Tak cuma asal muasal Gajah Mada, sosok jagoan yang beken dengan Sumpah Hamukti Palapanya (Sumpah Palapa) masih menjadi misteri. Penyebab kematian sang maha patih Majapahit itu meninggal pun masih misteri.
Di golongan para sastrawan dan sejarawan tersebar beberapa berita dan beberapa versi bagaimana dan apa penyebab ajal Gajah Mada. Mulai dari mati alasannya adalah sakit sampai mati alasannya adalah konspirasi pejabat Majapahit yang sungguh tampakdalam perang Bubat.
Kemudian yang terakhir yaitu mati alasannya moksa atau murca yang konon orang bilang mati menghilang tanpa meninggalkan jasad.
Fakta itu muncul dalam acara Seminar Borobudur Writers & Cultural Festival 2012 bertemakan; “Kontroversi Gajah Mada Dalam Perspektif Fiksi dan Sejarah” di Manohara Hotel, Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Magelang, Jateng,
Sejarawan sekaligus Arkeolog Universitas Indonesia (UI) Agus Aris Munandar mengungkapkan banyak versi kematian Gajah Mada.
Di satu sisi, banyak foklor (kisah dari ekspresi ke mulut) dari masyarakat di sekeliling situs Trowulan, Jatim yang menyatakan bahwa Gajah Mada tewas sesudah melaksanakan perang Bubat.
Perang Bubat ini, ialah perang dimana Raja Pajajaran datang untuk membahas pernikahan antara Raja Hayam Wuruk dari Majapahit dan Putri Diah Pitaloka dari Pajajaran. Pernikahan ini besar artinya untuk kedua kerajaan. Saat itu cuma Pajajaran yang masih bangkit gagah menentang hegemoni Majapahit.
Majapahit merasa lebih baik menjadikan Pajajaran sebagai sekutu ketimbang negara jajahan.
Namun, sebab adanya konspirasi dalam pejabat istana kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk telah dijodohkan dengan adik sepupunya Putri Sekartaji atau Hindu Dewi.
“Konspirasi dalam hal ini yang dimaksud konspirasi pejabat Majapahit pada masanya. Gajah mada itu terlalu cemerlang. Dia ingin dijatuhkan. Konspirasi pejabat Majapahit sendiri. Bukan dari Pajajaran. Itu yang membenci pada Gajah Mada. Soal akad nikah itu, teori saya perihal Gajah Mada, Gajah Mada tidak bersalah. Gajah Mada cuma melakukan titah sang raja. Gajah Mada hendak menjodohkan Hayam Wuruk dengan Diah Pitaloka. Gajah mada Ingin sekali untuk menyatukan antara Raja Sunda dan Raja Jawa lalu bergabung. Indah sekali,” tegas Aris.
Gajah Mada tidak tahu ternyata di balik itu ada perjodohan istana semenjak kecil. Dijodohkan dengan sepupunya. Kenapa Gajahmada tidak tahu alasannya adalah ada rahasia perjodohan istana di dalam. Gajah Mada kan ada di luar ia tidak tahu itu.
“Hayam wuruk dijodohkan dengan adik sepupu Dewi Sekartaji atau Hindu Dewi semenjak kecil. Itu Gajah Mada tidak mengetahui. Begitu raja dan ratu Tribuana Tungga Dewi tiba, ini apa-apaan? Kalau dijodohkan bagaiamana? Batalkan Gajah Mada!” jelasnya.
Usai perang Babat itu, diyakini Gajah Mada meninggal atau mati dengan moksa. Sebab, hingga dimana pun dan kapanpun Gajah Mada tidak akan pernah mau melawan perintah raja Majapahit. Jika Gajah Mada melawan perintah raja, maka akan memotong jalan dan tujuan Gajah Mada mati secara moksa. Yang saat itu disebut selaku ajal tepat dan infinit.
“Kalau ia melawan perintah raja maka beliau tidak akan hingga pada tingkatan moksa. Begitu ia di puncaknya melawan perintah raja maka ia dikutuk oleh raja. Dalam kitab dan filosofi “Karmaning Jawa Dwipa” sungguh kuat dikatakan Gajah Mada dengan kesaktian dan ilmunya sengaja mencari moksa dengan sempurna. Mengabdi kepada Jayanegara dan Ratu Tribuana Tungga Dewi untuk masuk suarga loka,” ungkap Aris.
Tapi banyaknya kepentingan pejabat-pejabat di dalam istana Majapahit sehingga menimbulkan patih Gajah Mada sakit dan kemudian meninggal.
“Saat pemerintahan Raja Hayam Wuruk klimaksnya dan jadinya di Negarakertagama diceritakan Gajah Mada mengalami proses sakit dan meninggal. Data asli bagi aku Negarakertagama. Bukan kidung sunda atau kidung sundyana. Saat itu, Gajah Mada sedang pergi. Ke kawasan Selatan. Mahapatih mendengar perintah sang raja kemudian kembali ke Majapahit dikala kembali dalam perjalanan Gajah Mada sakit. Tidak keburu lalu meninggal,”ungkap Agus Aris.
Sementara Budayawan Yakob Sumarjo yang mendalami Kidung Sundayana (1800 SAKA) dan Carita Parahyangan Abad XVI berkeyakinan bahwa Gajah Mada meninggal dengan cara moksa atau menghilang.
Yakob menceritakan beberapa kidung yang beliau pelajari menceritakan banyak orang Sunda pergi ke Jawa dengan bahtera Jung dengan iring-iringan pengawal dulu, disusul perahu raja dan bangsawan disertai bahtera menampung logistik materi makanan dan senjata.
“Sampai disana di Bubat, menanti. Semula disambut dengan baik. Tetapi tidak diantarlagi semacam pinjaman persembahan karena adanya Medang Gajah Mada. Pangeran Pajajaran kunjungi rumah Gajah Mada. Masjid besar, belok Timur mereka berdiri digerbang. Melihat gajah mada rapat pernikahan. Gajah Mada menyaksikan rombongan tapi membiarkan. Rombongan Pajajaran masuk ke halaman dan terjadi pertandingan,”tutur Yacob.
Peperangan itupun dilerai oleh pemuka agama Majapahit dan dijanjikan beberapa hari untuk diberikan keputusan. Akhirnya putri Raja Pajajaran Diah Pitaloka itu dinyatakan hanya sebagai persembahan sehingga tidak boleh diperistri. Peperangan pun berkecamuk dan berlangsung sengit.
“Perang raja lawan raja. Pangeran lawan pangeran. Mereka (Pasukan Pajajaran) gugur. Hayamwuruk kerjakan pesta besar-besaran. Hayam wuruk marah Gajah Mada mau ditangkap tetapi menghilang dengan cara moksa. Mereka tidak menyalahkan Gajah Mada karena dianggap keturunan Dewa Wisnu. Dalam Kidung digambarkan, laut jadi merah gagak-gagak bertebangan,” tutur Yacob.
Sumber: http://www.merdeka.com