Tanda Kiamat dalam Bahasa Arab disebut dengan istilah “asyratu ssa’ah”. Asyrat ialah jamak dari as-syarthu yang artinya tanda, alamat, ciri atau permulaan dan pendahuluan sesuatu. Sedang sa’ah artinya pecahan dari waktu, baik sian atau malam, ialah satu bagian dari dua puluh empat jam dalam sehari semalam. Maksudnya adalah hari akhir zaman, karena terjadinya akhir zaman pada satu waktu yang sungguh cepat.
Didalam Al-Qur’an dan hadits sendiri. Ditegaskan bahwa sebelum terjadi akhir zaman ada tanda-tanda yang mampu dimengerti selaku petunjuk bahwa kiamt sudah bersahabat,
فَهَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا السَّاعَةَ أَنْ تَأْتِيَهُمْ بَغْتَةً ۖ فَقَدْ جَاءَ أَشْرَاطُهَا ۚ فَأَنَّىٰ لَهُمْ إِذَا جَاءَتْهُمْ ذِكْرَاهُمْ
Maka tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari akhir zaman (adalah) kedatangannya terhadap mereka dengan datang-datang, alasannya adalah bahwasanya sudah tiba tanda-tandanya. Maka apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu kalau hari kiamat sudah datang? (QS. Muhammad [47] : 18)
Didalam hadits shahih riwayat Al-Bukhary terkenal pertanyaan malaikat jibril yang mnyamar selaku insan terhadap Nabi saw., “beritaukanlah kepadaku tanda-tandanya (akhir zaman)!” kemudian Rasullulah menyebut beberapa tandanya, diantara sabda beliau, “bila seseorang hamba sahaya perempuan sudah melahirkan majikannya dan para pengembala miskin yang bisa telanjang kaki sudah berkompetisi dalam membangun gedung-gedung yang tinggi.
Mengenai kejadian akhir zaman yang sebenarnya, yaitu akhir zaman kehancuran total alam raya ini yang merupakan akhir dari kehidupan seluruh mahluk dunia, dirahasiahkan oleh Allah. Tidak ada satu pun mahluk yang di beri izin untuk mengenali kepastian waktunya.maka yang diberitahukan terhadap manusia hanyalah ciri-ciri dan tanda-tandanya yang menunjukan bahwa kiamat telah erat. Tanda-tanda kiamat besar, ada juga gejala yang jauh sebelum itu/ menjelang akhir zaman besar, yang disebut gejala kiamat kecil.
Tanda-tanda akhir zaman kecil
Yang termasuk tanda-tanda kiamat kecil adalah: pertama, diutusnya Nabi Saw. Diutusnya nabi saw merupakan salah satu tanda kiamat sudah lebih dekat dibanding dengan diutusnya para nabi yang sebelumnya. Karena ia ialah Nabi dan Rasul Allah terakhir yang tidak ada lagi nabi setelahnya. Maka berakhirlah penurunan Allah sehingga dengan demikian akhir zaman pun sudah mendekat. Oleh alasannya adalah itulah Rasullulah bersabda:
Aku diutus dan akhir zaman mirip ini, ialah seperti dua jari. (Hadits shahih riwayat Al-Bukhariy dari Abu hurairah, kitab Ar-riqaq 8 : 190).
Ketika mensyarah hadits ini, ibnu rajab al-Hambaliy mengatakan, “Rasullulah menggandengkan antara jari telunjuk dengan jari tengahnya mengambarkan dekatnya. Zaman ia dengan waktu kiamat mirip dekatnya telunjuk dengan jari tengah sebab di utusnya dia diikuti dengan terjadinya kiamt tanpa diselingi oleh seorang nabi lainnya sebagaiman beliau sabdakan pula di hadits yang lain,
“Aku ialah sang penghimpun yang mengumpulkan semua umat manusia dibawah telapak kaki, dan aku yakni sang pengiring [epilog para nabi terdahulu]… “(fathul-Bari, Ibnu Rajab, 3 : 147-148)
Kedua, terbelahnya bulan.
Berkenaan dengan terbelahnya bulan, Al-Qur’an menyatakan:
اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ
Telah dekat (datangnya) ketika itu dan sudah terbelah bulan. Dan jikalau mereka (orang-orang musyirikin) menyaksikan sesuatu tanda (mu’jizat) mereka berpaling dan berkata: “(ini adalah) sihir yang terus menerus.(QS.Al-Qamar [54] : 1-2)
Adapun hadits tentang terbelahnya bulan di antaranya apa yang diriwayatkan oleh imam Muslim dalam shahihnya (4 : 1158) dari ‘Abdullah ibn Mas’ud yang menyampaikan, “ketika kami sedang bersama Rasulllulah dimina, datang-tiba bulan terbelah menjadi dua cuilan, satu potongan di belakang gunung dan sebelah lagi di bawah, lalu Rasullulah bersabda, “saksikanlah!”. Masih pada shahih Muslim yang bersyukur yang bersumber dari Anas ibn Malik bergotong-royong kaum Musyirik meminta Rasullulah agar menandakan mukjizat, maka Rasullulah menawarkan terhadap mereka terbelahnya bulan.
Ketika menafsirkan ayat ini, Ibnu katsir menyampaikan: “Hal ini sungguh terjadi di masa Rasullulahsebagaiman telah tiba hadits-hadits secara mutawatir dengan sanad yang shahih, dan ini yakni perkataan yang di sepakati diantara para ulama bergotong-royong bulan benar-benar telah terbelah pada masa Rasullulah dan ialah salah satu mukjizat yang positif.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4 : 235).
Al-hafiz Ibn Hajar mengatakan “mayoritas kaum filosof, mengingkari terbelahnya bulan dengan berpengang teguh teguh pada teori bahwa tanda-tanda langit tidak dipersiapkan untuk kejdia hebat dan masalah ganjil. Demikian juga mereka mengingkari terbukanya pintu langit ketika terjadi kejadian isra’ dan pengingkaran mereka terhadap apa apa yang hendak terjadi pada hari akhir zaman mirip di gulungnya matahari dan lainnya-lain. Untuk menjawab mereka, jikalau mereka orang kafir , pertama-tama mereka akan didebat dilema “Mayoritas kaum filosofi, mengingkari terbelahnya bulan dengan berpegang teguh pada teori bahwa gejala langit tidak disediakan untuk kejadian luar biasa dan kasus ganjil, demikian pula mereka mengingkari terbukanya pintu langit saat terjadi kejadian isra’,
Kepastian agama Islam, kemudian mereka berserikat dengan lainnya dari kelompok pengingkar perkara tersebut. Dan kalau seorang muslim mendapatkan sebagian kasus serta menolak sebagia lainnya, maka terjadilah kontradiktif. Dan tidak ada jalan untuk menolakperkara yang telah ditetapkan oleh Al-Qur’an dari peristiwa-kejadian luar biasa pada hari akhir zaman. maka mestilah bolehnya terjadi insiden tersebut selaku mukjizat bagi Nabi saw.” (fathul-Bari Ibnu Hajar, 7 : 185)
Ketiga, keluarnya api di hijaz yang cahayanya hingga di Bashrah. Dalam beberapa hadits shahih disebutkan bahwa diantara tanda-tanda kiamat yaitu keluarnya api di tanah Hijaz yang cahayanya sampai menerangi bawah umur onta di Bashra, ialah nama satu kota di negeri syam. Di antara hadits itu adalah apa yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasullulah saw bersabda:
Tidak akan terjadi kiamat sehingga keluar api dari negeri Hijaz yang menerangi anakanak unta di bashra. (hadits shahih Riwayat Al-Bukhariy 8 : 100, Muslim 4 : 2227)
Imam An-Nawwi (hidup tahun 631-676H) memberi kesaksian bahwa di zaman insiden keluarnya api yang sangat besar di perbukitan batu sebelah timur Madinah. Kejadian tersebut disaksikan masyarakatsyam dan sebagian orang mendatangi daerah kobaran api tersebut. (syarah Muslim oleh Imam Nawawi, 18 : 28)
Kesaksian yang serupa disampaikan oleh seorang ulama mahir hadits dan hebat sejarah termuka, syekh syihabudin Abu syamah (wafat th. 665 H) yang mengatakan, “pada tahun 654 H, hari jum’at tanggal 5 jumadil Akhir, timbul kobaran api yang sungguh dahsyat di sebagian lembah Madinah yang panjangnya empat farsakh (12 mil) dan lebarnya sekitar 4 mil yang aben perbukitan watu sehingga meleleh mirip timah kemudian mengeras menjadi hitam. Cahayanya mampu menerangi pejalan kaki di malam hari menuju Taima. Peristiwa itu berlangsung selama sebulan dan masyarakatMadinah senantiasa mengenangnya lalu mereka menciptakan tanda pengenal di kawasan tersebut.” (An-Nihayah fil-Fitan wal-Malahim karya Ibnu Katsir, hal 26-27)