Filsafat Pendidikan Dan Teori-Teori Landasan Filsafat Pendidikan

 Filsafat Pendidikan merupakan ilmu yang memberi jawaban terhadap pertanyaan Filsafat Pendidikan dan Teori-Teori Landasan Filsafat Pendidikan

A. FILSAFAT PENDIDIKAN

Filsafat Pendidikan ialah ilmu yang memberi tanggapan terhadap pertanyaan-pertanyaan dan persoalan-dilema dalam lapangan pendidikan.

Menurut ahli-ahli filsafat Amerika di antaranya John S. Brubacher dan Theodore Brameld, ada empat ajaran filsafat pendidikan, yakni:

  1. Perenialisme, menatap bahwa keadaan kini ini diliputi oleh kekacauan dan kesimpangsiuran dalam dunia pendidikan dan kebudayaan. Hal ini disebabkan insan sudah melupakan dan mengabaikan nilai-nilai luhur keagamaan, seperti yang terdapat pada masa pertengahan. Oleh sebab itu, Perenialisme ialah filsafat pendidikan yang bersifat regresif (seperti pada waktu periode pertengahan).
  2. Esensialisme, merupakan filsafat pendidikan yang tidak menyetujui simbolisme mutlak dan dogmatis periode pertengahan. Makara, ialah reaksi kepada pendapat aliran Perenialisme Esensialisme menginginkan pendidikan yang stabil, tidak berubah-ubah, dan sistematis yang menyanggupi permintaan zaman terbaru.
  3. Progresivisme, mengharapkan pendidikan yang fleksibel dan senantiasa disesuaikan dengan suasana dan keadaan. Progresivisme tidak menyepakati pendidikan yang otoriter, sehingga yang diutamakan Progresivisme adalah bab-bab utama dan kebudayaan, yakni golongan ilmu hayat, antropologi, psikologi. dan ilmu alam.
  4. Re-Konstruksionisme, pada dasarnya sama dengan Progresivisme, tetapi mampu dikatakan lebih progresif lagi.

Keempat pedoman filsafat pendidikan tersebut di atas dipengaruhi dan disokong oleh empat pedoman filsafat, yaitu:

a. Naturalisme, mengatakan bahwa kenyataan yang bantu-membantu dan segala sesuatu itu berasal dari dalam dan tidak ada sesuatupun yang ada ini terdapat di balik alam ini.
b. Idealisme, berpendapat bahwa kenyataan itu berisikan pandangan baru-ilham atau spirit, sedangkan alam fisik ini tergantung pada atau merupakan lisan dari jiwa universal atau Tuhan.
c. Realisme, berpendirian bahwa dunia luar itu ialah kenyataan yang bergotong-royong.
d. Pragmatisme, mengatakan bahwa yang benar itu hanyalah yang berkhasiat untuk masyarakat. Hal ini terkenal juga dengan nama utilities principle.

  Pemahaman Pajak Daerah Dan Penjelasannya

Seperti kita ketahui bahwa pedoman-pedoman filsafat pendidikan yang sudah dibicarakan di atas yakni buah asumsi dari andal-mahir filsafat barat. Untuk Indonesia, falsafah hidup bangsanya yaitu Pancasila.

B. LANDASAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Perkembangan teori pendidikan mengalami proses yang berangkat dari pandangan-persepsi, sudut tinjau, atau kerangka contoh yang melandasi penyelenggaraan pendidikan. Landasan ini menyangkut pandangan sebuah teori kepada hakikat anak sebagai subjek asuh.

Landasan teori ini umumnya menjadi doktrin yang menempel ketat dalam individu-individu yang mengelola pendidikan Dengan demikian, maka policy dan praktik kerjanya akan diwarnai oleh prinsip dan doktrin yang dianutnya.

Teori-teori yang menjadi landasan filsafat pendidikan yang telah herkembang semenjak kurun ke-17 ialah selaku berikut:

1. Teori Empirisme

Teori ini menyampaikan bahwa pertumbuhan insan sangat ditentukan oleh aspek lingkungan, terutama pendidikan Anak lahir bagaikan kertas putih yang belum ada tulisannya. Lingkunganlah yang mau membubuhkan aneka ragam tulisan pada kertas putih itu.

Demikian juga manusia, pribadinya baik atau jelek menurut ukuran normatif tergantung lingkungan yang membentuknya. Oleh karena itu, pendidikan merupakan aspek vital dalam membentuk langsung insan. Pendidikan sebagai lingkungan berkuasa sarat atas pembentukan eksklusif manusia.

Teori ini dipelopori oleh mahir filsafat dan ahli pendidikan yang bernama John Locke (1632-1704). Teorinya biasa diketahui dengan teori “Tabularasa”. Ia menilai bahwa insan lahir bagaikan tabularasa (meja yang di atasnya dilapisi lilin).

Tulisan apa pun yang dituangkan pada tabularasa itu, demikian pulalah jenis bentuk dan warna meja itu. Teori inilah yang kemudian diterapkan dalam dunia pendidikan karena seorang anak dilahirkan dalam keadaan higienis tanpa noda dan suci adanya, maka lingkunganlah yang membentuk eksklusif anak di kemudian hari.

  Pengertian Dan Penjelasan Krisis Ekonomi Global

Pandangan di atas sejalan dengan teori J.J. Rouseau yang menyatakan bahwa, “All things are good as they came out of the hands of their creator but everything generates in the hands of man“.

Segala sesuatu pada dasarnya baik sebagaimana datang dari penciptanya, namun segala sesuatu menurun ke tangan tangan manusia. Berarti pembentukan langsung manusia tergantung kepada manusianya itu sendiri dalam mendayagunakan lingkungan.

Oleh karena itu, berhubung lingkungan relatif dapat didayagunakan dan dikuasai oleh insan, maka aliran ini mempunyai ciri optimisme dalam pertumbuhan pribadi insan.

2. Teori Nativisme

Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan pribadi sangat ditentukan oleh aspek hereditas atau pembawaan yang potensial berasal dari dalam diri seseorang. Anak lahir sudah menjinjing potensi-peluangyang berasal dari dalam diri anak itu secara kodrati. Pembentukan langsung anak berikutnya tergantung bagaimana dia membuatkan pembawaan ini.

Teori ini mengabaikan lingkungan secara dominan dalam pembentukan pribadi seseorang dan pendidikan memainkan peranan hanya dalam rangka perealisasi potensi-potensi pembawaan.

Teori ini dipelopori oleh Arthur Schopenhauer (1788 – 1860). Pendapatnya tentang langsung manusia adalah bahwa aspek pembawaan yang telah dibawa semenjak lahir tidak dapat diubah oleh dampak lingkungan atau pendidikan. Apabila manusia semenjak lahir memiliki potensi-potensi yang secara kodrati tinggi, maka pertumbuhan pribadi mendatang akan tinggi pula.

Sebaliknya, bila anak lahir tanpa potensi-potensi hereditas yang bagus, maka seseorang nantinya akan memiliki potensi yang kurang baik. Pendidikan tidak akan mengubah kodrat insan yang telah menenteng potensi-potensi sejak lahir.

3. Teori Konvergensi

Teori ini menyatakan bahwa pertumbuhan langsung manusia ialah hasil dari proses kerja sama antara hereditas (pembawaan) dan environment (lingkungan). Tiap eksklusif ialah perpaduan atau konvergensi dari faktor internal (potensi-peluangdalam diri) dengan faktor eksternal (lingkungan termasuk pendidikan).

  Kebijakan Kurikulum Untuk Pemulihan Pembelajaran Sehabis Pandemi

Bagaimanapun baiknya hereditas, kalau lingkungan tidak menunjang dan mengembangkannya, maka hereditas yang sudah baik itu akan menjadi laten (tetap tidur). Begitu juga sebaliknya, bila hereditas telah tidak baik, tetapi lingkungan memungkinkan dan menunjang, maka kepribadian yang ideal akan tercapai.

Teori ini dipelopori oleh William Stern (1871-1938). Teori ini menekankan kedua faktor yang berasal dari pembawaan maupun lingkungan. Aliran ini mengakui bahwa anak lahir sudah menenteng potensi-kesempatantertentu.

Namun demikian, peluangpeluangtersebut bersifat potensial dan lingkungan (baca: pendidikan) akan berperan juga dalam membentuk langsung insan, sehingga pribadi manusia ialah perpaduan di antara keduanya.
***

Masing-masing dari ketiga teori di atas memiliki penganut sesuai dengan keyakinan pandangan dan sudut tinjauannya. Namun, berkembangnya ilmu wawasan menenteng konsekuensi arah yang lebih kongkret.

Kenyataan menunjukkan bahwa pribadi orang sungguh diwarnai oleh lingkungan di mana ia hidup. Di samping insan menjinjing potensi-potensi sejak lahir, pendidikan sangat memengaruhinya.

Sebagai contoh, seorang anak yang lahir dari seorang pendeta atau alim ulama, belum menjamin beliau menjadi orang yang soleh di kemudian hari, kalau sejak kecil beliau dididik pada orang yang suka main judi, merampok, dan sebangsanya.

Di lain pihak, anak yang lahir dengan kesempatanyang serba lemah (anak dalam kategori debile, embicile, ediot, dan sebagainya), meskipun dididik oleh ilmuwan handal, maka lingkungan tidak kuasa mengubah serba kelemahan tersebut menjadi orang yang berpribadi lengkap secara optimal.

Oleh sebab itu, teori konvergensi ini banyak dianut oleh para mahir pendidikan dewasa ini alasannya sifatnya yang realistis.

Sumber buku:
Judul: PROFESIONALISME GURU DALAM PEMBELAJARAN
Penulis: Drs. H. Zainal Aqib, M. Pd.
Dicetak oleh: Percetakan Insan Cendekia, Jl. Kaliwaron 58, Surabaya.
Cetakan Pertama, 2002. Cetakan Kedua, 2007, Cetakan Ketiga, 2010.