A. Pendahuluan
Dalam kehidupan, sering didapatkan banyak manusia yang melakukan sesuatu dengan gigih dan banyak pula yang kalem, bahkan tidak sedikit yang tidak berbuat apapun. Dengan demikian manusia berlawanan-beda dalam melalui setiap detik dalam kehidupannya. Perbedaan perilaku manusia dalam menyikapi waktu tersebut merupakan gejala-tanda-tanda kejiwaan yang menarik perhatian.
Secara psikologis ada masalah yang harus dipecahkan, kenapa dalam satu waktu ada yang melakukan pekerjaan sebagai petani, ibu rumah tangga dan ada yang tidak melakukan apa-apa sama sekali. Mengapa mereka melaksanakan perbuatan-tindakan itu? Apa yang mensugesti jiwa mereka sehingga terlahir sikap yang berlawanan-beda? Dari sudut pandang psikologi, pertanyaan-pertanyaan di atas mempersoalkan ihwal sebab atau mengapa sebuah prilaku itu dilaksanakan. Dalam kajian psikologi, sesuatu yang terdapat dibatik dilakukannya sebuah perilaku atau sikap insan ialah sesuatu yang dikenal dengan istilah motivasi.
Untuk lebih jelasnya, maka pemakalah akan mencoba membahasnya pada bab-bab berikut dengan pembahasan mengenai motivasi beragama dan tingkah laris keagamaan.
B. Emosi
1. Pengertian Emosi
Term emosi dalam pemakadian kita sehari-hari sangat berbeda dengan pengertian emosi dalam psikologi. Emosi dalam pernakaian sehari-hari mengacu kepada ketegangan yang terjadi pada individu akibat dari tingkat kemarahan yang tinggi.
Dari segi etimologi, emosi berasal dari akar kata Latin “movere” yang bermakna menggerakkan, bergerak. Kemudian ditambah dengan awalan “e” untuk memberi arti “bergerak menjauh“. Makna ini menyiratkan kesan bahwa kecendrungan bertindak ialah hak mutlak dalam. emosi. Orang yang takut akan berupaya melakukan sesuatu untuk melindungi dirinya, misalnya dengan lari sekuat tenaga. Namun, predisposisi bertindak sebagai salah satu ciri pada emosi tidak serta merta menjadikannya mudah untuk didefenisikan secara terminologis.[1]
Meskipun para hebat menilai defenisi emosi tak pemah membuat puas, namun mampu kita coba mendefenisikannya secara general. Ini sekedar sebagai citra selintas menuju pembahasan berikutnya, walaupun tidak akan sampai pada pengertian yang komprehensif.
Emosi ialah suatu tanda-tanda, psiko-fisikologis yang mengakibatkan imbas pada pandangan, perilaku, dan tingkah laris serta tertuang dalam bentuk verbal terentu.
2. Jenis Emosi
Ruang lingkup emosi sangatlah luga dan kompleks, sehingga para psikolog mengalami kesusahan dalam menentukan mana emosi primer dan mana emosi sekunder, mana emosi dasar dan mana yang telah bercampur dengan lainnya. Goleman mengemukakan ada delapan jenis emosi, ialah:
a. Amarah: beringas, mengamuk, benci, murka besar, jengkel, kesal hati, terganggu, tersinggung, berusuhan, agresi, tindak kekerasan dan kebencian.
b. Kesedihan: pedih, duka, muram, suram, kesepian, ditolak, putus asa, dan frustasi berat.
c. Rasa takut: cemas, takut, nervous, cemas, was-was, waspada, tidak hening, ngeri, fobia dan panic.
d. Kenikmatan: bahagia, bangga, puas, senang terhibur, besar hati, kenikmatan indrawi, rasa terpesona, rasa tercukupi, kegirangan hebat dan mania.
e. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa akrab, bakti, hormat, kasmaran, kakasih.
f. Terkejut: terkejut , terkesiap, kagum, tertegun.
g. Jengkel: hina, jijik, musk, mual, benci, tidak suka, mau muntah.
Dari emosi-emosi itu lalu dikategorikan lagi kedalam emosi inti atau emosi dasar, ialah, takut, murka, murung dan senang. Dan oleh hebat lain, berdasarkan Santrock, ditambahkan benci dan terkejut sehingga keselunthannya menjadi enam. Keenam inilah
Kemudian ditetapkan selaku emosi dasar yang mewamai lembar kehidupan usia. Tapi, karena kadang emosi dasar itu acap kali mengalami “campuran” antara sama lain, sehingga timbul kesulitan tersendiri dalam mendefenisikan emosi apa S tengah diekspresikan seseorang. Emosi marah kadang-kadang menyatu dengan benci atau takut bercampur dengan kaget, dan seterusnya.[3]
3. Fungsi Emosi
Varian-varian emosi ini memiliki bebrapa fungsi dalam kehidupan insan. unit Coleman dan Hammon, setidaknya ada empat fungsi emosi dalam kehidupan
a. Emosi berfungsi selaku pembangkit energi.
b. Emosi berfungsi sebagai pembawa berita.
c. Emosi berfungsi sebagai komunikasi intrapersonal dan interpersonal.
d. Emosi berfungsi selaku informasi tentang keberhasilan yang telah diraih.[4]
C. Motivasi Beragama
1. Pengertian Motivasi
Istilah motivasi barn di-gunakan semenjak permulaan kala kedua puluh. Selama beratus–ratus tahun, insan dipandang sebagai makhluk rasional dan intelek yang memilih tujuan dan menentukan sederet tindakan secara bebas. Nalarlah yang memilih apa yang dikerjakan manusia. Manusia bebas untuk menentukan dan pilihan yang ada balk atau jelek, tergantung pada inteligensi dan pendidikan individu. Oleh karenanva manusia bertanggungjawab penuh setiap perilakunya.
Konsep motivasi terinspirasi dari kesadaran para pakar ilmu, khususnya pakar filsafat, bahwa tidak semua tingkah laku insan dikendalikan oleh akal, akan tetapi ada juga tindakan manusia yang dilakukan di luar kendali manusia. sehingga lahirlah sebuah pendapat, bahwa manusia di samping selaku makhluk rasionalistik, beliau juga sebagai makhluk yang mekanistik adalah makhluk yang digerakkan oleh sesuatu di luar nalar (Chaplin, 2001) yang biasanya disebut dengan naluri atau insting.[5]
Setiap tindakan yang dilaksanakan insan balk yang disadari (rasional) atau yang tidak disadari (mekanikal/ naluri) pada dasamya ialah sebuah wujud untuk menjaga suatu keseimbangan hidup. Jika keseimbangan ini terganggu, maka akan muncul sebuah dorongan untuk melaksanakan kegiatan guna mengembalikan keseimbangan kondisi tubuh. Aktivitas penjagaan keseimbangan ini, adakala terjadi atas dasar fisiologis semata,tanpa diikuti kehendak insan, seperti tubuh mengeluarkan keringat pada ketika panas tinggi tinggi. Namun kadang-kadang acara tersebut berjalan atas dasar hasrattertentu, misalnya makan pada ketika lapar. [6]
Motivasi (motivation) adalah keseluruhan dorongan, cita-cita, kebutuhan dan daya yang sejenis yang mengarahkan perilaku.[7]Motivasi juga diartikan satu variable penyelang yang dipakai untuk menumbuhkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, menjaga, dan menyalurkan tingkah laris menuju satu sasaran.[8] Dalam diri seseorang, motivasi berfungsi sebagai pendorong kesanggupan, usaha, cita-cita, memilih arah, dan memilih tingkah laris. Kemampuan ialah tenaga, kapasitas atau kemampuan untuk melaksanakan suatu uatan, yang dihasilkan dari bawaan semenjak lahir atau merupakan hasil dari pengalaman. Vmha yaitu solusi sebuah peran untuk meraih impian. Sedangkan impian Wilah satu cita-cita, kemauan, atau dorongan untuk meraih sesuatu atau untuk membebaskan diri dari satu perangsang yang tidak menggembirakan.
Winkel rnenyatakan bahwa motivasi yaitu motif yang sudah menjadi aktif pada waktu tertentu. Sedangkan maksud dari motif yakni daya penggerak dalam diri seseorang untuk melaksanakan kegiatan tertentu demi mencapai suatu tujuan tertentu.[9] Sementara menurut Sarlinto Wirawan Sarwono, motif mempunyai arti ransangan, dorongan atau pembangkit tenaga bagi terjadinya tingkah laku. Sedangkan motivasi ialah istilah yang lebih biasa , yang menunjuk kepada seluruh proses gerakan, tergolong di dalamnya situasi yang mendorong timbulnva langkah-langkah atau tingkah laku individu.[10] Pengertian tersebut menggambarkan bahwa motif tidak sebatas pada pelaksanaan sikap, tetapi juga berkenaan dengan keadaan organisme yang menerangkan mengapa tingkah laris terarah terhadap suatu tujuan tertentu. Makara, motif merupakan latar belakang atau argumentasi mengap seseorang melakukan suatu acara tertentu. Seberapapun perbedaan para hebat dalam mendefenisikan motivasi, namun yang dapat diketahui bahwa motivasi ialah akumulasi daya dan kekuatan yang ada dalan diri seseorang untuk mendorong, merangsang, menggerakkan, menghidupkan dan memberi impian pada tingkah laris. Motivasi menjadi pengarah dan pembimbing tujuan hidup seseorang, sehingga ia bisa mengatasi inferioritas yang sungguh-sungguh dirasakan dan mencapai superioritas yang lebih baik. Makin tinggi motivasi hidup seseorang maka semakin tinggi pula intensitas tingkah lakunya, baik secara kuantitatif, maupun kualitatif.
a. Menggerakkan. Dalam hal ini motivasi menjadikan kekuatan pada individu membawa seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu. Misalnya, kekuatan dalam hal kenangan, respon-respon efektif, dan kecendrungan menerima kesenangan. Mengarahkan. Berarti motivasi mengarahkan tingkah laris. Dengan demikian beliau menawarkan suatu orientasi tujuan. tingkah laku individu diarahkan kepada sesuatu.
b. Menopang. Artinya, motivasi dipakai untuk mempertahankan dan menopang tingkah laris, lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas dan arah dorongan-dorongan dan kekuatan-kekuatan individu.
2. Peran motivasi
Motivasi mempunyai beberapa tugas dalam kehidupan manusia. Setidaknya ada cinpat tugas motivasi itu, yakni pertama, motivasi berfungsi sebagai pendorong insan dalam berbuat, sehingga menjadi bagian renting dari tingkah laris atau langkah-langkah insan. Kedua, motivasi berfungsi untuk menentukan arah dan tujuan. Ketiga, motivasi berfungsi sebcgai penyeleksi alas perbuatan yang mau dilakukan oleh manusia baik atau jelek, sehingga tindakannya pilih-pilih. Keempat, motivasi berfungsi sebagai penguji perilaku insan dalam beramal, benar atau salah, sehingga bisa dilihat kebenarannya atau kesalahan yang bersifat emosional dan subyektif seperti “kehadirat Tuhan“. Itulah sebabnya mengapa orang balasannya memiliki kecendrungan terhadap agama yang lalu melahirkan tingkah laku keagamaan.[12]
3. Jenis Motivasi
Yahya Jaya dalam bukunya “Motivasi Beragama”, membagi motivasi itu menjadi dua klasifikasi, adalah motivasi beragama yang rendah dan motivasi beragama yang tinggi.
Motivasi beragarna mampu diartikan selaku perjuangan yang ada dalam diri manusia yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu tindak keagamaan dengan tujuan tertertu, atau perjuangan yang menimbulkan seseorang beragama. [13]
a. Motivasi beragama alasannya didorong oleh perasaan jah dan riya’, seperti motivasi orang dalam beragama alasannya ingin terhadap kemuliaan dalam kehidupan masyarakat.
b. Motivasi beragama alasannya adalah ingin mematuhi peraturan orang tua dan menjauhkan larangannya.
c. Motivasi beragama karena demi gengsi atau prestise, mirip ingin menerima prediket alim atau taat.
d. Motivasi beragama alasannya adalah didorong oleh cita-cita untuk mendapatkan sesuatu atau seseorang, seperti motivasi seseorang dalam shalat alasannya adalah ingin menikah.
e. Motivasi beragama alasannya didorong oleh harapan untuk melepaskan diri dari keharusan agama. Dalam hal ini orang menilai agama itu selaku suatu beban, sesuatu yang wajib, dan tidak menganagapnya selaku suatu keperluan yang penting dalam hidup. Jika dilihat dari kaca mata psikologi agama, sikap seseorang yang demikian terhadap agama, akan buruk dampaknya secara kejiwaan karena ia rasakan agama itu sebagai tanggungan atau beban dan bukan dinikmati selaku kebutuhan. Untuk itu perlu diubah kesan wajib, beban atau tanggungan terhadap agama itu menjadi kebutuhan, agar agama itu menjadi berkah dan rahmat dalam hidup.
a. Motivasi beragama alasannya adalah didorong oleh keinginan untuk mendapatkan nirwana dan menyelarnatkan diri dari azab neraka. Motivasi beragama itu mampu mendorong manusia meraih kebahagiaan jiwanya, serta membebaskan diri dari gangguan dan penyakit kejiwaan. Orang yang bercita-cita untuk masuk nirwana maka ia akan mempersiapkan diri dengan aura ketaqwaan, serta berusaha membebaskan dirinya dari perbuatan dosa dan maksiat. Di dalam Islam, ketaqwaan itu ialah pokok bagi tumbuhnya kesejahteraan dan kebahagiaan jiwa.
b. Motivasi beragama alasannya adalah didorong oleh harapan untuk beribadah dan mendekatkan diri terhadap Allah. Tingkatan motivasi ini lebih tinggi kualitasnya dari pada yang pertama, sebab yang memotivasi orang dalam beragama yaitu cita-cita untuk benar-benar menghamba atau men abdikan diri serta mendekatkan jiwanya kepada Allah, yang tujuannya yaitu nilai-nilai ibadah dan pendekatan dirinya kepada Allah serta tidak banyak termotivasi oleh impian untuk masuk nirwana atau takut masuk neraka.
c. Motivasi beragama alasannya didorong oleh keinginan untuk mendapatkan keridhaan Allah dalam hidupnya. Motivasi orang dalam hal ini didorong oleh rasa ikhlas dan benar terhadap Allah sehingga yang memotivasinya dalam beribadah dan beragama semata-mata alasannya keinginan untuk menerima keridhaan Allah.
d. Motivasi beragama sebab didorong oleh keinginan untuk menerima kemakmuran dan kebahagiaan hidup. Seseorang yang mempunyai motivasi klasifikasi ini merasakan agama itu sebagai suatu keperluan dalam kehidupannya yang mutlak dan bukan ialah sesuatu kewajiban atau beban, akan tetapi bahkan sebagai permata hati.
e. Motivasi beragama karena didorong keinginan hulul (mengambil tempat untuk menjadi satu dengan Tuhan. Motiovasi ini dipelopori oleh seorang sufi yang bernama Husein Ibnu Manshur al–Halaj.
f. Motivasi beragama sebab didorong oleh kecintaan (mahabbah) terhadap Allah SWT.
Seseorang yang mempunyai motivasi mahabbah ini, melakukan ibadah ini bukan semata-mata sebab takut (aLkhauf), yaitu takut alasannya adalah dimasukkan ke neraka, atau juga bukan alasannya adalah berharap (al-raja’), ialah menginginkan masuk surga. Tetapi ia beribadah karena cinta (al–mahabbah) terhadap Allah SWT bila cinta Allah sudah diraihnya maka dengan sendirinya dapat menjauhkan seseorang dari api neraka dan mendekatkan seseorang dari kenikmatan surga. Motivasi ini dipelopori oleh seorang sun berjulukan Rabi’ah al-Adawiyah.
Seseorang yang mempunyai motivasi mahabbah ini, melakukan ibadah ini bukan semata-mata sebab takut (aLkhauf), yaitu takut alasannya adalah dimasukkan ke neraka, atau juga bukan alasannya adalah berharap (al-raja’), ialah menginginkan masuk surga. Tetapi ia beribadah karena cinta (al–mahabbah) terhadap Allah SWT bila cinta Allah sudah diraihnya maka dengan sendirinya dapat menjauhkan seseorang dari api neraka dan mendekatkan seseorang dari kenikmatan surga. Motivasi ini dipelopori oleh seorang sun berjulukan Rabi’ah al-Adawiyah.
g. Motivasi beragama karena ingin mengetahui diam-diam Tuhan perihal segala yang ada (ma’rifah). Motivasi ini dipelopori oleh scorang sufi berjulukan Abu Hamid al-Ghazali. h. Motivasi beragama karena didorong oleh cita-cita untuk al-Ittihad (bersatu dengan Tuhan). Menurut ajaran tasawur, untuk meraih al-Ittihad ini ada proses yang mesti di lalui.
D. Tingkahlaku Keaagamaan
1. Pengertian Tingkah Laku
Dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa tingkah laris itu sama artinya dengan perangai, kelakuan atau perbuatan. Tingkah laris dalam pemahaman ini lebih mengarah terhadap aktivitas seseorang yang didorong oleh unsur kejiwaan yang disebut motivasi.[16]
Tingkah laku mempunyai arti yang lebih positif dari jiwa. Tingkah laku lebih mudah dipelijiri dari jiwa. Tingkah laris yang dimaksud ialah tindakan-perbuatan manusia yang terbuka maupun tertutup. Tingkah laris yang tertutup ialah tingkah laku yang hanya dikenali secara tidak pribadi lewat alat-alat atau sistem-metode khusus. Contohnya berfikir, sedih, berkhayal, berkhayal dan takut. Tingkah laku terbuka adalah tingkah laris yang mampu dimengerti secara eksklusif dari orang yang bersangkutan. Contohnva berbicara, bekerja, olah raga, berkendaraan, makan dan minum, dan menangis. Akibat ini insan rnembUtUhkan tutorial. Bimbingan tersebut ialah bimbingan Psikologi. Lebih tepatnya yaitu panduan agama yang menentramkan jiwa. Oleh alasannya adalah itu, keperluan kepada agama dalam duduk perkara ini sungguh diperlukan.[17]
J.P. Chaplin, dalam Dictionary of Psychology, mengisyaratkan adanya beberapa macam pemahaman tingkah laris. MenUrut Chaplin, tingkah laris itu merupakan setiap respon yang rnungkin berbentukreaksi, tanggapan, jawaban atau akibat yang dijalankan oleh organisms. Tingkah laku juga bisa berarti sebuah gerak atau kompleks gerak–gerik, dan secara khusus tingkah laku juga mampu berarti suatu tindakan atau aktivitas.
Sementara itu Budiarjo berpendapat agak berlawanan dari usulan di atas. Menurutnya tingkah laku merupakan balasan yang dibuat oleh sejumlah makhluk hidup. Dalam hal ini, tingkah laku itu meskipun mesti mengikutsertakan balasan pada suatu organisme, termasuk yang ada di otak, bahasa, pemikiran, keinginan-impian, cita-citaharapan dan sebagainya. Tetapi is juga menyangkut mental hingga pada aktivitas fisik. Pendapat yang dilontarkan oleh Budiarjo ini sungguh mempesona, alasannya adalah bergotong-royong yang disebut tingkah laku itu bukan saja faktor pisik somata, melainkan juga aspek psikis atau mental.[18]
2. Pengertian Tingkah Laku Keagamaan
Tingkah laku keagamaan ialah segala kegiatan insan dalam kehidupan di dasarkan ganjal nilai-nilai agama yang diyakininya. Tingkah laku keagamaan tersebut ialah perwujudan dari rasa dan jiwa keagamaan berdasarkan kesadaran dan pengalaman beragama pada diri sendiri.
Agama bagi manusia, merniliki kaitan yang eras dengan kehidupan batinnya. Oleh karena itu kesadaran agama dan pengalaman agama seseorang banyak menandakan sisi-segi basin dalam kehidupan yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan dunia ghaib. Dari kesadaran dan pengalaman agama ini pula kemudian hadirnya tingkah laris keagamaan yang diekspresikan seseorang.
‘Tingkah laris keagamaan itu sendiri pada umumnya didorong oleh adanya sebuah sikap keagamaan yang ialah kondisi yang ada pada diri seseorang. Oleh alasannya itu sikap keagamaan merupakan interaksi secara kompleks antara wawasan agama, perasaan agarna dan tindak keagamaan pada diri seseorang. Dengan sikap itulah akhirnya lahir tingkah laku keagamaan sesuai dengan kadar ketaatan seseorang kepada agama yang diyakininya[19]
3. Motivasi yang Melahirkan Tingkah Laku Keagamaan
Menurut Abdul Aziz Ahvadi, penyebab tingkah laris keagamaan insan itu ialah gabungan antara aneka macam faktor, baik faktor lingkungan, biologi, psikologi rohaniah, unsur fungsional, komponen orisinil dan fitrah, atau karunia Tuhan. Karena itu studi yang mampu membahas masalah empiris, non-empiris dan rohaniah yaitu agama. Agama berwenang mencari hakikat yang terdalam perihal fitrah, takdir, ajal, hidavah, taufik, keimanan, malaikat. setan, roh. dosa, jiwa, kehadiran Tuhan dan realitas non-empiris maupun rohaniah. Filsafat memang bisa membicarakan problem non empiris dan mencari penyebab yang terdalam dari sikap keagamaan, tetapi pembahasan filsafat itu terbatas pada fakta non-empiris yang logis dan rasional.[20]
Menurut Nico Syukur Dister terdapat empat hal yang mengakibatkan seorang menimbulkan tingkah laku keagamaan, yaitu[21] :
a. Motivasi yang didorong oleh rasa harapan untuk mengatasi putus asa yang ada dalam kehidupan, baik putus asa alasannya adalah kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam (frustasi alam), putus asa sosial, putus asa akhlak maupun putus asa alasannya kematian.
b. Motivasi beragama karena didorong oleh cita-cita untuk menjaga kesusilaan serta rata tertib masyarakat.
c. Motivasi beragama karena didorong oleh impian untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.
d. Motivasi beragama sebab ingin menimbulkan agarna sebagai sarana untuk menanggulangi cemas.
E. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat kita ambit kesimpulan bahwa
1. Emosi yaitu suatu gejala psiko-fsikologis yang mengakibatkan imbas pada persepsi, perilaku, dan tingkah laku serta tertuan., dalam bentuk ekspresi tertentu.
2. Sedangkan motivasi agama yaitu usaha yang ada dalam diri manusia yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu undak keagamaan dengan tujuan tertentu, atau perjuangan yang menimbulkan seseorang beragama.
3. Movasi itu terbagi menjadi dua klasifikasi, ialah motivasi beragama yang rendah dan motivasi beragama yang tinggi.
4. Tingkah laku keagamaan adalah segala kegiatan insan dalam kehidupan di dasarkan atas nilai agama yang divakininya. Tingkah laku keagamaan tersebut ialah wujudan dari rasa dan jiwa keagamaan.
DAFTAR PUSTAKA
Darwin, M ,is, Emosi, Jakarta: Erlangga, 2006
Harold Koontz O saneal dan Heinz Weihrich, Management, McGraw Hill Kogaguska, 1980
M.Yatimin, Studi Islam Konlemporer, Jakarta: Amzah, 2006
Rahman,Abdul, Psikologi Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam, Jakarta: Kencana,
Ramayulis, Psikologi Agama, Jakarta Kalam Mulia, 2002
Sarliito Wirawan, Pengantar Umum Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1984
Sururin, Jiwa Agama, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004
W.S. Winkel, Psikologi Pengajaran, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1996