkan untuk menghimpun goresan pena untuk kemudian mampu dicetak menjadi buku yang berisi kumpulan tulisan dengan tema tertentu yang diambil dari blog langsung. Kalangan muda yang gemar menulis di jejaring sosial mampu diarahkan untuk berlatih menulis dan mengemukakan gagasan tentang sesuatu yang erat dengan mereka.
1.2 Pentingnya Literasi Digital
Sejak zaman dulu, literasi sudah menjadi bab dari kehidupan dan kemajuan manusia, dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Pada zaman prasejarah insan cuma membaca tandatanda alam untuk berburu dan mempertahankan diri. Mereka menulis simbol-simbol dan gambar buruannya pada dinding gua. Seiring dengan pergantian waktu, berkembanglah taraf kehidupan manusia, dari tidak memedulikan tulisan hingga melahirkan pemikiran untuk membuat kodekode dengan angka dan aksara sehingga manusia dibilang makhluk yang bisa berpikir. Pemikiran tersebut hasilnya melahirkan sebuah kebudayaan. Proses perkembangan literasi berasal dari mulai dikenalnya goresan pena yang pada ketika itu memakai perkamen selaku media untuk menulis. Perkamen yaitu alat tulis pengganti kertas yang dibuat dari kulit hewan (seperti biri-biri, kambing, atau keledai). Perkamen umumnya dipakai untuk halaman buku, codex, atau manuskrip yang digunakan oleh penduduk dunia pada sekitar 550 sebelum Masehi.
Pada permulaan 5 Masehi interaksi insan dalam proses literasi sudah mengenal salin tukar isu lewat pos merpati. Seiring waktu dan pertumbuhan teknologi, contohnya, didapatkan mesin cetak, kertas, kamera, dan peningkatan ilmu jurnalistik. Koran sudah diketahui dan menjadi salah satu media untuk penyebarluasan informasi. Kebutuhan akan isu yang cepat menciptakan transisi teknologi makin pesat. Pada tahun 1837 ditemukan telegram, kemudahan yang digunakan untuk menyampaikan berita jarak jauh dengan segera, akurat, dan terdokumentasi. Telegram berisi kombinasi instruksi (sandi morse) yang ditransmisikan dengan alat yang disebut telegraf. Tahun 1867, Alexander Graham Bell memperoleh telepon; telepon berasal dari dua kata, yaitu tele ‘jauh‘ dan phone ‘bunyi‘ sehingga telepon mempunyai arti suatu alat komunikasi berupa suara jarak jauh. Kebutuhan akan isu yang sangat cepat membuat persaingan dan penemuan yang luar biasa di dunia digital. Pada permulaan tahun 1900-an, radio dan televisi menjadi idola masyarakat dunia, seiring dengan peningkatan dan kemajuan aneka macam teknologi audio visual. Proses memperlihatkan isu ternyata tidak cukup menyanggupi kebutuhan masyarakat ketika itu. Kebutuhan alat untuk menciptakan, mendesain, mengolah, dan menyimpan data dan informasi sungguh dinantikan, sehingga pada tahun 1941 ditemukanlah komputer.
Perkembangan teknologi tidak hanya berbentuk komputer (perangkat keras), tetapi juga berupa pertumbuhan yang pesat juga terjadi pada segi perangkat lunak. Pada awal pemakaian komputer, aplikasi yang digunakan berbasis teks. Sejak ditemukannya metode operasi windows, yang mempunyai aksesibilitas yang ramah pengguna, mulailah bermunculan aplikasi penunjang yang dapat dimanfaatkan untuk media digital. Laptop yang saat ini banyak beredar menjawab kebutuhan penduduk di dunia berupa fasilitas mobillitas. Saat ini pun pemakaian laptop mulai tergantikan oleh penggunaan gawai dalam pemanfaatan media digital yang juga seiring dengan kenaikan jaringan internet yang luar biasa.
Setiap individu perlu memahami bahwa literasi digital ialah hal penting yang dibutuhkan untuk mampu berpartisipasi di dunia modern kini ini. Literasi digital sama pentingnya dengan membaca, menulis, berhitung, dan disiplin ilmu lainnya. Generasi yang tumbuh dengan susukan yang tidak terbatas dalam teknologi digital memiliki acuan berpikir yang berlawanan dengan generasi sebelumnya. Setiap orang hendaknya dapat bertanggung jawab terhadap bagaimana memakai teknologi untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Teknologi digital memungkinkan orang untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan keluarga dan teman dalam kehidupan sehari-hari. Sayangnya, dunia maya ketika ini semakin dipenuhi konten berbau info bohong, ujaran kebencian, dan radikalisme, bahkan praktik-praktik penipuan. Keberadaan konten negatif yang merusak ekosistem digital ketika ini hanya mampu ditangkal dengan membangun kesadaran dari tiap-tiap individu.
Menjadi literat digital berarti dapat memproses banyak sekali info, mampu mengetahui pesan dan berkomunikasi efektif dengan orang lain dalam berbagai bentuk. Dalam hal ini, bentuk yang dimaksud tergolong membuat, mengolaborasi, mengomunikasikan, dan melakukan pekerjaan sesuai dengan aturan budbahasa, dan mengerti kapan dan bagaimana teknologi harus digunakan biar efektif untuk mencapai tujuan. Termasuk juga kesadaran dan berpikir kritis terhadap berbagai pengaruh kasatmata dan negatif yang mungkin terjadi akhir penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari. Memacu individu untuk beralih dari pelanggan info yang pasif menjadi produsen aktif, baik secara individu maupun selaku bab dari komunitas. Jika generasi muda kurang menguasai kompetensi digital, hal ini sangat berisiko bagi mereka untuk tersisih dalam persaingan menemukan pekerjaan, partisipasi demokrasi, dan interaksi sosial.
Literasi digital akan membuat tatanan penduduk dengan pola pikir dan pandangan yang kritis-inovatif. Mereka tidak akan gampang termakan oleh berita yang provokatif, menjadi korban informasi hoaks, atau korban penipuan yang berbasis digital. Dengan demikian, kehidupan sosial dan budaya penduduk akan cenderung aman dan kondusif. Membangun budaya literasi digital perlu melibatkan tugas aktif penduduk secara bersama-sama. Keberhasilan membangun literasi digital merupakan salah satu indikator pencapaian dalam bidang pendidikan dan kebudayaan.
BAB 2 LITERASI DIGITAL SEBAGAI KECAKAPAN HIDUP
2.1 Pengertian Literasi Digital
Menurut Paul Gilster dalam bukunya yang berjudul Digital Literacy (1997), literasi digital diartikan selaku kesanggupan untuk mengetahui dan menggunakan informasi dalam aneka macam bentuk dari banyak sekali sumber yang sungguh luas yang diakses lewat perabotan komputer. Bawden (2001) memperlihatkan pengertian gres tentang literasi digital yang berakar pada literasi komputer dan literasi informasi. Literasi komputer meningkat pada dekade 1980-an, ketika komputer mikro kian luas dipergunakan, tidak saja di lingkungan bisnis, namun juga di masyarakat. Namun, literasi gosip gres menyebar luas pada dekade 1990-an manakala berita makin gampang disusun, diakses, disebarluaskan lewat teknologi berita berjejaring. Dengan demikian, mengacu pada usulan Bawden, literasi digital lebih banyak dikaitkan dengan kemampuan teknis mengakses, merangkai, memahami, dan menyebarluaskan isu.
Sementara itu, Douglas A.J. Belshaw dalam tesisnya What is ‘Digital Literacy‘? “Apa itu Digital Literasi” (2011) mengatakan bahwa ada delapan elemen esensial untuk mengembangkan literasi digital, yaitu sebagai berikut.
- Kultural, yaitu pemahaman ragam konteks pengguna dunia digital;
- Kognitif, yakni daya pikir dalam menganggap konten;
- Konstruktif, adalah reka cipta sesuatu yang andal dan positif;
- Komunikatif, yakni memahami kinerja jejaring dan komunikasi didunia digital;
- Kepercayaan diri yang bertanggung jawab;
- Kreatif, melakukan hal gres dengan cara baru;
- Kritis dalam menyikapi konten; dan
- Bertanggung jawab secara sosial.
Aspek kultural, berdasarkan Belshaw, menjadi unsur terpenting alasannya adalah mengerti konteks pengguna akan menolong faktor kognitifdalam menilai konten. Dari beberapa pertimbangan di atas dapat disimpulkan bahwa literasi digital yaitu pengetahuan dan kecakapan untuk memakai media digital, alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam memperoleh, memeriksa, menggunakan, menciptakan berita, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, pintar, cermat, tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 Prinsip Dasar Pengembangan Literasi Digital
Menurut UNESCO desain literasi digital menaungi dan menjadi landasan penting bagi kesanggupan mengetahui perangkat-perangkat teknologi, info, dan komunikasi. Misalnya, dalam Literasi TIK (ICT Literacy) yang merujuk pada kemampuan teknis yang memungkinkan keterlibatan aktif dari unsur masyarakat sejalan dengan perkembangan budaya serta pelayanan publik berbasis digital. Literasi TIK diterangkan dengan dua sudut pandang. Pertama, Literasi Teknologi (Technological Literacy)—sebelumnya diketahui dengan sebutan Computer Literacy—merujuk pada pemahaman ihwal teknologi digital termasuk di dalamnya pengguna dan kesanggupan teknis. Kedua, memakai Literasi Informasi (Information Literacy). Literasi ini memfokuskan pada satu aspek wawasan, mirip kemampuan untuk memetakan, mengidentifikasi, mengolah, dan menggunakan info digital secara optimal.
Konsep literasi digital, sejalan dengan terminologi yang dikembangkan oleh UNESCO pada tahun 2011, yaitu merujuk pada serta tidak mampu dilepaskan dari kegiatan literasi, seperti membaca dan menulis, serta matematika yang berhubungan dengan pendidikan. Oleh karena itu, literasi digital ialah kecakapan (life skills) yang tidak cuma melibatkan kesanggupan menggunakan perangkat teknologi, isu, dan komunikasi, tetapi juga kemampuan bersosialisasi, kesanggupan dalam pembelajaran, dan mempunyai perilaku, berpikir kritis, kreatif, serta inspiratif selaku kompetensi digital.
Prinsip dasar pengembangan literasi digital, antara lain, sebagai berikut.
1. Pemahaman
Prinsip pertama dari literasi digital yaitu pemahaman sederhana yang meliputi kesanggupan untuk mengekstrak ide secara implisit dan ekspilisit dari media.
2. Saling Ketergantungan
Prinsip kedua dari literasi digital yaitu saling ketergantungan yang dimaknai bagaimana sebuah bentuk media berafiliasi dengan yang lain secara potensi, metaforis, ideal, dan harfiah. Dahulu jumlah media yang sedikit dibuat dengan tujuan untuk mengisolasi dan penerbitan menjadi lebih mudah ketimbang sebelumnya. Sekarang ini dengan begitu banyaknya jumlah media, bentuk-bentuk media dibutuhkan tidak hanya sekadar berdampingan, tetapi juga saling melengkapi satu sama lain.
3. Faktor Sosial
Berbagi tidak hanya sekadar sarana untuk menawarkan identitas langsung atau distribusi berita, namun juga dapat membuat pesan tersendiri. Siapa yang membagikan berita, kepada siapa gosip itu diberikan, dan lewat media apa gosip itu berikan tidak cuma mampu memilih keberhasilan jangka panjang media itu sendiri, namun juga dapat membentuk ekosistem organik untuk mencari isu, menyebarkan info, menyimpan informasi, dan jadinya membentuk ulang media itu sendiri.
4. Kurasi
Berbicara wacana penyimpanan gosip, seperti penyimpanan konten pada media sosial melalui tata cara “save to read later” merupakan salah satu jenis literasi yang dihubungkan dengan kesanggupan untuk memahami nilai dari sebuah gosip dan menyimpannya agar lebih gampang diakses dan mampu berfaedah jangka panjang. Kurasi tingkat lanjut harus berpotensi sebagai kurasi sosial, mirip melakukan pekerjaan sama untuk memperoleh, menghimpun, serta mengorganisasi berita yang bernilai.
Pendekatan yang mampu dilakukan pada literasi digital meliputi dua aspek, yakni pendekatan konseptual dan operasional. Pendekatan konseptual berkonsentrasi pada faktor perkembangan koginitif dan sosial emosional, sedangkan pendekatan operasional berfokus pada kesanggupan teknis penggunaan media itu sendiri yang tidak mampu diabaikan.
Sumber Gambar: Gerakan Literasi Nasional (GLN) kemendikbud |
Prinsip pengembangan literasi digital menurut Mayes dan Fowler (2006) bersifat berjenjang. Terdapat tiga tingkatan pada literasi digital. Pertama, kompetensi digital yang meliputi keahlian, konsep, pendekatan, dan sikap. Kedua, penggunaan digital yang merujuk pada pengaplikasian kompetensi digital yang berafiliasi dengan konteks tertentu. Ketiga, transformasi digital yang membutuhkan kreativitas dan penemuan pada dunia digital.
2.3 Indikator Literasi Digital
2.3.1 Indikator Literasi Digital di Sekolah
- Basis Kelas
- Jumlah pelatihan literasi digital yang diikuti oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
- Intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi digital dalam aktivitas pembelajaran; dan
- Tingkat pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam menggunakan media digital dan internet.
- Basis Budaya Sekolah
- Jumlah dan kombinasi materi bacaan dan alat peraga berbasis digital;
- Frekuensi peminjaman buku bernuansa digital;
- Jumlah aktivitas di sekolah yang memanfaatkan teknologi dan berita;
- Jumlah penghidangan gosip sekolah dengan menggunakan media digital atau situs laman;
- Jumlah kebijakan sekolah perihal penggunaan dan pemanfaatan teknologi gosip dan komunikasi di lingkungan sekolah; dan
- Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi berita dan komunikasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (contohnya, rapor-e, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah, dsb.)
- Basis Masyarakat
- Jumlah sarana dan prasarana yang mendukung literasi digital di sekolah; dan
- Tingkat keterlibatan orang tua, komunitas, dan forum dalam pengembangan literasi digital.
2.3.2 Indikator Literasi Digital di Keluarga
- Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan literasi digital yang dimiliki keluarga;
- Meningkatnya frekuensi membaca materi bacaan literasi digital dalam keluarga setiap harinya;
- Meningkatnya jumlah bacaan literasi digital yang dibaca oleh anggota keluarga;
- Meningkatnya frekuensi jalan masuk anggota keluarga kepada penggunaan internet secara bijak;
- Meningkatnya intensitas pemanfaatan media digital dalam banyak sekali aktivitas di keluarga; dan
- Jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada keluarga.
2.3.3 Indikator Literasi Digital di Masyarakat
- Meningkatnya jumlah dan variasi materi bacaan literasi digital yang dimiliki setiap akomodasi publik;
- Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan literasi digital saban hari;
- Meningkatnya jumlah materi bacaan literasi digital yang dibaca oleh masyarakat setiap hari;
- Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas, lembaga, atau instansi dalam penyediaan materi bacaan literasi digital;
- Meningkatnya jumlah fasilitas publik yang mendukung literasi digital;
- Meningkatnya jumlah acara literasi digital yang ada di penduduk
- Meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dalam acara literasi digital;
- Meningkatnya jumlah pembinaan literasi digital yang aplikatif dan berdampak pada penduduk ;
- Meningkatnya pemanfaatan media digital dan internet dalam menawarkan saluran info dan layanan publik;
- Meningkatnya pemahaman penduduk terkait penggunaan internet dan UU ITE;
- Meningkatnya angka ketersediaan terusan dan pengguna (melek) internet di suatu tempat; dan
- Meningkatnya jumlah pelatihan literasi digital yang aplikatif dan berpengaruh pada masyarakat.
BAB 3 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI SEKOLAH
3.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Sekolah
1. Basis Kelas
- Meningkatnya jumlah training literasi digital yang dibarengi kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan;
- Meningkatnya intensitas penerapan dan pemanfaatan literasi digital dalam aktivitas pembelajaran; dan
- Meningkatnya pengertian kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam memakai media digital dan internet.
2. Basis Budaya Sekolah
- Jumlah dan kombinasi materi bacaan dan alat peraga berbasis digital;
- Frekuensi peminjaman buku bernuansa digital;
- Jumlah acara di sekolah yang mempergunakan teknologi dan gosip;
- Jumlah penghidangan berita sekolah dengan memakai media digital atau situs laman;
- Jumlah kebijakan sekolah ihwal penggunaan dan pemanfaatan teknologi berita dan komunikasi dan komunikasi di lingkungan sekolah; dan
- Tingkat pemanfaatan dan penerapan teknologi gosip dan komunikasi dan komunikasi dalam hal layanan sekolah (contohnya, rapor-e, pengelolaan keuangan, dapodik, pemanfaatan data siswa, profil sekolah, dsb.).
3. Basis Masyarakat
- Jumlah fasilitas dan prasarana yang mendukung literasi digital di sekolah; dan
- Tingkat keterlibatan orang tua, komunitas, dan forum dalam pengembangan literasi digital.
3.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Sekolah
Literasi digital sekolah harus dikembangkan selaku prosedur pembelajaran terintegrasi dalam kurikulum atau setidaknya terkoneksi dengan tata cara belajar mengajar. Siswa perlu ditingkatkan keterampilannya, guru perlu ditingkatkan wawasan dan kreativitasnya dalam proses pengajaran literasi digital, dan kepala sekolah perlu memfasilitasi guru atau tenaga kependidikan dalam mengembangkan budaya literasi digital sekolah.
3.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
Penguatan pemain film atau fasilitator literasi di lingkungan sekolah ditekankan pada training kepala sekolah, pengawas, guru, dan tenaga kependidikan ihwal literasi digital. Pelatihan-training tersebut terkait dengan penggunaan atau pemanfaatan teknologi isu dan komunikasi dalam pengembangan sekolah, contohnya, kepala sekolah dan pengawas diberikan pelatihan tentang penggunaan media digital dalam administrasi sekolah, guru diberikan pembinaan wacana pemanfaatan media digital dalam pembelajaran, serta penerima latih didorong untuk memakai teknologi informasi dan komunikasi secara cerdas dan bijaksana. Pelatihan di sini juga ditekankan pada keteladanan yang diberikan oleh kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan terkait dengan penerapan literasi digital di lingkungan sekolah.
3.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
Peningkatan jumlah dan ragam sumber mencar ilmu bermutu di sekolah menjadi keperluan yang harus dilaksanakan oleh sekolah. Perkembangan ilmu pengetahuan yang begitu cepat dalam era digital menuntut pembaharuan dan penambahan wawasan gres di lingkungan sekolah. Dalam hal ini, sekolah dituntut mampu meningkatkan jumlah dan ragam sumber belajar berkualitas bagi warga sekolahnya, terutama untuk peserta latih. Beberapa hal yang mampu dijalankan oleh sekolah dalam kenaikan jumlah dan ragam sumber belajar berkualitas terkait literasi digital di lingkungan sekolah yakni selaku berikut.
1. Penambahan Bahan Bacaan Literasi Digital di Perpustakaan
Perpustakaan menjadi salah satu jantung wawasan sekolah. Penambahan materi bacaan literasi dalam aneka macam bentuk sumber mencar ilmu perlu ditingkatkan. Misalnya, menyediakan bahan bacaan bertemakan digital, menyediakan materi bacaan dalam bentuk salinan lunak, atau penyediaan alat peraga selaku sumber mencar ilmu terkait dengan literasi digital.
2. Penyediaan Situs-Situs Edukatif sebagai Sumber Belajar Warga Sekolah
Situs edukatif dapat dipakai oleh seluruh warga sekolah. Misalnya, guru dapat memakai situs ruanggurucom atau belajar.indonesiamengajar.org atau situs lain untuk mengembangkan wawasan diri terkait dengan pembelajaran. Kepala sekolah mampu menggunakan situs sahabatkeluarga. kemdikbud.go.id atau sekolahaman.kemdikbud.go.id selaku sumber belajar untuk pengembangan sekolah.
3. Penggunaan Aplikasi-Aplikasi Edukatif selaku Sumber Belajar Warga
Sekolah Aplikasi-aplikasi edukatif yang bisa dipakai oleh warga sekolah yakni Jelajah Seru, Anak Cerdas, 101 lagu Anak-Anak, Kumpulan Dongeng, dan sebagainya. Kepala sekolah dan guru mampu mengarahkan penerima ajar untuk memakai aplikasiaplikasi tersebut untuk memperbesar pengetahuan dan kreativitas. Guru juga mampu mengaitkan aplikasi-aplikasi tersebut dalam pembelajaran.
4. Pembuatan Mading Sekolah dan Mading Kelas
Majalah dinding yang sering disebut mading yakni fasilitas yang dapat dipakai warga sekolah dalam menyediakan sumber gosip dan untuk belajar. Dalam kaitannya dengan literasi digital, warga sekolah mampu mengisi konten mading dengan halhal bertemakan digital atau mempergunakan teknologi info dan komunikasi untuk mendapatkan isu dalam pembuatan karyanya.
3.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar
1. Penyediaan Komputer dan Akses Internet di Sekolah
Penyediaan komputer dan susukan internet merupakan salah satu upaya yang penting dalam kemajuan ilmu pengatahuan pada kurun digital ini. Sumber berguru yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan menggunakan akses internet dengan sungguh cepat dan efisien. Kebutuhan warga sekolah khususnya akseptor latih dalam mempelajari ilmu teknologi info dan komunikasi mesti ditunjang dengan ketersediaan perangkat komputer dan internet di sekolah.
2. Penyediaan Informasi Melalui Media Digital
Penyediaan layar dan papan gosip digital di beberapa titik strategis di lingkungan sekolah mampu menolong warga sekolah dalam menemukan gosip dan pengetahuan baru. Kontenkonten perkembangan ilmu pengetahuan dunia, fakta-fakta sains sederhana, berita-berita terkini, permainan edukatif yang menantang, dan lain sebagainya mampu ditampilkan dan disediakan sebagai penambahan pengetahuan warga sekolah.
3.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
1. Sharing Session
Sharing session dapat dilakukan dengan mengundang pakar untuk menyebarkan bagaimana mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari. Pelibatan para ahli, praktisi, dan profesional secara personal atau kelembagaan yang berhubungan dengan dunia teknologi isu dan komunikasi di sekolah mampu meningkatkan literasi digital warga sekolah lewat berbagai aktivitas yang mengasyikkan, mirip pada kelas inspirasi dan kelas berbagi. Materi yang dibagikan oleh pakar, praktisi, dan profesional mampu disesuaikan dengan kebutuhan warga sekolah.
2. Pelibatan Para Pemangku Kepentingan
Para pemangku kepentingan yang dimaksudkan di sini adalah pemerintah sentra, pemerintah kawasan, dunia perjuangan dan industri, relawan pendidikan, dan media. Pelibatan semua pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan literasi digital di sekolah mampu dikerjakan dalam banyak sekali bentuk, misalnya, menciptakan acara literasi digital dalam bentuk ekspo karya akseptor latih dalam hal literasi digital, menyediakan sarana dan prasarana pendukung literasi digital, dan memfasilitasi training fasilitator literasi digital di lingkungan sekolah.
3. Penguatan Forum Bersama Orang Tua dan Masyarakat
Forum bareng antara sekolah, orang tua, dan penduduk di sekeliling lingkungan sekolah telah diwadahi melalui komite sekolah. Forum yang melibatkan orang renta dan penduduk dalam segala hal terkait dengan perkembangan sekolah, utamanya yang akan mempunyai efek peserta ajar, perlu diadaptasi dengan kemajuan teknologi isu dan komunikasi yang makin mutakhir. Misalnya, dengan memakai media sosial, komunikasi antara orang renta dan sekolah dapat terjalin dengan baik dan cepat. Forum bareng juga mampu mengimbau orang bau tanah untuk terlibat dalam mengatur penerima asuh dalam mengakses gawai dan internet di luar sekolah.
3.2.5 Penguatan Tata Kelola
1. Pengembangan Sistem Adminstrasi secara Elektronik (administrasi-e)
Sekolah menyebarkan metode administrasi secara digital lewat penyediaan aplikasi atau format yang memudahkan sekolah dalam Mengadministrasikan segala kebutuhan sekolah. Misalnya, dalam mencatat data peserta didik, daftar pengeluaran sekolah, dan lain-lain. Petugas manajemen sekolah juga dilatih dengan keterampilan dalam mengelola manajemen dengan memanfaatkan tata cara manajemen berbasis elektronika.
2. Pembuatan Kebijakan Sekolah perihal Literasi Digital
Pembuatan kebijakan sekolah terkait dengan pemanfaatan teknologi dan media digital mampu mendukung pengembangan sekolah yang lebih baik dan kreatif. Misalnya, guru diwajibkan memakai media pembelajaran berbasis teknologi, menggunakan aplikasi rapor yang terintegrasi dengan kepala sekolah dan orang renta, mengimbau peserta didik untuk bermain aplikasi permainan edukatif tertentu, memakai terusan gawai dan internet pada waktu-waktu tertentu, mengurus perpustakaan sekolah dengan memanfaatkan teknologi dan media digital, dan mengorganisir sarana prasarana tentang teknologi yang baik dan bersiklus.
BAB 4 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI KELUARGA
4.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Keluarga
Tujuan dari penguatan budaya literasi digital di keluarga terutama bagi bawah umur adalah untuk meningkatkan kesanggupan berpikir kritis, inovatif, dan aktual dalam memakai media digital dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua juga diperlukan mampu secara bijak dan tepat mengarahkan dan membuatkan budaya literasi digital di keluarga. Selain itu, penguatan budaya literasi di keluarga juga mengembangkan kemampuan anggota keluarga dalam menggunakan dan mengurus media digital (teknologi gosip dan komunikasi) secara bijak, pintar, cermat, dan sempurna untuk membina komunikasi dan interaksi antaranggota keluarga dengan lebih harmonis serta untuk mendapatkan informasi yang berfaedah bagi kebutuhan keluarga. Akan namun, sasaran literasi digital dalam keluarga yang lebih spesifik ialah selaku berikut.
- Meningkatnya jumlah dan kombinasi bahan bacaan literasi digital yang dimiliki keluarga;
- Meningkatnya frekuensi membaca bahan bacaan literasi digital dalam keluarga setiap harinya;
- Meningkatnya jumlah bacaan literasi digital yang dibaca oleh anggota keluarga;
- Meningkatnya frekuensi terusan anggota keluarga kepada penggunaan internet secara bijak;
- Meningkatnya intensitas pemanfaatan media digital dalam berbagai kegiatan di keluarga; dan
- Meningkatnya jumlah pembinaan literasi digital yang aplikatif dan memiliki efek pada keluarga.
4.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Keluarga
Strategi pengembangan literasi digital keluarga dimulai dari orang tua sebab orang renta mesti menjadi acuan literasi dalam menggunakan media digital. Orang bau tanah mesti membuat lingkungan sosial yang komunikatif dalam keluarga, utamanya dengan anak. Membangun interaksi antara orang tua dan anak dalam pemanfaatan media digital mampu berbentukdiskusi, saling menceritakan pemanfaatan media digital yang positif. Langkah selanjutnya dalam strategi pengembangan literasi digital dalam keluarga adalah mengenalkan bahan dasar yang diberikan kepada anggota keluarga, adalah ayah, ibu, dan anak, antara lain, dengan melakukan hal-hal berikut.
4.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
Penyuluhan wacana internet sehat terhadap orang tua. Penguatan literasi digital untuk orang renta mampu dilaksanakan melalui penyuluhan, pelatihan, dan training tentang bagaimana menggunakan internet sehat. Orang renta diajarkan memakai situs yang aman yang mampu dipakai oleh anak, diajarkan cara memakai media umum dengan bijaksana, cara memaksimalkan internet dalam mencari gosip dan pengetahuan, dan sebagainya.
4.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Belajar Bermutu
1. Penyediaan Bahan Bacaan Terkait Media Digital di Rumah
Peningkatan jumlah dan ragam materi bacaan bertema teknologi berita dan komunikasi dalam bentuk koran, majalah, buku, dan dalam bentuk salinan lunak yang dapat diakses lewat komputer dan gawai.
2. Pemilihan Acara Televisi dan Radio yang Edukatif
Pemilihan acara televisi dan radio yang edukatif bagi anggota keluarga utamanya pada anak mampu menjadi sumber wawasan. Orang renta wajib menyaring program-acara yang pantas ditonton dan didengar oleh anak. Dari program televisi dan radio yang edukatif tersebut anak juga menerima bahan pembelajaran dan aktivitas literasi yang menggembirakan di keluarga.
3. Pemilihan Situs dan Aplikasi Edukatif selaku Sumber Belajar Anggota Keluarga
Situs dan aplikasi edukatif mampu digunakan oleh anggota keluarga. Misalnya, orang tua dapat menggunakan situs sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id atau keluargakita.com atau situs yang lain untuk berbagi pengetahuan diri terkait dengan keluarga. Anak dapat membuka situs dan aplikasi untuk memperbesar pengetahuan dan mengasah kreativitasnya, mirip aplikasi anak pintar, tebak gambar, permainan matematika, atau situs mirip kbbi.kemdikbud.go.id, inibudi.com, dan sebagainya.
4.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar Bermutu dan Cakupan Peserta Belajar
1. Penyediaan Komputer, Laptop, Gawai, dan Akses Internet di Keluarga
Penyediaan komputer dan susukan internet merupakan salah satu upaya penting dalam pertumbuhan ilmu pengatahuan pada kurun digital ini. Sumber mencar ilmu yang diperlukan dapat diperoleh dengan menggunakan akses internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan keluarga terutama anak dalam mempelajari ilmu teknologi isu dan komunikasi harus ditunjang dengan ketersediaan perangkat komputer dan internet yang ada di rumah. Orang renta dan anak mampu mengikuti kelas daring perihal beragam wawasan dan keterampilan.
2. Penyediakan Televisi dan Radio Sebagai Sumber Informasi dan Pengetahuan
Televisi dan radio dapat digunakan selaku sumber isu dan pengetahuan bagi anggota keluarga. Saat ini televisi banyak dikembangkan dan disambungkan dengan program televisi dari berbagai kanal dunia lewat TV kabel. Dengan demikian, anggota keluarga memiliki banyak opsi untuk memilih stasiun TV dan acara yang mampu mengembangkan pengetahuan dan keterampilan keluarga.
4.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
Sharing Session
Sharing session dapat dijalankan dengan mengundang pakar, praktisi, dan relawan yang didukung oleh pemerintah sentra, pemerintah kawasan, dunia usaha dan industri, relawan pendidikan, dan mediauntuk berbagi isu perihal cara mereka mengaplikasikanteknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari.
Pelibatan para spesialis, praktisi, dan relawan secara personal atau kelembagaan ini berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatannya teknologi info dan komunikasi untuk keluarga. Kegiatan sharing session mampu dijalankan lewat kegiatan yang ada di sekolah dan penduduk , namun konsentrasi pembahasannya disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan literasi digital pada keluarga.
4.2.5 Penguatan Tata Kelola
1. Pembuatan Kesepakatan atau Aturan Keluarga
Pembuatan janji atau hukum keluarga terkait denganpemanfaatan dan penggunaan teknologi dan media digital mampu mendukung pengembangan diri anggota keluarga utamanya anak. Misalnya, mengimbau anak untuk bermain aplikasi permainan edukatif tertentu, memakai terusan gawai, televisi, dan internet pada waktu-waktu tertentu.
2. Pendampingan
Keluarga ikut mendampingi dalam penggunaan media digital sebagai sarana pengembangan literasi (keamanan dan keselamatan media digital). Pendampingan keluarga terutama orang renta kepada anak dalam memakai alat elektronik dan mengakses internet di rumah menjadi hal yang sungguh penting di tengah bebasnya arus info. Orang tua mesti mendampingi anak dalam hal memakai internet untuk membantu peran sekolah, mengawasi fitur yang boleh digunakan dan tidak boleh digunakan, menjaga kesopanan dalam berkomunikasi di media umum, memutuskan info yang didapat berasal dari sumber yang tepercaya dan mampu dipertanggungjawabkan, mempertahankan supaya anak tidak mengirimkan atau mengunggah pesan, gambar, dan video yang dapat menyakiti orang lain, dan lain-lain.
BAB 5 GERAKAN LITERASI DIGITAL DI MASYARAKAT
5.1 Sasaran Gerakan Literasi Digital di Masyarakat
Kecerdasan bermedia di penduduk sangat penting. Saat ini penggunaan media digital di dunia sudah menjadi gaya hidup, yang terkoneksi dengan teknologi info. Pertumbuhan media digital memungkinkan pergeseran perilaku penduduk . Keterbukaan informasi di media sosial tidak diikuti dengan kecerdasan bermedia untuk menganalisis data dan konten yang ada.
Tujuan literasi digital di penduduk adalah mengedukasi penduduk dalam mempergunakan teknologi dan komunikasi dengan memakai teknologi digital dan alat-alat komunikasi atau jaringan untuk mendapatkan, menganalisa, memakai, mengorganisir, dan menciptakan berita secara bijak dan inovatif. Selain itu, literasi digital juga bermaksud untuk menggunakan media digital secara bertanggung jawab, mengenali aspek-faktor dan konsekuensi aturan terkait dengan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Fitur-fitur yang perlu dimengerti meliputi dasar-dasar komputer, penggunaan internet dan acara-acara produktif, keamanan dan kerahasiaan, gaya hidup digital, dan kewirausahaan. Selain itu, terdapat juga sasaran spesifik yang ingin diraih selaku berikut.
- Meningkatnya jumlah dan variasi bahan bacaan literasi digital yang dimiliki setiap kemudahan publik;
- Meningkatnya frekuensi membaca materi bacaan literasi digital saban hari;
- Meningkatnya jumlah materi bacaan literasi digital yang dibaca oleh penduduk setiap hari;
- Meningkatnya jumlah partisipasi aktif komunitas, lembaga atau instansi dalam penyediaan bahan bacaan literasi digital;
- Meningkatnya jumlah kemudahan publik yang mendukung literasi digital;
- Meningkatnya jumlah aktivitas literasi digital yang ada di masyarakat;
- Meningkatnya partisipasi aktif penduduk dalam acara literasi digital;
- Meningkatnya jumlah pembinaan literasi digital yang aplikatif dan mempunyai pengaruh pada masyarakat;
- Meningkatnya pemanfaatan media digital dan internet dalam menawarkan terusan informasi dan layanan publik;
- Meningkatnya pengertian masyarakat terkait penggunaan internet dan UU ITE;
- Meningkatnya angka ketersediaan jalan masuk dan pengguna (melek) internet di suatu kawasan; dan
- Meningkatnya jumlah training literasi digital yang aplikatif dan mempunyai pengaruh pada masyarakat.
5.2 Strategi Gerakan Literasi Digital di Masyarakat
5.2.1 Penguatan Kapasitas Fasilitator
1. Pelatihan Penggunaan Aplikasi atau Perangkat Digital
Penggunaan aplikasi atau perangkat digital dalam berliterasi di masa digital saat ini sangatlah penting. Untuk itu perlu pelatihan atau sosialisasi terhadap para pegiat literasi atau yang memiliki kegemaran membaca buku untuk mempunyai aplikasi, mirip Goodreads, Google Play Books, atau Aldiko Book Reader pada telepon bakir (ponsel pintar) yang mereka miliki.
2. Pelatihan Penulisan dan Pembuatan Blog Atau Media Jurnal Harian Daring
Media digital untuk menuangkan hasil tulisan dikala ini sungguh beragam, seperti menuangkan goresan pena pada blog, Facebook, situs info daring, dan sebagainya. Untuk itu training menulis, memiliki akun, serta cara menuangkan tulisan pada akun tersebut menjadi salah satu hal yang perlu didorong kepada para pegiat literasi agar tulisan yang sudah dibuat dapat dibaca oleh banyak orang.
3. Pelatihan Penggunaan Perangkat atau Aplikasi Internet yang Bijaksana
Penguatan literasi digital untuk pegiat literasi mampu dilaksanakan lewat seminar atau training tentang cara menggunakan internet sehat. Pegiat diajarkan cara memakai media sosial dengan bijaksana dengan cara menulis atau menebar konten tulisan yang konkret, dapat menganalisis dan mencari kebenaran informasi yang didapatkan supaya tidak menebar isu bohong (hoaks), mengoptimalkan internet dalam mencari gosip dan wawasan yang berkhasiat untuk masyarakat, dan sebagainya.
4. Sosialisasi Bahan Referensi tentang Hukum dan Etika dalam Menggunakan Media Digital
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 ihwal Informasi dan Transaksi Elektronik perlu disosialisasikan terhadap penduduk lewat para pegiat literasi. Penggunaan isu yang sungguh bebas perlu ditunjang dengan hukum yang ada semoga setiap orang mampu mengembangkan pemikiran dan dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi isu seoptimal mungkin dan secara bertanggung jawab. Selain itu, adanya sosialisasi aturan ini dapat menawarkan rasa kondusif, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara teknologi info.
5.2.2 Peningkatan Jumlah dan Ragam Sumber Belajar Bermutu
1. Penyediaan Sumber Belajar perihal Teknologi Informasi dan Komunikasi di Ruang Publik
Peningkatan jumlah dan ragam bahan bacaan bertema teknologi berita dan komunikasi dalam bentuk koran, majalah, atau buku di ruang publik, seperti stasiun, terminal, bandara, taman bacaan penduduk , dan perpustakaan umum. Selain itu, sumber berguru berupa salinan lunak atau isu digital juga perlu diperbanyak dan ditaruh pada fasilitas biasa yang tersedia, contohnya, komputer atau layar digital yang ada di ruang publik atau dalam bentuk salinan lunak yang dapat diakses lewat komputer dan gawai.
2. Penyebaran Informasi dan Pengetahuan Melalui Media Sosial
Media sosial, seperti pos-el (email), Whatsapp, Line, Facebook, dan Blackberry Messenger sudah dimiliki oleh sebagian besar penduduk . Pemanfaatan media umum ini dapat dipakai selaku penyebaran gosip dan wawasan selaku bentuk sumber belajar penduduk . Namun, penduduk perlu kritis dan bijak dalam berbagi gosip dan wawasan yang dibentuk atau yang diperolehnya.
5.2.3 Perluasan Akses Sumber Belajar dan Cakupan Peserta Belajar
1. Penyediaan Akses Internet di Ruang Publik
Penyediaan akses internet merupakan salah satu upaya yang penting dalam kemajuan ilmu pengetahuan pada era digital ini. Sumber belajar yang dibutuhkan dapat diperoleh dengan menggunakan kanal internet dengan sangat cepat dan efisien. Kebutuhan masyarakat dalam memperoleh wawasan dan mengasah kemampuan mesti ditunjang oleh kesediaan oleh terusan internet yang ada di masyarakat. Misalnya, di desa terdapat pojok internet khusus yang disediakan untuk penduduk ; pada ruang publik lainnya, seperti perpustakaan umum, terminal, bandara, pelabuhan mampu disediakan terusan internet untuk penduduk .
2. Penyediaan Informasi Melalui Media Digital di Ruang Publik
Penyediaan layar dan papan gosip digital di ruang publik dapat menolong penduduk dalam memperoleh gosip dan pengetahuan gres. Layar isu yang ada di bandara, stasiun, terminal, pelabuhan, persimpangan jalan strategis, dan pasar dapat diisi dengan konten-konten kemajuan ilmu pengetahuan dunia, fakta-fakta sains sederhana, beritaberita terkini, permainan edukatif yang menantang, dan sebagainya. Semuanya dapat ditampilkan dan disediakan selaku penambahan wawasan penduduk .
5.2.4 Peningkatan Pelibatan Publik
1. Sharing Session
Sharing session dapat dikerjakan dengan mengundang pakar untuk menyebarkan ihwal cara mereka mengaplikasikan teknologi digital di dalam profesi dan kehidupan sehari-hari. Pelibatan para spesialis, praktisi, dan profesional secara personal atau kelembagaan yang berhubungan dengan dunia teknologi berita dan komunikasi di penduduk dapat meningkatkan literasi digital penduduk melalui banyak sekali aktivitas yang menggembirakan, seperti pada kelas ide dan kelas mengembangkan. Materi yang dibagikan oleh pakar, praktisi, dan profesional dapat diubahsuaikan dengan kebutuhan penduduk . Kegiatan sharing session dapat dilakukan dengan berkolaborasi dengan organisasi-organisasi yang ada di masyarakat, seperti karang taruna, PKK, komunitas baca, dan lain-lain.
2. Pelibatan Para Pemangku Kepentingan
Pemangku kepentingan yang dimaksudkan di sini yakni pemerintah sentra, pemerintah kawasan, dunia usaha dan industri, media, dan relawan pendidikan. Pelibatan semua pemangku kepentingan dalam rangka pengembangan literasi digital di penduduk dapat dilakukan dalam banyak sekali bentuk, misalnya, membuat acara/kegiatan literasi digital dalam bentuk festival digital, menyediakan sarana dan prasarana pendukung literasi digital, dan memfasilitasi pelatihan fasilitator literasi digital di lingkungan penduduk , terutama untuk para pegiat literasi.
5.2.5 Penguatan Tata Kelola
1. Pembuatan Kesepakatan atau Aturan
Kesepakatan atau aturan dalam komunitas dan pemerintah desa atau tempat terkait dengan pemanfaatan dan penggunaan teknologi dan media digital dibuat menurut kebutuhan dan perkembangan setiap tempat. Misalnya, pemerintah mengimbau masyarakat untuk menggunakan susukan gawai, televisi, atau internet pada waktu-waktu tertentu, menggunakan fasilitas teknologi berita dan komunikasi yang tersedia secara bergantian dan terorganisir; komunitas menciptakan hukum, yakni dengan mengharuskan anggotanya untuk menulis di blog atau media digital yang lain.
2. Pengalokasian Anggaran Khusus dalam Dana Desa
Pengalokasian anggaran khusus dalam dana desa mampu ditujukan untuk membiayai fasilitas prasarana dan pendampingan masyarakat terkait dengan pengembangan literasi digital. Sarana prasarana ihwal teknologi info dan komunikasi yang ada di desa perlu dikelola dengan baik semoga keberlanjutan dan kebermanfaatannya dapat terus digunakan oleh penduduk . Pemanfaatan dana desa tidak cuma untuk mempertahankan sarana prasarana, namun juga untuk membekali petugas pengurus dengan wawasan dan keterampilan agar mampu mengoperasikan sarana prasarana teknologi info dan komunikasi tersebut. Misalnya, suatu desa yang mempunyai pojok internet untuk penduduk dalam rangka desa melek internet dan juga menyelenggarakan sosialisasi kepada masyarakat terkait dengan pemanfaatan akomodasi yang telah disediakan tersebut.
BAB 6 PENUTUP
Pengembangan literasi digital mampu dilaksanakan di ranah sekolah, keluarga, dan penduduk . Dengan literasi digital sekolah, siswa, guru, tenaga kependidikan, dan kepala sekolah dibutuhkan memiliki kemampuan untuk mengakses, mengetahui, serta menggunakan media digital, alat-alat komunikasi, dan jaringannya. Dengan kesanggupan tersebut mereka mampu membuat gosip gres dan menyebarkannya secara bijak. Selain mampu mengusai dasar-dasar komputer, internet, program-program produktif, serta keselamatan dan kerahasiaan suatu aplikasi, penerima ajar juga dibutuhkan mempunyai pola hidup digital sehingga semua aktivitas kesehariannya tidak terlepas dari acuan pikir dan sikap masyarakat digital yang serba efektif dan efisien.
Dalam literasi digital keluarga, orang tua ialah garda terdepan dalam proses literasi digital di ranah keluarga. Ayah dan ibu merupakan pendidik pertama dan utama. Keluarga wajib melindungi anak-anaknya dari banyak sekali imbas negatif lingkungan, termasuk media digital. Pengembangan literasi digital keluarga lebih menekankan pada pentingnya mengoptimalkan pemanfaatan konten positif dan menyaring konten negatif. Dalam hal ini, keluarga merupakan benteng utama dalam membendung dampak negatif bagi anak.
Literasi digital masyarakat mampu dikembangkan melalui kelompok pengajian, PKK, karang taruna, komunitas hobi, dan organisasi masyarakat. Literasi digital ialah alat penting untuk menanggulangi banyak sekali masalah sosial, seperti pornografi dan perundungan (bullying). Literasi digital menciptakan penduduk dapat mengakses, menyeleksi , dan mengerti berbagai jenis info yang mampu digunakan untuk mengembangkan mutu hidup, mirip kesehatan, keahlian, dan kemampuan.
Pembelajaran literasi digital juga mesti melibatkan pengertian tentang nilai-nilai universal yang mesti ditaati oleh setiap pengguna, seperti keleluasaan berekspresi, privasi, keberagaman budaya, hak intelektual, hak cipta, dan sebagainya. Literasi digital menciptakan seseorang mampu berinteraksi dengan baik dan faktual dengan lingkungannya. Dengan demikian, literasi digital perlu dikembangkan di keluarga, sekolah, dan penduduk selaku bagian dari pembelajaran sepanjang hayat.
DAFTAR PUSTAKA
Untuk mendownload artikel dari Materi Pendukung Literasi Digital “Gerakan Literasi Nasional” (GLN) kemendikbud diatas dengan file berformat pdf Anda mampu mengunjungi situs resmi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan di http://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/wp-content/uploads/2017/10/cover-materi-penunjang-literasi-digital-gabung.pdf
Mari dukung Gerakan Literasi Nasional untuk Indonesia lebih baik!!
Demikian postingan pelajarancg.blogspot.com biar berfaedah