Empat Kisah pada Satu Hari Minggu | Cerpen Wendoko



Kisah Satu
Hari itu cerah. Lewat jam satu siang. Langit biru & awan putih. Pohon-pohon berjajar, dlm warna hijau yg lembut. Rumput di tepi jalan bergoyang mengikuti angin. Kompleks perumahan itu cenderung lengang. Pertama, alasannya kompleks itu tergolong gres. Masih banyak tanah yg ditumbuhi ilalang. Kedua, sebagian besar penghuni kompleks yaitu orang-orang golongan menengah. Jadi pada Minggu siang tak banyak yg berdiam di rumah.

Dua ABG wanita di atas motor melintasi salah satu jalan di kompleks perumahan itu. Di kiri jalan tanah kosong yg dipenuhi rumput. Beberapa petak tanah ditanami singkong & jambu. Di sebelah kanan, sedikit rumput kemudian sungai bikinan yg menghalangi dgn kompleks perumahan lain. Jalan itu lebar & beraspal mulus.

ABG pertama, yg memegang kemudi, berbadan tinggi-kurus. Ia bercelana jins yg sudah tak keruan warnanya & kaus merah. ABG kedua, yg duduk di boncengan, bertubuh gemuk-pendek. Ia mengenakan kaus & rok yg melewati lutut. Keduanya bukan penghuni kompleks perumahan itu, tetapi penduduk yg bertempat tinggal di belakang kompleks. Dulu mungkin kakek atau orang renta mereka yakni pemilik tanah yg kini berubah menjadi perumahan golongan menengah.

ABG pertama gres satu minggu ini punya motor. Karena itu ia datang ke kompleks perumahan yg cenderung lengang itu, untuk belajar mengemudi. ABG kedua tidak punya motor, tetapi sungguh ingin naik motor. Karena itu ia mengekor temannya yg masih belajar mengemudi itu.

Siang itu cerah. Langit biru & awan putih. Pohon-pohon berjajar, dlm warna hijau yg lembut. Rumput di tepi jalan bergoyang mengikuti angin. Mungkin sebab terbawa suasana itu, ABG pertama mempesona gas kencang-kencang. Motor melesat dgn kecepatan 60 km/jam. Keduanya tertawa senang.

Jalan itu lebar & beraspal mulus. Tapi ada sedikit kelokan, yg setengah terhalang ilalang. Setelah itu jembatan & pintu gerbang salah satu blok perumahan. Di depan pintu gerbang ada gundukan aspal, yg disebut polisi tidur. ABG pertama terkejut . Ia menginjak rem. Mungkin karena gugup atau belum terpelajar mengemudi, ia malah menginjak persneling & menawan gas. Motor itu menerjang gundukan aspal. Kedua ABG menjerit. Motor itu terbang. Kedua ABG pula terbang. ABG pertama mendarat di konblok dgn pinggul lebih dulu, lalu bahu. ABG kedua mendarat dgn lutut lebih dahulu. Keduanya menggeletak membisu, sementara motor yg gres berumur satu ahad menggesek konblok beberapa meter lebih jauh.

Di samping pintu gerbang ada pos jaga. Seorang satpam paruh baya, yg terkantuk-kantuk, tersentak terkejut . Ia mendengar jeritan. Ia tak melihat motor itu terbang. Ia tak menyaksikan kedua ABG terbang. Tapi ia menyaksikan waktu mereka jatuh & menggeletak di konblok.

Satpam paruh baya keluar dr pos jaga. Tak butuh waktu usang untuk paham. Motor nahas itu niscaya menerjang gundukan aspal, yg disebut polisi tidur. Kedua ABG wanita itu niscaya sedang berguru mengemudi. Lalu ia teringat beberapa bulan kemudian, tatkala ditubruk oleh dua ABG perempuan yg mencar ilmu mengemudikan motor. Ia jatuh & lengannya patah. Lengannya digips, & selama dua minggu ia mengaduh-aduh kesakitan. Setelah dua minggu, ia masuk kerja dgn lengan masih digips & dicangklong ke leher.

  5+ Dongeng Rakyat Malin Kundang Pesan Budbahasa Dan Alur Ringkasan

Satpam paruh baya masuk kembali ke pos jaga. Ia akal-akalan tak tahu peristiwa itu. Sementara kedua ABG, alasannya adalah tak ada yg membantu, pelan-pelan berdiri, beringsut mendekat, lalu saling memeluk & menangis.

Kisah Dua
Siang itu cerah. Langit biru & awan putih. Di sisi kota yg lain, tak ada pohon-pohon berjajar dlm warna hijau yg lembut. Tidak ada rumput bergoyang mengikuti angin. Hanya jalan yg tak begitu lebar di area perkantoran. Jalan itu agak lengang. Ada lampu kemudian lintas, lalu dua kendaraan beroda empat & tiga motor berhenti di lampu kemudian lintas itu.

Begitu lampu berganti dr merah ke hijau, ketiga motor eksklusif tancap gas. Satu dr ketiga motor itu mungkin motor keluaran awal 1990-an. Bentuknya agak asing. Berwarna merah pudar, jok robek-robek, & hanya tinggal satu kaca spion. Pengemudinya pria berumur 30-an. Agak gemuk. Berjaket & bercelana jins & bersandal jepit. Ia mengenakan helm yg lebih sempurna disebut topi proyek.

Motor itu melaju sekitar 50 meter. Lalu si pengemudi mendengar bunyi keras di belakang. Seperti ada yg pecah atau copot, kemudian suara berderak-derak, & motor itu melaju tersendat-sendat. Seketika si pengemudi berpikir, jangan-jangan rantai motornya putus. Tiga ahad lalu, waktu motor itu masuk bengkel, ia diingatkan untuk mengganti rantai & gir. Kondisinya sudah tak layak pakai, kata mekanik bengkel. Harganya cukup mahal & ia berpikir, untuk apa mengubah. Bukankah lebih baik motor butut & tak terurus itu dijual?

Motor itu masih melaju tersendat-sendat. Si pengemudi menginjak rem. Lalu motor itu oleng ke kiri. Motor & pengemudi terempas ke aspal yg tak mulus. Si pengemudi jatuh dgn keras, tapi tak sekeras seperti pada Kisah Satu. Ia berguling-guling. Helmnya copot. Sandal jepitnya copot. Ia menaruh kedua lengan di depan tampang, seperti petinju. Mungkin tujuannya melindungi kepala. Dan ia berguling sampai beberapa meter.

Si pengemudi menengok ke belakang.Tidak ada apa-apa di belakangnya. Berarti ia tak diterkamoleh kendaraan beroda empat atau motor lain. Kedua sikunya luka, sebab lengan jaket sengaja ditarik hingga melewati siku. Kepalanya pusing, mungkin terantuk-antuk aspal. Dengkul & kakinya sakit. Tapi yg lebih sakit yakni harga dirinya.

Lalu si pengemudi menentukan menggeletak di aspal. Sampai beberapa orang berlari mendekat. Dua orang menuntun motornya ke tepi. Tiga orang mengangkat tubuhnya ke trotoar.

  Tentang Seorang Yang Membunuh Keadilan di Penjaga Konstitusi | Cerpen Remy Sylado

Kisah Tiga
Siang itu cerah. Langit biru & awan putih. Pohon-pohon berjajar, dlm jarak yg longgar. Berdaun jarang & dlm warna hijau yg kusam. Tak ada rumput bergoyang mengikuti angin. Hanya sejumput-sejumput yg timbul dr celah kanstin atau trotoar. Jalan di area pertokoan itu tak lebar, tetapi cukup untuk dua kendaraan beroda empat. Pada Minggu siang itu, arus di jalan itu macet total.

Seorang pengemudi motor mengumpat-ngumpat. Ia merasa terjebak. Kota berengsek ini dr hari ke hari makin parah, katanya. Dulu cuma arus di sedikit jalan yg macet pada hari Minggu. Sekarang hanya sedikit jalan yg arusnya tak macet pada hari Minggu. Padahal ia menggunakan jaket hitam, sarung tangan hitam, celana panjang hitam, sepatu hitam. Lalu helm hitam yg menutup seluruh kepala. Umurnya tak mampu dikenali, sebab ia memakai helm yg menutup seluruh kepala.

Tapi si pengemudi motor masih bersyukur. Jalan itu memang hanya cukup untuk dua kendaraan beroda empat. Tapi ada celah 60 sampai 80 sentimeter di antara mobil-mobil atau mobil dgn trotoar. Makara ia mampu berkelok-kelok melewati celah itu, mengekor beberapa motor di depannya.

Ia berkelok-kelok hingga beberapa puluh meter. Lalu di satu celah yg agak sempit, ia menawan gas. Menurut perhitungannya, ia bisa masuk dgn menyisihkan sekian sentimeter dr sedan di depannya. Tapi perhitungannya meleset. Atau, mungkin karena tubuhnya bergoyang waktu menawan gas. Kemudi motor menyenggol keras pintu belakang sedan. Ia terempas ke kiri. Cukup keras, tapi tak sekeras seperti pada Kisah Satu & Kisah Dua. Pinggang si pengemudi motor memukul kanstin trotoar.

Celaka, pikirnya, sesudah menyaksikan logo di bumper sedan. BMW seri modern, dgn plat nomor putih! Si pengemudi motor berpikir cepat. Ia lalu berkelojot-kelojot di trotoar sambil memegangi pinggang.

Beberapa orang berlari mendekat. BMW seri terbaru itu masih melaju sekitar tiga meter, sebelum seseorang menggebuk bagasinya.

Seorang laki-laki paruh baya keluar dr pintu kemudi. Tubuhnya besar-tegap, rambutnya cepak, & ia berpakaian safari.

“Hei, elu! Ngapain elu mukul-mukul kendaraan beroda empat gue?”

“Tanggung jawab dong, Pak!”

“Tanggung jawab apaan? Elu mampu lihat kagak? Itu motor yg nyenggol kendaraan beroda empat gue! Lihat tuh, pintu belakang sampai lecet. Hei, bangsat! Bangun elu! Kagak usah akal-akalan. Gue tahu elu kagak apa-apa!”

Kisah Empat
Sebelum itu, pukul sembilan pagi. Langit biru & awan putih. Pohon-pohon berjajar, dlm warna hijau yg lembut. Rumput di tepi jalan bergoyang mengikuti angin. Di kompleks perumahan yg sama mirip pada Kisah Satu, orang-orang tumpah ke jalan utama. Sebagian orang bersepeda. Banyak yg lari-lari pagi. Sebagian lagi duduk-duduk di pembatas jalan, yg ditumbuhi rumput & pepohonan.

  Rumah Simalakama | Cerpen M Rosyid HW

Sebagai kompleks perumahan yg tergolong gres, banyak tanah kosong tampakditumbuhi ilalang. Penghuninya tak banyak, meski seluruh unit rumah yg dibangun sudah terjual. Pihak pengembang pula sudah melengkapi dgn prasarana & sarana. Ada jalan utama dua arah yg lebar, dgn pembatas jalan berbentuktaman. Ada gugusan ruko, lalu trotoar lengkap dgn pepohonan.

Mungkin sebab kondisi itu, penduduk sekitar memanfaatkannya selaku tempat rekreasi. Tiap hari Minggu, banyak orang tumpah-ruah ke jalan utama. Pihak pengurus balasannya membiarkan. Mungkin mereka berpikir lebih baik begitu daripada kompleks perumahan itu terlihat lengang. Mereka bahkan meminjamkan tanah kosong pada penduduk yg mau membuka warung atau memasarkan keperluan taman. Mungkin pihak pengurus berpikir lebih baik begitu dibandingkan dengan membayar untuk merawat tanah kosong. Asalkan dgn kesepakatantertulis: tak boleh mendirikan bangunan permanen & siap dikembalikan kapan saja jika diminta.

Pagi itu pria berumur 30-an dr Kisah Dua, dgn motor bututnya, keluar dr salah satu gang. Laki-laki dr Kisah Tiga, yg berpakaian serba hitam, melaju dgn motor di jalan utama.

Pagi itu seorang ibu berbadan gemuk, umur final 40-an, berjalan dgn anak perempuannya di tepi pembatas jalan. Mereka memakai kaus & celana pendek berwarna menonjol . Mereka baru saja lari-lari pagi. Sekarang mereka mau mampir ke pedagang bubur yg hanya berdagang saban hari Minggu.

Dari arah belakang si ibu gemuk & anak perempuannya, dua motor melaju agak kencang. Dua pasang ABG, laki-laki & perempuan, bercanda di atas dua motor itu. Tak ada yg menggunakan helm. Mereka tertawa-tawa. Lalu motor pertama tak sengaja menyenggol motor kedua. Lalu motor kedua oleng ke kanan, ke arah si ibu gemuk & anak perempuannya. ABG pria di belakang kemudi berteriak kaget. Ia menginjak rem. Terlambat! Ia menawan kemudi ke kiri, tapi tetap menyenggol si ibu gemuk. Si ibu gemuk berputar seperti gasing, & jatuh dgn pantat lebih dahulu. Cukup keras, tapi tak sekeras mirip pada Kisah Tiga. Motor kedua masih melaju beberapa meter sebelum terguling di aspal. Dua ABG itu, pria & perempuan, terpental. Cukup keras, lebih keras ketimbang Kisah Ketiga. Tapi tak sekeras Kisah Satu & Kisah Dua.

Si ibu gemuk merasa pantatnya sungguh sakit. Kepalanya mendadak sakit kepala. Tapi begitu melihat motor & dua ABG yg terpental, ia berpikir, pasti ia disenggol dr belakang. Ia lalu rebah di jalan aspal.

Dua ABG itu, laki-laki & perempuan, bergegas berdiri. Lalu berlari ke arah si ibu gemuk. Sementara anak perempuan si ibu gemuk berlutut. Ia mulai menjerit & meraung.

Sungguh, panorama yg dramatis! (*)